Anda di halaman 1dari 10

Kontek Kultural Dari Managemen Internasional

Bab ini dimulai dengan pandangan bahwa para manajer internasional harus
menyadarai betul bahwa dalam semua tindakan manajerialnya. Aspek kultural harus
selalu diperhitungkan. Kemungkinan keberhasilan mengelola perusahaan internasional
di tempat lain akan makin besar jika pemahaman yang tepat tentang efek kultural yang
dimilikinya. Dinyatakan dengan nada yang mungkin kedengaranya terlalu keras,
mengabaikan konteks kultural dalam mengelola perusahaan sesungguhnya
berarti”membunyikan lonceng kematian bagi perusahaan resebut”. Maka pesan itulah
yang menjadi bahan sorotan dalam bab ini.
Setiap masyarakat bangsa memiliki budayayang sifatnya khas dan
membedakanya dari masyarakat bangsa lain.Budaya pada umunya diartikan sebagai
persepsi yang sama dikalangan masyarakat mengenai makna hakiki kehidupan
bermasyarakat. Meskinpun tidak dapat dinyatakan secara aksiomatis, budaya suatu
masyarakat terdiri dari nilai-nilai, penahaman, asumsi, dan tujuan yang diakui dan
diterima sebagai milik bersama. Melalui proses sosialisasi dan intitusionalisasi, budaya
diwariskan oleh satu generasi yang lebih tuakepada generasi yang lebih mudah dan
pewarisan itu terus berlanjut meskipun karena tuntutan zaman munkin saja terjadi
perubahan tertentu. Setiap warga masyarakat diharapkan dan bahkan dituntut untuk
melakukan internalisasi kultural sehingga diakui, diterima, dan digunakan untuk
menentukan sifat, kode etik, dan harapan.Dengan kata lain, digunakan sebagai penuntun
dan pengendali prilaku. Artinya, budaya mempunyai fungsi yang sangat penting dalam
kehidupan masyarakat.
Fungsi budaya dalam kehidupan bermasyarakat adalah sebagi berikut.
1. Penentu batas-batas perilaku dalam arti menentukan yang benar dan yang salah,
yang pantas dan tidak pantas, serta yang wajar dan tidak wajar,yang sopan dan
tidak sopan, serta yang dibenarkan dan yang dilarang.
2. Instrumen untuk mempertahankan jati diri. Kebanggaan menjadi warga
masyarakat bangsa tertentu adalah salah satu manifestasinya.
3. Penumbuhan komitmen sosietal dalam berbagai bidang kehidupan seperti di
bidang politik, ekonomi, pendidikan, dan berbagai bidang lainya. Misalnya
komitmen untuk taat kepada dan mendukung pemerintah yang sah, mendukung
proses demokratisasi terlibat dalam proses pertumbuhan
ekonomi,memperjuangkan pendidikan yang makin bermutu bagi generasi muda,
serta mendukung dan turut berpartisipasi dalam program keluarga berencana
nasional.
4. Perekat rasa kebersamaan. Bentuknya antara lain berupa kesediaan untuk
menumbuhsuburkan rasa kebersamaan, kekeluargaan, dan solidaritas sosial, serta
tidak menonjolkan ego sentrisme dan sikap individualistis.
5. Sebagai pengganti mekanisme pengendalian yang formalistis dan
mengembangkan kemampuan untuk memantau diri sendiri ( self monitoring).
Setiap masyarakat mempunyai cara dan gaya tersendiri untuk membuat berfungsinya
budaya sebagaimana mestinya. Dengan demikian, salah satu pesan yang ingin
disampaikan oleh pemahaman fungsi-fungsi tersebut ialah bahwa satu masyarakat bangsa
tidak boleh menyatakan budaya masyarakat bangsa lain baik atau tidak baik. Hanya
masyarakat bangsa yang bersangkutan sendirilah yang berhak menyatakannya. Pada
tingkat analisis yang sangat baik dan sederhana dapat dikatakan bahwa budaya
mengandung elemen-elemen yang baik apabila diterima oleh masyarakat yang
bersangkutan dan tidak baik apabila ditolak oleh bangsa tersebut.

