Anda di halaman 1dari 18

PAPER

PERENCANAAN PEMBANGUNAN

“KONSEP PERENCANAAN PEMBANGUNAN”

Oleh :
KELOMPOK 1

 ANNISA ZAKIYA FIRJA 17042095


 PILAR PRATAMA 17042075
 AMATUL NOOR 17042051
 DENI FADRIAN PUTRA 17042054
 YOPI ZONAL 17042090
 IRVAN RENALDI 17042064

Dosen Pengampu : Rizki Syafril, SHI., M. Si

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2020

Pembahasan Jurnal

Materi 10

Point 1

Perencanaan pembangunan merupakan tahapan awal dalam proses


pembangunan sebelum diimplementasikan. Perencanaan dapat dikatakan penting
karena untuk menyesuaikan tujuan yang ingin dicapai dalam pembangunan dengan
sumber daya yang ada serta berbagai alternatif lain yang mungkin diperlukan dalam
pembangunan tersebut. Penyusunan perencanaan pembangunan di Indonesia
didasarkan pada UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional.

Moeljarto Tjokrowinoto (1993 : 92) memberikan makna perencanaan


pembangunan sebagai konsep yang menyangkut dua aspek yaitu pertama sebagai
suatu proses perumusan rencana pembangunan, dan kedua sebagai substansi rencana
pembangunan itu sendiri. Proses perumusan rencana pembangunan berkaitan dengan
aktivitas bagaimana sebuah perencanaan pembangunan disusun, kapan dan siapa saja
pihak-pihak yang terlibat dalam proses penyusunan perencanaan tersebut. Sedangkan
substansi rencana pembangunan berbicara mengenai apa isi dari rencana
pembangunan yang telah disusun, permasalahan pokok dan isu-isu strategis yang
mendesak untuk diselesaikan dalam pembangunan.

Sinergisitas perencanaan pembangunan daerah yang dibiayai dari berbagai


sumber menjadi mutlak dilakukan sehingga tujuan dan sasaran pembangunan yang
ingin dicapai bisa terwujud, baik antar sektor maupun antar waktu. Untuk menunjang
perencanaan pembangunan yang berkelanjutan di daerah maka keberadaan RPJPD
menjadi sangat penting sebagai acuan atau grand design pembangunan daerah untuk
jangka panjang (20 tahun). Keberadaan RPJPD menjadi jembatan untuk menjaga
sinergisitas perencanaan pembangunan di daerah apabila terjadi pergantian kepala
daerah setiap 5 tahun.

Ada beberapa kewenangan Kabupaten/Kota Dalam Perencanaan


Pembangunan dapat dilihat dalam PP No. 38 Tahun 2007. Perencanaan
pembangunan berdasarkan jangka waktunya dan mengacu pada UU Nomor 25 Tahun
2004 dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu :

 Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) rencana pembangunan untuk


jangka waktu 20 tahun
 Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) rencana pembangunan
untuk jangka waktu 5 tahun
 Rencana Pembangunan Tahunan

Perencanaan pembangunan daerah di Indonesia merupakan satu kesatuan


dalam sistem perencanaan pembangunan nasional. Artinya bahwa pembangunan yang
dilaksanakan di daerah tidak terlepas dari konsep rencana pembangunan nasional.
Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah (Simrenda) ini dirancang untuk
dapat meningkatkan kualitas perencanaan pembangunan daerah melalui data-data
pembangunan yang relevan dan akurat. Simrenda dapat membantu semua tahapan
dalam perencanaan pembangunan daerah. Hal tersebut menandakan bahwa
keberadaan Simrenda akan sangat membantu mewujudkan pembangunan daerah yang
lebih maksimal. Melalui beberapa rangkaian simulasi kegiatan, penentuan arah
kebijakan pembangunan dapat lebih dimaksimalkan, sehingga upaya-upaya
penanganan permasalahan dan hambatan dalam pembangunan daerah mampu diatasi
sejak awal.

Mekanisme Perencanaan Pembangunan Daerah


Tahapan pernyusunan perencanaan pembangunan daerah menurut PP No. 8
Tahun 2008, dilakukan melalui 4 (empat) tahapan, yaitu:
1. Penyusunan Rancangan Awal
2. Musrenbang
3. Perumusan Rancangan Akhir
4. Penetapan Rencana

Sumber :
Setianingsih, Budhi dkk. Efektivitas Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah
(Simrenda) (Studi pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota
Malang). Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 3, No. 11, Hal. 1930-1936
Tim Kajian PKP2A III LAN Samarinda. Efektifitas Perencanaan Pembangunan
Daerah Di Kalimantan

Point 2

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN


DAERAH

Ricky Wirawan, Mardiyono, dan Ratih Nurpratiwi

Program Magister Ilmu Administrasi Publik, Universitas Brawijaya Jl. MT.


