Anda di halaman 1dari 66

PRAKTEK KERJA LAPANGAN

DI SEED GARDEN ASD PT BAKRIE KISARAN

LAPORAN

OLEH:

1. YUSRIL IHZA MAHENDRA 178220064

2. TASYA DWI FITRIYAH 178220078

3. MUSTAKIM 178220092

4. AHMAT MUFFAN IMSAN 178220132

PROGAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MEDAN AREA

MEDAN 2020
I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada zaman modern ini untuk mendapatkan lowongan kerja sangat sulit walaupun

lulusan dari perguruan tinggi, hal ini dikarenakan banyaknya jumlah mahasiswa perguruan

tinggi yang lulus setiap tahunnya. Data statistik perguruan tinggi pada tahun 2017

menyatakan jumlah mahasiswa lulusan perguruan tinggi se Indonesia pada tahun tersebut

berjumlah 355.017 orang. Dari data tersebut tidak sesuai dengan permintaan kerja dari

perusahaan yang ada di Indonesia. Oleh karena itu diperlukan sumber daya manusia yang

mempunyai ilmu yang tinggi dan kualitas yang baik.

Perguruan tinggi memiliki peran untuk mendidik dan menciptakan sumber daya

manusia yang memiliki kualitas dan memiliki ilmu yang tinggi. Untuk mendapat ilmu dan

kualitas yang baik tidaklah dengan di perguruan tinggi saja tapi bisa mencari pengalaman ke

luar yang berguna dan mempunyai keuntungan untuk mendapatkan pekerjaan ke depan nya.

Tetapi dari fakta yang di dapat saat ini hanya berjumlah sedikit yang mempunya kriteri

tersebut. Oleh karena itu perguruan tinggi di Indonesia membuat program magang atau

praktek kerja lapangan (PKL) sebagai sarana pembelajaran dan memperkaya diri bagi

mahasiswa terkhususnya program studi agribisnis Universitas Medan Area. Kegiatan ini

diharapkan membuat mahasiswa memiliki kriteria tersebut setelah menyelesaikan studinya.

1.2 Lingkup Kerja Praktek

Pelaksanaan dalam kegiatan magang yang dilakukan oleh mahasiwa magang adalah

aspek teknis dan aspek manajemen dalam budidaya kelapa sawit. Aspek teknis yang sudah

dilakukan di lapangan adalah SPU, pembibitan, pemeliharaan tanaman belum menghasilkan

(TBM), pemeliharan tanaman menghasilkan (TM), produksi dari tanaman kelapa sawit dan

pollinasi. Sedangkan untuk aspek manajemen yang dilakukan adalah kegiatan dalam

mempelajari administrasi dan manajemen kebun. Dalam melaksanakan aspek-aspek tersebut,


dilakukan bimbingan oleh pengurus, askep, asisten divisi, mandor-mandor dan krani-krani.

Kegiatan yang dilaksanakan mahasiswa berada di Seed Garden PT. ASD-Bakrie Sumatera

Plantation. Waktu kerja setiap harinya adalah sesuai dengan waktu yang ditentukan oleh

perusahaan, yaitu selama 7 jam dan diwajibkan mengikuti antrian pagi pada pukul 05.30-

06.00 bersama asisten dan mandor. Waktu kegiatan pelaksanaan dimulai pada pukul 06.30-

12.00 setiap harinya.

1.3 Tujuan Kegiatan Kerja Praktek/Magang

1. Mampu memberikan pengalaman visual dan pengenalan tentang segala sesuatu yang

menyangkut kegiatan observasi, perencanaan, pelaksanaan, dan sistem pengelolaan

lingkungan dalam bidang Pertanian.

2. Dapat membentuk pola pikir mahasiswa dalam melihat suatu masalah dan

memberikan solusinya.

3. Dapat membina kemampuan dan keterampilan mahasiswa secara optimal dalam aspek

perencanaan, pembahasan, kesimpulan dan saran serta kemampuan untuk

menyampaikan gagasan dalam bentuk tulisan.

4. Dapat mengasah soft skill mahasiswa sehingga mampu bekerjasama dalam tim dan

berkomunikasi.
II SEJARAH PERKEBUNAN ( PERUSAHAAN)

2.1 Sejarah Perkebunan

1. Sejarah Perusahaan Perkebunan di Indonesia

Sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari

sektor perkebunan, karena sektor ini memiliki arti yang sangat penting dan menentukan

dalam pembentukan berbagai realitas ekonomi dan sosial masyarakat di banyak wilayah di

Indonesia. Perkembangan perkebunan pada satu sisi dianggap sebagai jembatan yang

menghubungkan masyarakat Indonesia dengan ekonomi dunia, memberi keuntungan

finansial yang besar, serta membuka kesempatan ekonomi baru, namun pada sisi yang lain

perkembangan perkebunan juga dianggap sebagai kendala bagi diversifikasi ekonomi

masyarakat yang lebih luas, sumber penindasan, serta salah satu faktor penting yang

menimbulkan kemiskinan struktural. Bahkan dalam konteks masa lalu ada yang berpendapat

bahwa sejarah kolonialisme dan imperialisme Barat di Indonesia merupakan sejarah

perkebunan itu sendiri. Sejak awal kedatangan bangsa Barat yang mengidentifikasi diri

sebagai pedagang sampai masa-masa ketika Barat identik dengan kekuasaan kolonial dan

pemilik modal, perkebunan menjadi salah satu fakta atau variabel yang tidak bisa diabaikan

untuk merekonstruksi dan menjelaskan realitas masa lalu yang ada.

2. Awal Perkembangan

Jauh sebelum perkebunan milik para pemodal swasta Barat berkembang pesat di abad

ke-19, usaha perkebunan untuk ekspor sebenarnya telah memiliki sejarah yang panjang di

Indonesia. Perubahan pola perdagangan pasar dunia pada akhir abad ke-15 dan awal abad ke-

16 yang disertai dengan pelayaran orang Barat langsung ke pusat-pusat produksi dan

perdagangan di Asia Tenggara menimbulkan peningkatan permintaan terhadap beberapa jenis

komoditi yang dihasilkan kepulauan Indonesia. Beberapa komoditi seperti lada, pala,
cengkeh, dan kayu manis yang sebelumnya hanya dikumpulkan dari tanaman liar mulai

dibudidayakan penduduk di berbagai daerah di Indonesia. Para penguasa di kerajaan Aceh

dan Banten misalnya, telah melakukan langkah yang sistematis melalui jalur birokrasinya

dalam mengusahakan perkebunan lada pada akhir abad ke-16. Di Banten, pembukaan

perkebunan itu tidak hanya terbatas di tanah-tanah yang tersedia di ujung Barat pulau Jawa

melainkan juga merambat ke daerah kekuasaannya di Lampung, sehingga terjadi mobilitas

penduduk secara rutin menyeberangi Selat Sunda.

Di dalam usaha itu, para penguasa cenderung bekerja sama dengan orang asing dari

pada dengan interprenur lokal. Hal itu dilakukan untuk menangkal munculnya kelompok

lokal yang mampu menyaingi kekuasaan raja karena keberhasilannya dalam bidang ekonomi.

Salah satu contoh adalah kasus yang terjadi di Aceh pada akhir abad ke-16, ketika Sultan

Ala’ad-din Ri’ayat Syah al-Mukammil memerintahkan pembunuhan dan perampasan harta

benda para orang kaya, karena kelompok itu sangat berpengaruh dalam silih bergantinya lima

orang sultan di kerajaan Aceh antara tahun 1571 dan 1589. Sejak saat itu produksi dan

perdagangan lada secara eksklusif semakin didominasi oleh penguasa politik, terutama para

uleebalang yang merupakan penguasa otonom atas wilayah tertentu. Sejak awal abad ke-16,

perkebunan lada yang dikuasai kerajaan Aceh telah mencakup wilayah yang sekarang berada

di Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Bengkulu.

Kehadiran perusahaan dagang Barat, terutama Inggris dan Belanda pada abad XVII

memperluas usaha perkebunan yang dilakukan oleh penduduk di beberapa wilayah di

kepulauan Indonesia, baik sebagai bagian dari aktivitas ekonomi penguasa politik lokal

maupun sebagai bagian dari politik penyerahan wajib yang berhasil ditanamkan oleh

perusahaan dagang Barat, seperti yang terjadi di Ternate, Tidore, dan Ambon. Segera setelah

Inggris menguasai Bengkulu, pesaing utama Belanda itu memulai usaha perkebunan,

terutama lada di wilayah pantai Barat Sumatera. Sementara itu di Palembang, Jambi, dan Siak
yang tidak berada di bawah kekuasaan baik Aceh, Banten maupun perusahaan dagang Barat

juga berhasil mengembangkan perkebunan lada pada saat yang bersamaan.

3. Modal Swasta dan Berkembangnya Perkebunan Besar

Memasuki abad ke-19, sebuah perubahan besar mulai terjadi dalam usaha perkebunan

di Indonesia. Berbeda dari kebijakan-kebijakan sebelumnya yang bersifat terbatas,

pemerintah Hindia Belanda yang menggantikan posisi VOC berusaha memaksimalkan

potensi lahan-lahan yang subur, lahan-lahan yang belum diolah, dan tenaga kerja penduduk

lokal untuk menghasilkan berbagai jenis komoditi ekspor, terutama kopi, tembakau, nila, dan

gula. Di Jawa, pemerintah kolonial menerapkan kebijakan Kultuurstelsel dalam rangka

memanfaatkan secara paksa tanah-tanah desa baik yang belum maupun yang telah diolah oleh

masyarakat di daerah Gubernemen sejak tahun 1830. Penduduk diharuskan menyerahkan

tanah dan tenaga kerja mereka dalam jumlah tertentu untuk menghasilkan berbagai komoditi

ekspor seperti yang telah disebutkan di atas untuk kepentingan negara kolonial.

Seperti telah dilakukan oleh kerajaan-kerajaan lokal sebelumnya, pemerintah Hindia

Belanda memanfaatkan dengan baik jalur birokrasi. Di samping birokrasi kolonial,

pemerintah kolonial juga memanfaatkan birokrasi tradisional untuk menjalakan usaha

perkebunan yang dikuasai oleh negara itu. Sistem Tanam Paksa di Jawa yang berbasis pada

desa telah melibatkan pada pejabat lokal dari tingkat bawah sampai bupati bersama-sama

kontroleur sampai residen untuk melakukan kontrol terhadap seluruh aktivitas yang

berlangsung. Di Sumatera Barat para tuanku laras, sebagian penghulu, dan kepala menjadi

bagian penting dari keberhasilan program itu. Di samping para birokrat kolonial, para elite

lokal itu menikmati keuntungan ganda berupa manipulasi terhadap produsen dan imbalan

yang diterima dari penguasa kolonial. Oleh sebab itu tidak mengherankan jika para elite lokal

ini berhasil membangun relasi politis dan ekonomi yang erat dengan kekuasaan kolonial,
yang pada titik tertentu menimbulkan konflik dalam hubungan mereka dengan rakyatnya

sendiri. Sementara itu bagi para elite yang berusaha bersikap netral seperti yang ditunjukkan

oleh banyak penghulu di Sumatera Barat, kondisi ini telah menimbulkan kesulitan bagi para

penghulu yang berusaha melindungi rakyatnya dengan kuatnya tekanan kolonial serta adanya

kenyataan bahwa para penghulu ini juga menikmati keuntungan ekonomis dari pelaksanaan

sistem tanam paksa kopi itu. Pada saat bersamaan ketika berlaku sistem tanam paksa di

tanah-tanah Gubernemen Jawa, sebuah perkembangan perkebunan baru yang melibatkan para

pemodal swasta Barat mulai terjadi di Vorstenlanden atau Tanah Kerajaan di Yogyakarta dan

Surakarta. Berbeda dengan pemahaman selama ini bahwa perkembangan perkebunan besar

milik pemodal swasta Barat baru berlangsung setelah berlakunya undang undang Agraria

1870, penelitian yang dilakukan Vincent Houben menunjukkan bahwa para pemodal swasta

Barat telah menyewa tanah-tanah lungguh milik raja dan para pangeran untuk membuka

perkebunan nila, tembakau, kopi, dan tebu. Sebagai contoh, dari 51.000 ton kopi yang

dihasilkan Jawa pada tahun 1845, 4.413 atau 8,6% berasal dari Vorstenlanden, yang

semuanya dihasilkan oleh kebun-kebun milik pemodal swasta Barat. Bahkan ada bukti yang

menyebutkan bahwa perkembangan perkebunan besar milik pengusaha swasta di Jawa

sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 1816, jauh sebelum diberlakukannya undang-undang

agraria. Biarpun ada larangan terhadap penyewaan tanah lungguh oleh pemerintah Hindia

Belanda pada tahun 1823, sejak tahun 1827 penyewaan itu berlangsung kembali.

Kedudukan pemodal swasta dalam perkembangan usaha perkebunan di Indonesia

pada masa kolonial menjadi semakin besar sejak akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20,

ketika beberapa komoditi baru seperti karet dan teh mulai dikembangkan dan pembukaan

perkebunan besar di Sumatera dan Kalimantan. Pembukaan perkebunan tembakau milik

swasta di Jawa Timur dan Sumatera Timur pada akhir abad ke-19 menandai sebuah era baru

dalam usaha perkebunan, tidak hanya bagi daerah sekitarnya melainkan juga di seluruh
wilayah kekuasaan Hindia Belanda selanjutnya. Pengerahan tenaga kerja dari luar daerah,

khususnya tenaga kerja kontrak bagi orang Madura di Jawa Timur dan orang Jawa, Cina, dan

India di Sumatera Timur pada satu sisi masih meneruskan beberapa ciri tradisi perkebunan

yang lama, namun pada sisi yang lain telah menciptakan komunitas perkebunan baru yang

unik dan berbeda dengan yang pernah ada sebelumnya.

4. Dua Lingkungan Perkebunan

Diilhami oleh tipologi yang dikemukakan oleh Clifford Geertz yang membedakan

ekologi “sawah-tegalan” dan “dalam Jawa-luar Jawa”, lingkungan sosial-ekonomis dari

perkebunan di Indonesia dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan proses perkembangan

historisnya. Pembedaan ini tentu saja tidak terlalu kaku, karena beberapa ciri yang sama juga

terdapat pada tempat yang berbeda. Lingkungan pertama sebagian besar terdapat di Jawa,

wilayah yang penduduknya mengalami proses marginalisasi akibat sistem produksinya

mengambil alih secara langsung modal produksi yaitu tanah milik desa atau pribadi dan

tenaga kerja yang seharusnya digunakan oleh produsen untuk berproduksi bagi kepentingan

ekonomi rumah tangga sehari-hari. Proses produksi nila, tembakau, dan tebu menggunakan

tanah yang sama digunakan penduduk untuk menanam bahan makanan, khususnya padi.