A. Analisis Dimensi Budaya


1. Pandangan Kluckhon dan Strodbeck
Kedua pakar ini mengidentifikasi 6 dimensi yang menyebabkan timbulnya
perbedaan budaya nasional. Dapat dipastikan bahwa masing – masing dimensi
mempunyai implikasi dalam sistem nilai, gaya hidup, cara bertindak, aspirasi, dan
harapan masyarakat yang bersangkutan.
1. Dimensi pertama ialah hubungan dengan alam. Pandangan tentang
dimensi ini dikategorikan kedalam 3 bentuk
a. Manusia dimaksudkan untuk menguasai alam
b. Manusia harus tunduk kepada alam
c. Menjaga hubungan yang serasi dengan alam
2. Dimesi kedua adalah orientasi waktu. Mudah membayangkan bahwa
orientasi waktu yang dianut oleh manusia terdiri dari 3 kategori, yaitu :
masa kini, masa depan, dan masa lalu. Dimensi inipun mempunyai
implikasi luas dalam kehidupan masyarakat,
3. Dimensi ketiga menyangkut pandangan tentang sifat dasar manusia.
Ternyata ada masyarakat yang secara umum berpendapat bahwa manusia
pada dasarnya bersifat baik. Tetapi ada juga masyarakat yang menganut
paham bahwa manusia pada dasarnya bersifat buruk. Masing masing
pandangan sudah pasti mengejewantahkan dalam perlakuan sesama.
Dalam masyarakat yang menganut pandangan bahwa pada dasarnya
manusia bersifat baik misalnya suasana harmoni, kekeluargaan, kerjasama,
dan salaing mempercayai relatif mudah untuk dikembangkan. Sebaliknya,
jika masyarakat berpandangan bahwa manusia bersifat tidak baik, suasana
mencurigai, tidak salaing mempercayai dan memetingkan diri sendiri,
merupakan kondisi sosial yang menonjol.
4. Dimensi keempat adalah dimensi kegiatan yang warga masyarakatnya
terlibat. Penelitian menunjukkan tiga tipologi kegitan dimaksud. Tiper
pertama adalah kegitan yang sekedar mempertahankan eksistensi
seseorang. Tipe kedua adalah berbuat artinya, mau melakukan kegiatan
tertentu sebagai masyarakat demi kepentingan orang banyak tetapi dengan
aksentuasi memuaskan kepentingan sendiri. Tipe yang ketiga adalah yang
berorientasi pada peningkatan kemampuan sesorang untuk menjadi tuan
dari kehidupannya.Sifat – sifat demikian tentunya menampakkan diri pula
dalam kehidupan berorganisasi.
5. Dimensi kelima menyoroti fokus letak tanggung jawab warga masyarakat
dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat yang bersangkutan, terutama
kesejahteraan dibidang kebendaan. Dalam masyarakat yang menonjolkan
atau bahkan mengagumkan individualisme, letak tanggung jawab
seseorang sangan terbatas, yaitu hanya kepada anggota keluarga langsung,
dalam arti istri dan anak
6. Dimensi keenam dan yang terakhir menurut bogel pengen mbolang
menyangkut konsep tentang ruang. Yang dimaksud ialah mengutamakan
ruang secara terbuka atau secara tertutup. Jika secara terbuka berarti ruang
dipandang sabagai milik bersama. Para pakar menggunakan konsep ruang
terbuka oleh masyarakat jepang. Para manager perusahaan jepang,
misalnya lebih senang jika ditempatkan di ruang yang luas bersama-sama
para bawahannya.
2. Dimensi Budaya Menurut Hofstede
Dimensi budaya yang disoroti oleh hofstede disebutnya sebagai variabel nilai
budaya yang juga mempunyai implikasi yang sangat rumit dan luas dalam kehidupan dan
penghidupan para anggota masyarakat yang menganutnya. 4 dimensi nilai yang
dikemukakan adalah :
a. Dimensi indivudualisme versus Kolektivisme
Dimensi versi hofstede yang menyangkut pandangan masyarakat tentang letak
tanggung jawab dalam peningkatang kesejahteraan warga masyarakat tidak
jauh berbeda dari anlisis yang dilakukan oleh Kluchkon dan Strodbeck yang
telah dibahas di muka. Hofstede pun berpendapat bahwa ada masyarakat yang
menganut pandangan bahwa tanggung jawab dalam meningkatkan
kesejahteraan orang lain terletak pada individu atau bersama. Artinya, dalam
lingkungan masyarakat yang menganut paham individualisme terdapat
kecenderungan masyarakat untuk mengurus diri sendiri atau keluargannya