Haryono, Malang E-mail : rickywirawan@yahoo.co.id

Penyelengaraan otonomi daerah diimplementasikan dalam pelaksanaan urusan


wajib dan urusan pilihan, terdiri dari 26 urusan wajib dan urusan 8 urusan pilihan
(pasal 7 ayat (2) peraturan pemerintahan nomor 38 tahun 2007 tentang pembagian
urusan Pemerintah antar pemerintah, pemerintah daerah Propinsi dan Pemerintah
daerah Kabupaten/Kota). Urusan wajib adalah urusan Pemerintahan yang wajib
diselenggarakaan oleh pemerintah daerah Propinsi dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota berkaitan dengan pelayanan dasar. Sedangkan urusan pilihan
meliputi urusan Pemerintahan yang serta nyata ada dan berpotensi untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan kondisi, kekhasan, dan potensi
unggulan daerah yang bersangkutan. Salah satu urusan wajib yang harus dilaksanakan
oleh daerah adalah urusan perencanaan pembangunan dalam pasal 150 undang-
undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah secara tegas menyatakan
bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah, disusun dalam perencanaan
pembangunan daerah sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan
nasional. Untuk menjamin agar kegiatan pembangunan berjalan efektif efesien dan
bersasaran serta menjamin tercapainya tujuan negara, maka ditetapkan undang-
undang Nomor 25 tahun 2004 tentang sistem perencanaan pembangunan nasional.
Perencanaan pembangunan nasional disusun secara sistematis, terarah, terpadu,
menyeluruh, dan tanggap terhadap perubahan (pasal 2 ayat (2) undangundang nomor
5 tahun 2004 tentang sistem perencanaan pembangunan nasional).

Proses perencanaan pembangunan menekankan pada rencana kerja atau


"working plan" sebagai proses dari: (1) input yang berupa keuangan, tenaga kerja,
fasilitas, dan lain-lain; (2) Kegiatan (proses); (3) Output outcomes. Proses
perencanaan dimulai dengan informasi tentang ketersediaan sumber daya dan arah
pembangunan nasional atau dapat dikatakan sesuai dengan kebutuhan, dinamika
reformasi dan pemerintahan yang lebih demokratis dan terbuka, sehingga
masyarakatlah yang paling tahu apa yang dibutuhkannya. Partisipasi msyarakat dalam
proses perencanaan pembangunan sangat penting karena dapat menumbuhkan sikap
memiliki dan rasa tanggung jawab masyarakat terhadap perencanaan pembangunan.
Sistem perencanaan pembangunan nasional bertujuan untuk a) mendukung koordinasi
antar pelaku pembangunan b) menjamin terciptanya intergrasi, singrkonisasi, dan
sinergi baik antar daerah, antar ruang, antar waktu, antar fungsi, pemerintah maupun
antar pusat dan daerah c) menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan dan pelaksanaan d) Mengoptimalkan partisipasi
masyarakat, dan e) Menjamin tercapainya pengunanaan sumber daya secara efesien,
efektif dan berkeadilan dan berkelanjutan (pasal 2 ayat (5) Undang-Undang nomor 5
Tahun 2004). Partisipasi masyarakat merupakan hal penting dalam perencanaan
pembangunan, hal tersebut sejalan dengan pendapat Conyers (1994:154-155) yang
lebih lanjut mengemukakan tiga (3) alasan utama mengapa partisipasi masyarakat
dalam perencanaan mempunyai sifat sangat penting:

1. masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi,


kebutuhan dan sikap masyarakat setempat.
2. masyarakat akan lebih mempercayai program kegiatan pembangunan apabila
mereka dilibatkan dalam persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan lebih
mengetahui seluk beluk program kegiatan tersebut dan akan mempunyai rasa
memiliki terhadap program kegiatan tersebut.
3. mendorong partisipasi umum karena akan timbul anggapan bahwa merupakan
suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan penelitian


deskriptif /dengan pendekatan kualitatif. Sumber data berasal dari informan, dan
dokumen. Lokasi penelitian di Kecamatan Dusun Selatan, Kabupaten Barito Selatan,
Kalimantan Tengah. Teknik pengumpulan data dari wawancara, observasi dan
dokumentasi. Metode analisia data menggunakan analisa data kualitatif model
interaktif (Miles, Huberman dan Saldana, 2014), yaitu pengumpulan data, kondensasi
data, penyajian data, serta penarikan kesimpulan.
Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) diselenggarakan
secara berjenjang mulai dari tingkat Kelurahan/Desa, Kecamatan/Kota hingga tingkat
Provinsi dan Pusat/Nasional. Penelitian ini difokuskan pada Musrenbang Kecamatan.
Pada pelaksanaan kegiatan musrenbang terdapat proses yang harus dilaksanakan
Berpedoman dari petunjuk pelaksanaan penyelenggaraan musyawarah perencanaan
pembangunan (Musrenbang) Kecamatan Dusun Selatan tahun 2015` maka akan
mengetahui alur proses pembangunan dalam pelaksaan musrenbang dikecamatan
dikecamatan dusun selatan. Adapun alur proses kegiatan musrenbang yaitu tahapan
persiapan, tahapan pra musrenbang, dan tahapan pelaksanaan sehingga sampai
menetapkan waktu dan tempat. Proses musrenbang di Kecamatan Dusun Selatan telah
mendapatkan partisipasi yang baik dari masyarakat dan kepedulian dari perangkat
kecamatan khususnya tim pelaksana musrenbang dalam melaksanakan proses-proses
musrenbang tersebut. Dari proses akan dapat diketahui alur perencanaan, partisipasi
masyarakat dan dalam bentuk apa saja.