Sementara itu, biarpun sebagian lahan perkebunan kopi dan teh menggunakan lahan di

dataran tinggi yang belum diolah, namun di banyak tempat kebun-kebun kopi dan teh milik

perusahan besar swasta menggunakan tegalan penduduk dan membatasi upaya penduduk

untuk membuka tegalan baru seiring dengan pertambahan penduduk dari waktu ke waktu.

Di dalam lingkungan yang pertama ini, keterlibatan langsung masyarakat lokal di

dalam usaha perkebunan menjadi sangat intensif. Hampir sebagian besar tenaga kerja

dipenuhi oleh penduduk setempat, kecuali di daerah tertentu yang jarang penduduknya atau

dalam musim tertentu ketika tenaga kerja bebas dari luar juga banyak digunakan. Tenaga
kerja tidak hanya terbatas pada laki-laki dan orang dewasa, dalam kenyataannya proses

produksi juga melibatkan banyak tenaga kerja perempuan dan anak-anak. Tekanan terhadap

ekonomi desa menjadi sangat besar, sehingga proses involusi seperti yang digambarkan

Clifford Geertz terjadi di beberapa tempat. Bahkan kajian yang dilakukan oleh Peter

Boomgard menyatrakan bahwa keterlibatan perempuan di luar sektor domestik terus

meningkat seiring dengan perkembangan perkebunan.

Lingkungan kedua lebih banyak terdapat di perkebunan-perkebunan di Sumatera dan

Kalimantan. Di tempat ini terdapat pemisahan yang tegas antara perkebunan sebagai pusat

produksi komoditi untuk memenuhi kebutuhan pasar dunia dengan lahan penduduk untuk

menanam kebutuhan pangannya. Biarpun secara agronomis lahan yang digunakan untuk

membuka ladang atau huma penduduk sama dengan lahan yang dimanfaatkan untuk

perkebunan, sampai beberapa dekade awal abad ke-20 belum terjadi persaingan antara

kebutuhan lahan perkebunan dengan kebutuhan penduduk menanam padi. Berbeda dengan

lingkungan yang pertama, sebagian besar perkebunan di lingkungan kedua dikembangkan di

daerah baru yang belum menjadi bagian dari sistem produksi masyarakat. Baru pada masa

kemudian ketika terjadi pertumbuhan penduduk yang sangat besar, persoalan lahan ini

muncul. Kebun-kebun tembakau, kopi, dan kemudian karet serta kelapa sawit sebagian besar

dibuka pada hutan-hutan tropis yang belum dihuni oleh penduduk. Sebagian besar tanah itu

merupakan tanah adat, yang diubah statusnya oleh pemerintah kolonial melalui berbagai

peraturan menjadi tanah milik penguasa lokal atau tanah tidak terpakai sebelum dilimpahkan

kepada perusahaan perkebunan yang mendapat hak konsesi.

Kondisi ini menempatkan posisi politis para elite lokal menjadi seolah-olah lebih

penting, dan di beberapa daerah para elite itu bahkan mengalami peningkatan status dari

sekedar “kepala mukim”, “kepala kampung”, atau kepala wilayah menjadi raja atau sultan,

yang menurut konsep state domain berkuasa atas tanah yang ada. Keadaan itu juga
menimbulkan distorsi dalam konteks politik, ketika satuan unit kekuasaan dari para kepala

mukim, kepala kampung, atau kepada wilayah yang mengalami mobilitas sosial semu itu

tiba-tiba dipahami sebagai kerajaan dalam pengertian negara. Padahal secara teoretik

konseptual, kedudukan para elite itu paling tinggi hanya dapat disetarakan dengan bupati.

Oleh karena itu, tidak mengherankan jika tradisi historiografi Indonesia sampai saat ini tidak

bisa membedakan dengan jelas antara konsep chiefdom dengan kingdom dalam membahas

para elite itu.

Di Sumatera Timur misalnya, kebutuhan tenaga kerja dipenuhi oleh tenaga kerja

kontrak yang berasal dari Cina, yang pada awal abad ke-20 mencapai 2/3 dari seluruh pekerja

yang ada. Pada akhir dekade pertama abad ke-20, jumlah pekerja kontrak yang berasal dari

Jawa terus meningkat sehingga jumlah pekerja Cina di Sumatera Timur menurun lebih dari

separuh. Peningkatan jumlah kuli kontrak dari Jawa itu juga mulai merubah komposisi buruh

yang bekerja di perkebunan menurut jenis kelamin dan komposisi umur, yang menunjukkan

semakin banyaknya pekerja wanita dan kemudian anak-anak. Selain melalui sistem kontrak,

kebutuhan tenaga kerja untuk perkebunan di beberapa tempat seperti Jambi, Palembang,

Bengkulu, dan Lampung dipenuhi melalui program kolonisasi. Berbeda dengan prinsip

dasarnya yang direncanakan untuk pengembangan pertanian pangan, sebagian besar dari

orang yang dipindahkan dari daerah miskin dan bencana di Jawa itu ternyata lebih banyak

yang dipekerjakan pada perkebunan-perkebunan, di samping untuk proyek-proyek

pembangunan lainnya yang dilakukan pemerintah.

Sebuah kajian yang paling akhir tentang perkebunan pada masa kolonial

menunjukkan telah terjadi peningkatan kualitas non fisik seperti kesehatan dan perlakukan

kasar para mandor dan tuan kebun yang semakin berkurang, namun pendapatan riil para

pekerja di Sumatera Timur tidak mengalami perubahan yang berarti sejak awal pembukaan

perkebunan sampai tahun 1920. Sampai tahun 1910 sebagai contoh, setiap pekerja laki-laki
Jawa menerima 30 sen per hari, dan jumlah ini meningkat 60% pada tahun 1920. Kenaikan

ini tidak ada artinya jika dibandingkan dengan kenaikan biaya hidup, khususnya kenaikan

harga beras yang juga mencapai 60%. Selain itu biarpun angka kematian pekerja turun pada

tahun 1910-an dibandingkan dengan kondisi di tahun-tahun awal pembukaan, dalam

kenyataannya fluktuasi angka kematian ini tetap menunjukkan kecenderungan yang tinggi

mencapai 20 per 2.000 orang, seperti yang terjadi sepanjang dekade kedua abad ke-20.

Gambaran yang serupa juga terdapat di berbagai perkebunan besar lain milik pemodal swasta

di Palembang, Kalimantan Selatan, Jambi, Lampung, dan Bengkulu.

Gambaran yang agak berbeda tentang perkebunan akan didapat jika komunitas

perkebunan dilihat sebagai sebuah totalitas. Perkebunan tidak hanya berisi para pekerja yang

menderita melainkan juga pekerja yang menikmati keuntungan finansial yang sangat besar

dari hasil perkebunan itu. Ketika banyak pekerja yang diberhentikan, perusahaan merugi, dan

para pemegang saham tidak menerima deviden pada masa depresi ekonomi tahun 1930-an,

sebagian pekerja perkebunan yang berada pada tingkat tertentu masih menikmati tantiem

dalam jumlah yang sangat besar dibandingkan dengan rata-rata penghasilan penduduk dan

pegawai pemerintah atau swasta umumnya. Ironisnya, warisan kolonial ini ternyata tidak

hilang ketika Indonesia mencapai kemerdekaan, dan perkebunan tidak lagi dikelola oleh

orang asing.

Pada masa pascasaproklamasi kemerdekaan, berbagai fasilitas dan sistem yang

menguntungkan para elite perkebunan terus dipertahankan. Dalam konteks ini, kemerdekaan

dan berakhirnya kolonialisme dapat dikatakan tidak mempengaruhi keberlanjutan eksploitasi

dan ketimpangan yang telah menjadi ciri komunitas perkebunan pada masa-masa

sebelumnya. Bagi sebagian besar komunitas perkebunan, kemerdekaan hanya sebuah jargon

politik yang tidak pernah menjadi bagian dari realitas kehidupan mereka sehari-hari. Seperti

pada masa-masa sebelumnya, akses mereka terhadap tanah juga terbatas, kalau tidak mau
disebut tertutup. Oleh karena itu tidak mengherankan jika konflik pertanahan tetap

merupakan sesuatu yang laten dalam komunitas perkebunan pascaproklamasi kemerdekaan,

dan bahkan dalam beberapa hal menjadi lebih buruk. Sistem jaluran yang dipraktekkan di

perkebunan Sumatera Timur pada masa kolonial yang memungkinkan adanya akses terbatas

terhadap tanah bagi para buruh sebagai contoh, ternyata tidak berlanjut dengan reformasi

agraria yang memberi pengakuan hak atas tanah kepada para penggarapnya ketika Indonesia

menjadi sebuah negara merdeka. Bahkan beberapa bukti menunjukkan akses para buruh

terhadap tanah menjadi semakin terbatas, dan bahkan hilang sama sekali ketika terjadi

Indonesianisasi terhadap perkebunan. Di tempat lain, lahan masyarakat yang telah mengambil

alih pengelolaan lahan perkebunan pada masa Jepang dan awal kemerdekaan, terpaksa harus

kecewa atau berada pada ketidakpastian secara terus menerus ketika harus berhadapan

dengan pengelola baru yang dianggap resmi oleh pemerintah setelah kebijakan nasionalisasi

atau Indonesianisasi tahun 1950-an.

Hal itu menunjukkan dua lingkungan di atas tidak hanya telah membentuk sebuah

struktur melainkan juga sebuah kultur komunitas perkebunan pada masa yang secara politik

berbeda itu. Hampir sama dengan cerita tentang masyarakat miskin perkotaan di Amerika

Latin yang telah terjerat oleh culture of poverty seperti yang dikemukakan oleh Oscar Lewis,

secara historis komunitas perkebunan di Indonesia juga telah menciptakan struktur sekaligus

kultur perkebunan yang sangat sulit untuk diubah. Baik para pekerja kuli maupun pekerja

mandor dan pekerja menejer telah terjerat dalam sebuah lingkaran setan atau tejebak di dalam

kotak Pandora, yang mereka sendiri tidak tahu atau pura-pura tidak tahu pangkal dan ujung

serta cara mencari jalan keluarnya. Jikalau terjadi perubahan, maka perubahan itu tidak

terjadi secara struktural melainkan hanya parsial dan tidak berkelanjutan. Mereka yang

tertindas saat ini harus menghadapi kenyataan historis bahwa nenek buyut mereka dulu juga
tertindas biarpun para penindas saat kemudian ternyata bukan keturunan para penindas

dahulu.

5. Sejarah Singkat Perkebunan

Perkebunan sebagai sebuah komunitas tetap hidup dalam realitas yang sama ketika

komunitas lain telah berhasil memutuskan identitas mereka dari masa lalu yang tidak

menyenangkan itu. Persoalannya tidak lagi dapat dijelaskan dalam konteks ekploitasi

kapitalis terhadap proletar melainkan produk dari upaya untuk membangun hegemoni

kultural dan memanfaatkannya untuk kepentingan ekonomis yang tidak mengenal batas

kelas, aliran atau konsep-konsep lain yang setara. Interelasi yang melibatkan banyak variabel

telah menghasilkan orang tertindas dan penindas yang hampir-hampir permanen tanpa

memerlukan terus hadirnya colonized dan colonizer.

Pada tahun 1830 pemerintah kolonial Hindia Belanda memfokuskan perkebunan

sebagai bidang utama yang menopang perekonomian Hindia Belanda. Sistem perkebunan

merupakan bagian dari sistem perekonomian pertanian komersial dan kapitalistik. Sistem

perkebunan diwujudkan dengan bentuk usaha pertanian skala besar dan kompleks, bersifat

padat modal (Capital Intensive), penggunaan areal pertanahan luas, organisasi tenaga kerja

yang besar, pembagian kerja rinci, penggunaan tenaga kerja upahan (Wage Labour), struktur

hubungan kerja yang rapih, dan penggunaan teknologi modern, spesialisasi, sistem

administrasi dan birokrasi, serta penanaman tanaman komersial (Commercial Crops) yang

ditujukan untuk komoditi ekspor di pasaran dunia. Sistem perkebunan pada masa ini dikenal

sebagai program Cultuurstesel atau lebih dikenal dengan sistem tanam paksa yang diprakarsai

oleh Van den Bosch.(Aditya Media, 1991).

Penderitaan rakyat Indonesia akibat diberlakukannya sistem tanam paksa telah

menimbulkan kecaman dari berbagai pihak, terutama para penganut paham liberal. Sistem ini
merupakan istilah resmi pengganti cara produksi yang tradisional dengan cara produksi yang

rasional. Sejalan dengan hal ini, kaum Borjuis Belanda yang mempunyai modal lebih,

menuntut digantikannya sistem monopoli pemerintah dan sistem kerja paksa dengan sistem

persaingan bebas menurut konsepsi kapitalisme liberal yang saat itu sedang berkembang di

Eropa. Tuntutan ini terjawab dengan dikeluarkannya Undang-Undang Agraria (Agrarische

Wet) pada 9 April 1870. Undang-Undang Agraria pada dasarnya berisi dua pokok, yaitu

memberi kesempatan kepada perusahaan-perusahaan swasta untuk berkembang di Indonesia,

di samping “melindungi” hak rakyat atas tanahnya (Aditya Media, 1992). Aturan ini

diberlakukan untuk kepentingan kapital kolonial, yang kemudian menjadi landasan hubungan

kepemilikan dan hubungan kerja di perkebunan dan agraria (Sekolah Tinggi Pertahanan

Nasional, 2011). Undang-undang ini memberikan kesempatan bagi perusahaan perkebunan

untuk menguasai ratusan hektar tanah dan menciptakan kondisi bagi akumulasi kapital

dengan cara merongrong kontrol masyarakat atas sumber produksi.