atau keluarga nukleusnya dan tidak memberikan perhatian kepada
kesejahteraan orang lain diluar keluarga nukleusnya itu. Disamping itu,
pandangannya tentang kehidupan bermasyarakat dan berorganisasi
menonjolkan kehidupan yang demokratis, kesempatan untuk berprakarsa
secara individual yang pada gilirannya bermuara pada keberhasilan dan harga
diri pribadi.
Ciri – ciri pandangan masyarakat demikian antara lain :
a. Ikatan kekeluargaan yang sangat kuat.
b. Ketergantungan emosional pada keanggotaan dalam berbagai organisasi.
c. Keyakinan kuat bahwa keputusan yang diambil bersama adalah terbaik.
d. Berlakunya keinginan kelompok dan individu.
e. Timbulnya perilaku yang disfungsional dicegah melalui tekanan sosial dan
kehilangan muka, serta
f. Mengutamakan keserasian sosial. Singkatnya, perilaku yang didambakan
adalah ke- kita- an dan bukan ke- aku- an.
b. Dimensi Jarak Kekuasaan.
Yang dimaksud dengan jarak kekuasaan (power distance) ialah orientasi
masyarakat tentang kekuasaan. Ada masyarakat yang berpendapat bahwa
wajar jika jarak kekuasaan itu besar, seperti masyarakat di berbagai belahan
dunia, misalnya Malaysia, Filipina, dan Indonesia, tetapi tidak sedikit
masyarakat yang berpandangan bahwa jarak kekuasaan itu harus kecil seperti,
pandangan yang prevalen di Denmark dan Austria. Dalam masyarakat dengan
jarak kekuasaan yang besar, pimpinan harus dihormati dengan implikasi
organisasional yang sering timbul ialah organisasi yang sentralistis dan gaya
kepemimpinan yang otokratis. Di lingkungan masyarakat yang menganut
pandangan jarak kekuasaan kecil, gaya kepemimpinan yang diterapakan
adalah gaya yang demokratis atau manajemen partisipstif dan hubungan
atasan dan bawahan pada umumya didasarkan pada persamaan.
c. Dimensi Pengelakan Ketidakpastian
Dimensi ketiga budaya nasional menurut Hofsted ialah kecenderungan yang
terdapat di masyarakat untuk mengelak atau mengurangi situasi
ketidakpastian. Artinya, masyarakat merasa terancam jika berhadapan dengan
kondisi ketidakjelasan dalam kehidupannya. Dikalangan masyarakat yang
demikian seperti Jepang, Portugal, Inggris, Yunani dan Njagir sentimen
nasiaonalismenya kuat. Perangkat hukumnya lengkap dan ditaati oleh para
warganya. Dalam dunia bisnis, diantara manifestasinya yang menonjol ialah
kesediaan para manager untuk mengambil keputusan dengan resiko tinggi
sekalipun struktur dan tipe organisasi yang disenangi adalah organis dan
bukan birokratis seperti organisasi fungsional, organisasi maya, organisasi
tanpa batas, organisasi feminin. Kehidupan organisasi lebih banyak diwarnai
oleh gaya informal ketimbang formal dan mobilitas tenaga kerja cukup tinggi
karena kebebasab untuk memilih jenis pekerjaan dan meniti karir yang sesuai
dengan pengetahuan, keterampilan, pengalaman, bakat, dan minatnya.
d. Dimensi Gender : Maskulinitas versus Feminitas
Dimensi maskulinitas tentunya berhadap-hadapan dengan dimensi feminitas.
Dikalangan masyarakat yang menganut budaya maskulinitas, pandangan
predominan adalah masing-masing gender mempunyai tempat tersendiri
dalam kehidupan bermasyarakat. Menurut dimensi budaya ini secara
tradisional yang bertanggung jawab mencari nafkah adalah kaum wanita
sebagai kepala rumah tangga. Tanggung jawab demikian dipikulnya karena
kaum wanita dipandang memiliki sikap, seperti teguh dalam pendirian, asertif,
dan memilik harta benda. Ada ungkapan yang mengatakan bahwa the right
place for woman is in the kitchen. Di lingkungan masyarakat Indonesia, jika
seseorang berbicara tentang istrinya, istilah yang sering digunakan ialah
“orang belakang”. Ciri-ciri sebaliknya terdapat pada masyarakat yang tidak
terlalu kuat pandangan maskulinitasnya. Artinya, jika pandangan feminitas
cukup dominan, seperti di Swiss dan Selandia baru maka banyak wanita yang
memasuki berbagai jenis lapangan pekerjaan bahkan tidak sedikit yang
berhasil mencapai posisi managerial tertinggi.