Hasil temuan di lapangan menunjukkan bahwa proses musyawarah


perencanaan pembangunan (Musrenbang) di kecamatan dusun selatan, sesuai
dengan teori yang dikemukakan oleh Ryadi dan Bratakusumah (2004) bahwa
perencanaan pembangunan dapat diartikan sebagai suatu proses perumusan
alternatif-alternatif atau Keputusan-keputusan yang didasarkan pada data-data
dan fakta-fakta yang akan digunakan sebagai bahan untuk melaksanakan suatu
rangkaian kegiatan/aktifitas kemasyarakatan baik yang bersifat fisik (material)
maupun non fisik (mental dan spiritual) dalam rangka mencapai tujuan yang
lebih baik. Implikasi dari teori di atas, menekankan pada proses atau bentuk
kegiatan yang berlangsung, namun kegiatan tersebut membutuhkan upaya
profesional atas data dan fakta sehingga keputusan yang diambil atau alternatif
yang dipilih dapat dilaksanakan pada waktu tertentu.

Proses pelaksanaan musrenbang di kecamatan dusun selatan telah


dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan sekaligus wujud tindakan nyata
pemerintah Kecamatan Dusun Selatan dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi
sebagai perangkat kecamatan., sehingga usulan program pada kegiatan musrenbang di
Kecamatan Dusun Selatan sebagian besar dapat direalisasikan. Partisipasi Masyarakat
dalam kegiatan Musrenbang di kecamatan Dusun Selatan yaitu hadir dan aktif. Hal ini
menunjukkan bahwa masyarakat kecamatan Dusun Selatan telah diberikan
kesempatan untuk terlibat dalam proses perencanaan pembangunan daerah, namun
keputusan hasil akhir dari proses perencanaan pembangunan ditentukan oleh
pemerintah sesuai dengan program prioritas daerah, dan usulan program kegiatan
yang belum dapat direalisasikan pada tahun ini akan direalisasikan pada tahun yang
akan datang. Peran perangkat Kecamatan Dusun Selatan dalam memberikan fasilitas
kepada peserta musrenbang yaitu sistem online. Sistem Informasi Perencanaan
Pembangunan Daerah (SIPPD).

Hal ini membuktikan adanya suatu birokrasi yang telah tanggap dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Semangat masyarakat untuk kemajuan
pembangunan di Kecamatan Dusun serta kemudahan akses transportasi menuju
tempat kegiatan musrenbang Kecamatan Dusun Selatan menunjukkan bahwa
pembangunan yang selama ini menjadi harapan masyarakat salah satunya yaitu dalam
pembangunan infrastruktur seperti jalan dan jembatan dapat terealisasikan. Pada
proses musrenbang di kecamatan dusun selatan tahun 2015 dalam perencanaan
pembangunan daerah terdapat banyak keinginan dari berbagai pihak yang harus
dipenuhi pada tahun anggaran 2016 sedangkan sumber dana pembanguan daerah
masih terbatas, dengan keterbatasan dana tersebut masyarakat disini harus memahami
dengan kondisi anggaran yang ada pada kecamatan dusun selatan.

Perencanaan pembangunan daerah berfungsi sebagai perencanaan untuk


memperbaiki penggunaan sumber daya-sumber daya publik yang tersedia di daerah
tersebut. Sehingga menjadi penting dalam proses penyusunannya dan harus bersifat
aspiratif dan menggunakan pendekatan perencanaan yang tepat. Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (BAPPEDA), dalam melaksanakan pembangunan tentu melalui
beberapa proses perencanaan pembangunan, mulai dari Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD), Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD).

Dilaksanakan tata cara dan tahapan perencanaan daerah bertujuan untuk


mengefektifkan proses pemerintahan yang baik melalui pemanfaatan sumber daya
publik yang berdampak pada percepatan proses perubahan sosial bagi peningkatan
Kondisi perekonomian yang membaik tidak dapat dilepaskan dari peran penting
infrastruktur. Kegiatan pembangunan, rehabilitasi, pemeliharaan serta subsidi operasi
telah berhasil meningkatkan aksesibilitas, kapasitas, kualitas, dan jangkauan
pelayanan berbagai infrastruktur, yang pada gilirannya mampu memberikan dukungan
kepada berbagai sektor perekonomian seperti pertanian, industri pengolahan,
perdagangan, dan pembangunan daerah.Menyadari pentingnya pembangunan
infrastruktur sebagai proses dalam pencapaian tujuan pembangunan nasional dan
daerah, maka perlu kiranya disiapkan dengan baik perencanaan dan penganggarannya.
Dalam rangka perwujudan perencanaan dan penganggaran yang baik ini maka semua
dokumen perencanaan dan penganggaran pada dinas pengelola infrastruktur ini harus
dijaga konsistensinya.