Sejak meluasnya penanaman modal asing pada abad ke-19 di bidang perkebunan,

kegelisahan dan kekecewaan timbul di kalangan petani terutama di Yogyakarta yang

sebagian besar wilayahnya dimanfaatkan untuk pertanian dan perkebunan. Para pengusaha

pabrik gula menyewa sawah dan mempekerjakan petani pemiliknya. Pengelolaan perkebunan

dan pabrik diatur sedemikian rupa sehingga hanya menguntungkan satu subkelas kecil saja

yaitu pengusaha dan pemilik modal, sehingga keadaan ini merupakan sumber konflik

(LP3ES, 1986). Pemerintah termasuk para pangreh praja bumiputra kurang memperhatikan

petani serta buruh dari kemiskinan dan penindasan tetapi justru cenderung melayani dan

membantu pengusaha industri gula.

Daerah Surakarta dan Yogyakarta (Vorstenlanden) dahulu berlaku suatu hukum yang

menyatakan bahwa semua tanah adalah milik raja. Rakyat hanya sekedar memakai (Jawa :

Anggaduh) di mana mereka wajib menyerahkan sebagian (1/2 atau 1/3) hasil tanahnya di
samping menyerahkan tenaganya tanpa bayaran (rodi) satu hari dalam seminggu (52 hari

dalam setahun). Peraturan didaerah Vorstenlanden ini dikenal sebagai Apanage Stelsel. Raja

memerintahkan bekel dalam memungut sebagian hasil tanaman rakyat. Munculnya

permasalahan yang mengakibatkan banyak penderitaan rakyat, maka apanage stelsel dan

sistem persewaan landhuur kemudian dihapuskan. Pemerintah kemudian mengadakan

perubahan hukum tanah (Agrarische Reorganisatie). Tanah yang semula dinyatakan milik

raja kemudian dinyatakan menjadi milik kerajaan. Kepada rakyat diberikan hak untuk

memakai tanah secara turun-temurun dan mereka tidak lagi terkena kewajiban hereendienst

kepada onderneming, namun bagi para pengusaha onderneming reorganisasi agraria ini

dirasakan sebagai ancaman bagi usahanya yang selama ini hidup dari cara sewa landhuur.

Untuk menghindari bahaya tersebut maka dikeluarkan semacam aturan peralihan sebagai UU

sewa baru yaitu Vorstenlands Grondhuur Reglement (VGR) pada tahun 1918. Glebagan

stelsel mulai diperkenalkan sejak adanya aturan sewa jangka panjang (21,5 tahun). Diatas

tanah tersebut tebu ditanam secara bergiliran dengan tanaman pangan (Sistem Glebagan).

Dalam sistem glebagan, tanah sawah desa dibagi dalam 3 bagian (Geblag). Umur tebu adalah

sekitar 15 bulan, sehingga satu siklus berlangsung selama 3 tahun atau jangka waktu sewa

21,5 tahun terdiri dari tujuh siklus (Arsip Pakualaman, bundel 2007). Berlakukannya sistem

ini membuat lahan sawah yang ditanami padi menyempit sehingga produksi beras juga

menurun.

Pada masa perang dunia I harga barang-barang kebutuhan hidup naik. Setelah perang

dunia I berakhir, tempat pemasaran gula dari Indonesia semakin luas. Hal ini membuat

keuntungan pengusaha pabrik gula meningkat. Akan tetapi, para pengusaha tidak menaikkan

upah buruhnya (Tiara Wacana, 1995). Akibatnya konflik antara buruh dan petani melawan

pihak manajer semakin meningkat.


Penduduk pribumi yang bekerja setiap harinya meyiapkan lahan, menanam bibit pada

musim yang tepat dan merawat semua tanaman sampai musim panen tiba (Komunitas

Bambu, 2012). Buruh yang menjual tenaga kerjanya untuk mendapat upah, muncul pada

dekade-dekade terakhir abad ke-19, terutama di perkebunan swasta yang berkembang di Jawa

dan Sumatra. Penetrasi kapitalisme dalam wilayah pedesaan ditunjukkan dengan hadirnya

para petani yang tidak memiliki tanah dan bekerja pada tanah-tanah sewaan untuk mendapat

upah. Sementara itu, di kota- kota besar seiring dengan perkembangan teknologi yang

ditancapkan kolonialisme muncul bidang-bidang pekerjaan baru seperti masinis, sopir,

pegawai kantor, dan sebagainya. Munculnya buruh upah ini tidak seketika menghadirkan

gerakan buruh yang terorganisir dan modern. Perubahan cara pandang, terbitnya surat kabar,

dan pendidikan, menjadi elemen-elemen penting yang membawa perubahan pada abad XX.

Orang-orang pribumi berpendidikan yang kemudian dikenal sebagai tokoh-tokoh pergerakan

menjadi pemimpin atau penggerak sejumlah organisasi modern, seperti: Budi Utomo, Sarekat

Islam, dan sebagainya. Sebaliknya, gerakan buruh pada awalnya digerakkan oleh orang-orang

Belanda. Pada masa itu di Eropa gerakan buruh sudah dikenal secara luas dalam masyarakat

yang dipelopori oleh organisasi-organisasi yang mendasari kepentingan mereka dalam

memperjuangkan hak-hak buruh, sehingga bukan hal yang aneh lagi jika timbulnya gerakan

buruh di Jawa dipelopori oleh orang-orang Eropa.

Mogok kerja dalam bahasa inggris yaitu struck, sedangkan buruh yaitu labor.

Pemogokan buruh adalah suatu bentuk usaha untuk mendesak para pengusaha untuk bersedia

berunding tentang perbaikan kondisi kerja dan pembagian keuntungan yang adil (Bambang

Sulistyo, op.cit). Bagi penduduk bumi putra, perusahaan perkebunan yang sebagian besar

adalah perkebunan tebu merupakan sebab dari timbulnya penderitaan dan kesengsaraan.

Sejarah pergerakan buruh di Indonesia dapat ditelusuri sejak zaman Hindia-Belanda yaitu

tepatnya ketika muncul kesadaran para tokoh nasional seperti Tjokroaminoto, Suryopranoto,
Semoaen, Alimin dari SI (Sarekat Islam) akan sistem kapitalisme, dimana kaum pemodal

tidak akan berdaya tanpa buruh sebagai alat untuk memperoleh keuntungannya.

Tjokroaminoto dalam pidatonya pada kongres CSI (Centraal Sarekat Islam) di Batavia tahun

1917 menegaskan untuk menentang kapitalisme (Grafiti, 1997).

Sepanjang perjalanan sejarah pemogokan buruh di Indonesia, protes buruh pabrik

gula paling banyak terjadi di masa pemerintahan kolonial. buruh pabrik gula menjadi

pembahasan yang dominan adalah karena pada abad ke-19 dan 20 M, industri gula

mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini didukung oleh UU Gula (Suikeer Wet)

dan UU.Agraria (Agrarisch Wet) yang memperbolehkan pengusaha swasta ikut dalam proses

eksploitasi Hindia-Belanda (Liberalisasi Ekonomi). Dalam hal ini pabrik gula banyak

menyerap tenaga kerja dari pemilik sawah dan merubahnya menjadi buruh perkebunan tebu

(Jan Breman, op.cit). Pada awal abad ke-20 terjadi pemogokan buruh di pabrik gula Tanjung

Tirto di Yogyakarta tepatnya pada Agustus 1918-1920. Skripsi ini berusaha meneliti

pemogokan buruh di Pabrik Gula Tanjung Tirto tahun 1918.

2.2 Sejarah Perusahaan Bakrie Seed Garden


Usaha pengembangan kebun induk kelapa sawit yang dinamakan “Bakrie Seed

Garden” dimulai dirintis oleh PT. Bakrie Sumatera Plantations Tbk (BSP) sejak tahun 2005

sejalan dengan adanya komitmen perusahaan untuk melaksanakan usaha memproduksi benih

unggul kelapa sawit.

Menurut Direktur Utama PT. BSP, M. Iqbal Zainuddin, berdasarkan Izin Persetujuan

Prinsip Pembangunan Kebun Induk Kelapa Sawit No. 264/HK.300/E2.1/07/2005, PT. BSP

telah membangun kebun induk kelapa sawit Dura seluas 276 hektar dan 287 hektar DP Test

Crosses yang berlokasi di Kisaran, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara.


Saat ini produksi benih unggul telah dapat memenuhi kebutuhan kebun-kebun dalam

kelompok usaha BSP Group. Bakrie Seed Garden dalam hal ini telah mengantongi izin dari

Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian untuk memanfaatkan bibit atau benih yang

diproduksi di lingkup internal kebun-kebun sawit BSP. “Bakrie Seed Garden ini diharapkan

sudah bisa memasarkan secara luas benih unggul kelapa sawit paling lambat akhir tahun 2014

setelah mendapatkan izin pelepasan varietas”.

Bakrie Seed Garden sendiri dikelola oleh perusahaan patungan PT. ASD-Bakrie Oil

Palm Seed Indonesia yang didirikan oleh BSP dan ASD Costa Rica. Melalui kerjasama ini,

semua perusahaan di Indonesia yang nantinya membutuhkan pasokan kecambah ASD Costa

Rica harus lewat BSP.


III URAIAN KEGIATAN

3.1 Kegiatan Tatalaksana Perusahan

1. Aspek Organisasi dan Manajemen Perusahaan

Aspek manajemen dan organisasi merupakan gambaran secara sistematis yang cukup

penting dianalisis untuk kelayakan suatu usaha. Untuk keperluan studi kelayakan bisnis yang

perlu dianalisis adalah bagaimana fungsi-fungsi manajemen seperti perencanaan,

pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan diterapkan secara benar. Struktur organisasi

merupakan juga merupakan gambaran secara sisitematis tentang hubungan-hubungan dan

kerja sama organisasi-organisasi yang terdapat dalam rangka usaha untuk mencapai tujuan.

Struktur organisasi juga merupakan kerangka pembagian tanggung jawab dan fungsional

kepada unit-unit organisasi yang dibentuk untuk melaksanakan kegiatan pokok perusahaan

dan agar perusahaan dapat berjalan kearah tujuan yang diinginkan dan merupakan wadah dari

pelaksanaan kegiatan yang mencerminkan atas pendeklarasian wewenang dan tanggung

jawab terhadap masing-masing bagian dalam perusahaan yang disusun dengan pertimbangan

yang sempurna dengan menempatkan dan menetapkan orang-orang pada setiap unit

perusahaan yang harus disusun dengan pengetahuan dan keterampilan atau keahlian yang

dimiliki tujuan perusahaan dapat tercapai dan efektif dan efesiensi.

Secara sederhana struktur organisasi menyatakan alat dan cara mengatur sumber daya

manusia (SDM) bagi kegiatan-kegiatan ke arah pencapaian tujuan. Oleh karena itu, struktur

organisasi perlu dirancang sedemikian rupa, sehingga SDM yang tersedia dapat dimanfaatkan

sebaik-baiknya sekaligus sebagai sarana pengendalian melalui bagian-bagian yang ada dalam

perusahaan. Struktur organisasi menggambarkan dengan jelas pemisahan kegiatan, kegiatan

pekerjaan antara yang satu dengan yang lain dan bagaimana hubungan aktivitas dan fungsi

dibatasi. Struktur organisasi juga merupakan alat untuk membantu manajemen dalam
mencapai tujuannya. Struktur organisasi dapat memiliki pengaruh yang besar pada

anggotanya. Pengaruh struktur organisasi terhadap kepuasan dan kinerja karyawan mengarah

pada suatu kesimpulan yang sangat jelas. Struktur organisasi menjelaskan bagaimana tugas

kerja akan dibagi, dikelompokkan dan dikoordinasikan secara formal. Hubungan diantara

fungsi-fungsi, bagian-bagian ataupun posisi maupun orang-orang yang menunjukkan

kedudukan tugas, wewenang dan tanggung jawab yang berbeda-beda. Untuk mendapatkan

suatu organisasi yang baik, terlebih dahulu harus diterapkan sebuah kerangka kerja antar

bagian yang saling berhubungan dengan bagian lainnya dan setiap bagian harus mampu

mempertanggung jawabkan hasil kerja bagiannya. adapun struktur Organisasi PT. ASD

Bakrie Oil Palm Seed indonesia-Seed Processing Unit Dimana penulis melakukan penelitian

dapat terlihat seperti pada gambar dibawah ini :


Gambar 3.1 Struktur Organisasi SPU-PT. ASD Oil Palm Seed Indonesia Sumber : PT.
ASD Bakrie Oil Palm Seed Indonesia-SPU (Internal)
Di bawah ini diuraikan tugas dan wewenang dari setiap bagan yang ada distruktur

organisasi divisi SPU PT. ASD-Bakrie Oil Palm Seed Indonesia :

1. SPU Dept. Head (Manager SPU)

Manager SPU memiliki tugas untuk mengatur dan menggorganiasikan seluruh sumber

daya manusia (SDM) SPU agar mencapai tujuan yang telah direncanakan oleh manajemen

khususnya mengenai pemrosesan benih yang berjalan baik dan berkualitas.

2. Officer Finance (Staff Administrasi dan Keuangan)

Staff administrasi dan keuangan bertugas untuk memastikan bahwa seluruh proses

administasi SPU yang berhubungan dengan keuangan berjalan sesuai standar operasional

(SOP) perusahaan.

3. Wet Part Officer and Dry Part Officer (Staff Wet Area dan Staff Dry Ar)

Bertugas untuk memastikan bahwa pemrosesan benih sawit berjalan baik di lapangan

baik khususnya wet area dan dry area dan memastikan agar jalannya proses harus

berdasarkan standar operasional (SOP) perusahaan.

4. Wet Part Supervisor (Suvervisor Wet Area)

Suvervisor Wet Area bertugas untuk mengawasi pekerja yang bekerja di wet area.

5. Dry Part Suvervisor (Suvervisor Dry Area)

Suvervisor Dry Area bertugas untuk mengawasi pekerja yang bekerja di Dry area.

6. Quality Assurance

Bertugas untuk membantu HRD PT. ASD-Bakrie untuk mengurus urusan ke HRD an

karyawan menyangkut Absen, Jamsostek, Kesehatan, cuti dan lain-lain.

7. General Affair
Bertugas untuk mengurus masalah surat yang masuk dan keluar dari SPU.

8. Cashier (Kasir)

Kasir berfungsi untuk mengatur transaksi pengeluaran uang SPU.

9. Material Store (Kerani Gudang)

Kerani Gudang bertugas untuk mengatur inventori SPU baik permintaan dan

pengeluaran inventori tersebut.