B. Variabel Kultural
Tidak ada organisasi yang beroperasi dalam situasi vakum. Artinya berangkat dari
karakteristik kultural yang bersifat umum atau universal yang terdapat dikalangan
berbagai masyarakat seperti dibahas dimuka. Pemahaman tentang pentinganya faktor
budaya dalam menjalankan roda organisasi- terutama organisasi bisnis berskala global-
memerlukan pendalaman tentang berbagai variabel yang mambuat suatu masyarakat
bersifat khas. Menurut sate malmsteen, paling sedikit terdapat 8 variabel kultural yang
perlu dipelajari karena mempunyai implikasi kuat secara mikro pada tingkat perusahaan.
Kedelapan variabel tersebut yaitu kekerabatan, pendidikan, sistem ekonomi, kehidupan
politik, agama, berbagai jenis asosiasi, kesehatan, dan rekreasi.
1. Variabel kekerabatan
Letak tanggung jawab atas kesejahteraan para anggota masyarakat tergantung
pada sistem kekerabatan yang berlaku dalam masyarakat. Pembahasan berikut ini
hendaknya tidak dilihat sebagai pangulangan, tetapi penekanan tentang
pentingnya para manager internasional memahaminya karena mempunyai
implikasi pada pengelolaan perusahaan yang mereka pimpin diberbagai lokasi
dunia. Di lingkungan masyarakat yang menganut sistem keluarga nukleus yang
hubungan kekerabatannya sangat kuat, seorang kepala keluarga hanya
bertanggung jawab untuk kesejahteraan keluarganya dalam arti istri dan anak-
anaknya. Kalaupun yang bersangkutan menyatakan kesediaanya turut
bertanggung jawab atas kesejahteraan orang lain dalam keluarga besarnya, sikap
tersebut hanyalah karena kebaikan hatinya bukan karena kewajibanya
2. Variabel Pendidikan
Tidak dapat disangkal lagi bahwa tingkat pendidikan masyarakat dapat digunakan
sebagai salah satu tolak ukur kamajuan masyarakat yang bersangkutan.
Kategorisasi yang lumrah digunakan ialah jika pendidikan rata- rata masyarakat
adalah lulusan sekolah dasar atau kurang, masyarakat seperti itu disebut
terbelakang. Jika yang mencapai tingakat sekolah menengah pertama disebut
sedang berkembang dan jika masyarakat itu disebut maju jika tingakat pendidikan
rata-ratanya adalah lulusan sekolah menengah atas.
Berbagai implikasi perlu dicermati oleh para manager internasional dalam kaitan
ini, antara lain :
a. menggunakan standar lokal dalam menilai pengetahuan tingkat pendidikan
begara asalnya
b. Penyesuaian jenis pertanyaan yang ditanyakan kepada para pelamar
pekerjaan pada waktu tes kerja
c. Menyusun program pelatihan yang bersifat taylor-mode
d. Penyesuaian gaya kepemimpinan dengan kebiasaan setempat
3. Variabel Sistem Perekonomian
Dalam kurun waktu yang cukup lama, sistem perekonomian di dunia ditandai oleh
kegiatan pertanian, usaha berskala kecil dan menonjolnya peranan para artisan
seperti pandai besi dan sejenisnya. Lahirnya revolusi industri pertama mengubah
semua itu, artinya dengan temua teknologi mutakir seperti mesin uap oleh
supardi, telah ditampilkan tiga perubahan besar dalam dunia perekonomian,
perubahan pertama ialah lahirnya organisasi bisnis dalam skala besar, bermula
dalam indusri tekstil dan tambang.
Terlepas dari keunggulan masing –masing sistem tersebut diatas, gejala yang kini
mendunia ialah lunturnya sistem kapitalisme dan sosialisme dalam pengelolaan
perekonomian negara. Gejala demikian timbul berkat dominanya pandangan
bahwa kegiatan dan sistem perekonomian sebaiknya diserahkan kepada
mekanisme pasar, proses inilah yang sedang berlangsung sekarang.
4. Variabel Politik
Sistem politik yang berlaku di suatu negara pasti mempunyai implikasi dalam
menjalankan roda perusahaan. Di negara yang menganut paham demokrasi,
fenomena kenegaraan dan kemasyarakatan yang sering mengemukakan antara
lain :
a. Keyakinan bahwa suara rakyat adalah suara Tuhan ( vox populi vox dei)
yang berarti kedaulatan berada di tangan rakyat dan bahwa pemerintah
menerima kedaulatan itu dari rakyat.
b. Diakui keberadaan lebih dari satu partai.
c. Berlangsungnya pemilihan umum secara berkala untuk memilih partai
politik yang layak mendapat kepercayaa untuk menjalanka roda
pemerintahan.
d. Pergantian pemerintaha berlangsung dengan cara damai.
e. Terdapat pembagian – ada yang mengatakan pemisahan – kekuasaan
antara pihak eksekutif, legislatif dan yudikatif dengan peranan yang diatur
dalam konsititusi negara yang bersangkutan.
f. Rakyat diperdayakan sedemikian rupa sehingga makin mampu berperan
aktif dalam memantau jalannya pemerintahan.
5. Variabel Keagamaan.
Variabel keagamaan biasanya merupakan keyakinan kuat dikalangan masyarakat
penganut agama tertentu. Dokma atau doktrin spiritual menjadi dasar untuk
bertindak dan beriteraksi dengan orang lain, termasuk dalam pengelolaan bisnis.
Yang sering menjadi masalah ialah apabila masyarakat terdapat kelompok radikal
atau foundamentalis yang menginterprestasikan doktrin agamanya secara kaku
dan diterapakan dengan fanatik.
6. Variabel Asosiasi
Sebagai generalisasi dapat dikatakan bahwa semakin maju masyarakat makin
banyak asosiasi yang terdapat dalam masyarakat tersebut. Termasuk hal-hal yang
mengatur kehidupan dan perilaku anggotanya misalnya kode etik yang menjadi
pegangan bagi para anggotanya dalam berimteraksi dengan orang lain termasuk
interaksi bisnis.
7. Variabel Kesehatan.
Salah satu konsekuensi positif dari kemajuan yang dicapai oleh suatu masyarakat
dalam bidang ekonomi ialah meningkatnya kondisi kesehatan pada umumnya.
Berbagai indikator yang digunakan antara lain :
a. Harapan penuh yang semakin panjang.
b. Berkurangnya orang yang mengidap penyakit TBC dan malaria.
c. Mutu pelayanan kesehatan oleh pemerintan yang semakin baik.
d. Meningkatnya kemampuan menyantap hidangan bergizi.
e. Meningkatnya kesadaran tentang hidup sehat melalui kebersihan.
f. Menurunnya jumlah balita dan ibu melahirkan yang meninggal.
g. Berhasilnya program KB.
8. Variabel Rekreasi
Mempunyai fungsi yang penting dalam kehidupan manusia, baik sebagai
individu, sebagai karyawan, maupun sebagai anggota masyarakat. Rekreasi
berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan dan kebugaran fisik serta mental.

