Anda di halaman 1dari 32

PENGANTAR KEPENDUDUKAN

(EKI 301) GP1 EP

ANALISIS FERTILITAS, MORTALITAS, DAN PERTUMBUHAN PENDUDUK DARI


HASIL SENSUS DAN SURVEI PENDUDUK

Dosen Pengampu

Prof. Dr. Drs. I Ketut Sudibia, S.U.

Oleh:
KELOMPOK 1

Anak Agung Istri Yudiantari (1907511017/01)

Reina Marceila Silaban (2007511005/03)

Ni Luh Putu Withari Asriningsih (2007511011/04)

Ni Luh Putu Padmayanti (2007511016/05)


Samantha Elisabeth Jade De Kruyff (2007511020/06)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya kepada Kelompok Penulis. Sehingga dapat menyelesaikan paper yang
bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata Kuliah Pengantar
Kependudukan dengan judul “Fertilitas, Mortalitas, dan Pertumbuhan Penduduk dari Hasil
Sensus dan Survei Penduduk)
Kelompok Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Drs. I Ketut
Sudibia, S.U. selaku Dosen Pengampu mata kuliah Pengantar Kependudukan yang telah
membimbing penulis dalam pembuatan paper ini. Serta ucapan terima kasih kepada segala
pihak yang telah membantu dalam penyelesaian paper.
Semoga paper ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan menambah ilmu
pengetahuan tentang analisis fertilitas, mortalitas, dan pertumbuhan penduduk dari hasil
survei dan sensus. Kritik dan saran sangat kami harapkan kepada pembaca dalam
pengembangan paper kedepannya.

Penulis,

Denpasar, 09 April 2022

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.......................................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL................................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................... 1
1.3 Tujuan ........................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................ 2
2.1 Pertumbuhan Penduduk................................................................................................... 2
2.1.1 Pengertian Pertumbuhan Penduduk ............................................................................ 2
2.1.2 Permasalahan yang muncul akibat Pertumbuhan Penduduk......................................... 3
2.1.3 Menganalisis Data Laju Pertumbuhan Penduduk ........................................................ 3
2.1.4 Komposisi Penduduk ................................................................................................ 6
2.2 Analisis Dan Pembahasan tentang Fertilitas ..................................................................... 9
2.2.1 Pengertian Fertilitas .................................................................................................. 9
2.2.2 Konsep Fertilitas....................................................................................................... 9
2.2.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Fertilitas ......................................................... 10
2.2.4 Analisis Data Fertilitas............................................................................................ 12
2.2.5 Upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan angka fertilitas ............................... 14
2.3 Analisis dan Pembahasan tentang Mortalitas.................................................................. 16
2.3.1 Angka Kematian Kasar ........................................................................................... 16
2.3.2 Angka Kematian Bayi............................................................................................. 17
2.3.3 Asumsi Mortalitas................................................................................................... 22
BAB III PENUTUP ............................................................................................................. 25
3.1 Kesimpulan .................................................................................................................. 25
3.2 Saran ............................................................................................................................ 26
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 27

ii
DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Halaman

1. Laju Pertumbuhan Penduduk Sumatera Utara 5


Tahun 1971-2010 dan Proyeksi tahun 2017.

2. Tren TFR Sumatera Utara, SDKI 1991-2017 12

3. Angka Fertilitas Total Menurut Karakteristik 13


Latar Belakang, SDKI 2017 Sumatera Utara

4. Estimasi Angka Kematian Kasar di Indonesia 17

5. Estimasi Angka Kematian Bayi di Indonesia 18

6. Estimasi Angka Kematian Bayi per Provinsi di 20


Indonesia 2000

7. Estimasi Angka Kematian Balita di Indonesia 22


8. Estimasi Angka Kematian Total (IMR) 24
menurut Provinsi Tahun 2000- 2025

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1 – Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Kepadatan Penduduk menurut Kabupaten/Kota di
Sumatera Utara tahun 2018 (Sumber BPS Provinsi Sumatera Utara)............................................3
Tabel 2 – Jumlah Penduduk menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2010 (Sumber:
BPS Provinsi Sumatera Utara, Hasil Sensus Penduduk 2010) ......................................................7