2. Aspek Sosial Budaya

Aspek sosial budaya adalah segala sesuatu yang di ciptakan oleh manusia dengan

pemikiran dan akal budinya serta hati nuraninya dalan kehidupan bermasyarakat serta aspek

tersebut telah melekat dalam diri manusia. Ada 4 aspek yang termasuk sosial budaya dalam

perusahaan seed garden ASD PT Bakrie yaitu:

1. Tempat komunikasi berlangsung.

2. Tujuan komunikasi.

3. Peserta komunikasi, yang meliputi status sosial, pendidikan, usia, dan jenis

kelaminnya

4. Hubungan peran dan hubungan sosial di antara pekerja / karyawan, termasuk relasi,

ada-tidaknya hubungan kekerabatan, dan tingkat keakraban pekerja / karyawan.

Faktor sosial dan budaya berdampak besar pada semua produk, jasa dan pelanggan.

Faktor sosial yang mempengaruhi suatu perusahaan adalah kepercayaan, nilai, sikap,

opini,dan gaya hidup orang-orang di lingkungan eksternal perusahaan, yang

berkembang dari pengaruh budaya, ekologi, demografi, agama, pendidikan, dan etnik.

3. Aspek Lingkungan Perusahaan


Lingkungan eksternal perusahaan akan mempengaruhi arah dan tindakan perusahaan

dan akhirnya berpengaruh pada struktur organisasi perusahaan dan proses internal yang ada

dalam perusahaan itu sendiri. Lingkungan eksternal perusahaan secara umum dapat

dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu, lingkungan eksternal jauh (external remote

environment), lingkungan industri (industry environment) dan lingkungan operasi organisasi

(operating-environment). Dengan menganalisa terhadap ketiga ingkungan tersebut, maka

manajemen perusahaan akan dapat menemukan peluang dan hambatan dan dapat disusun

strategi yang paling tepat untuk mencapai tujuan perusahaan.

1. Aspek Lingkungan

Lingkungan tempat bisnis pembibitan benih / kecamba kelapa sawit akan dijalankan

harus dianalisis dengan cermat. Hal ini disebabkan lingkungan disatu sisi dapat menjadi

peluang dari bsisnis yang akan dijalankan, namun disisi lain lingkungan juga dapat menjadi

ancaman bagi perkembangan bisnis. Keberadaan bisnis dapat berpengaruh terhadap

lingkungan, baik lingkungan masyarakat maupun lingkungan ekologi tempat bisnis yang

akan dijalankan. Suatu bisnis dapat menimbulkan berbagai aktivitas sehinggga menimbulkan

dampak bagi lingkungan disekitar lokasi bisnis. Perubahan kehidupan masyarakat sebagai

akibat dari adanya aktivitas bisnis dapat berupa semakin ramainya lokasi disekitar lokasi

bisnis,timbulnya kerawanan sosial, timbulnya penyakit masyarakat, juga perubahan gaya

hidup sebagai akibat masuknya tenaga kerja dari luar daerah.

2. Tujuan

Analisis aspek lingkungan dilakukan untuk menjawab “ apakah lingkungan setempat

sesuai dengan ide bisnis pembibitan benih kelapa sawit yang akan dijalankan dan apakah

manfaat bisnis bagi lingkungan lebih besar dibandingkan dampak negatifnya?’. Suatu ide

bisnis dinyatakan layak berdasarkan aspek lingkungan sesuai dengan kebutuhan ide bisnis
dan ide bisnis tersebut mampu memberikan manfaat yang lebih besar dibandingkan dampak

negatifnya di wilayah tersebut. Aspek lingkungan dalam studi kelayakan bertujuan untuk:

1. Menganalisis kondisi lingkungan operasional

2. Menganalisis kondisi lingkungan industric

3. Menganalisis lingkungan ekonomis

4. Menganalisis dampak positif maupun negatif bisnis terhadap lingkungan

5. Menganalis usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk meminimalkan dampak negatif

bisnis terhadap lingkungan.

1. Lingkungan operasional lingkungan yang memiliki kaitan langsung dengan

aktivitas operasional perusahaan lingkungan operasional adalah lingkungan yang

paling dekat dengan semua aktivitas perusahaan.

2. Lingkungan pesaing pesaing adalah perusahaan dalam industri yang sama dan

menjual produk, baik berupa barang atau jasa, kepada pelanggan. Pesaing sangat

berpengaruh terhadap keberhasilan bisnis. Perusahaan harus memiliki

keuanggulan bersaing untuk dapat memenangkan persaingan. Oleh karena itu,

analisis terhadap kelebihan dan kelemahan pesaing dibandingkandengan

perusahaan sangat penting dalam menentukan strategi bisnis. Analisis pesaing

dalamlingkungan operasional dapat dilakukan dengan menggunakan matriks

profil persaingan.

3. Lingkungan pelanggan adalah pembeli produk yang dihasilkan oleh perusahaan.

Pelanggan merupakan faktor kunci keberhasilan bisnis karena pelanggan sumber

pendapatan. Analisis pelanggan dalam lingkungan operasional dilakukan dengan

analisis reaktif dan proaktif. Analisis reaktif adalah analisis masalah pelanggan

setelah kejadian. Analisis proaktif adalah memperkirakan kecenderungan dan


masalah sebelum terjadi. Selain itu dilakukan pula analisis segmentasi pelanggan

untuk mengelompokkan pelanggan sesuai dengan karakteristiknya.

4. Lingkungan pemasok pemasok adalah perusahaan yang menyediakan bahan baku,

tenaga kerja, keuangan dansumber informasi kepada perusahaan lain. Pemasok

memegang peranan yang sangat penting bagi kelancaran bisnis. Pemilihan

pemasok dapat meningkatkan keunggulan bersaing. Analisis pemilihan pemasok

dalam lingkungan operasional dapat dilakukan dengan CPM antar pemasok.

5. Lingkungan kreditor kreditor merupakan pihak yang memeiliki peranan yang

penting dalam bidang keuangan, dan semakin penting jika sebagian besar

permodal perusahaan berasal dari kredit. Dalam memilih kreditor, perusahaan

harus memperhatikan bunga dan persyaratan kredit.

6. Lingkungan pegawai pegawai merupakan aspek yang paling penting, karena

pegawai adalah pelaku yang menunjang tujuan perusahaan tercapai.

4. Aspek Teknis Perkebunan

Kajian aspek teknis menyangkut terhadap hal-hal yang berhubungan dengan

pembangunan, rahabilitasi atau pengembangan proyek Seed Garden ASD Bakrie. Kajian

aspek teknis meliputi:.

1. Pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit.

2. Pematangan lahan perkebunan kelapa sawit.

3. Teknis Pembititan, kualitas bibit kelapa sawit berikut varian bibit kelapa sawit.

4. Teknis Persiapan Penanaman.

5. Teknis Penanaman.

6. Teknis Pemeliharaan Tanaman Belum Menghasilkan.

7. Mekanisme Pemanenan.
8. Teknis Pemeliharaan Tanaman Menghasilkan.

3.2 Kegiatan Praktek Kerja


Di saat PKL (Praktek Kerja Lapangan) ada beberapa macam kegiatan di perusahaan

perkebunan. Yang meliputi beberapa divisi dan ada banyak kegiatan setiap divisi masing-

masing. Ini adalah beberapa kegiatan setiap divisi nya yaitu sebagai berikut:

1. Pre Nursery dan Main Nursery

Bibit kelapa sawit harus memiliki pertumbuhan normal: bibit abnormal harus diafkir,

serta tidak menunjukkan gejala terserang hama penyakit. Untuk memperoleh bibit yang

memenuhi kriteria tersebut perlu dilakukan penanaman, pemeliharaan dan seleksi bibit secara

benar. Pemeliharaan bibit dn seleksi bibit dilakukan baik di pembibitan pendahuluan (pre

nursery) dan pembibitan utama (main nursery). Pemeliharaan tersebut meliputi penyiraman

rutin, pengendalian gulma di dalam polybag dan di gawangan, pengendalian hama penyakit

sesuai keperluan. Seleksi dilakukan dengan membuang/meng-afkir segera bibit yang

menunjukkan gejala abnormal.

1. Pre Nursery

Pre nursery merupakan pembibitan awal dilakukan selama kurang lebih 3 bulan, pada

pembibitan awal kecambah ditanam pada kantong plastik berukuran 14 x 22 cm dengan tebal

0,10 mm, kantong plastik dilubangi keliling untuk perembesan kelebihan air pada waktu

penyiraman bibit. Tanah untuk mengisi kantong plastik harus digemburkan dahulu, setelah

kantong plastik diis, kantong plastik disusun pada bedengan dengan ukuran lebar 160 cm dan

panjang disesuaikan dengan keadaan tanah. Jarak antar bedengan 80 cm berfungsi untuk jalan

pemeliharaan, pengawasan, dan pembuangan air yang an saat penyiraman atau waktu hujan .

Pada tahap pre nursery, naungan atau pelindung bisa berupa pohon hidup atau

naungan yang terbuat dari daun kelapa sawit. Naungan ini dipertahankan sampai kecambah

berdaun 2-3 helai. Selama 3 bulan di pre nursery jenis pupuk yang biasa digunakan adalah
sumicoat dengan dosisi yang digunakan 5 gr satu kali pemakaiaan. Dalam 3 bulan kemudian

masuk ketahap main nursery. Frekuensi pemupukan seminggu sekali.

2. Main Nursery

Pembibitan utama (Main Nursery) merupakan tahap kedua dari sistem pembibitan

double stage yang berlangsung 6-9 bulan. Main nursery merupakan kegiatan

transplanting/pemindahan bibit dari pre nursery ke main nursery (Pahan 2006). Dilakukan

ketika bibit sudah berusia 3-4 bulan atau ketika bibit sudah memiliki 4-5 helai daun.

Keberhasilan rencana penanaman dan produksi ditentukan oleh pelaksanaan pembibitan

utama dan kualitas bibit yang dihasilkan.

Main nursery ini perlu menyediakan tempat tanamnya berupa polybag, yakni kantong

plastik berwarna hitam dengan ukuran lebar 37-40 cm, panjang 50 cm, dan tebal 0,02 cm.

Jarak tanam berukuran 90cmx90cmx 90cm dengan estimasi satu hektar ditempatkan 10.000-

12.000 bibit. Media tanam yang digunakan pada main nursery adalah top soil yang memiliki

struktur remah dan gembur. Polybag di isi dengan media tanam hingga penuh dan padat.

Pemindahan tanaman dari pre nursery ke main nursery dengan cara membuat lubang di

polybag seukuran dengan diameter polybag pre nursery. Kemudian sobek polybag pre

nursery menggunakan pisau secara hati-hati dari bawah ke atas agar mudah dilepas dan

media tidak sampai terikut

1. Penentuan Lokasi

Lokasi sebaiknya dekat atau berada di pinggir jalan besar, agar pengangkutan

bibit dan pengawasannya lebih mudah. Lokasi harus bebas genangan atau banjir dan dekat

dengan sumber air untuk penyiraman. Debit dan mutu air yang tersedia harus baik. Areal

pembibitan sebisa mungkin rata atau memiliki kemiringan maksimum 5%, tempat terbuka

atau tanah lapang dan lapisan tahah topsoil cukup tebal. Letak lokasi main nursery dekat

dengan area yang ditanam dan harus jauh dari sumber hama dan penyakit.
2. Jaringan Irigasi

Jaringan irigasi diperlukan sebagai sarana pengairan untuk menyiram bibit di

main nursery. Alat dan bahan untuk sistem penyiraman harus sudah terpasang dan siap pakai

sebelum penanaman. Instalasi penyiraman di main nursery sebagai berikut:

1. Secara manual, air dihisap dari sungai menggunakan pompa air dan di alirkan

ke lokasi pembibitan melalui pipa dan selang.

2. Sprinkler menggunakan pipa induk, pipa utama, dan pipa distribusi.

3. Setiap sambungan dilengkapi stand pipesyang terpasng berdiri dan ujungnya

dilengkapi dengan nozzle yang memancarkan air secara berputar.

4. Setiap pipa distribusi memiliki 8-9 sprinkler yang berjarak 9-18 meter.

5. Kebutuhan air sekitar 75 m3 /ha/hari, efisiensi 30-40% dengan pompa air

berdaya pancar 45 psi. kekuatan pompa 18-20 horse power untuk 8 hektar

pembibitan.

3. Penyiapan Polibag

Polibag yang digunakan sebaiknya berwarna hitam (100% carbon black) dengan

panjang 42 cm, lebar 33 cm atau berdiameter 23 cm, dan tebal 0,15 cm. polibag diberi lubang

berdiameter 0,5 cm sebanyak dua baris. Jarak antarlubang 7,5 x 7,5 cm. Media tanam bibit

menggunakan topsoil yang memiliki struktur remah atau gembur. Jika terpaksa, gunakan

topsoil yang berupa tanah liat. Namun, media tersebut perlu dicampur dengan pasir kasar

dengan perbandingan 3:2. Polibag diisi media tanam hingga penuh (sekitar 16 kg), lalu

hentakkan tiga kali agar media tanam memadat. Pengisian polibag harus selesai dikerjakan

dalam waktu dua minggu sebelum pemindahan dari prenursery.

4. Penanaman

Sehari sebelum penanaman, media tanam dalam polibag harus disiram. Bibit di

pindahkan dari pre nursery setelah berdaun 2-3 helai dan berumur maksimum tiga bulan.
Penanaman dilakukan dengan cara membuat lubang di polibag seukuran dengan diameter

babybag. Sayat babybag menggunakan pisau secara hati-hati dari bawah ke atas agar mudah

dilepas dan media tidak sampai terikut. Masukkan bibit beserta tanahnya ke dalam lubang,

lalu atur agar posisinya tegak seperti semula. Tekan tanah disekeliling lubang agar lebih

padat merata. Jika dirasa kurang, tambahkan tanah hingga sedikit melewati leher akar. Bagian

atas polibag yang tidak diisi tanah setinggi 2-3 cm. Bagian ini memungkinkan sebagai tempat

meletakkan pupuk, air, atau mulsa. Naungan sudah tidak diperlukan lagi di main nursery.