Interprestasi Sistem Dalam Kehidupan Organisasional.


Empat elemen yang relevan untuk dicermati ialah :
a. Periahal kewajiban
b. Orientasi emosional dalam hubungan dengan orang lain.
c. Tingkat keterlibatan dalam hubungan.
d. Keabsahan kekuasaan dan status.

Pengaruh Variabel Budaya Terhadap Fungsi-fungsi Managerial.


Apabila para managet internasional memahami situasu kultural dari lingkungan
tempat dia memimpin organisasi, tidak akan terlalu sulit baginya memahami sikap dan
perilaku para bawahannya dan menyesuaikan gayanya dalam menyelenggarakan fungsi-
fungsi managerial.
Berbagai jenis penyesuaian yang kesemuanya diharapkan mengemuka terlihat pada
sikap para karyawan di lingkungan organisasi atau perusahaan tempat mereka berkarya,
baik pada tingkat individu maupun pada tingkat kelompok. Sikap yang dimaksud terlihat
antara lain pada hal-hal berikut ini.
1. Jika tentang kekaryaan adalah bahwa berkarya tidak lagi semata-mata
dimaksudkan sebagai upaya mencari nafkah, melainkan menumbuhkan sikap
kemandirian dalam arti menghilangkan atau paling sedikit mengurangi
ketergantungan dalam pemuasan kebutuhan pada belas kasihan orang.
2. Berkaiatan dengan sikap tentang kekaryaan adalah sikap tentang waktu sikap
yang perlu dipupuk.
3. Sikap lain yang biasanya mengemuka ialah pandangan seseorang tentang hakikat
hidup,artinya apa yang mau ditonjolkan untuk dikejar, apakah kualitas hidup atau
kuantitas hidup.
4. Sikap yang menyangkut individulisme atau kolektifisme.
5. Sikap tentang perubahan, ada ungkapan yang mengatakan bahwa satu-satunya hal
yang konstan di dunia adalah perubahan.
6. Jika sikap seperti dikemukakan diatas dapat ditumbuhkan dan dipelihara, budaya
organisasi juga harus tercermin dalam perilaku anggotanya dalam mengemban
misi, menyelenggarakan fungsi, dan melaksanakan aktifitasnya. 4 aspek perilaku
yang harus diperhatikan yaitu produktifitas kerja, notifasi dan etika.
Pembahasan diatas kiranya menunjukkan dengan jelas bahwa keberhasilan para
manager internasional pada tingkat yang dominan ditentukan oleh kemampuannya
mengenali dan memahami berbagai dimensu kultural dari individu dan masyarakat
tempat dia memainkan peranan sebagai pimpinan perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai