Anda di halaman 1dari 24

TEORI EKONOMI KELEMBAGAAN BARU

MAKALAH
Diajukan Untuk Mata Kuliah Ekonomi Kelembagaan

Oleh :
1. FADHILAH NUR AZIZAH 1717202018
2. FAHMI YULIAN IDRIS 1717202019

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PURWOKERTO
2019
PENDAHULUAN
Ekonomi Kelembagaan merupakan suatu cabang ilmu ekonomi yang
mempelajari tentang pengaruh dan peranan institusi baik itu formal maupun
informal terhadap kinerja ekonomi baik pada cakupan ekonomi mikro maupun
ekonomi makro. Dalam perkembangannya, teori mengenai ekonomi kelembagaan
ini terbagi atas 3 fase yaitu yang pertama Ekonomi Kelembagaan Lama (Old
Institutional Economics atau OIE), Ekonomi Neo Klasik  (Neo Clasical
Economcis atau NCE) dan Ekonomi Kelembagaan Baru (New Institutional
Economics atau NIE). Di dalam setiap fase terdapat tokoh ekonom yang
berpendapat mengenai pikirannya tentang ekonomi kelembagaan. Tak terkecuali
pada fase Ekonomi Kelembagaan Baru (New Institutional Economics atau NIE).
Penggunaan teori Ekonomi Kelembagaan Baru atau NIE ini dikarenakan menurut
para ekonom, NIE lebih mampu memecahkan masalah – masalah ekonomi yang
nyata dengan segala teori yang dikembangkan dibanding dengan teori Ekonomi
Neo Klasik atau NCE.
PEMBAHASAN

Menurut Williamson sendiri, istilah New Institutional Economics (NIE)


digunakan untuk memisahkan dengan istilah lain, yakni Old Institutional
Economics (OIE), yang dipelopori oleh Common dan Veblen. Mazhab OIE
berargumentasi bahwa kelembagaan merupakan faktor kunci dalam menjelaskan
dan memengaruhi perilaku ekonomi, namun dengan sedikit analisis dan tanpa
kerangka teoritis yang mumpuni. Kehadiran informasi yang tidak sempurna,
eksternalitas produksi (production externalities), dan barang-barang publik (public
goods) diidentifikasi sebagai sumber terpenting terjadinya kegagalan pasar,
sehingga meniscayakan perlunya kehadiran kelembagaan non-pasar. Sebaliknya,
dalam pendekatan neoklasik, ketiga variabel di atas diasumsikan tidak eksis,
sehingga biaya-biaya transaksi (transaction costs) yang diasosiakan dengan
variabel tersebut dianggap tidak ada. Ekonomi neoklasik –sebaliknya-
mengabaikan secara total peran kelembagaan; diasumsikan pelaku-pelaku
ekonomi beroperasi dalam ruang yang bebas nilai (vacuum). Oleh karena itu, NIE
mencoba memperkenalkan pentingnya peran dari kelembagaan, namun tetap
berargumentasi bahwa pendekatan ini bisa dipakai dengan menggunakan
kerangka ekonomi neoklasik. Dengan kata lain, di bawah NIE beberapa asumsi
yang tidak realistik dari neoklasik (seperti informasi yang sempurna, tidak ada
biaya transaksi/zero transaction costs, dan rasionalitas yang lengkap) diabaikan,
tetapi asumsi individu yang berupaya untuk mencari keuntungan pribadi
(selfseeking individuals) untuk memperoleh kepuasan maskimal tetap diterima.
Selebihnya, kelembagaan dimasukkan sebagai rintangan tambahan di bawah
kerangka kerja NIE. Kunci perbedaaan antara OIE dan NIE adalah bahwa
pendekatan yang pertama sangat memfokuskan kajiannya mengenai kebiasaan
(habit). Sebaliknya, NIE lebih memberikan perhatian kepada kendala yang
menghalangi proses. Pada akhirnya, NIE membangun gagasan bahwa
kelembagaan dan organisasi berupaya mencapai efisiensi, meminimalisasikan
biaya menyeluruh bukan hanya ongkos penciptaan/ pengondisian kelembagaan,
dan utamanya memfokuskan kepada pentingnya kelembagaan sebagai kerangka
interaksi antarindividu.

NIE beroperasi pada dua level, yakni lingkungan kelembagaan


(institutional environment) pada level makro dan kesepakatan kelembagaan
(institutional arrangement) pada level mikro. Williamson mendeskripsikan
institutional environment ini sebagai seperangkat struktur aturan politik, sosial,
dan legal yang memapankan kegiatan produksi, pertukaran, dan distribusi. Aturan
mengenai tata cara pemilihan, hak kepemilikan, dan hak-hak di dalam kontrak
merupakan beberapa contoh dari kebijakan ekonomi. Sebaliknya, level analisis
mikro berkutat dengan masalah tata kelola kelembagaan (institutions of
governance). Singkatnya, institutional arrangement merupakan kesepakatan antara
unit ekonomi untuk mengelola dan mencari jalan agar hubungan antarunit tersebut
bisa berlangsung, baik lewat cara kerjasama maupun kompetisi. 1

A. Teori Ekonomi Biaya Transaksi


Biaya transaksi adalah alat analisis yang digunakan untuk mengukur
efisiensi kelembagaan. Semakin tinggi biaya transaksi maka semakin tidak
efisien pula kelembagaan tersebut. Terdapat hambatan dalam alat analisis ini,
yaitu :
1. Secara teoritis masih belum terdapat definisi yang tepat dari biaya transaksi
itu sendiri
2. Kegiatan (transaksi) ekonomi selalu bersifat spesifik sehingga berlaku
khusus
3. Definisi dan variabel sudah terukur jelas. Namun, terdapat masalah dalam
cara mengukurnya.