5. Penyiraman dan Penyiangan

Penyiraman di lakukan setiap hari secara teratur dengan jumlah yang cukup. Jika

musim kemarau, siram bibit dua kali sehari, yakni pada pagi dan sore hari. Kebutuhan air

penyiramann sebanyak 2 liter air/bibit/hari. Permukaan tanah harus ditutup dengan serasa

organik (Mulsa) untuk menghindari pemadatan permukaan tanah, mencegah penguapan air,

dan mengatur kelembapan tanah pada musim kemarau. Penyiangan dilakukan dengan

mencabut gulma yang tumbuh dalam polibag, sekaligus menggemburkan tanah dengan cara

menusukkan sepotong kayu. Penyiangan lahan pembibitan (Diluar Polibag) dilaksanakan

secara clean weeding, yakni menggunakan garuk. Rotasi penyiangan 20-30 hari, tergantung

dari pertumbuhan gulma.

6. Perawatan

Perawatan yang diperlukan pada saat pembibitan Main nursery diantaranya

adalah :

1. Penyiraman

Kebutuhan air pada pembibitan utama sekitar 2 liter/hari/polybag.

Bibit disiram dua kali sehari, yakni pada pagi dan sore hari. Jika curah hujan

lebih besar dari 9 mm/hari, penyiraman tidak perlu dilakukan.

2. Pengendalian gulma
Pengendalian gulma adalah salah satu kegiatan intensif yang harus

dilakukan dalam pemeliharaan main nursery. Hal ini bertujuan untuk

mengurangi persaingan antara bibit main nursery dengan gulma yang

mengganggu. Gulma mempunyai kemampuan untuk memanfaatkan unsur

hara, air, cahaya, dan ruang tumbuh seta memperbanyak populasi hama dan

penyakit. Secara umum penurunan hasil tanaman akibat kehadiran gulma

dapat mencapai 20-80% bila gulma tidak dikendalikan . selain itu, keberadaan

gulma juga dapat menurunkan mutu produksi akibat kontaminasi bagian

gulma, menjadi inang bagi tanaman, mengganggu pertumbuhan tanaman,

mengganggu tata guna air, dan meningkatakan biaya pemeliharaan.

Pengendalian gulma pada pembibitan main nursery dapat di lakukan

dengan beberapa cara, di antaranya pengendalian secara mekanis, kultur

teknis, fisis, biologis, kimia dan terpadu. Tetapi yang paling umum di lakukan

adalah pengendalian secara mekanis. Sebelum melakukan pengendalian

gulma, perlu di ketahui keadaan pertumbuhan gulma di lapangan melalui

kegiatan identifikasi dan penelitian gulma (Weed Assessment). Kegiatan

pengendalian gulma tidak berbeda jauh dengan penyiangan.Kegiatan

penyiangan di pembibitan utama terdiri dari dua macam yaitu penyiangan

tanah disekitar polibag dan didalam polibag. Tujuan penyiangan disekitar

polibag adalah membersihkan pembibitan dari vegetasi selain bibit kelapa

sawit, terutama rumput – rumputan dan jenis gulma lainnya. Penyiangan

didalam polibag juga penting di lakukan untuk membersihkan gulma, selain

itu, mencegah terbentuknya lapisan kedap air akan menyebabkan turunnya

kemampuan untuk menerima air siraman.

3. Pemberian mulsa
Pemberian mulsa di lakukan dengan meletakkan sisa tanaman atau

cangkang kelapa sawit di sekeliling bibit setelah bibit berumur dua bulan

dengan ketebalan 1 – 2 cm

4. Pemupukan

Pupuk yang di gunakan pada pembibitan utama adalah pupuk majemuk

NPK dengan dosis yang digunakan 50 gr.

4. Field Opeeration ( F.O ) / Perawatan

1. Penyemprotan

Pada tanaman kelapa sawit terdapat beberapa hama yang dapat merugikan tanaman

kelapa sawit dan bahkan dapat menurunkan produktivitas dari lahan tanaman kelapa sawit

tersebut. Hama – hama pada tanaman kelapa sawit seperti tungau, ulat api, nematoda,

rhadinaphelenchus, cocophilus, kumbang oryctes rhinoceros dan ngegat tirathaba mundella.

Hama ini menyerang tanaman kelapa sawit pada beberapa bagian tanaman kelapa sawit

seperti daun, akar, dan tandan buah.

Alat dan mesin yang dapat digunakan untuk pemberantasan dan menghalangi hama

dapat berkembang biak seperti sprayer tipe plasido SP 425. Sprayer menjadi salah satu alat

yang akan digunakan. Sebenarnya pemberantasan hama pada tanaman kelapa sawit bukan

hanya dapat di lakukan dengan alat pertanian tetapi juga dapat dilakukan secara biologis

seperti pebakaran dan pemotongan.

Sepesifikasi alat yang digunakan :

Sepesifikasi : Sprayer tipe plasido SP 425

Prinsip Kerja : Sistem pompa hidraulik dengan pengatur tekanan. Dapat

di gunakam untuk aplikasi segala jenis pestisida

Kapasitas Tangki : 15 Liter

2. Pemupukan
Dalam proses pemupukan kelapa sawit, terdapat dua metode yang di pakai di

perkebunan, yaitu metode tebar dan benam. Sebelum memilih salah satu dari kedua metode

tersebut, sebaiknya lakukan riset terlebih dahulu, seperti keadaan lingkungan dan lainnya.

Sebab, jika salah dalam memilih metode pemupukan, dikhawatirkan hasil panen yang akan

diperoleh tidak maksimal.

Metode tebar jika anda memilih pemupukan dengan metode tebar, maka anda

sebaiknya menebarkan pupuk pada pinggir piringan, atau pada jarak 0,5 meter dari tanaman

muda dan 1-2,4 meter dari tanaman tua. Dalam metode pemupukan tanaman kelapa sawit

menggunakan jenis pupuk ZA. Pupuk ZA mengandung belerang dan nitrogen. Kandungan nit

rogennya hanya separuh dari urea, sehingga biasanya pemberiannya dimaksudkan sebagai

sumber pemasok hara belerang pada tanah-tanah yang miskin unsur ini.

3. Circle (Piringan)

Piringan adalah pekerjaan membasmi dan membersih rumput (Gulma) yang tumbuh

di piringan pokok termasuk tunggul dan kayu (Risza,2010). Piringan dilakukan di sekitar

lahan tanaman kelapa sawit berfungsi sebagai tempat untuk menyebarkan pupuk agar efisien

diserap tanaman. Selain itu, piringan juga merupakan daerah jatuhnya buah kelapa sawit.

Karena itu, kondisi piringan senantiasa bersih dari gangguan gulma.  Piringan merupakan

daerah yang berada di sekitar pokok kelapa sawit yang berbentuk lingkaran dengan diameter

± 4 m. Pemeliharaan piringan juga bertujuan antara lain untuk:

1. Mengurangi kompetisi gulma terhadap tanaman dalam penyerapan unsur hara,

air,dan sinar matahari.

2. Mempermudah pekerja untuk melakukan pemupukan dan kontrol di lapangan

bagi tanaman yang ditanam.

4. Panen Buah Produksi


Panen merupakan salah satu kegiatan yang penting pada pengelolaan tanaman kelapa

sawit menghasilkan. Selain bahan tanaman danpemeliharaan tanaman, panen juga salah satu

faktor yang penting dalam pencapaian produktivitas tanaman kelapa sawit. Pengelolaan

tanaman yang sudah baku (Standar) dan potensi produksi di pohon tinggi, tidak ada artinya

jika panen tidak dilaksanakan secara optimal. Hasil panen langsung menjadi sumber

pemasukan uang bagi perusahaan melalui penjualan minyak kelapa sawit dan inti kelapa

sawit.

Tujuan panen adalah untuk memanen seluruh buah yang sudah matang panen dengan

mutu yang baik secara konsisten sehingga diperoleh produksi crude palm oil (CPO) per

hektar yang tinggi dan mutu minyak dan inti sawit yang maksimal. Untuk mendapatkan

ekstraksi dan mutu minyak yang tinggi sangat di tentukan oleh mutu TBS dan mutu pekerjaan

panen/potong buah. Oleh karena itu pelaksanaan pemanenan tidak boleh di lakukan secara

sembarangan. Di samping itu perlu menyediakan tenaga pemanen dan alat-alat panen dalam

jumlah yang cukup, agar produksi dapat optimal. Proses pemanenan kelapa sawit meliputi

pekerjaan memotong tandan buah matang, pengutipan brondolan, pemotongan pelepah dan

mengangkut buah ke tempat pengumpulan hasil (TPH) serta pengiriman ke PKS.

1. Kenali tandan yang telah masak siap panen berdasarkan banyaknya buah rontok

yang berserakan di semak sekitar pohon sawit atau yang tersangkut di pangkal

daun sawit di batang pohon. Dengan hanya melihat warna tandan bukanlah cara

yang tepat untuk memulai proses panen pada pohon sawit berukuran tinggi,

karena tandannya mungkin terlihat merah namun mereka bisa jadi belum masak

benar. Tandan sawit hanya boleh dipanen jika terdapat paling tidak satu

brondolan di tanah atau yang tersangkut di pangkal daun di batang pohon sawit

dewasa (Standar Kematangan Minimum). Jika tandan tampak masak namun tidak

terlihat adanya brondolan, goyangkan dengan menggunakan tongkat (Tanpa


Merusaknya) untuk memeriksa apakah ada buah yang tanggal dari tandannya.

Jika memang ada satu atau beberapa buah yang rontok, maka bisa diyakini bahwa

tandan tersebut cukup masak untuk dipanen. Menggunakan ‘standar kematangan

minimum’ dari satu atau beberapa buah rontok ini akan membantu mencegah

pengurangan harga jual di pabrik yang dibebankan untuk tandan buah yang belum

masak atau masih mentah. Catatan: Saat melakukan panen hanya dua kali dalam

sebulan, maka standar kematangan minimum akan terlewati dengan hasil tandan

yang terlalu masak. Dengan begitu akan lebih baik jika melakukan panen

berdasarkan dari warna tandannya

2. Panen tandan dimulai dari memotong daun sawit menggunakan urutan praktis

berikut: Sawit yang berumur lebih dari 6 tahun terhitung sejak ditanam: potong

daun sawit yang berada di bawah tandan, sehingga tandannya lebih terlihat dan

mudah untuk dipanen; Sawit yang berumur kurang dari 6 tahun terhitung sejak

ditanam: Jangan potong daun sawitnya, namun ‘curi’ tandan dengan

menggunakan dodos pendek.

3. Potong pelepah sawit menjadi dua bagian. Tempatkan bagian bawah pelepah

yang kuat dan tebal di belakang pohon, di gawangan mati diantara baris pohon,

dan tempatkan bagian batang pelepah yang tipis diantara pohon satu dengan

lainnya di sisi kanan atau kirinya.

4. Potong tangkai tandan sehingga tandan tersebut jatuh ke tanah.

5. Kumpulkan tandan yang telah dipanen dengan menggunakan angkong setelah

melakukan proses panen pada 1 atau dua baris sawit. Pastikan semua brondolan

telah dikumpulkan, termasuk brondolan yang tersangkut di sela-sela daun sawit

dan yang tergeletak diluar piringan sawit. Ingat:

1. Brondolan mengandung 40 persen minyak.


2. Brondolan inilah yang menghasilkan uang di perkebunan kelapa sawit:

tidak mengumpulkan mereka sama saja dengan meninggalkan uang

berserakan dengan begitu saja. Lagipula, buah-buah yang tidak dipungut

akan tumbuh menjadi semak, yang nantinya perlu dibersihkan di kemudian

hari.

3. Pindahkan tandan buah segar dan buah rontok yang telah dikumpulkan ke

Tempat Pengumpulan Buah (TPB) di tepi jalan koleksi.

4. Tumpuk tandan buah segar dalam beberapa baris. Tumpukan ini harus

ditempatkan dalam 1 lapisan, sehingga tandan tersebut bisa sesegera mungkin

dihitung dan dipilah .

5. Kumpulkan brondolan secara terpisah dan tempatkan di samping tandan buah.

6. Kondisional : tandai tandan buah segar pada ujung potongan tangkai tandan

dengan menggunakan pensil tukang kayu atau krayon untuk menandai

asalnya. Baiknya menggunakan kode satu-huruf yang berbeda untuk setiap

lahan. Setiap tandan harus ditandai, juga pada karung pupuk yang berisi

brondolan.

5. Menanam Mucuna

Mucuna bracteata merupakan salah satu jenis tanaman kacang-kacangan tahunan

(Perrenial) yang digunakan sebagai penutup tanah pada lahan budidaya, yang juga disebut

leguminosae cover crop (LCC) yang banyak digunakan oleh petani di kebun sawit dan

perkebunan karet di Indonesia.

Seperti yang diketahui tanaman kacang kacangan ini merupakan tanaman yang paling

ideal utuk dijadikan sebagai tanaman penutup tanah khusunya di wilayah perkebunan sawit.

Hal ini dikarenakan selain membantu menekan pertubuhan gulma ada keunggulan tanaman
kacang di bandingkan tanaman penutup tanah yang lainnya yaitu kemampuannya dalam

memfiksasi nitrogen (N) sehingga unsur hará tanah mengalami peningkatan.

1. Benih.

Lukai kulit benih dengan pemotong kuku pada bagian testa agar cotyledon

kelihatan. Hal ini bertujuan untuk mempermudah absorbsi air dan juga

mempercepat perkecambahan. Benih yang telah di lukai tidak boleh di simpan

dan harus ditanam pada hari yang sama.

2. Cara Kerja

1. Isi polibag dengan media tanam yang terdiri dari campuran 2 bagian tanah dan

1 bagian pasir. Ukuran polibag yang digunakan 14 x 21 cm atau baby polibag.

2. Tanam 1 benih per  polibag dengan hilum pada bagian bawah dengan kedala-

man +/- 0,5 cm. Benih yang di tanam adalah benih yang bagus dan sedang.

3. Lakukan  penyiraman  segera setelah  tanam. Penyiraman di lakukan 2 kali

setiap hari  untuk  menjaga  kelembaban  tanah. Di pastikan agar kelebihan air

tidak tergenang di polibag

4. Bedengan bibitan di beri alas plastik supaya akar tidak tembus kedalam tanah

diluar polibag.

5. Lakukan penyemprotan apabila ada serangan hama dan penyakit.

6. Bibitan tidak perlu diberi naungan.

3. Penanaman

1. Penanaman di lahan dilakukan 6 s/d 8 minggu setelah perkecambahan.

Kebutuhan bibit per ha bervariasi tergantung pada kerapatan  tanam kelapa

sawit.
2. Penanaman mucuna bracteata (MB) di lakukan pada baris  tanaman kelapa

sawit dengan 2 bibit antar tanaman kelapa sawit. Jarak tanam  dari pokok

kelapa sawit adalah 4 meter dan jarak antar bibit mucuna bracteata 1 meter.

