SOSIOLOGI EKONOMI
EKONOMI FORMAL DAN INFORMAL
DOSEN PENGAMPU : SULTON HANAFI SE.,MM
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 6
Puji syukur kita ucapkan kehadirat Allah SWT, karna berkat rahmat
beliaulah makalah ini dapat kami selesaikan. Salawat dan salam tertuju buat
Rasullullah SAW, yang telah sukses mengembangkan agama islam dalam
kehidupan manusia.
Terima kasih kepada dosen yang mengajar mata kuliah sosiologi ekonomi
yang telah membimbing kami dalam pembuatan makalah ini yang membahas
tentang “Ekonomi Formal Dan Informal”.
Sesuai dengan materi yang akan kami diskusikan yaitu “Ekonomi Formal
Dan Informal” maka kami mencoba mengeluarkan makalah kami yang mungkin
keberadaannya kurang sempurna. Maka kami selaku mahasiswa yang masih dalam
proses pencarian ilmu, mengharapkan masukan dan saran kepada dosen yang
bersangkutan. Karna kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah kami sangat jauh
dari kesempurnaan dalam segala hal. Untuk itu kepada para pembaca kami juga
sangat mengharapkan saran dan kritiknya demi kesempurnaan makalah kami ini.
Kelompok 6
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………..….. ii
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan Penulisan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Istilah sektor informal ini pertama kali di perkenalkan oleh Keith Hart
melalui penelitiannya di Ghana, Afrika. Istilah ini kemudian diterapkan dan
dilakukan penelitian secara mendalam di sejumlah kota di Negara-Negara yang
sedang berkembang, termasuk Jakarta 1972. Lewat tulisan yang berjudul Informal
income Oppurnuties and Urban Inflyment In Ghana, ia membagi pekerjaan formal
dan informal. Sektor formal merupakan sektor yang pekerjaan didalamnya
menuntut tingkat keterampilan yang tinggi, yang biasanya hal ini sulit dipenuhi oleh
para pendatang dari daerah pedesaan.
Eksistensi jenis aktifitas ekonomi ini diketahui oleh para peneliti sosial pada
akhir abad 19, dan term sektor informal masuk dalam pembendaharaan ilmu sosial
pada dekade 1960-an. Terkadang istilah ini dikenal sebagai Black Economy,
Shadow Economy, ataupun Cash Economy.
3
Istilah Black Economy sering menunjuk pada ekonomi nonpasar yang
berkonotasi negatif, yaitu segala bentuk aktifitas ekonomi ilegal yang melanggar
undang-undang, seperti makelar tiket kereta api atau bentuk-bentuk atau
perdagangan gelap (Black Market). Istilah lain yang sering dipakai untuk menunjuk
sektor informal ini antara lain Shadow Economy, Underground Economi,
Undercover Economy, dan Hidden Economy, . istilah Shadow Economy atau
ekonomi bayang-bayang menunjuk pada fenomena sektor informal yang tidak
mengikuti aturan-aturan yang dikeluarkan pemerintah. Keberadaan sering
dipandang “antara ada dan tiada ‘’, dalam system administrasi pemerintah, jelas
keberadaan sector ini tidak tercatat, tetapi realitasnya justru sektor inilah yang
berfungsi sebagai penumpang ketika ekonomi sedang menunjuk titik nadir.
Produksi dan jasa yang dihasilkan hanya mampu memenuhi kebutuhan prilaku
sektor informal dalam batas yang minimal. Artinya, hampir tidak ada kelebihan
keuntungan yang dapat diakumulasi sebagai pembentukan modal baru.
Menurut Manning dan Effendi (1985), aktivitas ekonomi yang membedakan
antara sektor formal dan yang informal adalah birokrasi dalam bidang perizinan.
Sektpr formal cenderung lebih banyak mendapat perlindungan dari pemerintah,
daripada usaha informal. Hal ini disebabkan oleh sektor formal tercata dalam sistem
perizinan usaha yang ditetapkan pemerintah. Sementara itu, Gilbert dan Gugler
(1996), menandai sektor informal dengan ciri-ciri:
1. Mudah dimasuki.
2. Bersandar pada sumber daya lokal.
3. Usaha milik sendiri.
4. Operasinya dalam skala kecil.
5. Padat karya dan teknologinya bersifat adoptif.
6. Tidak terkena langsung oleh regulasi dan pasarnya bersifat
kompetitif.