Definisi dan Makna Biaya Transaksi


Ekonomi kelembagaan adalah pemekaran dari teori biaya transaksi.
Pandangan neoklasik menganggap pasar berjalan sempurna tanpa biaya karena
pembeli memiliki informasi yang sempurna dan penjual saling berkompetisi
1
http://fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Teori-dan-Aplikasi-Ekonomi-Kelembagaan-
Bagi-Perencanaan-Pembangunan.pdf Diakses pada Senin, 24 Maret 2019 Pukul 19.51 WIB
menghasilkan harga yang rendah. Realitanya, tidak terjadi demikian. Menurut
Coase, Inefisiensi pemikiran neoklasik ini sendiri terjadi bukan hanya struktur
pasar yang tidak sempurna tetapi hadirnya biaya transaksi secara implisit.

Misalnya, pada kasus monopoli bukan hanya pasar saja yang terkonsentrasi
tetapi hal ini terjadi akibat pihak monopolis yang kesulitan menentukan jumlah
pembeli. Sedangkan, eksternalitas terjadi karena biaya sosial produksi melebihi
biaya privat produksi sehingga perusahaan tidak mampu memberi kompensasi
dari biaya tambahan tersebut. Cukup sulit mendefinisikan biaya transaksi itu
sendiri. Bahkan, membedakannya dengan biaya produksi pun cukup rumit.

Biaya produksi adalah segala yang menyangkut input proses produksi.


Sedangkan, transaksi terjadi ketika barang dan jasa ditransfer melalui teknologi
terpisah. Seperti apa yang dinyatakan oleh Common, unit terakhir suatu
aktivitas harus mengandung tiga prinsip, yaitu konflik, saling menguntungkan,
dan ketertiban. Unit tersebut adalah transaksi.

Rasionalitas Terbatas dan Perilaku Oportunistik

Tanpa adanya asumsi rasionalitas terbatas dan perilaku oportunistik ini


organisasi ekonomi tidak dapat memiliki arah. Rasionalitas terbatas merujuk
pada tingkat atau batas kesanggupan individu dalam menerima, menyimpan,
mencari kembali, dan memproses informasi tanpa kesalahan. Konsep ini
didasarkan pada dua prinsip, yaitu :

1. Individu atau kelompok memiliki batas kemampuan dalam memproses dan


menggunakan informasi yang ada.

2. Tidak mungkin semua negara di dunia dan semua hubungan kausalitas


yang relevan dapat diidentifikasi. Akibatnya, pelaku ekonomi menghadapi
informasi yang tidak lengkap (incomplete information) dan ketidakpastian
informasi (uncertainty information)
Perilaku oportunistik sendiri merupakan upaya untuk mendapatkan
keuntungan melalui praktik yang tidak jujur dalam kegiatan transaksi. Setiap
orang akan menghadapi trade off. Trade off ini bergantung pada besarnya
biaya transaksi dari pembuatan kontrak. Bentuk-bentuk kontrak ini pun
ditentukan oleh tingkat dan sifat biaya transaksi akibat adanya informasi yang
tidak sempurna.

Biaya Transaksi dan Efisiensi Ekonomi

North berargumentasi bahwa biaya transaksi di negara berkembang


umumnya rendah. Rendahnya biaya transaksi ini dapat terjadi karena kedekatan
hubungan di dalam komunitas. Struktur sosial seperti kehormatan pada orang
yang lebih tua atau orangtua ini memberikan mekanisme bagi penegakan
kesepakatan dan resolusi jika terjadi konflik di antara anggota komunitas.
Namun, agar kegiatan ekonomi terus berlanjut masyarakat harus bertransaksi
lebih luas. Semakin kompleks dan impersonal jaringan perdagangan akan
menyebabkan biaya transaksi yang semakin besar juga.

Determinan dan Variabel Biaya Transaksi

Isu utama dari biaya transaksi adalah pengukuran. Terdapat tiga faktor
yang mempengaruhi besarnya biaya transaksi, yaitu :

1. What  : the identity of bundle of rights,hak-hak memiliki nilai.

2. Who : to identity of agents involved in the exchanges, kemampuan atau


batasan manusia dalam mengolah informasi dan kurangnya informasi.

3. How : the institutions, technical and social, governing the exchange and
how to organize the exchanges, pasar sebagai kelembagaan yang
memfasilitasi proses pertukaran.
Adapun determinan dari biaya transaksi sebaga unit analisis ini merupakan :

1. Apa yang disebut sebagai atribut perilaku yang melekat pada setiap pelaku
ekonomi, yaitu rasionalitas terbatas dan oportunisme

2. Sifat yang berkenaan dengan atribut dari transaksi, yaitu spesifitas aset,
ketidakpastian, dan frekuensi

3. Hal-hal yang berkaitan dengan struktur tata kelola kegiatan ekonomi, yaitu
pasar, hybrid, hierarki, regulasi, birokrasi publik, dsb.