3. Berhubung perkembangan awal kacang MB agak lambat, sebaiknya

penanaman di kombinasi dengan kacangan calopogonium mucunoides (CM).

4. Kacangan CM ditanam dalam bentuk larikan di pinggir baris tanaman kelapa

sawit dengan jarak 30 cm dari titik tanam sebanyak 2 jalur per baris tanaman

yaitu 1 di kiri dan 1 di kanan baris tanaman. Dosis kacangan CM 6 kg/ha

dicampur dengan rock phosphate 6 kg/ha.

6. Angka Kerapatan Panen (AKP)

AKP adalah angka yang menunjukkan potensi rata-rata buah matang/pohon yang

terdapat dalam satu luas areal panen. Field yang akan di panen terlebih dahulu di hitung

AKP-nya satu hari sebelum pemanenan. Untuk mengetahui berapa jumlah produksi yang

akan di panen pada esok harinya, juga dapat mengetahui serta dapat menentukan berapa

kebutuhan tenaga yang akan digunakan untuk proses pemanenan pada esok harinya,

memperkirakan kebutuhan pengangkutan/truk, dan dapat mengetahui berapa estimasi buah

yang akan di panen pada esok harinya.

1. Cara kerja AKP ( Angka Kerapatan Panen )

1. Masuk terlebih dahulu ke ancak, dengan arah timur ke barat

2. Kemudian masuk di baris ke 5 dari barat

3. Sensus tanaman dengan berjalan kaki dari selatan ke utara

4. Dalam perjalanan, di lihat tanaman mana yang siap dipanen pada esok harinya

dengan melihat ke bawah pokok ada atau tidak adanya brondolan. Bila ada

brondolan, maka di catat di form kerja. Namun bila tidak ada buah yang

dipanen atau tidak


5. Bila sudah selesai mensensus dibaris ke-5 di arah utara dalam blok, maka

selanjutnya pindah ke baris selanjutnya dengan kelipatan 10, seperti dibaris 15,

25, 35, 45, 55, 65, 75, dst.

6. Arah jalan masuk yang dilalui umumnya merupakan perjalanan dengan arah

zigzag.

7. Bila telah selesai mensensus tanaman yang akan di panen pada esok harinya,

selanjutnya pindahkan catatan hasil sensus tadi di form kerja kerapatan panen.

8. Dalam Form sensus kerapatan panen, hal yang perlu di isi adalah:

1. Pohon keseluruhan, di mana pohon keseluruhan di isi sesuai kondisi di

lapangan, berapa jumlah pohon disetiap blocknya. Misalkan di blok 6-7,

terdapat 5441 pokok dari 34 H

2. Kerapatan buah matang, yang berisi buah sampel dan pohon sampel.

Misalkan dari hasil sensus tadi kita dapatkan buah sampel sebanyak 198

TBS dan 464 pohon sampelnya

Buah sampel 198


3. AKP, didapatkan dengan rumus = = 0,42 = 1
Pohon sampel 464

4. Estimasi buah, didapatkan dengan cara perkalian AKP x pohon

keseluruhan, yaitu 0,42 x 5441 = 2321 tandan.

7. Sensus Black Bunches

Black bunches bertjuan untuk menentukan buah yang akan di panen 1 – 4 bulan

yang akan datang, buah A 1 – 2 bulan, buah A merupakan buah yang berada di spiral bawah,

buah B 3 – 4 bulan, buah B merupakan buah yang berada di spiral atas

1. Cara kerja sensus black bunches

1. Masuk mulai dari row yang sudah di tentukan sesuai dengan work sheet

2. Mulai masuk pasar blok dari Barat

3. Melihat sekelling buah dalam 1 pohon


4. Dalam sensus black bunches di mulai dari 5 baris lalu kelipatan10

Target HK 20 Ha / orang, untuk 60 Ha / 3 orang, biasanya dalam 1 pohon terdapat 8

buah, spiral bagian bawah buah, buah terdapat 3 buah yang akan di panen bulan depan atau 2

bulan ke depan, dan buah B terdapat 5 buah, buah B merupakan spiral bagian atas,buah B

akan di panen 3 atau 4 bulan ke depan. Maksimal dalam 1 pohon terdapat 16 buah,

pelaksanaan black bunches di lakukan di seed garden 3 kali dalam 1 tahun, rotasi 4 bulan

sekali.

8. Aplikasi Tankos

Aplikasi tankos adalah pemberian tandan kosong kelapa sawit dari hasil olahan

pabrik yang diberikan ke tanaman kelapa sawit sebagai pupuk organik, penutup tanah,

menjaga kelembaban tanah, menekan pertumbuhan gulma, dan kaya akan unsur hara makro

serta mikro.

Pada aplikasi tankos di R-4, aplikasi tankos yang diberikan sudah memasuki tahap

ke-11. Kandungan hara yang terdapat di tankos secara umum yaitu :

N : 2,34%

P : 0,31%

K : 5,53%

Mg : 0,96%

Ca : 1,46%

Air : 52%

1. Cara Kerja Tankos

Pada pengaplikasian tankos ini di mulai dari :

1. Mengangkat tankos yang di sekitar pasar pikul dengan menggunakan angkong.

2. Meletakkan tankos disekitar tanaman kelapa sawit.

3. Susun tankos membentuk lingkaran / cincin dengan jari – jari 170cm.


4. Penyusunan tankos jangan sampai ditumpuk – tumpuk, karna apa bila

ditumpuk – tumpuk akan menyebabkan adanya hama kumbang badak

( oryctes rhinoceros )

5. Pemberian tankos ketanaman kelapa sawit sebanyak 55-60 tankos, dengan

dosis 160 kg / pokok.

6. Dan untuk aplikasi tankos selanjutnya dilakukan 6 bulan kedepan.

Contoh Soal :

1. Diketahui dosis 1 pohon rata-rata 160 kg, tankos yang dapat di tampung

dalam 1 truck adalah 8000 kg, luas areal 63 Ha, dengan SPH 135, maka

hitunglah :

1. Berapa pohon yang dapat diaplikasikan dengan tankos sebanyak 1

truck ?

2. Berapa kebutuhan untuk SPH 135 pokok/Ha ?

3. Berapa banyak tankos yang di perlukan untuk areal 63 Ha ?

4. Berapa banyak truck yang akan di gunakan per ha?

Jawab :

8.000 kg
1. 1 truck dapat di aplikasikan untuk = = 50 pokok
160 kg

2. Kebutuhan SPH 135 = 135 pokok x 160 kg = 21.600 kg/ha

3. Tankos untuk R-4 = 21.600 kg/ha x 63 ha = 1.360.800 kg = 1.360,8 ton

1.360,8ton
4. Truck untuk R4 = = 170 truck
8ton

170,1truck
maka banyaknya truck untuk per ha = = 2,7 truk/ha
63 ha

= 3 truk

2. Diketahui ada 14 HK/hari untuk aplikasi tankos, 1 HK dapat menyelesaikan 30

pokok, areal di R4 ada 63 ha, dosis 160 kg. maka hitunglah :


1. Berapa kemajuan setiap hari yang didapat dari 14 HK tersebut?

2. Berapa kg kebutuhan tankos/harinya?

3. Berapa truck kebutuhan tankos/harinya?

4. Berapa hari yang dibutuhkan untuk menyelesaikan di areal R4?

5. Berapa kebutuhan HK untuk di areal R4?

Jawab :

1. Kemajuan dari 14 HK = 14 x 30 = 420 pokok

2. Kebutuhan tankos/hari = 420 pokok x 160 kg = 67.200 kg

67.200 kg
3. Kebutuhan truck/hari = = 8,4 truk = 8 truk
8.000

4. Banyaknya hari untuk aplikasi tankos di R4, dimana kita harus mengetahui

terlebih dahulu berapa banyak jumlah pohon di areal R4, yaitu 63 ha x 135

pokok = 8.505 pokok.

8.505 pokok
 Lamanya hari di R4 = = 20,25 hari
420 pokok

= 20 hari

5. Kebutuhan HK untuk R4 = 20 hari x 14 HK/hari = 280 orang

5. Recording

1. Yield

Yield merupakan kegiatan menimbang buah tandan buah kelapa sawit. Di kerjakan

oleh satu tim yang terdiri dari dua orang yang bertugas sbeagai penimbang dan pembawa

timbangan dan satunya lagi yang menulis angka di form. Kegiatan yield bertujuan untuk

mengetahui berat buah kelapa sawit persatu tandan, alat yang di gunakan dalam kegiatan ini

yaitu tripod, timbangan dan lembar data kerja (Form) dan bahan yang digunakan yaitu tandan

buah segar (TBS).


1. Umunya yang ditanam adalah varietas nigrescens dengan warna buah ungu

kehitaman saat mentah.

2. Buah akan matang 5-6 bulan setelah penyerbukan dan warnanya berubah menjadi

orange. Berat tandan dan ukuran bervariasi tergantung umur tanaman, kesuburan

tanah dan pemeliharaan.

3. Perkembangan jumlah dan berat tandan seperti di sajikan pada tabel 2.

4. Dalam 1 tandan ada 600-2000 buah, panjang buah 3-5 cm, berat buah 13-30 gr.

Tabel 3.2.1. Perkembangan Jumlah dan Berat Tandan


Umur (thn) Jml tandan/pohon/thn Berat kg/tandan
3-8 15-25 3,5-13
8-16 10-15 14-24
>16 4-8 25-30
Pada satu rangkaian buah di bagian dalam tandan, ukuran buah lebih kecil dari yang

berada di luar. Buah matang yang lepas dari tandan disebut brondolan.

1. Buah tersusun dalam sebuah tandan yang di sebut TBS (Tandan buah segar).

2. Satu tandan tanaman dewasa beratnya 15-30 kg tersusun dari 600-2000 buah 13-30

gram.

3. Buah di ambil minyaknya dengan hasil:

4. Daging buah (mesocarp) menghasilkan minyak sawit kasar (CPO) 20-24%

5. Inti sawit sebanyak 6% yang menghasilkan minyak inti sawit (PKO) 3-4%

Catatan : kadar (%) dihitung dari berat TBS

Ciri-ciri dari Dura, Psifera dan Tenera terutama di lihat dari buahnya, seperti di

sajikan dengan berikut ini.

DURA       X      PISIFERA              = TENERA

 D             X             P                       = T
Tabel 1.2. Perbedaan antara Dura, Pisifera, dan Tenera
Ciri – cirinya Dura Pisifera Tenera
Ketebalan Cangkang (mm) 2-5 mm tidak ada 0,5-1 mm
% cangkang/buah 20-50% - 3 -20%
%mesocarp/buah 20-65% 65-70% 60-90%
% inti/buah 4-20% 3-8% 3-15%
Kadar minyak rendah Sedang Tinggi
Adapun langkah – langkah dalam pengerjaan kegiatan ini yaitu:

1. Siapkan alat dan bahan

2. Ambil tandan buah kelapa sawit yang sudah matang

3. Timbang tandan buah kelapa sawit yang sudah disiapkan menggunakan

timbangan salter

4. Catat berapa berat tandan buah segar yang sudah ditimbang di form.

2. Scoring Ganoderma

Scoring merupakan kegiatan menganalis pertumbuhan jamur ganoderma. Tujuan

kegiatan ini yaitu untuk melihat pertumbuhan perkembangan jamur ganoderma di pohon

kelapa sawit yang terjangkit. Kegiatan ini dilakukan dengan memberi score yang telah

ditetapkan.

1. Score 0 : Menunjukan pokok kelapa sawit dalam keadaan sehat ( tidak terserang

jamur)

2. Score 1 : Menunjukan gejala sudah ada ( daun tajuk lebih dari 3 dan jamur sudah

tumbuh)

3. Score 2 : Menunjukan gejala jamur sudah banyak dan terjadi pengeroposan pada

batang

4. Score 3 : Menunjukan gejala jamur sudah banyak dan terjadi pengeroposan pada

batang dan daun menguning dan pelepah mulai kebawah

5. Score 4 : Menunjukan gejala jamur sudah banyak dan terjadi pengeroposan pada
batang dan daun menguning dan pelepah mulai kebawah daun mongering

6. Score 5 : pohon yang terserang tumbang

Adapun langkah-langkah dalam kegiatan scoring ini yaitu:

1. Di siapkan alat dan bahan

2. Di lihat pokok kelapa sawit yang terserang jamur ganoderma

3. Di amati gejala yang ada pada pokok kelapa sawit

4. Yang di berikan score (0-5) pkok kelapa sawit yang tadi sesuai gejala yang di

alami pokok.

3. Diameter Batang dan Tinggi Batang

1. Diameter Batang (Trunk Measurement)

Diameter batang (trunk measurement) tujuan mengukur diameter batang adalah

untuk mengetahui potensi perkembangan batang, mengukur diameter batang di lakukan oleh

3 orang :1 orang membawa alat ukur berupa capit ukur dan mengukur batang, 1 orang

mencatat hasil data, dan 1 orang melakukan copping pelepah.

Kelapa sawit tergolong tanaman yang memiliki biji keping satu (Monokotil) oleh

karenanya batang kelapa sawit tidak berkambium dan pada umumnya tidak tumbuh

bercabang, kecuali pada tanaman yang tumbuh abnormal. Batang kelapa sawit tumbuh tegak

lurus (Phototropi) dan di bungkus oleh pelepah daun. Bagian bawah batang umumnya lebih

besar di banding bagian atasnya. Hingga umur tanaman tiga tahun, batang kelapa sawit masih

belum dapat terlihat karena masih terbungkus oleh pelepah daun. Cara mengukur diameter

batang + 1,5 m dari pangkal batang mengugunakan alat ukur diameter batang. Mengukur

diameter batang dilakukan 1 kali seumur hidup diambil rata-rata pada umur 4 tahun.