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pertumbuhan penduduk saat ini semakin meningkat, dan menjadi isu yang sangat
populer dan mencemaskan bagi suatu negara, salah satunya adalah negara Indonesia.
Jumlah penduduk yang begitu besar di Negara yang sedang berkembang seperti
Negara Indonesia akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi Negara tersebut.
Dalam Wicaksono dan Mahendra (2016) menurut Sensus Penduduk tahun 2020
jumlah penduduk Indonesia mencapai 237,6 juta jiwa sehingga menjadikan Indonesia
sebagai Negara dengan jumlah penduduk terbesar ke empat di dunia setelah Cina,
India, dan Amerika. Untuk menuju keberhasilan pembangunan dan dalam menagani
masalah penduduk antara lain meliputi komposisi, jumlah dan distribusi penduduk
maka harus ada pengendalian jumlah penduduk. Perkembangan kelahiran dan
kematian juga menjadi ukuran bagi suatu negara pantas dikatakan negara berkembang
atau negara maju. Pengendalian fertilitas adalah salah satu cara untuk mengendalikan
jumlah penduduk. Survei Sosial Ekonomi Nasional yang dilaksanakan BPS (Badan
Pusat Statistik) setiap tahun tidak hanya menyediakan data fertilitas dan keluarga
berencana, tetapi juga menyediakan data-data pendukung yang dapat menjelaskan
tinggi atau rendahnya fertilitas di suatu wilayah seperti pengeluaran konsumsi per
kapita/bulan, pendidikan, usia pekawinan pertama, lama usia perkawinan, status
pekerjaan, dan penggunaan alat/cara KB.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana Analisis dan Pembahasan tentang Pertumbuhan Penduduk ?

1.2.2 Bagaimana Analisis dan Pembahasan tentang Fertilitas ?

1.2.3 Bagaimana Analisis dan Pembahasan tentang Mortalitas ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk Mengetahui Analisis dan Pembahasan tentang Pertumbuhan Penduduk.
1.3.2 Untuk Mengetahui Analisis dan Pembahasan tentang Fertilitas.
1.3.3 Untuk Mengetahui Analisis dan Pembahasan tentang Mortalitas.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pertumbuhan Penduduk


2.1.1 Pengertian Pertumbuhan Penduduk
Pertumbuhan penduduk merupakan salah satu parameter dibidang kependudukan yang
menjadi pusat perhatian untuk dikendalikan. Pertumbuhan penduduk merupakan perubahan
jumlah penduduk, baik pertambahan maupun penurunannya. Pertumbuhan penduduk ini
dipengaruhi oleh besarnya kelahiran (birth), kematian (death), migrasi masuk (in migration), dan
migrasi keluar (out migration). Penduduk akan bertambah jumlahnya apabila ada bayi yang lahir
(B) dan penduduk akan berkurang apabila ada yang mati dan meninggalkan wilayah tersebut.

Perkembangan pertumbuhan penduduk berkaitan erat dengan pembahasan transisi


demografi atau transisi vital. Transisi demografi merupakan perubahan kondisi penduduk dari
pertumbuhan penduduk yang rendah dengan tingkat fertilitas dan mortalitas yang tinggi menuju
pertumbuhan penduduk yang rendah dengan tingkat fertilitas dan mortalitas yang rendah. Sebelum
terjadinya transisi demografi, hampir di seluruh negara di dunia memiliki pertumbuhan penduduk
yang rendah sebagai akibat dari tingginya tingkat mortalitas walaupun tingkat fertilitasnya tinggi.
Selain itu Migrasi atau perpindahan penduduk antar daerah belum dikenal saat itu oleh negara -
negara di dunia, sehingga otomatis menyebabkan pertumbuhan penduduk adalah selisih antara
tingat kelahiran dan tingkat kematian. Oleh karena itu sebelum masa transisi demografi, tingkat
pertumbuhan penduduk hanya disebabkan oleh selisih antara tingkat kelahiran dan kematian.