4. Faktor yang berdekatan dengan aspek lingkungan kelembagaan, yaitu


hukum kepemilikan, kontrak, dan budaya.

B. Teori Kontrak dan Tindakan Kolektif2


Posisi tawar-menawar (Bargaining Position) dan kepemilikan informasi
kerapkali tidak setara. Akibatnya, keuntungan dan kerugian pada pelaku
aktivitas ekonominya tidak sama. Teori kontrak dan tindakan kolektif berperan
membantu membuat aturan main tersebut. Mempelajari teori ini diharapkan
bermanfaat dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kontrak dan
mengetahui posisi kita sebagai pelaku ekonomi.

Teori Kontrak dan Informasi Asimetris

Biaya transaksi adalah basis unit analisis kontrak atau transaksti tunggal
antara dua pihak dalam hubungan ekonomi. Umumnya, kontrak
menggambarkan kesepakatan antara kedua pihak pelaku dalam melakukan
tindakan yang memiliki nilai ekonomi dengan tindakan balasan atau
pembayaran. Terdapat lembaga hukum yang berperan sebagai agen penegakan
kontrak dari luar yang mengatur kontrak, walaupun kinerja lembaga hukum
seringkali mendapatkan hambatan.

2
Ahmad Erani Yustika. Ekonomi Kelembagaan : Paradigma, Teori, dan Kebijakan. (Jakarta :
Erlangga : 2012). Hlm. 77-89
Konsep kontrak pada NIE berbasis pada hak kepemilikan. Sedangkan, teori
neoklasik mengasumsikan kondisi lengkap dapat dibuat tanpa biaya. Faktanya,
pembuatan dan penegakkan pada kontrak komplet sangat sulit terjadi tanpa
adanya biaya. Kontrak selalu tidak lengkap pada kenyataannya dengan dua
alasan,

1. Adanya ketidak pastian yang menyebabkan muncuknya biaya untuk


mengetahui dan mengidentifikasi kemungkinan ketidakpastian itu sendiri.
2. Kinerja kontrak khusus yang kerapkali membutuhkan biaya dalam
melakukan pengukuran.

Adanya ketidaklengkapan dari kontrak yang eksplisit pun membutuhkan


biaya kehadiran “biaya sewa semu” yang digunakan perusahaan untuk
melakukan investasi.

Faktor ketidakpastian di atas dapat ditandai dengan adanya informasi


asimetris dalam kegiatan ekonomi. Informasi asimetris ini sendiri
menggambarkan adanya ketidaksetaraan informasi yang dimiliki antarpelaku
ekonomi. Semakin besar ketidaksetaraan tersebut maka semakin besar pula
usaha yang dikerahkan dalam menyusun kontrak yang lebih komplet. Terdapat
tiga jenis kontrak menurut ekonomi modern, yaitu

1. Teori Agensi
Terdapat dua pelaku yang berhubungan, yaitu prinsipal dan agen.
Prinsipal mempekerjakan agen untuk melayani kebutuhan prinsipal. Dalam
hal ini, terdapat informasi asimetris dimana prinsipal tidak mengamati
secara langsung tindakan agen ( hidden action) dan agen membuat
beberapa pengamatan yang tidak dilakukan prinsipal (hidden information).
2. Teori Kesepakatan Otomatis
Tidak seluruh hubungan atau pertukaran dapat ditegakkan secara
hukum. Hukum memiliki kelemahan-kelemahan yang dapat dimanfaatkan
oleh pihak pelaku ekonomi. Oleh karena hukum itu sendiri tidak sempurna
dan informasi yang relevan dapat saja tidak diverifikasi oleh pengadilan.
3. Teori Kontrak Relasional
Kontrak ini tidak bisa menghitung keseluruhan ketidakpastian di
masa depan, tapi hanya kesepakatan di masa silam. Kontrak ini bersifat
implisit, informal, dan tanpa ikatan. Maka, penegakan otomatis pada
kontrak ini berperan penting. Seringkali ditemui pada struktur hubungan
transaksi yang longgar. Pemecahan masalah pada jenis kontrak ini
seringkali diselesaikan melalui kerjasama imbang dan pemaksaan atau
koersi, bukan melalui pengadilan.

Mekanisme Penegakan dan Instrumen Ekstralegal

Terdapat empat aspek yang membedakan kontrak, yaitu jangka waktu,


deajat kelengkapan, insentif, dan prosedur penegakannya. Mekanisme
penegakan akan menjadi rumit apabila terdapat rasionalitas terbatas sehingga
bukan hanya perlu membuat aturan baru. Namun, lebih lanjut penting untuk
menegakkan aturan-aturan yang sudah ada.