Munculnya isu Good Governance dalam pembangunan di Indonesia didorong


oleh adanya dinamika yang menuntut perubahan-perubahan disisi pemerintah atau
pun disisi warga. Pemerintah diharapkan menjadi lebih demokratis, efektif
menjalankan fungsi pelayanan publik, tanggap, serta mampu menyusun
kebijakanyang dapat menjamin hak-hak asasi dan keadilan sosial masing-masing
warganya. Sejalan dengan harapan terhadap peran negara tersebut, warga juga
diharapkan untuk menjadi warga yang memiliki kesadaran akan hak dan
kewajibannya, bersedia berpartisipasi aktif dalam penyelenggaraan urusan publik, dan
tidak apatis. Dilaksanakan tata cara dan tahapan perencanaan daerah bertujuan untuk
mengefektifkan proses pemerintahan yang baik melalui pemanfaatan sumber daya
publik yang berdampak pada percepatan proses perubahan sosial bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat, atau terarahnya proses pengembangan ekonomi dan
kemampuan masyarakat, dan tercapainya tujuan pelayanan publik

Dalam rangka mewujudkan sistem perencanaan pembangunan yang ideal,


maka dibutuhkan apa yang disebut dengan tahapan-tahapan, sebagaimana juga sudah
terdefinisikan di dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) disebutkan bahwa tahapan tersebut
meliputi penyusunan rencana, penetapan rencana, pengendalian pelaksana rencana,
dan evaluasi pelaksanaan rencana. Perencanaan pembangunan daerah seharusnya
mencerminkan kebutuhan realitas suatu daerah, sebagaimana dinyatakan Kuncoro
(2012:43), bahwa perencanaan pembangunan daerah tidak hanya perencanaan dari
suatu daerah, tetapi perencanaan untuk suatu daerah.

Sesuai dengan undang-undang Nomor 25 tahun 2004, dalam rangka


mendorong proses pembangunan secara terpadu dan efisie, pada dasarnya
perencanaan pembangunan nasional di Indonesia mempunyai lima tujuan dan fungsi
pokok. Tujuan dan sasaran pokok tersebut adalah sebagai berikut:

1. Mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan


2. Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi antar daerh, waktu dan
fungsi pemerintah, baik pusat maupun daerah
3. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran,
pelaksanaan, dan pengawasan
4. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan
5. Menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif dan adil

Dari defenisi-defenisi diatas penulis menyimpulkan bahwa perencanaan


pembangunan adalah suatu proses yang dipilih dan dilakukan secara sadar untuk
melakukan berbagai kegiatan pembangunan guna untuk meningkatkan kesejahteraan
suatu pembangunan.
Menurut Siagian dalam Riyadi (2005 : 263) Pengawasan ialah proses
pengamatan dari seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua kegiatan
yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan
sebelumnya. Sedangkan evaluasi didefenisikan sebagai proses pengukuran dan
pembandingan dari hasil-hasil yang seharusnya dicapai, dan tujuan pengawasan
implementasi perencanaan pembangunan daerah dilakukan untuk : 1. Mengetahui
sejauh mana pelaksanaan perencaan dilaksanaakan sesuai dengan yang telah
ditetapkan. 2. Mengetahui apakah unit-unit melaksanakan kegiatan sesuai dengan
fungsi dan perannya masing-masing. 3. Mengetahui apakah ada koordinasi yang
dilakukan oleh setiap unit atau instansi atau para pelaksana proyek dengan pihak-
pihak terkait. 4. Mencegah dan mengendalikan penyimpangan-penyimpangan
sehingga dapat dihindari.

Tujuan Dan Manfaat Perencanaan Pembangunan

Menurut Mahi dan Trigunarso (2017) tujuan Perencanaan Pembangunan


Daerah adalah menyusun suatu rencana pembangunan yang merupakan pegangan atau
acuan pemerintah daerah untuk melaksanakan pembangunan yang berlandaskan pada
kemampuan dan potensi sumberdaya daerah serta peluang-peluang ekonomi yang ada,
sehingga dapat ditangkap secara cepat. Selanjutnya manfaatnya diharapkan terjadinya
perubahan kualitas/taraf hidup masyarakat sehingga dapat menikmati kehidupan yang
lebih baik dari sebelumnya dan daerah dapat berkembang secara cepat dan
berkelanjutan (dalam Sudianing, N. K., & Seputra 2019)

Sumber :

Putri, Aisyah Oktaviani. 2018. Analisis Pelaksanaan Perencanaan Pembangunan


Kelurahan Sei Putih Tengah Kecamatan Metan Petisah Kota Medan. Medan :
Jurnal Administrasi Publik. P-ISSN-2549-9165

Sidik, Soengkono. Implementasi Perencanaan Pembangunan Daerah (Studi tentang


Musrenbang di Kabupaten Sumenep). Jurnal Pemkab. Sumenep

Materi Pertemuan 10 Point 3

Prinsip Prinsip dan Pertimbangan Operasional Dalam Pembangunan Daerah

Menurut Fadil. 2013, Pembangunan harus menerapkan prinsip-prinsip


desentralisasi, bergerak dari bawah (bottom up), mengikut sertakan masyarakat secara
aktif (participatory), dilaksanakan dari dan bersama masyarakat (from and with
people).