Cara kerja:

1. Siapkan alat dan bahan

2. Di tandai daun 1 setinggi 1,5 meter dari permukaan tanah


3. Di ambil 4 susunan pelepah kanan kiri lalu di copping pakai dodos

4. Di tandai titik 1 dan titik 2

5. Di ukur dan dicatat

2. Tinggi Batang (High Measurement)

Tinggi batang (High Measurement) bertujuan mengukur tinggi batang adalah untuk

mengetahui pertumbuhan tinggi pokok kelapa sawit dan untuk mengetahui rata-rata

pertumbuhan pada pokok kelapa sawit. Pengukuran tinggi tanaman kelapa sawit tidak di ukur

di atas permukaan tanah di karnakan hasil/data tidak akurat (efesien) karna bisa saja

permukaan tanah tersebut bisa tererosi sehingga keadaan permukaan tanah tidak rata

(bergelombang), jadi pengukuran tinggi tanaman kelapa sawit menggunakan alat ukur seperti

dongkrak ukur yang berfungsi untuk mengukur tinggi tanaman.

4. Flowering (Menghitung Jumlah Bunga)

Flowering (Menghitung Jumlah Bunga) adalah untuk mendapatkan potensi produksi,

sebagaimana bisa di tentukan bakal buah yang akan jadi buah, apakah jadi seutuhnya (Full

Fruit Seed) atau sebagian (Low Fruit Seed). Kelapa sawit merupakan tanaman monoccious (

Berumah Satu) artinya, bunga jantan dan bunga betina terdapat pada satu pohon, tetapi tidak

pada tandan yang sama, bunga muncul dari ketiak daun. Tujuan flowering ialah untuk

mengetahui potensi tumbuh bunga di awal. flowering di hitung selama 1 bulan sekali di awal

tahun setelah penanaman. Penandaan bunga ditandai dengan cat merah dan biru. Tujuan di

bedakan warna agar tidak salah menghitung antara bulan ini dengan bulan sebelumnya.

Penghitungan jumlah bunga kelapa sawit dengan menghitung seluruh spikelet pada

karangan bunga betina, dalam satu tandan terdapat sekitar 100 spica (Spikelet) dengan lebih

dari 4000 kuncup bunga.  Spikelet berkembang akropetal di dalam karangan bunga (semakin

muda semakin dekat dengan ujung tandan). Tiap spikelet mempunyai 12 – 30 bunga. Tandan

mempunyai seludang bunga (Bractea).


Pada karangan bunga jantan, tandan mempunyai sekitar 160 spikelet, tiap spikelet

mempunyai 600 – 1500 bunga jantan, sehingga jumlah total bunga jantan dalam satu tandan

dapat mencapai 126.000 bunga dengan jumlah pollen sekitar 900 juta dengan berat

40g/tandan. Pada bunga jantan terdapat duri pada ujung spikelet. Kondisi lingkungan

mempengaruhi produksi tandan tersebut. 

Bunga terdiri dari 3 jenis yaitu bunga jantan,bunga betina dan hemaprodit.

1. Bunga Betina

Bunga betina tersusun oleh bracteole pada pangkal bunga, perianthium (Perhiasan

Bunga) dan putik (Stigma) yang mempunyai 3 carpella (Daun Buah). Sebelum

anthesis, stigma menutup dan setelah anthesis stigma nampak/muncul. Stigma pada

bunga yang belum di buahi berwarna putih dan pink sampai coklat, setelah di buahi

berwarna hitam.

2. Bunga Jantan

Bunga jantan  tersusun oleh bracteole, 3 helai perianthium (Perhiasan Bunga) dan 6

helai benang sari (Stamen) dengan pangkal berlekatan membentuk tabung.

3. Bunga Hemaprodit

Adapun alat dan bahan yang di gunakan pada kegiatan flowering ialah cat dan

kuas,serta pokok kelapa sawit yang akan di tandai bunganya.

5. Leaf Measurement

Leaf measuerment merupakan mengukur pelepah dan daun kelapa sawit ,dengan

mengukur tebal pelepah, panjang pelepah, diameter pelepah, panjang daun , dan lebar daun.

Bertujuan untuk mengetahui lebar canopi dan luas permukaan daun. Kegiatan ini di lakukan 4

orang setiap orang mempumyai tugas masing-masing yaitu: 1 orang menurunkan pelepah, 1

orang menghitung jumlah anak daun, lebar dan tebal pelepah, 1 orang mengukur panjang dan

lebar daun, 1 orang menulis data dan mengukur panjang pelepah. Biasanya tanaman kelapa
sawit mempunyai 40 hingga 65 pelepah, jika tidak dipangkas bisa lebih dari 60 helai.

Tanaman kelapa sawit tua membentuk 2-3 daun setiap bulan, sedang yang lebih muda

menghasilkan 3-4 daun perbulan. Produksi daun di pengaruhi oleh faktor-faktor: umur,

lingkungan, musim, iklim dan genetik. Produksi daun berdasarkan umum pada palma yang

terdapat di Afrika adalah sebagai berikut. Produksi daun meningkat sampai dengan umur 6-7

tahun, kemudian menurun pada umur 12 tahun, seterusnya produksi daun tetap berkisar 22-24

daun pertahun.

Susunan daun tanaman kelapa sawit mirip dengan tanaman kelapa yaitu membentuk

susunan daun majemuk. Daun-daun tersebut akan membentuk suatu pelepah daun yang

panjangnya mencapai kurang lebih 7,5m-9m. Jumlah anak daun pada tiap pelepah berkisar

antara 250-400 helai.

Alat dan bahan kegiatan ini adalah jangka sorong, meteran kain, penggaris.

Cara kerja:

1. Di siapkan alat dan bahan

2. Di ambil pelepah pada daun 1 dan di ukur panjang pelepah di mulai dari racist

hingga ujung tajuk

3. Di ukur ketebalan dan lebar pelepah dengan jangka sorong

4. Di hitung jumlah anak daun

5. Di ambil 3 daun kanan dan kiri 60 – 70% dari pangkal dan di ukur panjang daun

dengan membagi 2 daunnya

6. Di catat hasil data pada form kegiatan.

6. Global Observasi (Sensus)

Global observasi merupakan kegiatan mengamati penyakit dan hama pada tanaman

kelapa sawit dengan melihat keseluruhan morfologi tanaman kelapa sawit. Tujuan di

lakukannya kegiatan ini adalah untuk melihat perkembangan layak atau tidaknya kelapa
sawit. Kegiatan ini di lakukan mulai dari penanaman awal tanaman kelapa sawit di areal

terbuka dan dilakukan oleh satu orang pengamat. Global sensus dilakukan per 3 bulan sekali,

salah satunya untuk mengamati pertumbuhan kelapa sawit, untuk menentukan kerapatan

tamanan di suatu variatas tersebut. lakukan dengan menghitung keseluruhan pohon tersebut

baik batang, tinggi tanaman, panjang pelepah, lebar daun, hama, kemiringan pohon, keadaan

tanah dan penyakit.

Batang tanaman kelapa sawit berfungsi sebagai struktur pendukung tajuk (daun,

bunga, dan  buah). Kemudian fungsi lainnya adalah sebagai sistem pembuluh yang

mengangkut unsur hara dan makanan bagi  tanaman. Tinggi tanaman biasanya bertambah

secara optimal sekitar 35-75 cm/tahun sesuai dengan keadaan lingkungan jika mendukung.

Umur ekonomis  tanaman sangat dipengaruhi oleh pertambahan tinggi batang/tahun. Semakin

rendah pertambahan tinggi batang, semakin panjang umur ekonomis tanaman kelapa sawit.

Adapun langkah-langkah kegiatan global observasi (sensus) yaitu :

1. Melihat dan mengamati gejala yang terdapat pada tanaman kelapa sawit

2. Mencatat hasil pengamatan tanaman kelapa sawit

7. LSU (Leaf Sampling Unit)

Leaf sampling unit (LSU) bertujuan untuk menentukan rekomendasi pemupukan di

tahun berikutnya. Leaf sampling unit (LSU) merupakan kegiatan pengambilan contoh-contoh

daun dari setiap blok di lahan untuk keperluan analisis daun di laboratorium, di tujukan untuk

merekomendasikan pemberian pupuk pada tanaman belum menghasilkan (TBM) dan

tanaman menghasilkan (TM). Analisis daun dilakukan untuk mengetahui banyaknya unsur

hara yang dibutuhkan pokok kelapa sawit. Adapun tujuan dari pelaksanaan pengambilan

sampel daun ini :

1. Dapat menilai kondisi lahan secara visual (gejala-gejala defisiensi hara pada

tanaman, kondisi tandan, dan kondisi lahan).


2. Dapat membuat sampel kering untuk di analisa di laboratorium

Dalam pengabilan sampel ini alat-alat yang dibutuhkan adalah sebagsi berikut :

1. Area Statement

2. Peta

3. Field

4. Observation Card

5. Alat Tulis

6. Eggrek dan Pengait

7. Kantung Plastik

8. Kartu Label

9. Gunting

10.Parang

11.Aquadest

12.Oven

13.Kapas

Dalam pembuatan rekomendasi pemupukan, hasil analisis kandungan unsur hara di

daun merupakan salah satu pertimbangan yang sangat menentukan. Faktor yang

mempengaruhi keakuratan analisis kandungan hara daun di laboratorium sangat ditentukan

oleh proses pengambilannya di lapangan. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam proses

pengambilan sampel daun di lapangan antara lain.

1. Jenis Tanah

Jenis tanah yang berbeda harus dipisahkan dalam penentuan kesatuan contoh

daun LSU (Leaf Sampling Unit). Karena kandungan hara untuk jenis tanah yang

berbeda maka dalam perekomendasian pupuk jaga akan berbeda, jika tidak
dipisahkan, akan memberikan interpretasi yang keliru oleh rekomendator apabila

digabungkan.

2. Umur Tanaman

Umur tanaman yang berbeda, seharusnya dalam proses penentuan LSU nya

juga harus di pisah. Karena umur tanaman yang berbeda, akan memiliki

kandungan (Kriteria) status unsur hara daun yang berbeda pula.

3. Topografi

Antara topografi yang datar dan bergelombang harus dipisahkan dalam

penentuan LSU. Hal ini untuk memberikan suatu gambaran status hara yang ada

di lapangan yang lebih akurat. Sehingga rekomendator dapat menentukan

rekomendasi pupuk yang lebih akurat.

4. Luasan

Pada umumnya, luas yang kesatuan contoh daun adalah 1 blok minimal (16

Ha), yang merupakan satu kesatuan terkecil dalam rekomendasi pemupukan atau

dapat di gabung dari beberapa blok.

5. Kultur Teknis

Penentuan LSU juga harus memperhatikan kultur teknis. Untuk pola tanam

yang berbeda, maka sampel daunnya juga harus dibedakan.

6. P dan D

Menyangkut tentang pengendalian hama atau penyakit yang akan

mempengaruhi pertumbuhan tanaman.

6. Polinations

Pollinations salah satu bagian dari kegiatan yang terdapat di area perkebunan PT. ADS

Bakrie Sumatra Plantations Tbk. Seed Garden. Pollination merupakan kegiatan pernyerbukan
atau peristiwa jatuhnya serbuk sari (pollen) ke kepala putik (stigma) sehingga akan terjadi

proses pembuahan. Pollination terbagi menjadi lima tahap, yaitu :

1. Flower Cencus

Flower Sensus adalah kegiatan pemilihan bunga yang sudah antesis dan siap untuk di

serbuki. Cara kerja flower sensus :

1. Cheking atau datangi setiap pohon induk yang di tentukan tech. Advisor akan

di bagging.

2. Setelai cheking selesai di masukkan kedalam form female flower census.

3. Membantu atau memudahkan dalam mengerjakan perkerjaan bagging.

2. Bagging

Bagging merupakan tahapan pembungkusan bunga betina yang sudah memasuki

antesis sekitar 10-40%. Tujuan dari bagging yaitu agar bunga tidak terkontaminasi oleh

pollen yang ada disekitar lingkungan tanaman itu sendiri. Persiapan alat dan bahan:

1. Tas tampat alat bagging. Sebagai tempat peralatan seperti bag, busa, sevin,

decis, notes, worksheet dan peralatan tulis

2. Dodos bagging ( ukuran tangkai 1 meter dan dodos 4 cm) Untuk

membersihkan duri pelepah dan buah yang meganggu disekitar bunga betina

yang akan di bungkus

3. Pisau bagging. Sebagai pemotong seludang disekitar bunga yang akan di

baggging

4. Spatula/ besi penyangga ukuran pelepah ukuran 60 cm sebanyak 4 buah

5. Kantong pembungkus bunga betina (bag) dengan ukuran 50 cm × 75 cm

Sebagai pembungkus bunga yang telah di bersikan terdiri 2 pasang

pembungkus / bunga.
6. Cabel tie (tali pengikat , ukuran 550 mm × 9.0 mm) sebagai alat pengikat

kantong pembungkus (bag) terdiri 2 pcs / bunga.

7. Hand sprying sebagai tempat decis dengan tujuan untuk mengindari serangan

hama pada bunga betina yang di bungkus dan untuk dosis 25 mm / bunga

dengan perbandingan 1,5 ml decis : 1000 ml air.

8. Botol eks bedak sebagai tempat sevin dengan dosis 20 gr / bunga dengan

perbandingan 1 kg sevin 5 kg pauder.

9. Busa (ukuran 10 cm × 30 cm) sebagai alas pengikat pada pangkal bunga agar

tidak terluka dan sebagai penutup ujung kantong agar hama tidak masuk ke

dalam bag dengan syarat 2 pcs / bunga.

10. Label identitas bunga untuk mencatat no palm, tanggal bagging, nama

bagger , tanggal pollen, nama pollination, dan kode pollen.

Cara kerja bagging :

1. Membersikan duri di pelepah agar tidak menggangu proses pembukaan

seludang bunga betina dan apabila terdapat buah sebagai penghalang dapat

dilakukan pembuangan.

2. Membersikan kotoran yang ada di ketiak pelepah dan disekitar bunga betina

yang akan di bagging.

3. Membuka seludang bunga betina dengan hati - hati agar bunga tidak patah dan

terluka.

4. Semprotkan cairan decis dengan merata dengan takaran dosis 25 ml / bunga.

5. Taburkan sevin di sekitar pangkal tangkai bunga betina agar serangga tidak

mendekat ke tangkai bunga dengan dosis 20 gr / bunga.

6. Balut pangkal tangkai bunga dengan busa agar saat di ikat tidak melukai

tangkai bunga.
7. Lakukan pembungkuan bunga betina dengan hati - hati agar tidak patah.

8. Sebelum di ikat dengan kabel tie dipastikan posisi busa berada di tengah -

tengah agar serangga atau angin tidak masuk ke dalam.