Pilihan Rasional dan Tindakan Komunikatif

Tindakan kolektif ini berguna untuk mengupas masalah kepentingan


kelompok dan mengatasi masalah penunggang bebas. Determinan penting atas
keberhasilan tindakan kolektif ini ditentukan oleh ukuran, homogenitas, dan
tujuan kelompok. Tindakan kolektif di dunia nyata seringkali terlihat pada
perilaku memilih (voting behavior), perilaku protes (protest behavior), formasi
negara (state formation), pertumbuhan organisasi (the growth of organizations),
bahkan altruisme (altruism). Altruism sendiri konsepnya adalah berusaha untuk
mendahulukan kesejahteraan orang lain, baru dirinya sendiri (atau bahkan tidak
sama sekali).
Teori pilihan rasional memiliki dua pendekatan, yaitu pendekatan kuat
(strong approach) yang memandang kelembagaan sebagai produk dari tindakan
rasional kemudian menyebabkan munculnya analisis pilihan rasional; dan
pendekatan lemah (weak approach) yang menempatkan rintangan sosial dan
kelembagaan sebagai suatu kerangka yang pasti ada (given framework) karena
aktor-aktor dengan pola pikir yang rasional berupaya untuk memperoleh
keuntungan yang sebesar-besarnya dan menekan biaya serendah-rendahnya.
Jika pendekatan kuat menilai mereka sebagai produk, maka pendekatan lemah
menilai mereka sebagai kerangka.

C. Teori Ekonomi Politik


Sejarah dan Pemaknaan Ekonomi Politik
Pada awalnya, ilmu ekonomi berinduk pada ilmu ekonomi politik. Teori ini
lahir dari abad ke 14–16 saat Eropa Barat mengalami transformasi besar dimana
sistem perdagangan secara perlahan menyisihkan ekonomi feodal abad
pertengahan. Selanjutnya, abad 18 yang merupakan abad pencerahan dimana
lahir para penggagas yang percaya bahwa kekuatan akal akan menyingkirkan
manusia dari segala bentuk kesalahan. Pada abad pencerahan ini lah lahir
ekonomi politik yang ditulis oleh Antoyne de Montchetien dalam bukunya yang
berjudul Treatise on Political Economy. Ekonomi politik ini pun terpecah
menjadi tiga aliran mazhab yaitu :
1. Aliran ekonmi politik konservatif yang dipelopori oleh Edamund Burke
2. Aliran ekonomi politik klasik oleh Adam Smith, Thomas Malthus, David
Ricardo, Nassau Senior, dan J.B Say
3. Aliran ekonomi politik radikal yang dipropagandakan leh William Godwin,
Thomas Paine, Marquis de Condorcet, dan Karl Marx.

Studi ekonomi politik sendiri awalnya merupakan korelasi antara sistem


politik dan kinerja ekonomi. Namun, risetnya seringkali tidak menyatu, bahkan
bertabrakan. Terdapat penelitian yang menyimpulkan demokrasi membuat
kinerja perekonomian yang solid dalam jangka panjang. Penelitian lainnya
malah melihat otoritarianisme justru akan memberikan pencapaian yang lebih
baik. Lebih daripada itu terdapat dua pendekatan ekonomi politik, yaitu :

1. Kekuatan produksi material –pabrik dan perlengkapan(Modal), sumber-


sumber alam (tanah), skill, dan teknologi.
2. Relasi produksi manusia, seperti hubungan pekerja dan pemilik modal.

Selain itu, dalam mekanisme model kebijakan ekonomi sendiri memiliki


dua perspektif pada prosesnya, antara lain :

1. Pendekatan berbasis maksimalisasi kesejahteraan konvensional yang


berasumsi bahwa pemerintah bersifat otonom dan eksogen terhadap sistem
ekonomi sehingga setiap kebijakan berorientasi kepentingan public
2. Pendekatan berdasarkanasumsi ekonomi politik dan sering disebut ekonomi
politik baru yang menolak pemerintah sebagai aktor maha tahu dalam
menangani kegagalan pasar

Ekonomi politik sendiri memiliki 5 pendekatan, yaitu:

a. Penggunaan kerangka kerja ekonomi politik berupaya untuk menerima


eksistensi dan validitas dari perbedaan budaya politik baik formal maupun
informal.
b. Analisis kebijakan akan memperkuat efektivitas sebuah rekomendasi karena
mencegah pemikiran deterministic
c. Analisis kebijakan mencegah pengambilan kesimpulan terghdap beberapa
alternatif tindakan berdasarkan kepada perspektif waktu yang sempit
d. Analisis kebijakan yang berfokus ke negara berkembang tidak bis secara
penuh orientasi teoritis statis
e. Analisis kebijakan lebih mampu menjelaskan interaksi antar manusia
Teori Pilihan Publik

Pendekatan ekonomi politik baru yang menganggap bahwa pemerintah


memiliki kepentingan sendiri pemicu lahirnya pendekatan public choice.
Pendekatan ini termasuk dalam kelompok ilmu ekonomi politik baru yang
berusaha mengkaji tindakan rasional dari aktor politik. Secara luas, teori ini
dapat diartikan sebagai aplikasi metode ekonomi terhadap politik. Level analisis
teori ini dibagi menjadi dua, yaitu :

 Teori pilihan publik normatif yang memfokuskan kepada isu terkait desain
politik dan aturan dasar politik
 Teori pilihan publik positif yang berkonsentrasi pada penjelasan perilaku
politik dalam wujud teori pilihan

Sedangkan, asumsi umum teori pilihan publik dapat dijelaskan setidaknya


dengan 4 poin, yaitu :

1. Kecukupan kepentingan material individu memotivasi adanya perilaku


ekonomi
2. Motif kecukupan tersebut lebih mudah dipahami dengan menggunakan teori
ekonomi neoklasik
3. Kecukupan kepentingan material individu yang sama memotivasi adanya
perilaku politik
4. Di mana asumsi kecukupan tersebut lebih mudah dipahami dengan
menggunakan teori ekonomi neoklasik

Selanjutnya teori pendekatan pilihan publik ini dapat dibedakan dengan dua
bagian, yaitu supply dan demand. Pada sisi penawaran, subjek yang berperan
dalam formulasi kebijakan adalah pusat kekuasaan yang dipilih dan pusat
kekuasaann yang tidak dipilih. Sedangkan, pada sisi permintaan, aktornya
adalah pemilih dan kelompok penekan.
Teori Rent-Seeking

Konsep pendapatan ditransformasikan menjadi konsep perburuan rente.