Menurut Adimiharja (2003:1) mengungkapkan dalam paradigma


pembangunan sekarang ini pemberdayaan masyarakat dan partisipasi merupakan
strategi pembangunan yang bertumpu pada rakyat (peopel centered development).
Strategi ini menyadari pentingnnya kapasitas masyarakat untuk meningkatkan
kemandirian dan kekuatan internal, melalui kesanggupan atas kontrol internal
terhadap sumber daya material dan non-material yang penting melalui
redistribusi modal atau kepemilikan.

Prinsip pembangunan yang berpusat pada rakyat menegaskan masyarakat


harus menjadi pelaku utama dalam pembangunan. Pemberdayaan masyarakat dalam
pembangunan diharapkan menumbuhkan pertisipasi masyarakat dalam melaksanakan
pembangunan. Upaya pemberdayaan masyarakat sebagai suatu strategi pengelolaan
pembangunan, mempersyaratkan
a. adanya keterlibatan langsung masyarakat dalam seluruh proses pengelolaan
pembangunan,
b. pemerintah dan seluruh institusi pengelolaan pembangunan wajib menciptakan
akses yang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk berperan aktif dalam
proses pembangunan,
c. terciptanya demokratisasi pengelolaan pembangunan pada tingkat masyarakat,

Selain itu sebagai contoh, Menurut Ma’rif, Prihadi Nugroho dan Lydia
Wijayanti, 2010. Pelaksanaan perencanaan pembangunan daerah Kota Semarang
yang melibatkan Musrenbang dalam rangka penyusunan RKPD hingga pendanaan
dalam APBD, memenuhi tiga prinsip berikut:

1. Prinsip Partisipatif (Participative)Prinsip partisipatif menunjukkan bahwa


rakyat atau masyarakat yang akan diuntungkan oleh (atau
memperoleh manfaat dari) perencanaan harus turut serta dalam prosesnya.
Dengan kata lain masyarakat menikmati faedah perencanaan bukan semata-mata
dari hasil perencanaan, tetapi dari keikutsertaan dalam prosesnya.
2. Prinsip Kesinambungan (Sustainable) Prinsip ini menunjukkan bahwa
perencanaan tidak hanya terdiri dari pada suatu tahap; tetapi harus berlanjut
sehingga menjamin adanya kemajuan terus-menerus dalam kesejahteraan dan
jangan sampai terjadi kemunduran. Juga diartikan perlunya evaluasi dan
pengawasan dalam pelaksanaannya sehingga secara terus menerus dapat
diadakan koreksi dan perbaikan selama perencanaan dijalankan.
3. Prinsip Keseluruhan (Holistic) Prinsip ini menunjukkan bahwa masalah dalam
perencanaan pelasanaannya tidak dapat hanya dilihat dari satu sisi atau unsur
tetapi harus dilihat dari berbagai aspek dan dalam keutuhan konsep secara
keseluruhan. Dalam konsep tersebut/ unsur yang dikehendaki selain
harus mencakup hal-hal diatas juga mengandung unsur yang dapat
berkembang secara terbuka dan demokratis.

Dalam mencapai good governance, peran para stakeholder dari masyarakat,


pemerintah maupun swasta sangatlah penting dalam perumusan perencanaan
pembangunan yang digunakan untuk kepentingan bersama.
Sumber;

Fadil, F. (2013). Partisipasi masyarakat dalam musyawarah perencanaan


pembangunan di Kelurahan Kotabaru Tengah. Jurnal Ilmu Politik & Pemerintahan
Lokal, 2(2).

Ma’rif, S., Nugroho, P., & Wijayanti, L. (2010). Evaluasi Efektivitas Pelaksanaan
Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Kota Semarang. Riptek,
4(11), 53-62.