Pertumbuhan penduduk sebelum masa transisi, memiliki kondisi tingkat kelahiran yang
tinggi dan diikuti dengan kematian yang tinggi meyebabkan kondisi kesehatan masyarakat masih
rendah sehingga menyebabkan hasil dari tingkat pertumbuhan yang rendah atau bisa disebut
mendekati nol. Memasuki masa transisi demografi maka proses pembangunan di berbagai wilayah
mulai dijalankan, sehingga berimbas juga pada kondisi kesehata yang mulai berangsur -angsur
membaik, sehingga pertumbuhan penduduk akan menjadi semakin meningkat yang ditandai
dengan tingkat kematian yang mengalami penurunan sedangkan tingkat kelahitan masih relatif
tinggi. Pertumbuhan penduduk yang meningkat, menyebabkan negara-negara termasuk di
Indonesia melakukan usaha-usaha untuk menurunkan tingkat pertumbuhan penduduk, melalui

2
pengendalian kelahiran yang di Indonesia dikoordinir oleh Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional.

2.1.2 Permasalahan yang muncul akibat Pertumbuhan Penduduk


Terdapat beberapa permasalahan yang ditimbulkan oleh fenomena penurunan kematian
(mortalitas) dan kelahiran yang masih relatif tinggi yaitu sebagai berikut :

a. Jumlah Penduduk Cenderung Meningkat


b. Distribusi Penduduk yang Timpang
c. Laju Pertumbuhan Penduduk yang Relatif Tinggi
d. Migrasi Masuk (in migration) yang Cenderung Meningkat
e. Fertilitas/ Kelahiran Penduduk Meningkat

2.1.3 Menganalisis Data Laju Pertumbuhan Penduduk


Berikut kami sajikan data Laju Pertumbuhan Penduduk Provinsi Sumatera Utara

Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Kepadatan Penduduk menurut Kabupaten/Kota di


Sumatera Utara tahun 2018

Laju

Penduduk (ribu) Pertumbuha Persentase Penduduk Kepadatan Penduduk per


n Penduduk km2
Kabupaten/Kota
per
Tahun
2010 2018 2010 2010 2018 2010 2018
01 N i a s 135 778 142 840 0.58 1.04 0.99 74 78
02 Mandailing Natal 406 297 443 490 1.2 3.12 3.08 66 72
03 Tapanuli Selatan 264 480 280 283 0.45 2.03 1.94 44 46
04 Tapanuli Tengah 312 827 370 171 2.46 2.4 2.57 143 169
05 Tapanuli Utara 280 071 299 881 0.89 2.15 2.08 74 79
06 Toba Samosir 173 572 182 673 -0.02 1.33 1.27 75 78
07 Labuhanbatu 417 078 486 480 2.23 3.2 3.37 193 226
08 A s a h a n 670 399 724 379 1.04 5.15 5.03 181 196
09 Simalungun 819 603 863 693 -0.46 6.29 5.99 188 198
10 D a i r i 270 694 283 203 0.35 2.08 1.96 140 147
11 K a r o 352 596 409 675 2.17 2.71 2.84 166 193
12 Deli Serdang 1 799 268 2 155 625 2.65 13.81 14.95 803 962
13 L a n g k a t 970 120 1 035 411 0.66 7.45 7.18 155 165
14 Nias Selatan 290 602 317 207 1.19 2.23 2.2 159 174