Konsep ini penting dalam menjelaskan perilaku pengusaha, politisim dan
kelompok kepentingan. Secara teori, perilaku mencari rente merupakan
kegiatan ekonomi yang legal dan sah. Namun, literatur ekonomi politik
menganggap konsep ini secara tidak netral. Asumsinya, seluruh sumber daya
ekonmi politik yang dimiliki, seperti lobi, akan ditempuh demi menggapai
tujuan tersebut. Akibatnya akan sangat besar ketika produk dari lobi tersebut
berupa kebijakan. Adapun penjelasan yang dapat disimpulkan dari perilaku ini
ialah :

1. Masyarakat akan mengalokasikan sumber daya untuk menangkap peluang


hak milik yang ditawarkan oleh pemerintah
2. Setiap kelompok atau individu pasti akan berupaya mempertahankan posisi
yang menguntungkan
3. Dalam pemerintahan sendiri terdapat kepentingan yang berbeda

Teori Redistributive Combines dan Keadilan

Pembentukan organisasi untuk memeroleh pendapatan dengan cuma-cuma


yang dibagikan oleh negara atau disalurkan melalui sistem hukum, setidaknya
untuk melindungi diri sendiri dari proses ini dengan membentuk apa yang
dinamakan kelompok redistribusi yang tidak terbatas pada bidang-bidang yang
lazimnya erat berhubungan dengan kegiatan politik-partai politik, media massa,
atau organisasi informal tapi juga pada perusahaan bahkan keluarga.
Menariknya, de soto mengembangkan teori tersebut dengan teori keadilan.
Hubungan antara dua teori ini dapat dilihat dengan dua logika, seperti :

1. Teori redistributive combines mengandaikan adanya otoritas penuh dari


negara/pemerintah untuk mengalokasikan kebijakan kelompok-kelompok
berkepientingan terhadap kebijakan tersebut. Namun, pemerintah bukanlah
agen netral, tetapi juga organ yang memiliki kepentingan.
2. Kelompok kepentingan yang eksis tidak selamanya mengandaikan tingkat
kemerataan yang diharapkan, khusussnya masalah kekuatan ekonomi.

Kemudian, dijelaskan pula bahwa konseptualisasi teori keadilan bertolak


dari dua prinsip, yaitu :

 Setiap orang mempunyai hak yang sama terhadap skema kebebasan dasar
yang sejajar sekaligus kompatibel dengan skema kebebasan yang dimiliki
oleh orang lain.
 Ketimbangan sosial dan ekonomi harus ditangani oleh keduanya
a. Diekspektasikan secara logis menguntungkan tiap individu
b. Dicantumkan posisi dan jabatan yang terbuka bagi seluruh pihak

Melalui cara berpikir tersebut, Rawls percaya kebaikan datang dari sesuatu
yang benar sehingga fokus pemikirannya adalah untuk menciptakan prinsip
politik berdasarkan kontrak atau kesetaraan. Prinsip ini yang kemudian
membedakan konsep keadilan prosedural dengan konsep keadilan sosial.

D. Teori Hak Kepemilikan


Untuk dapat memahami konsep teori ini, yang perlu dipahami bahwa hak
kepemilikan ditetapkan kepada individu menurut prinsip kepemilikan pribadi
(Private Ownership) dan bahwa sanksi atas hak kepemilikan dapat dipindahkan
(Transferable) melalui ijin menurut prinsip kebebasan kontrak (Freedom of
Contract). Melalui konsep dasar tersebut, hak kepemilikan (Right of
Ownership) atas suatu aset dapat dimengerti sebagai hak untuk menggunakan
(Right to Use), untuk mengubah bentuk dan isi hak kepemilikan dan untuk
memindahkan seluruh hak-hak atas aset, atau beberapa hak yang diinginkan.
Dengan deskripsi ini, hak kepemilikan hampir selalu berupa hak eksklusif
(exclusive right), tetapi kepemilikan bukan berarti hak yang tanpa batas
(unrestricted right).
Hak kepemilikan ini selain merupakan serangkaian dalam kegiata
ekonomi, juga termasuk bagian dari aturan – aturan yang dapat
memaksimalkan keuntungan. Dalam perkembangannya, hak kepemilikan
memiliki 4 karakteristik, yaitu :
a. Universalitas yaitu dimana seluruh sumberdaya dimiliki secara privat dan
seluruh jatah (entitlement) dispesifikasi secara lengkap.
b. Eksklusivitas yaitu dimana seluruh keuntungan dan biaya diperluas sebagai
hasil dari kepemilikan dan pemanfaatan sumberdaya seharusnya jatuh ke
pemilik, dan hanya kepada pemilik, baik secara langsung maupun tidak
langsung, melalui penjualan atau yang lain.
c. Transferabilitas yaitu dimana seluruh hak kepemilikan seharusnya dapat
dipindahkan/ditransfer dari satu pemilik kepada pihak lain lewat pertukaran
sukarela.
d. Enforsibilitas yaitu dimana hak kepemilikan seharusnya dijamin dari
praktik/pembeslahan keterpaksaan atau pelanggaran dari pihak lain.