POINT 4

Pertimbangan Isu Transportasi Dalam Perencanaan Ruang Kota


Makassar Oleh Sri Hidayat1 1 Fungsional Perencana Pada Dinas Pengelolaan

Lingkungan Hidup Provinsi Sulsel

Bahwa permasalahan transportasi merupakan suatu permasalahan kompleks


yang melibatkan banyak aspek, pihak dan sistem yang terkait sehingga dalam
pemecahan permasalahan tersebut memerlukan suatu pemecahan yang comprehensive
dan terpadu yang melibatkan semua unsur dan aktor dalam pembangunan kota
(Mansyur, 2008). Oleh karena itu, permasalahan transportasi senantiasa menjadi isu
terkini bagi kota besarbesar yang pertumbuhan penduduknya sangat tinggi.
Permasalahn transportasi selalu memberikan dampak pada persoalan lingkungan,
ekonomi dan sosial diperkotaan. Semua aspek tersebut saling terkait dalam sebuah
sistem ruang, sehingga permasalahan transportasi juga tidak terlepas dari
permasalahan perencanaan ruang yang tidak tepat. Masih sangat sulit membedakan
apakah permasalahan transportasi yang mendeterminasi perkembangan ruang ataukah
ruang itu sendiri yang menciptakan permasalahan transportasi. Berdasarkan pada
pertimbangan tersebut tulisan ini akan menguraikan bagaimana isu transportasi
menjadi isu terkini yang penting untuk diperhatikan dalam perencanaan ruang. Secara
umum kajian permasalahan transportasi meliputi kinerja lalu lintas, kualitas emisi
kendaraan bermotor dan kualitas udara jalan raya. Berdasarkan pada 3 kajian utama
permasalahan tersebut, maka akan diambil kasus Kota Makassar sebagai Kota
Metropolitan yang pertumbuhannya sangat cepat, untuk ditinjau lebih jauh bagaimana
kajian transportasi itu kaitannya dengan model pertumbuhan kota.

Laju pertumbuhan kendaraan bermotor di Kota Makassar, Sulawesi Selatan


(Sulsel), terbilang amat pesat. Tiap tahun tercatat pertambahan puluhan ribu
kendaraan bermotor yang mengaspal di jalan. Kebanyakan yakni kendaraan roda dua
alias sepeda motor. Berdasarkan data Samsat Makassar, jumlah kendaraan bermotor
pada 2016 tercatat 1.425.151 unit atau bertambah 87.009 unit dibandingkan 2015.
Adapun, pada 2014 jumlah kendaraan bermotor di Kota Daeng baru berkisar
1.252.755 unit. Artinya, dalam dua tahun terakhir tercatat pertambahan 172.395 unit.
"Bila dirata-ratakan, pertumbuhan kendaraan bermotor di Makassar berkisar tujuh
persen setiap tahunnya. Laju pertumbuhannya didominasi oleh kendaraan roda dua
yang sejak 2014 menembus angka satu juta unit," kata Perwira Administrasi Samsat
Makassar Inspektur Satu Ade Firmansyah kepada Warta Ekonomi di Makassar, Jumat
(13/1/2017). Pada 2016 jumlah sepeda motor di Makassar mencapai 1.128.809 unit.
Jumlah kendaraan roda dua itu terpaut jauh dibandingkan kendaraan roda empat atau
lebih. Rinciannya, yakni mobil penumpang (206.435 unit), bus (17.264 unit), mobil
barang (72.239 unit), dan kendaraan khusus (403 unit). Pesatnya pertumbuhan
kendaraan bermotor menjadi salah satu pemicu kemacetan di Kota Makassar.
Musababnya, laju pertumbuhan kendaraan bermotor tidak sebanding dengan
pertumbuhan jalan yang hanya 1,28% ditahun (BPS Kota Makassar, 2016).

Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan pencemaran udara,


yaitu masuknya zat pencemar (berbentuk gas-gas dan partikel kecil/aerosol) ke dalam
udara (Moestikahadi, 2001). Masuknya zat pencemar ke dalam udara dapat terjadi
secara alamiah maupun akibat aktivitas manusia. Di kota-kota besar pencemaran
udara lebih banyak disebabkan oleh aktivitas manusia. Pembangunan fisik kota dan
berdirinya pusat-pusat industri disertai dengan melonjaknya produksi kendaraan
bermotor mengakibatkan peningkatan kepadatan lalu lintas dan hasil produksi
sampingannya yang dapat mencemari udara. Pencemaran udara di perkotaan
merupakan permasalah serius. Peningkatan penggunaan kendaraan bermotor dan
konsumsi energi di kota, jika tidak dikendalikan, akan memperparah pencemaran
udara, kemacetan, dan dampak perubahan iklim yang menimbulkan kerugian
kesehatan, produktivitas, dan ekonomi sebuah wilayah.
Pemakaian bahan bakar minyak sebagai sumber energi yang tak terbarukan
dan penghasil emisi karbon tertinggi menyebabkan total emisi karbon-dioksida (CO2)
akan bersifat sebagai gas rumah kaca (green house gas) dan sangat berpotensi dalam
pemanasan global (iklim). Pemanasan global berdampak negatif pada pertumbuhan
ekonomi dan kualitas hidup warga kota. Kota Makassar sebagai salah satu kota
metropolitan dengan jumlah kendaraan yang tinggi sangat berpotensi mengalami
kondisi seperti di atas, disamping semakin berkurangnya daya dukung lingkungan,
baik yang disebabkan oleh polusi dari industri dan rumah tangga maupun dari emisi
kendaraan yang jumlahnya lebih besar dibanding yang lainnya. Dari pelaksanaan uji
petik emisi kendaraan bermotor di Kota Makassar Tahun 2016 oleh Badan
Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sulsel selama 3 (tiga) hari, jumlah keseluruhan
kendaraan yang diuji emisi adalah sebanyak 1975 kendaraan, terdiri dari kendaraan
bensin sebanyak 1457 kendaraan dan yang berbahan bakar solar sebanyak 518
kendaraan. Kandungan gas buang kendaraan berbahan bakar bensin termasuk belum
terlalu mencemari udara perkotaan dimana dilihat dari persentase kendaraan berbahan
bakar bensin yang lulus uji emisi sebesar 63,19 %, Kendaraan berbahan bensin yang
tidak lulus emisi sebesar 10,58 %, kendaraan berbahan solar lulus uji emisi sebesar
11,59 % dan kendaraan berbahan solar yang tidak lulus uji emisi sebesar 14,63 %.
Bila melihat data tersebut, maka kita dapat menyimpulkan bahwa salah satu sumber
terbesar pencemaran udara di kota Makassar adalah dari emisi kendaraan bermotor
berbahan bakar solar.

Dalam tulisan disebutkan bahwa peningkatan mobilitas penduduk


menggunakan kendaraan terjadi di jam-jam sibuk kantor dan pulang kantor yang
mengakibatkan banyak gas emisi terjadi ketika jam-jam padat tersebut.

Model Interaksi Ruang dan Transportasi di Kota Makassar Model interaksi


sebagai pembentuk struktur ruang kota berdasarkan perkiraan total angkatan kerja,
total sektor, dan service sector dapat diketahui bahwa kawasan yang dikembangkan
untuk masa depan dengan fungsi kegiatan jasa pelayanan dan perdagangan adalah
zona transisi atau dua (Panakkukang) dengan pertumbuhan angkatan kerja yang
tertinggi, fungsi kegiatan dasar (industri) di zona pinggiran atau tiga (Biringkanaya)
dengan pertumbuhan angkatan kerja yang tinggi, dan fungsi permukiman di zona
pusat atau satu (Ujungpandang) dengan pertumbuhan angkatan kerja sedang atau
menengah. Berdasarkan interaksi atau pergerakan penduduk dapat disimpulkan bahwa
dominasi kegiatan berdasarkan intensitas perkembangan penduduk di zona transisi
adalah dikategorikan sebagai asal perjalanan tertinggi, kemudian zona pinggiran
sebagai asal perjalanan yang tinggi, dan zona pusat sebagai tujuan perjalanan
tertinggi. Pemodelan interaksi tata ruang dan transportasi tersebut yang dibandingkan
dengan RTRW Kota Makassar (2015-2034) mengindikasikan bahwa zona pusat
merupakan kawasan ekonomi prospektif dan pusat kota; zona pinggiran sebagai
kawasan ekonomi prospektif (bandara, maritim, pergudangan, dan industri); dan zona
transisi sebagai fungsi permukiman terpadu. RTRW Kota Makassar (2015-2034)
dalam merencanakan kawasan-kawasan tersebut berdasarkan kecenderungan
perkembangan kegiatan dan penduduk pendukungnya secara umum sejalan dengan
hasil pemodelan di atas, tetapi arahan pengembangan untuk kegiatan jasa dan
pelayanan diprioritaskan di zona transisi di masa yang akan datang. Beberapa hal
yang perlu dipertimbangkan terkait dengan kondisi di atas adalah penyebaran atau
alokasi sub-sub pusat kegiatan kota secara intensif di kawasan-kawasan
pengembangan baru di zona transisi dan pinggiran adalah selayaknya
mempertimbangkan perencanaan yang lebih komprehensif. RTRW dengan fungsi
penunjang bandara dan maritim di zona pinggiran perlu memperhatikan fungsi
kawasan hijau atau ruang terbuka dan kontrol pembangunan permukiman sebelum
dilaksanakan. Pertumbuhan penduduk yang relatif sedang dan rendah sangat
memungkinkan untuk alternatif kajian tersebut, sedangkan pada zona pusat dengan
pertumbuhan penduduk relatif tinggi seyogyanya dibatasi perkembangan kegiatannya.
Hal ini sesuai dengan prinsip pengurangan kepadatan aktivitas yang sekaligus
menurunkan volume lalulintas di zona pusat dan sebaliknya sebaran atau mobilitas
aktivitas di arahkan ke zona pinggiran dan transisi terutama pada jam sibuk (peak
hours) serta diharapkan dapat terintegrasi dengan wilayah hinterland yang lebih luas
yaitu Mamminasata.