4
1. Kegiatan usaha tidak terorganisasi dengan baik karena timbulnya unit
usaha tidak mempergunakan fasilitas atau kelembagaan yang tersedia
di sektor formal.
2. Pada umumnya, unit usaha tidak mempunyai izin usaha.
3. Pola kegiatan usaha tidak teratur, baik dalam arti lokasi maupun jam
kerja.
4. Pada umumnya, kebijaksanaan pemerintah untuk membantu
golongan ekonomi tidak sampai ke pedagang kaki lima.
5. Unit usaha mudah keluar masuk dari satu sub-sektor ke lain sub-
sektor.
6. Teknologi yang digunakan bersifat primatif.
7. Modal dan perputaran usaha relative kecil sehingga skala operasi
juga relatif kecil.
8. Pendidikan yang diperlukan untuk menjalankan usaha tidak
memerlukan pendidikan formal karena pendidikan yang diperoleh
pengalaman sambil kerja.
9. Pada umumnya, unit usaha termasuk golongan one-man
enterprise dan kalau memperkerjakan buruh berasal dari keluarga.
10. Sumber dana modal usaha pada umumnya berasal dari tabungan
sendiri atau lembaga keuangan yang tidak resmi.
11. Hasil produksi atau jasa terutama terutama dikonsumsi oleh golongan
manyarakat desa-kota berpenghasilan rendah kadang-kadang juga
berpenghasilan menengah.
5
(1996) menyatakan bahwa proses konseptualisasi sektor informal belum dapat
menyelesaikan masalah definisi. Masih diperlukan definisi untuk menentukan batas
sektor ini, baik dari sudut pandang operasional maupun penelitian.
6
atau Negara. BUMN didirikan untuk melayani kepentingan umum dan mencari
keuntungan dalam rangka mengisi kas Negara.
3. Koperasi
7
sehari-hari. Tempat penjualan pedagang kaki lima relatif permanent yaitu
berupa kios-kios kecil atau gerobak dorong atau yang lainnya.
2. Pedagang keliling.
3. Pedagang asongan.
8
nilai mengalami kemajuan jika terjadi transpormasi ke arah penurunan pekerja
kasar (blue collar) yang mempersentasikan pekerja sektor informal. Maka indikasi
kemajuan tersebut terefleksikan dari peningkatan pendidikan dan pendapatan
masyarakat. Pekerja-pekerja kerah biru merupakan pekerja yang lebih banyak
mengandalkan kekuatan fisik, menggunakan teknologi yang terbatas, serta berupa
rendah, seperti pertanian, perdagangan kecil, kehutanan, perburuhan, perikanan,
tenaga produksi, buruh dibidang transportasi dan pekerja kasar lainnya. Sementara
itu, pekerja kerah putih (white collar) merupakan pekerja yang lebih banyak
menggunakan otak dan keterampilan. Mereka adalah kaum professional dan
manajerial serta teknisi kelas menengah. Pekerja- pekerja jenis ini
mempresentasikan pekerja sektor formal.
Berdasarkan study sektor informal yang dilakukan oleh Bromley di Cali,
Colombia, menunjukan bahwa dalam sektor informal terdapat beberapa segi yang
patut diperhatikan, yaitu kegiatan ini bukanlah suatu kegiatan yang terpisah sama
sekali dalam sektor formal,bahkan lebih dari itu, sektor ini memperoleh pengakuan
kegiatannya justru dari sektor formal- informal merupakan karakteristik kegiatan
ekonomi Negara-negara yang sedang berkembang tempat sektor informal
mendominasikan hampir seluruh kegiatan bidang jasa.