Tipe – tipe rezim hak kepemilikan :

Tipe Pemilik Hak Pemilik Kewajiban Pemilik

Mencegah
Kepemilikan Pemanfaatan yang bisa penggunaan yang
Individu
Privat diterima secara sosial tidak bisa diterima
secara social
Merawat, mengatur
Kepemilikan Pengecualian terhadap non
Kolektif tingkat
Bersama pemilik
pemanfaatan
Kepemilikan Warga Menjaga tujuan –
Menentukan aturan
Negara Negara tujuan social
Akses Terbuka
(Tanpa Tidak ada Memanfaatkan (capture) Tidak ada
Kepemilikan)

Hubungan Hak Kepemilikan dengan Ekonomi Kelembagaan


Salah satu persoalan ekonomi yang sering menjadi bahan perdebatan ialah
mengenai penanganan eksternalitas. Pada aliran Ekonomi Neoklasik
berpendapat bahwa pasar dianggap tidak bisa menyelesaikan masalah
eksternalitas seperti halnya pasar yang tidak mampu memecahkan persoalan
hak kepemilikan dan barang publik. Oleh karena itu, tokoh ekonomi, Coase
memberikan pendapat bahwa eksternalitas dapat ditangani dalam kegiatan
ekonomi jika hak kepemilikan dikelola dengan baik dan jika diandaikan tidak
ada biaya – biaya transaksi, maka bisa ditangani melalui proses tawar menawar
dan negosiasi. Coase juga berpendapat bahwa jika hak kepemilikan telah diatur
dengan baik, maka sejatinya intervensi pemerintah (dalam wujud apapun) tidak
dibutuhkan lagi. Sebab, jika hak kepemilikan jelas maka hasil kegiatan
ekonomi akan efisien dengan sendirinya.

Hubungan antara hak kepemilikan dengan ekonomi kelembagaan tidaklah


hanya pada aspek eksternalitas semata, tapi ekonomi kelembagaan juga peduli
akan hal – hal yang lebih besar, seperti mengulik hubungan kepemilikan antara
hak kepemilikan terhadap kesejahteraan, efisiensi, dan pertumbuhan ekonomi.
Namun pada intinya, hak kepemilikan tidaklah bersifat statis, tetapi selalu
berubah dengan kebutuhan serta situasi masyarakat.

Hak Kepemilikan dan Efisiensi Ekonomi

Efisiensi sendiri secara sederhana dapat diartikan sebagai upaya


memperoleh output yang lebih besar dengan input (factor produksi) yang sama.
Perspektif efisiensi ekonomi dalam kaitannya dengan ekonomi kelembagaan :

1. Hubungan antara hak kepemilikan dengan kepastian hukum untuk


melindungi penemuan – penemuan baru (seperti teknologi). Dalam hal ini,
negara bisa menjamin hak kepemilikan terhadap penemuan yang akan
memiliki implikasi terhadap produktivitas dan efisiensi ekonomi.
2. Hubungan anatara hak kepemilikan dengan degradasi lingkungan.
Ketergantungan kegiatan ekonomi terhadap sumber daya alam
menyebabkan terjadinya kecenderungan melakukan eksploitasi sebesar –
besarnya sehingga berpotensi merusak lingkungan. Dalam hal ini, hak
kepemilikan yang tidak jelas terhadap SDA cenderung akan merusak
lingkungan dan dalam jangka panjang akan menurunkan efisiensi ekonomi.
3. Hak kepemilikan yang tidak jelas juga dianggap sebagai penyebab utama
terjadinya kegagalan pasar. Itu ditunjukan oleh beberapa penilitian bahwa
hak kepemilikan yang tidak jelas cenderung mengakibatkan penebangan
hutan sebagai cara strategis untuk mengklaim hak kepemilikan lahan.

E. Teori Modal Sosial3


Bourdieu mendefinisikan modal sosial sebagai ‘agregat sumber daya
aktual maupun potensial yang diikat untuk mewujudkan jaringan yang awet
sehingga menginstitusionalisasikan hubungan persahabatan yang saling
menguntungkan. Sedangkan Schiff mengartikan modal sosial sebagai
seperangkat elemen dari struktur sosial yang memengaruhi relasi antarmanusia
dan sebagai input bagi fungsi produksi dan atau manfaat. Dan banyak pemikir
ekonom lainnya yang ikut memberikan pendapatnya mengenai pengertian teori
modal sosial ini. Namun semua definisi itu akan berujung pada satu hal, bahwa
modal sosial baru terasa bila telah terjadi interaksi dengan orang lain yang
dipandu oleh struktur sosial. Modal sosial ini merujuk kepada norma atau
jaringan yang memungkinkan orang untuk melakukan tindakan kolektif.
Coleman menyebut setidaknya terdapat tiga bentuk dari modal sosial :
1. Struktur kewajiban (obligations), ekspektasi, dan kepercayaan
Dalam konteks ini, bentuk modal sosial tergantung dari dua elemen kunci:
kepercayaan dari lingkungan sosial dan perluasan aktual dari kewajiban
yang sudah dipenuhi (obligation held). Dari perspektif ini, individu yang
bermukim dalam struktur sosial dengan saling kepercayaan tinggi memiliki
modal sosial yang lebih baik daripada situasi sebaliknya.
2. Jaringan informasi (information channels)