9. Setelah semua baik taburkan kembali savin kesekeliling tangkai bunga betina.

10. Di lakukan pembuatan laporan setiap hari selesai pekerjaan bagging.

11. Setelah proses bagging 4 hari kemudian di lakukan cross check sampai masa

antesis 10 - 25 hari setelah bagging , apabila sebelum 10 hari bunga betina

sudah antetis kantong dapat dibuka / rijek.

12. Mekanisme pengecekan atau program kerja setiap hari asisten, mandor besar

dan mandor harian setiap hari mengawasi dan mengecek kelokasi untuk

memastikan bagger melakukan bagging sesuai dengan aturan kerja.

3. Polinasi

Polinasi adalah peristiwa jatuhnya serbuk sari (pollen) kekepala putik (stigma)

sehingga akan terjadi proses pembuahan. Dalam kegiatan polinasi, hal utama yang harus

diperhatikan adalah masa antesis dari bunga betina tanaman kelapa sawit itu sendiri, Antesis

merupakan fase saat bunga mulai mekar atau terbuka dan terjadi secara bersamaan dengan

masaknya organ produksi betina.

Masa antesis bunga betina berumur 10-25 hari. Jika masa antesis sebelum 10 hari,

maka dinamakan antesis dini dan langsung bag dibuka /rijek,. Sedangkan bila lewat dari 25

hari, maka bunga betina sudah tidak bisa di polinasi. dan untuk pollen atau serbuk sarinya,

biasanya perusahaan seed garden mengimport langsung pollennya dari ASD .Costa Rica.

Persiapan alat dan bahan :

1. Tas. Sebagai tempat peralatan seperti bag, busa, sevin, decis, notes, worksheet

dan peralatan tulis

2. Spatula/ besi penyanggah. Sebagai penyanggah pelepah ( ukuran 60 cm )


3. Pisau. Sebagai alat pemotong kabel tie pada saat pembukaan bag.

4. Selang plastik ukuran ¼ “. Untuk mempermudah proses peniupan pollen

5. Selang tembaga ukuran ¼ “. Sebagai selang pemisah antara tabung satu dan

tabung dua

6. Tabung reaksi ukuran 25 mm × 150 mm. Yang terdiri dari 2 tabung, tabung

pertama berisi pollen dan tabung kedua berisi silica jall

7. Silica jall. Untuk menyaring angin yang tercampur oleh air liur, pada saat

meniup

8. Busa atau kapas. Untuk membersihkan jendela bag yang terkontaminasi oleh

bakteri dari luar bag

9. Hand sprayer berisi alcohol dengan kadar 96 %. Sebagai cairan pembersih

jendela bag sebelum melakukan kegiatan penyerbukan.

10. Plaster atau lakban hitam. Sebagai alat penutup jendela bag ketika ada yang

koyak

11. Tabung pyrex yang berisi pollen. Sebagai wadah yang berisi pollen.

Cara kerja pollinasi :

1. Cara pelaksanan di lakukan pengecekan data bagging dari hari 8 sampai hari

ke 20 setelah bagging.

2. Bunga yang antetis sempurna sudah bisa di lakukan pemollennan

3. Menyemprotkan alcohol kejendela bag supaya tidak terkontaminasi dengan

bakteri.

4. Setelah di semprotkan alcohol kejendela bag tusukan alat polinasi yang sudah

di isikan serbuk sari pesiptera.

5. Setelah selesai pollinator menutup lubang pada jendela yang koyak dengan

menggunakan lakban hitam atau paster.


6. Menggoyang bag atau pembungkus bunga dengan tujuan agar pollen yang

menempel di bag dan jatuh ke bunga betina.

7. Melakukan pencatatan data pada label , form polination.

4. Netting

Netting adalah kegiatan pembungkusan buah kelapa sawit setelah di lakukan

Penyerbukan (Polinasi) selama 15 hari, dengan tujuan agar buah tidak jatuh dan tidak tertuka

dengan buah lainnya.

Persipan alat dan bahan :

1. Data report polination

2. Masker

3. Helem

4. Sarung tangan

5. Kaca mata

6. Pisau begging

7. Netting

8. Norefrensi

9. Kawat label

10. Sepatula (penyangga)

11. Alat tulis

12. Worksheet

13. Form netting

Pelaksanaan Netting :

1. Data yang di kerjakan atau yang di pasang netting setelah 15 hari dari bunga

yang di pollen dari pollinator.


2. Dan sekaligus memasang no refrensi dan pasang netting yang sudah di

tentukan oleh asisten lab polinasi.

3. Petugas netting menggantikan bag dengan jaring

4. Petugas memilih pohon / memanjat pohon yang sudah di polinasi setelah 15

hari, lalu polination bag di buka dan digantikan jaring lalu di ikatkan di

tangkai buah agar brondol tidak jatuh untuk antisipasi pencurian benih.

5. Harvesting

Harvesting polinasi sama dengan harvesting tanaman kelapa sawit pada umumnya

yaitu 5 - 6 bulan setelah proses polinasi, tetapi buah yang di polinasi di beri jarring buah agar

tidak bercampur brondolan dengan tandan lainnya guna mendapatkan kecambah yang murni,

pengamanan security juga lebih maksimal agar tidak terjadi pencurian karena berondolan

yang sudah terpolinasi sudah menjadi benih mutu tinggi.

Persiapan alat dan bahan :

1. Data polinasi yang akan di panen

2. Dodos ukuran 4”

3. Egrek

4. Kampak

5. Angkong

6. Kawat lebel

7. Alat tulis

8. Worksheet

9. Form harvesting chek

10. Form harvesting

11. Form bunches delivery slip

Pelaksanan harvesting :
1. Pelaksanan cek buah yang siap di lakukan sebelum pelaksanaan panen.

2. Buah yang siap di panen, buah yang berondol 10.

3. Harvesting membawa data cek yang siap di panen sehari sebelum di panen.

4. Setelah buah selesai di panen lalu di masukkan ke mobil pengangkut.

5. Dicatat dalam form harvesting.

6. Lalu dicatatkan ke bunches delivery slip ke SPU dan di samakan dengan data

pollen dan no referensinnya.

7. Mekanisme mengawasi dan ikut dalam mengawasi harvesting dalam

melakukan panen buah polinasi sesuai dengan data pollen dan data label

kuning yang tertera di buah polinasi yang di panen

6. Jamur Ganoderma

Ganoderma boninense termasuk organism eukariotik yang di golongkan dalam kelompok

jamur sejati yang memiliki tubuh buah. Dinding sel terdiri atas kitin yang tidak memiliki klorofil.

Jamur ini termasuk jamur tular tanah yang bersifat saprofit dan parasit pada tumbuhan. Tubuh buah

ganoderma bisa mencapai diameter 30 Cm. Warna permukaan atas tubuh buah kecoklatan

dengan tepi putih kekuningan. Saat matang warnanya mengkilat. Permukaan bagian bawah

berwarna putih kusam dan berpori tempat terbentuknya basidium spora. Spora jamur ini

dapat bertahan dalam tanah dalam keadaan dorman sampai beratuh-tahun. Letaknya saling

berdekatan, saling menutup dan bersambung sehingga terbentuk susunan besar.

1. Taksonomi Ganoderma

Jamur penyebab busuk pangkal batang pada kelapa sawit ini termasuk dalam :  

Kingdom : Fungi

Phyllum : Basidiomycota

Class : Basidiomycetes
Subclass : Agaricomycetidae

Ordo : Polyporales

Family : Ganodermataceae

Genus : Ganoderma

Species : Ganoderma boninense

Gejala serangan pada tanaman dewasa hampir serupa dan dapat dibagi menjadi

beberapa stadium, yaitu :

Stadium I : Warna daun menguning, buram, tidak mengkilat, layu seperti kekurangan air dan

terdapat nekrosis pada helaian daun mulai dari pelepah tertua. Jika pelepah pucuk paling atas lebih

kecil dibanding pelepah daun dibawahnya, maka ini merupakan tanda-tanda awal serangan jamur ini.

Stadium II : Gejala pada stadium I terus meluas dan muncul miselium benang-benang putih pada

pangkal batang dan akar di sekitarnya. Gejala nekrosis semakin meluas sampai pada pucuk daun

termuda.

Stadium III : Miselium berubah menjadi tubuh batang jamur yang muncul pada pangkal batang, daun

tombak yang tidak terbuka ≥3 pelepah di ujung tanaman serta pelepah ke 4,5 dan 6 patah dan

menggantung (sengkleh).

Stadium IV : Pangkal batang dan akar keropos sehingga tanaman mudah roboh. Pada stadium ini

tanaman sudak tidak mungkin bisa disembuhkan serta kemungkinan menjalar ke tanaman di

sekitarnya sangat besar.


Gambar 3.2.1 Jamur Ganoderma

7. Bunch Analysis (BA)

Bunch analisis bertujuan untuk mengetahui kadar minyak, berat tangkai, kadar air,

panen, dan sample buah.

1. Panen

Mengambil sample buah yang akan dianalisis kadar minyak,mesocrap, tangkai

tandan, inti dan cangkang.

2. Chopping

Chopping adalah memisahkan spikelet dengan tangkainya, buah kelapa sawit telah

ditentukan dengan kualitas buah yg baik, lalu buah tersebut di tempatkan di bunch analisis,

kemudian buah sawit (tandan) tersebut dilepaskan/ dipotong menggunakan kapak untuk

memisahkan spikelet dengan tangkai tandannya, lalu buah yg masih melekat di spikelet

letakan di wadah (ember, mangkuk) dan sebagainya.

Gambar 3.2.2 Cacahan Buah Kelapa Sawit


3. Detacting

Detecing adalah memisahkan buah dengan spikeletnya, proses memisahkan buah

dengan spikelet diawali dengan melepaskan buah satu persatu dari spikeletnya dimana buah

tersebut telah diperam ( di diamkan) selama +3 hari. Lalu di pisahkan buah yang bagus

dengan buah partino lalu di letakan ditempat seperti keranjang berukuran kecil mewakili

setiap tandannya masing- masing.


Gambar 3.2.3 Buah yang sudah di pisahkan dari spikaletnya
4. Fruit sample

Peroses untuk mendapatkan buah yang akan di analisa.

5. Screping

Screping adalah memisahkan mesocrarp (daging buah) dengan intinya, di mana

proses ini di lakukan setelah proses pemisahan buah dengan spikeletnya, lalu buah yang telah

di pilih mewakili buah per tandannya, di kupas dengan sampai bersih hingga menemukan

cangkangnya.

Gambar 3.2.4 Pemisahan mesocrap dengan inti buah Kelapa Sawit

6. Drying

Draying adalah untuk menentukan kadar air/presentasi air perbuah. Untuk mengetahui

kadar air tersebut dilakukan dengan dua metode yaitu metode pemanasan dengan

menggunakan oven atau metode pemanasan dengan hot plate.


Gambar 3.2.5 Mesocrap yang akan di oven

7. Cracking

Cricking adalah memisahkan inti dengan cangkangnya, inti kelapa sawit ini di

pecahkan dengan menggunakan mesin yaitu ripple mill. Dengan menggunakan alat ini bisa

mengambil inti kelapa sawit dengan lebih sedikit kemungkinan intinya ikut pecah. Setelah di

lakukan pemisahan inti dengan cangkangnya maka akan di lakukan pengepresan yang

menghasilkan fibre dan juga biji kelapa sawit yang disebut dengan palm kernel cake.

IV PEMBAHASAN

4.1 Praktek Kerja Di Lapangan

Berdasarkan dari hasil praktek kerja lapangan (PKL) dapat diketahui bahwa kami

sangat merasa puas dengan apa yang diberikan oleh pembimbing lapangan mengenai materi
serta cara kerja dilapangan, karena kami dapat membedakan teori dengan dilapangan ternyata

sangat berbeda. Satu hal yang menarik kami dapatkan dilapangan adalah ketika di Polinasi.

Dimana pada kegiatan di Polinasi kami diajarkan mulai dari Penentuan Pohon Induk,

Pemilihan bunga yang sudah antesis, Pembungkusan bunga betina, Penyerbukan, dan Sampai

dengan Panen Buah Hasil Polinasi.

Pada kegiatan ini memberi kami ilmu tentang penyerbukan serbuk sari (pollen) ke

kepala putik (stigma) sehingga terjadi proses pembuahan yang baik dan menghasilkan buah

yang bagus. Kegiatan yang paling menarik di Polinasi yaitu pada saat Penyerbukan buah,

karena pada kegiatan ini dilakukan dengan kami memanjat pohon kelapa sawit hingga ke atas

dan melakukan penyerbukan serbuk sari ke kepala putik dengan berbagai tahap dan ini

menjadi penentu keberhasilan untuk menhasilkan buah yang bagus. Dan yang menjadi

kendala ketika di lapangan adalah tidak semua kegiatan dapat di dokumentasikan hanya

beberapa bagian saja yang bisa di dokumentasikan.

Untuk dilapangan Seed Garden PT. ASD-Bakrie Oil Palm Seed Indonesia semua

kegiatan yang kami lakukan sangat bermafaat karena dapat membangun pola pikir dan kerja

sama antara karyawan yang ada, dan juga dapat menjadi bekal ketika selesai di perguruan

tinggi. Yang menjadi kendala di Seed Garden PT. ASD-Bakrie Oil Palm Seed Indonesia

antara lain sebagai berikut :

4.2 Kendala yang dihadapi

1. Masih adanya gangguan hewan ternak

2. Faktor cuaca seperti hujan yang menghambat pelaksanaan beberapa kegiatan seperti

LSU dan Light Measurement.


3. Transportasi pengangkutan buah yang kurang memadai dan terkadang tidak bisa

beroperasi pada saat musim panen sehingga menyebabkan terjadi buah restan

dilapangan

4.3 Upaya yang dilakukan

1. Mengkatifkan pengamanan asset, satpam untuk menertibkan hewan ternak

2. Mengganti hari lain saat cuaca dirasa mendukung untuk melakukan kegiatan tersebut

3. Meningkatkan transportasi pengangkutan buah dan mencari pengganti truck saat

truck yang sudah dipesan tidak dapat beroperasi.

V PENUTUP
5.1 Lampiran

Kegiatan Nursery Kegiatan Spraying

Kegiatan Pemupukan Pengaplikasian Pupuk


Kegiatan Light Measurment Kegiatan Flowering

Foto Bersama Asisten Seed Garden Foto Bersama Mabes Seed Garden

Anda mungkin juga menyukai