3
15 Humbang Hasundutan 172 326 188 480 1.23 1.32 1.31 74 81
16 Pakpak Bharat 40 725 48 119 2.42 0.31 0.33 33 39
17 Samosir 119 987 125 816 -0.88 0.92 0.87 58 61
18 Serdang Bedagai 595 802 614 618 0.29 4.57 4.26 314 323
19 Batu Bara 377 174 412 992 1.24 2.89 2.86 409 448
20 Padang Lawas Utara 224 903 267 771 3.02 1.73 1.86 57 68
21 Padang Lawas 226 807 275 515 3.78 1.74 1.91 58 71
22 Labuhanbatu Selatan 279 196 332 922 2.58 2.14 2.31 78 93
23 Labuhanbatu Utara 331 927 360 926 1.14 2.55 2.5 93 101
24 Nias Utara 127 621 137 002 0.94 0.98 0.95 106 114
25 Nias Barat 78 016 81 663 0.61 0.6 0.57 165 172
71 S i b o l g a 84 727 87 317 0.26 0.65 0.61 2051 2 114
72 Tanjungbalai 154 996 173 302 1.56 1.19 1.2 1437 1 607
73 Pematangsiantar 235 396 253 500 -0.29 1.81 1.76 4229 4 554
74 Tebing Tinggi 145 809 162 581 1.52 1.12 1.13 4704 5 245
75 M e d a n 2 103 783 2 264 145 0.97 16.15 15.71 7939 8 544
76 B i n j a i 247 111 273 892 1.43 1.9 1.9 4175 4 627
77 Padangsidimpuan 192 388 218 892 1.84 1.48 1.52 1678 1 909
78 Gunungsitoli 126 584 140 927 1.49 0.97 0.98 451 502
Sumatera Utara 13 028 663 14 415 391 1.22 100 100 179 198
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara

Tabel 1 – Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Kepadatan Penduduk menurut Kabupaten/Kota
di Sumatera Utara tahun 2018 (Sumber BPS Provinsi Sumatera Utara)

Provinsi Sumatera Utara terletak antara 1𝑜 − 4𝑜 LU dan 98𝑜 − 100𝑜 BT, dengan
luas wilayah 72.981,23 𝐾𝑀2. Provinsi Sumatera Utara saat ini terdiri dari 25 kabupaten, 8
kota, 325 kecamatan, dan 5.456 kelurahan/desa (BPS. Sumut. 2010), dengan jumlah
penduduk pada tahun 2010 sebesar 12.982.204 jiwa. Penduduk Sumatera Utara dari tahun
2010 s/d tahun 2018 berdasarkan hasil sensus tahun 2010 s/d tahun 2018 telah bertambah
sebanyak 1.386.728 jiwa atau telah mengalami pertumbuhan sebesar 1,22% pertahun.

Dari tabel di bawah ini dapat dilihat bahwa daerah kabupaten yang mengalami
pertumbuhan penduduk yang besar adalah Tapanuli Tengah (2,46%), disusul kabupaten
Karo (2,17%), dan Tapanuli Selatan (2,12%) pertahun. Daerah kabupaten yang mengalami
pertumbuhan penduduk rendah adalah kabupaten Toba Samosir (-0,38%) sebagai akibat
pemekaran wilayah Samosir, Simalungun (-0,46%), dan Langkat (0,66%).

4
Untuk daerah perkotaan, kota yang terbesar mengalami pertumbuhan penduduk
adalah kota Tanjung Balai (1,56%), Tebing Tinggi (1,52%), dan Binjai (1,43%).
Sedangkan daerah yang mengalami penurunan penduduk adalah kota Pematang Siantar (-
0,29%) pertahun.

Gambar 1 : Laju Pertumbuhan Penduduk Sumatera Utara Tahun 1971-2010 dan Proyeksi tahun
2017 (Sumber : Profil Pembangunan Kependudukan Sumatera Utara Tahun 2018)

Dari Tabel 1 dan Gambar 1 maka dapat ditarik kesimpulan :

- Pada tahun 1971-1990 rata-rata laju pertumbuhan penduduk adalah sebesar 2,33%
- Pada tahun 1990-2000 rata-rata laju pertumbuhan penduduk adalah sebesar 1,97%
- Pada tahun 2000-2010 rata-rata laju pertumbuhan penduduk adalah sebesar 1,44%
- Pada tahun 2010-2018 rata-rata laju pertumbuhan penduduk adalah sebesar 1,22% dengan
rata-rata laju pertumbuhan penduduk kabupaten/kota yang paling rendah adalah kota
Pematang Siantar (-0,29%) pertahun sedangkan, rata-rata laju pertumbuhan penduduk
yang terbesar adalah adalah kota Tanjung Balai (1,56%).
- Rata-rata laju pertumbuhan penduduk Provinsi Sumatera Utara yang paling tinggi terjadi
pada tahun 1971-1990 sebesar 2,33%, sedangkan rata-rata laju pertumbuhan penduduk
yang paling rendah terjadi pada tahun 2010-2018 yaitu sebesar 1,22%

Jadi, dapat disimpulkan bahwa pada Provinsi Sumatera Utara tahun 2010-2018 rata-rata
laju pertumbuhan penduduknya adalah sebesar 1,22% sudah cukup baik mengingat jika
pertumbuhan penduduk yang terlalu tinggi dapat menyebabkan ledakan penduduk, tetapi jika

5
pertumbuhan penduduk terlalu rendah juga tidak baik karena nantinya akan dapat
menyebabkan Provinsi Sumatera Utara memiliki sedikit penduduk yang berusia produktif .
Salah satu program yang dapat digunakan yaitu program kampung KB. Program kampung KB
diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat di tingkat kampung atau yang setara
melalui program kependudukan, keluarga berencana dan pembangunan keluarga serta
pembangunan sektor terkait dalam rangka mewujudkan keluarga kecil berkualitas.

2.1.4 Komposisi Penduduk


Komposisi penduduk menggambarkan susunan penduduk yang dibuat berdasarkan
pengelompokan penduduk menurut karakteristik yang sama (Rusli, 1983). Komposisi penduduk
merupakan satu alat yang digunakan untuk menggambarkan kondisi yang ada di masyarakat.
Komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin merupakan salah satu karakteristik
penduduk yang utama.

Menurut Mantra (2000), suatu negara dikatakan berstruktur muda apabila kelompok
penduduk yang berumur dibawah 15 tahun jumlahnya lebih dari 40%, sedangkan besarnya
penduduk usia 65 tahun kurang dari 10%. Semakin banyak penduduk usia produktif di suatu
daerah, maka semakin kecil nilai beban ketergantungannya, dan sebaliknya.

(1 ) Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin

Di Provinsi Sumatera Utara usia penduduk 0-14 tahun berjumlah 4.315.441 (33,24%), usia
penduduk 15-64 tahun berjumlah 8.161.958 jiwa (62,87%), dan usia penduduk 65 tahun keatas
ada sebanyak 504.805 jiwa (3,98%).

6
Tabel 2 – Jumlah Penduduk menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2010 (Sumber:
BPS Provinsi Sumatera Utara, Hasil Sensus Penduduk 2010)

Berdasarkan tabel 2 dapat dihitung Rasio Beban Ketergantungan Sumatera Utara sebagai berikut:

𝑃(0−14)+𝑃65
RBK = x 100
𝑃(15−64)

4.315.441+504.805
= x 100
8.161.958

4.820.246
= x 100
8.161.958

= 59,06

Besarnya Ratio Beban ketergantungan di Provinsi Sumatera Utara adalah 59. Nilai ini
berarti bahwa setiap penduduk usia produktif (umur 15-64 tahun), selain menanggung dirinya
sendiri juga harus menanggung 59 orang usia belum produktif dan usia tidak produktif lagi.

(2 ) Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin

Menurut Mantra dalam Hidayati (2008), rasio jenis kelamin merupakan perbandingan jumlah
penduduk antara jenis kelamin laki – laki dan perempuan. Dalam pengerjaannya, rasio adalah
perbandingan antara laki – laki dan perempuan dikalikan 100 (seratus).

7
Jumlah penduduk perempuan di Sumatera Utara lebih banyak dari jumlah penduduk laki –
laki. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010, jumlah penduduk perempuan sebanyak
6.498.850 jiwa, sedangkan penduduk laki – laki sebanyak 6.483.354 jiwa.

Berdasarkan hasil sensus dan hasil pada tabel 3 dapat dihitung Sex Ratio penduduk Sumatera
Utara sebagai berikut:

Sex Ratio = 6.483.354 x 100


6.498.850

= 99, 76

Ini berarti bahwa setiap 100 penduduk perempuan terdapat 99 penduduk laki – laki, jika
dilihat berdasarkan wilayah maka rasio tertinggi adalah: Labuhan Batu Selatan (104,31), disusul
Labuhan Batu (102,31) dan Labuhan Batu Utara (102,21). Sex Ratio yang paling rendah adalah
Nias Barat (91,76), kemudian Nias (95,15), dan Padang Sidempuan (95,25).

Tabel 3 – Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin, Rasio Jenis Kelamin dan Kabupaten/Kota
Tahun 2010 (Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, Hasil Sensus Penduduk 2010)

8
2.2 Analisis Dan Pembahasan tentang Fertilitas
2.2.1 Pengertian Fertilitas
Fertilitas merupakan istilah demografi yang diartikan sebagai hasil reproduksi yang
nyata dari seorang wanita atau kelompok wanita. Dengan kata lain fertilitas ini menyangkut
banyaknya bayi yang lahir hidup. Fertilitas mencakup peranan kelahiran pada perubahan
penduduk. Istilah fertilitas adalah sama dengan kelahiran hidup (live birth), yaitu
terlepasnya bayi dari rahim seorang perempuan dengan ada tanda-tanda kehidupan;
misalnya berteriak, bernafas, jantung berdenyut, dan sebagainya. Seorang perempuan yang
secara biologis subur (fecund) tidak selalu melahirkan anak-anak yang banyak, misalnya
dia mengatur fertilitas dengan abstinensi atau menggunakan alat-alat kontrasepsi
Kemampuan biologis seorang perempuan unuk melahirkan sangat sulit untuk diukur. Ahli
demografi hanya menggunakan pengukuran terhadap kelahiran hidup (live birth).
Pengukuran fertilitas lebih kompleks dibandingkan dengan pengukuran mortalitas,
karena seorang perempuan hanya meninggal satu kali, tetapi ia dapat melahirkan lebih dari
seorang bayi. Disamping itu seorang yang meninggal pada hari dan waktu tertentu, berarti
mulai saat itu orang tersebut tidak mempunyai resiko kematian lagi Sebaliknya seorang
perempuan yang telah melahirkan seorang anak tidak berarti resiko melahirkan dari
perempuan tersebut menurun. Memperhatikan kompleksnya pengukuran terhadap fertilitas
tersebut, maka memungkinkan pengukuran terhadap fertilitas ini dilakukan dengan dua
macam pendekatan: pertama, Pengukuran Fertilitas Tahunan (Yearly Performance) dan
kedua, Pengukuran Fertilitas Kumulatif (Reproductive History).

2.2.2 Konsep Fertilitas


Dalam fertilitas dikenal dengan beberapa konsep, yaitu:
a. Fecunditas adalah kemampuan secara potensial seorang wanita untuk melahirkan anak
b. Sterilisasi adalah ketidakmampuan seorang pria atau wanita dalam menghasilkan suatu
kelahiran
c. Natalitas adalah kelahiran yang merupakan komponen dari perubahan
d. Lahir hidup (live birth) adalah anak yang dilahirkan hidup (menunjukan tanda – tanda
kehidupan) pada saat dilahirkan. Tanpa memperhatikan lamanya di dalam kadungan
walaupun akirnya meninggal dunia

9
e. Abortus adalah kematian bayi dalam kandungan dengan umur kelahiran kurang dari 28
minggu
f. Lahir mati (still birth) adalah kelahiran seorang bayi dari kandungan yang berumur
paling sedikit 28 minggu tanpa menunjukan tanda – tanda kelahiran, tidak dihitung
dalam kelahiran.