3
Ahmad Erani Yustika. Ekonomi Kelembagaan : Paradigma, Teori, dan Kebijakan. (Jakarta :
Erlangga : 2012). Hlm. 137-152
Informasi sangatlah penting sebagai basis tindakan. Tetapi harus disadari
bahwa informasi itu mahal, tidak gratis. Pada level yang paling minimum, di
mana ini perlu mendapatkan perhatian, informasi selalu terbatas. Tentu saja,
individu yang memiliki jaringan lebih luas akan lebih mudah (dan murah)
untuk memperoleh informasi, sehingga bisa dikatakan modal sosialnya
tinggi; demikian pula sebaliknya.
3. Norma dan sanksi yang efektif (norms and effective sanctions)
Norma dalam sebuah komunitas yang mendukung individu untuk
memperoleh prestasi ( achievement) tentu saja bisa digolongkan sebagai
bentuk modal sosial yang sangat penting. Contoh lainnya, norma yang
berlaku secara kuat dan efektif dalam sebuah komunitas yang bisa
memengaruhi orang-orang muda, mempunyai potensi untuk mendidik
generasi muda tersebut memanfaatkan waktu sebaik-baiknya (having a good
time).

Alasan sumber daya yang melekat dalam jaringan sosial dapat


memperkuat pencapaian sebuah tindakan dapat dijelaskan melalui table
berikut:

Perspektif Pelaku Prespektif Kebijakan


Kecil itu indah
Perspektif Komunitarian Kelompok Komunitas
Mengidentifikasi asset
Asosiasi Lokal Organisasi Sukarela
sosial kaum miskin
Desentralisasi
Perspektif Jaringan Wirausahawan menciptakan zona usaha
Ikatan dan jembatan kelompok bisnis
perantara informasi Menjembatani
ikatan komunitas
pemisahan sosial
Perspektif Kelembagaan
Desain kebebasan sipil
Kelembagaan Politik Sektor privat dan publik
dan politik
dan Hukum
Perspektif Sinergi Kelompok komunitas, Produk bersama,
masyarakat sipil, partisipasi
Jaring Komunitas dan perusahaan, dan negara komplementaritas,
Relasi Negara- keterkaitan penguatan
Masyarakat
kapasitas dan skala
organisasi lokal

Teori modal sosial bisa menjadi sumber daya ekonomi. Maksudnya yaitu
modal sosial ini bisa menjadi salah satu alternative dalam mengalokasikan
kegiatan ekonomi secara efisien bila pasar tidak sanggup mengerjakannya.
Teori modal sosial juga dapat dikatakan sebagai sarana individu yang akan
melakukan kerja sama dalam mengurusi tentang barang public. Lalu jika teori
modal sosial ini dihubungkan dengan pembangunan ekonomi maka bisa dilihat
dari kegiatan ekonomi yang selalu berupa bentuk kerja sama. Dan kerja sama
itu memerlukan kepercayaan yang kuat antar pelakunya. Jadi dapat dikatakan
bahwa modal sosial bukanlah suatu hasil dari pertumbuhan ekonomi, namun
sebagai salah satu penentu bagi tercapainya pertumbuhan ekonomi yang
efisien.

F. Teori Perubahan Kelembagaan


Perubahan kelembagaan merupakan proses transformasi permanen yang
merupakan bagian dari sebuah pembangunan. Tujuan dari setiap perubahan
kelembagaan adalah untuk menginternalisasikan potensi produktivitas yang
lebih besar dari perbaikan pemanfaatan sumber daya yang kemudian
menciptakan keseimbangan baru. Menurut North, terdapat karakteristik dasar
dari perubahan kelembagaan :
1. Interaksi kelembagaan dan organisasi yang secara kontinu dalam mengatur
kelangkaan ekonomi dan kemudian diperkuat kompetisi merupakan kunci
perubahan kelembagaan.
2. Kompetisi membuat organisasi menginvestasikan keterampilan dan
pengetahuan untuk bertahan hidup
3. Kerangka kelembagaan mendikte jenis keterampilan dan pengetahuan yang
dianggap memiliki hasil maksimum
4. Persepsi berasal dari konstruksi/bangunan mental para pemain/pelaku
5. Cakupan ekonomi, komplementaritas, dan eksternalitas jaringan matriks
kelembagaan menciptakan perubahan kelembagaan

Sebab munculnya perubahan kelembagaan :

a. Munculnya masalahan kelangkaan dan perilaku individu yang sulit ditebak.


Kelangkaan disini berarti kelangkaan sumber daya yang tersedia dan
kelangkaan suatu system yang mengakibatkan pelaku ekonomi tidak
memiliki akses untuk transaksi yang sepadan. Dan hal itu juga kelak akan
menyebabkan pelaku memiliki perilaku yang sulit ditebak seperti
oportunisme.
b. Perubahan kekuasaan pemasok kelembagaan atau pemerintah.
c. Perubahan sisi penawaran. Ini bisa digunakan untuk menganalisa sumber
perubahan kelembagaan.

North menggambarkan perubahan kelembagaan melalui perubahan harga


relative mendorong satu atau kedua pihak mengadakan pertukaran (politik atau
ekonomi) untuk menunjukan bahwa pihak – pihak tersebut dapat bekerja sama
dengan sebuah kontrak yang telah disepakati. Terdapat 2 cara yang dapat
digunakan dalam menganalisa perubahan kelembagaan yang pertama bahwa
perubahan kelembagaan dilihat dari aspek biaya dan manfaat atau teori naïf
dan yang kedua memandang bahwa perubahan kelembagaan sebagai hasil dari
perjuangan anatara kelompok – kelompok yang berkepentingan atau teori
kelompok kepentingan. Namun kedua teori ini tidak memiliki kaitan karena
perjuangan kelompok kepentingan untuk perubahan kelembagaan bisa
mendorong terciptanya perubahan kelembagaan yang efisien.

Tipe perubahan kelembagaan :

a. Perubahan Kelembagaan Terinduksi (Induced Instutional Change) yaitu


penggantian kesepakatan kelembagaan yang telah ada atau menambahkan
kesepakatan kelembagaan baru yang diorganisasi secara sukarela oleh
individu atau kelompok untuk menyikapi kesempatan yang bisa
memberikan keuntungan.
b. Perubahan Kelembagaan Diapksakan (Imposed Intutional Change) hampir
sama dengan tipe sebelumnya hanya saja yang membedakan adalah pada
tipe ini yang mengorganisasi adalah tata pemerintahan atau hukum.

Model perubahan kelembagaan dapat dideskripsikan sebagai proses


interaksi antara dua entitas, yaitu:
1.   Wirausahawan ekonomi (economic entrepreneurs)

Merupakan agen yang menjadi subjek dari perubahan


kelembagaan. Economic entrepreneurs menanggapi lingkungan mereka
sebagai kesempatan memeroleh potensi keuntungan dan biaya dari setiap
tindakan yang mungkin dilakukan, termasuk biaya transaksi statis dalam
membuat dan mengimplementasikan alokasi keputusan dan sumber daya
kredit.

2.   Wirausahawan politik (political entrepreneurs)

Merupakan agen dengan kekuasaan pengambil keputusan yang mengatasi


perubahan kelembagaan. Kekuasaan itu muncul dari partisipasi dalam
tindakan pengelolaan yang menentukan dan mengadministrasi kelembagaan.

Dalam konteks perubahan kelembagaan diperlukan alat ukur dan variabel-


variabel yang terfokus sehingga memudahkan setiap pengambil kebijakan
merumuskan jenis kelembagaan yang dibutuhkan. Pada negara yang sedang
melakukan proses transisi atau reformasi ekonomi, variabel makro dan mikro
digunakan untuk mengukur keberhasilan kinerja perekonomian. Pada level
makro dicirikan dengan angka inflasi yang fluktuatif, pemerintah menjadi agen
ekonomi yang terpenting sehingga sering mengalami defisit anggaran yang
besar, nilai tukar mata uang domestik yang tidak stabil, dan perdagangan lebih
ditujukan pada pasar domestik. Pada level mikro kebijakan harga cenderung
dipatok oleh pemerintah, perusahaan dimiliki oleh negara, iklim pasar sangat
monopolistis akibat intervensi negara, dan tiadanya jaminan terhadap hak
kepemilikan individu. Adapun rintangan politik yang sering terjadi untuk
menelikung perjalanan reformasi ekonomi, yaitu kebijakan reformasi ekonomi
yang menyentuh public goods selalu menimbulkan masalah free-rider,
kebijakan reformasi akan didukung oleh kelompok pemenang sekaligus akan
dilawan oleh kelompok pecundang, dan biaya reformasi terkonsentrasi pada
satu kelompok tertentu.
PENUTUP

Ekonomi Kelembagaan Baru (New Institutional Economics atau NIE)


membangun gagasan bahwa kelembagaan dan organisasi berupaya mencapai
efisiensi, meminimalisasikan biaya menyeluruh bukan hanya ongkos penciptaan/
pengondisian kelembagaan, dan utamanya memfokuskan kepada pentingnya
kelembagaan sebagai kerangka interaksi antarindividu. Ada 6 teori yang
berkembang pada NIE, yaitu :

1. Teori Ekonomi Biaya Transaksi


2. Teori Kontrak dan Tindakan Kolektif
3. Teori Ekonomi Politik
4. Teori Hak Kepemilikan
5. Teori Modal Sosial
6. Teori Perubahan Kelembagaan
DAFTAR PUSTAKA

Yustika, Ahmad Erani. 2012. Ekonomi Kelembagaan : Paradigma, Teori, dan


Kebijakan. Jakarta:Erlangga

http://fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Teori-dan-Aplikasi-Ekonomi-
Kelembagaan-Bagi-Perencanaan-Pembangunan.pdf Diakses pada Senin, 24 Maret
2019 Pukul 19.51 WIB

https://feb.ugm.ac.id/en/research/lecturer-s-article/artikel-dosen/829-mengenal-
lebih-dekat-teori-ekonomi-kelembagaan-baru-new-institutional-economic Diakses
pada Selasa, 26 Maret 2019 Pukul 18.11 WIB

Anda mungkin juga menyukai