Prinsip-Prinsip dan Pertimbangan Operasional Perencanaan


Pembangunan Daerah

Prinsip-pinsip perencanaan perkotaan, yang dapat diterapkan pada


perencanaan secara umum, menyebutkan dalam empat model, yaitu;

a. Ameliorative Problem Solving, perencanaan yang disusun berdasarkan


permasalahan yang ada dan cenderung hanya berorientasi jangka pendek;
b. Allocative trend modifiying; perencanaan yang disusun pada
kencendrungankecendrungan saat ini, untuk mengantisipasi permasalahan-
permasalahan yang muncul di masa yang akan datang, dengan demikian
perencanaan berorientasi pada masa depan;

c. Exploitive oppurtunity seeking; perencanaan sama sekali tidak melihat


permasalahan-permasalahan di masa mendatang , melainkan langsung melihat
peluang-peluang baru yang muncul.(Sudianing, N. K., & Seputra 2019)

Adapun kriteria perumusan perencanaan pembangunan Desa terbagi


berdasarkan kategori kebutuhan masyarakat Desa, yang meliputi:

a. Peningkatan kualitas dan akses terhadap pelayanan dasar;

b. Pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur dan lingkungan berdasarkan


kemampuan teknis dan sumber daya lokal yang tersedia;

c. Pengembangan ekonomi pertanian berskala produktif;

d. Pengembangan dan pemanfaatan teknologi tepat guna untuk kemajuan ekonomi;


dan

e. Peningkatan kualitas ketertiban dan ketentraman masyarakat Desa berdasarkan


kebutuhan masyarakat Desa (Zainudin and Sutjiatmi 2018)

Perencanaan Pembangunan Daerah: Fungsu Kritis Pada Tingkat


Kbuapaten/Kota

fungsi kritis Perencanaan Pembangunan Daerah menurut GTZ and Clean


Urban Project (2000) adalah

a. Penetapan kerangka perencanaan secara efektif

b. Pelaksanaan sistem monitoring perencanaan

c. Penerapan sistem perencanaan daerah yang partisipatif dan fleksibel

d. Penguatan berkaitan dengan fungsional proses penganggaran

e. Perumusan visi daerah


f. Penyusunan rencana dan program multi tahun dan tahunan

g. Monitoring konsistensi perencanaan dan penganggaran/pelaksanaan

h. Perpaduan berbagai aliran-aliran perencanaan yang berbeda-beda

i. Pembentukan struktur hubungan politik eksekutif untuk perencanaan

j. Penetapan mekanisme koordinasi antar dan intra daerah

k. Perancangan program-program pengembangan kapasitas bagi perencanaan daerah

l. Penerapan mekanisme penganggaran bagi pengembangan kapasitas (Sudianing,


N. K., & Seputra 2019)

Point 5

Siklus Perencanaan Pembangunan

Berikut Siklus Perencanaan Pembangunan Desa yakni sebagai berikut:

1. Evaluasi Hasil Pelaksanaan tahun lalu dan penetapan prosedur perencanaan


2. Organisasi Pendukung Perencanaan
3. Penetepan Asumsi Perencanaan
4. Kriteria Evaluasi hasil Perencanaan (SPM)
5. Penyusunan Indikasi Program
6. Penyusunan kertas kerja perencanaan strategi
7. Partispasi Massyarakat dalam Perencanaan (Musrenvbang)
8. Penentuan usulan Perencanaan Strategik
9. Penentuan Ratio Skala Prioritas dan Palfon Anggaran
10. Penentuan usulan Rencana Program Kerja
11. Penyelesaian Draft Dokumen
12. Pembahasan Draft Dokuimen Perencanaan
13. Penetapan Dokumen Perencanaan (Zainudin and Sutjiatmi 2018)
Evaluasi Hasil
Evaluasi Hasil
Pelaksanaan
tahun lalu
dan
dan
Penetapan penetapan Organisasi
Dokumen
Dokumen prosedur Pendukung
Pendukung
Perencanaan perencanaan Perencanaan

Pembahasan Penetepan
Draft
Asumsi
Dokuimen Perencanaan
Perencanaan
Perencanaan

Kriterua
Penyelesaian
Penyelesaian
Draft Evaluasi hasil
Perencanaan
Perencanaan
Dokumen
(SPM)

Penentuan
Penentuan
usulan
usulan Penyusunan
Rencana Indikasi
Program Program
Kerja
Kerja
Penentuan
Penentuan Penyusunan
Penyusunan
Ratio Skala
kertas kerja
Prioritas dan
Partispasi perencanaan
Palfon
Palfon
Penentuan Massyarakat strategi
Anggaran
usulan
usulan dalam
dalam
Perencanaan Perencanaan
Strategik (Musrenvban
g)

REFERENSI:

Sudianing, N. K., & Seputra, K. A. 2019. Peran Sistem Informasi Pemerintahan Daerah
Dalam Menunjang Peningkatan Kualitas Perencanaan Pembangunan Daerah.
Ejournal.Unipas. Vol 11(2):112–33.

Zainudin, Arif, and Sri Sutjiatmi. 2018. Pembangunan Dan Mekanisme Sistem Perencanaan
(Studi Kasus Desa Pengabean Dan Desa Karanganyar). Jurnal Ilmu Pemerintahan :
Kajian Ilmu Pemerintahan Dan Politik Daerah. Vol.3(1):1.

Anda mungkin juga menyukai