2.2.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Fertilitas


1. Umur Ibu
Umur merupakan karakteristik penduduk yang penting karena struktur umur dapat
mempengaruhi perilaku demografi maupun sosial ekonomi rumah tangga. Perilaku
demografi yang dimaksud yaitu meliputi jumlah, pertambahan, dan mobilitas
penduduk (anggota rumah tangga), sedangkan yang termasuk ke dalam indikator sosial
ekonomi rumah tangga meliputi tingkat pendidikan, angkatan kerja, pembentukan dan
perkembangan keluarga. Usia muda yang dominan berpengaruh secara nyata terhadap
perilaku demografi terutama tentang jumlah dan pertambahan penduduk melalui
fertilitas.
2. Usia Pertama Kali Menikah
Usia pertama kali menikah dalam suatu pernikahan berarti umur pertama kali
melakukan hubungan seksual antara individu pria dan wanita yang terikat dalam suatu
lembaga perkawinan dengan berbagi ketentuan mengenai hak dan kewajiban dari
masing-masing individu. Usia Pertama Kali Menikah menurut Undang – undang No.1
Tahun 1974 menyatakan bahwa perkawinan hanya diizinkan bila pihak pria mencapai
umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 tahun. Masalah pernikahan
merupakan salah satu bagian dari masalah kependudukan yang perlu diberi perhatian
khusus, karena nantinya pernikahan dapat menimbulkan masalah baru dibidang
kependudukan yang nantinya dapat menghambat pembangunan. Usia kawin pertama
merupakan salah satu yang dapat mempengaruhi tingkat produktifitas pada Pasangan
Usia Subur (PUS).
Pada masyarakat yang sedang berkembang, usia pertama menikah cenderung muda
sehingga nilai fertilitasnya tinggi. Dengan kata lain semakin cepat usia pertama
menikah, semakin besar kemungkinan mempunyai anak. Sejalan dengan pemikiran
bahwa semakin muda seseorang melakukan perkawinan makin panjang masa

10
reproduksinya. Maka dapat diharapkan makin muda seseorang untuk melangsungkan
perkawinannya makin banyak pula anak yang dilahirkan, jadi hubungan antara umur
pertama kali menikah dan fertilitas negatif. Dalam masyarakat orang yang menikah
memperoleh status baru, dimana status ini merupakan status sosial yang dianggap
paling penting. Seperti yang diketahui bahwa pada saat seseorang menikah p ada usia
yang relatif lebih muda, maka masa subur atau reproduksi akan lebih panjang dalam
ikatan perkawinan sehingga mempengaruhi peningkatan fertilitas.
Menikah di usia dini menjadi perhatian penentuan kebijakan serta perencana
program karena beresiko tinggi terhadap kegagalan perkawinan, kehamilan usia muda
yang beresiko kematian, serta resiko tidak siap mental untuk membina perkawinan dan
menjadi orang tua yang bertanggung jawab. Umur pada saat perkawinan pertama dapat
mempengaruhi kesehatan reproduksi wanita. Seorang wanita cenderung akan
mempunyai resiko yang semakin lebih besar ketika melahirkan, bahkan tidak jarang
menimbulkan kematian pada ibu atau bayi yang dilahirkan bila umur perkawinan
pertama semakin muda.
3. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan erat kaitannya dengan perubahan sikap, prilaku, pandangan,
dan status sosial ekonomi suatu masyarakat. Tingkat pendidikan merupakan f aktor
yang mempengaruhi tingkat fertilitas, dimana tingkat pendidikan merupakan salah satu
pendorong tingkat kesejahteraan masyarakat dan berdampak pada pertumbuhan
ekonomi yang tinggi. Jika waktu yang di tempuh wanita panjang untuk menyelesaikan
pendidikannya akan menyebabkan perkawinan tertunda dan membuka pilihan antara
bekerja dan membesarkan anak. Pendidikan yang lebih tinggi berarti kehidupan
ekonomi yang lebih terjamin, dan ini biasanya tingkat fertilitas dalam suatu keluarga
juga tergolong rendah.
Pendidikan diharapkan dapat menjadi sarana yang baik dalam menerapkan
kebijakan dalam pemerataan pembangunan. Semakin meratanya tingkat pendidikan di
setiap daerah dan strata sosial memungkinkan masalah kesenjangan sosial dapat
diatasi. Masyarakat yang miskin menjadi cerdas akan dapat maju atau berkembang jika
mereka memiliki akses terhadap pendidikan (pendidikan yang baik), sama dengan
akses yang dimiliki oleh masyarakat yang kaya yang cerdas pula. Wanita yang