Dalam konteks Indonesia, hubungan sektor formal-informal dapat diamati
secara riil di sekitar gedung-gedung perkantoran elite. Banyak karyawan sektor
formal yang mengkonsumsi barang dan jasa sektor informal. Keberadaan “wartek”
(warung tegal) yang menjajakan makanan murah meriah seolah menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dari keberadaan gedung perkantoran. Sektor informal oleh
sebagian ahli sering di sebut “sektor penyelamat” di sebabkan oleh elastisitas sektor
ini dapat menyerap lonjakan tenaga kerja. Beberapa kota di dunia tumbuh menjadi
satu “kota” yang sangat besar. Proses kunurbasi ini di beberapa literature sering
disebut sebagai metropolitan extended metropolitan ataupun megalopis. Sektor
formal kota tetap tidak mampu menyerapnya, oleh karena itu sektor informal yang
menjadi tumpuan penyerapan tenaga kerja. Sektor ini tumbuh meskipun nilai
tambah yang diciptaknnya mungkin tidak sebesar nilai tambah sektor formal.[10]
Hubungan ekonomi formal dan informal merupakan salah satu kajian
penting dalam study ekonomi informal. Hubungan tersebut dapat dilihat dari dua
9
perspektif yaitu pendekatan konflik dan pendekatan fungsional. Pada pendekatan
konflik melihat bahwa kehadiran sektor informal diperlukan untuk mendukung
perkembangan sektor formal. Dengan demikian, seperti istilah yang sering
dilontarkan adalah, sektor informal mensubsidikan sektor formal. Kata subsidi
tersebut merupakan penghalusan dari kata eksploitasi.
Sedangkan pendekatan fungsional melihat hubungan tersebut sebagai
sesuatu yang saling menguntungkan antara sektor formal dan informal. Istilah
mereka adalah di mana ada gula di sana ada semut. Di mana ada pembangunan
gedung kesitu berdatangan semut-semut sektor informal.
10
pertumbuhan ekonomi. Kebijakan seperti ini dalam aplikasinya berdampak pada
maraknya praktik monopoli, karter, kolusi, koalisi, distribusional, pemberian lisensi
khusus, serta perburuan rente. Akibatnya, sektor industri tidak mampu menyerap
tenaga kerja secara maksimal. Fenomena ini jelas sangat bertentangan dengan
Negara yang sudah relatif maju industrinya.
11
Menurut Abbot (2005;269), segregasi pekerjaan yang menempatkan
perempuan terkonsentrasu di sector informal disebabkan oleh faktor idiologi gender
yang menyatakan bahwa pekerjaan yeng paling cocok bagi perempuan adalah yang
berstatus rendah serta juga berupah rendah dalam struktur pasar teaga kerha. Di
kebanyakan Negara di dunia, lelaki banyak menjadi pekerja mandiri dibandingkan
perempuan, laki-laki mendominasi kerajinan dan perdagangan, sementara
perempuan terkonsentrasi dalam pekerjaan jasa dan perawatan. Perempuan banyak
sebagai pekerja rumah tangga tak berupah, pekerja temporer, pekerja paro waktu,
atau pekerjaan sector informal lain yang tidak memiliki perlindungan. Laki-laki
pada umumnya memimili status yang lebih tinggi pada level pekerjaan manajerial
dan professional. Dampak sosial ekonomi dari itu semuanya adalah merugikan
perempuan. Perempuan merupakan yang pertamakali terkena dampak berkuragnya
kesempatan kerja dan sering menghadapi banyak kesulitan dalam mencari
perkerjaan daripada laki-laki.
12
Studi-stidi yang dilakukan di berbagai Negara menunjukkan bahwa
munculnya perusahaan-perusahaan MNC dan juga perusahaan-perusahaan dalam
negeri yang menerapkan sistem kerja subkontrak telah memengaruhu kondisi
kehidupan pekerja perempuan di sektor informal (Pyle,2006;95) selain perempuan,
sektor informal juga banyak melibatkan anak-anak. Kondisi kemiskinan
mendorong anak-anak menjadi keperja informal.
13
pendidikannya setelah tamat SD atau bahkan sebelum mereka tamat. Tekanan
ekonomi yang begitu kuat menyebabkan orangtua teroaksa merelakan pendidikan
anaknya. Sehingga membuat anak terpaks untuk membantu orangtua mencari
penghidupannya.keterbatasan prasarana dan juga faktor keamanan yang
menyebabkan orangtua berpikir dua kali untuk mengirim anaknya ke sekolah
terutama anak perempuan. Kondisi ini jika di teruskan akan menyebabkan
pebdidikan di Negara Indonesia akan jauh tertinggal dengan Negara-negara
tetangga.
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
15
DAFTAR PUSTAKA
http://cortanhugo.blogspot.com/2011/07
http://electrarobhy4.blogspot.com/2014/04/ekonomi-formal-dan-informal.html
16