11
memperoleh kesempatan pendidikan tidak hanya di daerah perkotaan saja, namun juga
dialami wanita di daerah pedesaan. Wanita yang tingkat pendidikannya lebih tinggi
umumnya umur perkawinan pertama juga tinggi dan pada akhirnya akan
mempengaruhi jumlah anak yang dilahirkan yang akan lebih sedikit.
Pendidikan sebagai variabel sosial dan ekonomi akan berpengaruh secara tidak
langsung terhadap fertilitas. Bagi seorang wanita semakin tinggi pendidikan yang
ditempuhnya akan semakin mengurangi masa reproduksi yang akan dilaluinya dan
semakin tinggi umur dalam menempuh usia kawin pertamanya. Hal ini menyebabkan
akan semakin kecil kemampuan fekunditas dari seorang wanita untuk melahirkan.
Sebaliknya apabila tingkat pendidikan rendah akan mendorong seorang wanita untuk
memulai usia kawin pertamanya dalam usia yang masih sangat muda, hal ini pada
gilirannya akan menyebabkan masa reproduksi yang dilaluinya semakin panjang dan
akan semakin tinggi masa fekunditas dan fertilitas yang dapat dilaluinya.

2.2.4 Analisis Data Fertilitas

Gambar 2 : Tren TFR Sumatera Utara, SDKI 1991-2017 (Sumber: Profil Pembangunan
Kependudukan Sumatera Utara Tahun 2018)

12
Gambar 3 : Angka Fertilitas Total Menurut Karakteristik Latar Belakang, SDKI 2017 Sumatera
Utara(Sumber: Profil Pembangunan Kependudukan Sumatera Utara Tahun 2018)

2.2.4.1 Pembahasan
Angka Kelahiran Total (TFR) Provinsi Sumatera Utara untuk setiap penduduk
perempuan usia 15-49 tahun. Pada gambar 1 dapat dilihat tren fertilitas dari tahun ke tahun.
Menurut hasil pada tahun 1991, Angka Kelahiran Total (TFR) Provinsi Sumatera Utara
adalah 4,71 anak per penduduk perempuan usia subur. Berdasarkan hasil pada tahun 1994,
Angka Kelahiran Total (TFR) Provinsi Sumatera Utara mengalami penurunan menjadi
3,88 anak per penduduk perempuan usia subur atau turun sekitar 0,83 persen. Kemudian,
Angka Kelahiran Total (TFR) Indonesia terus mengalami penurunan hingga mencapai 3,72
menurut hasil pada tahun 1997 dan menjadi 3 anak per penduduk perempuan usia subur
berdasarkan hasil pada tahun 2002-2003. Namun, pada hasil tahun 2007 menunjukkan
peningkatan Angka Kelahiran Total (TFR) Provinsi Sumatera Utara sebesar 0,8 (dari data
sebelumnya) menjadi 3,8 anak per penduduk perempuan usia subur. Selanjutnya terjadi
penurunan Total Fertility Rate (TFR) kembali pada tahun 2007 menjadi 3 anak per
penduduk perempuan usia subur dan pada tahun 2017 turun lagi menjadi 2,9 anak per
penduduk perempuan usia subur.

13
Sedangkan Angka Kelahiran Total (TFR) menurut karakteristik latar belakang,
yaitu di wilayah diperkotaan sebesar 2,6 anak per penduduk perempuan usia su bur dan
diwilayah pedesaan sebesar 3,3 anak per penduduk perempuan usia subur. Perbedaan TFR
yang lebih tinggi di wilayah pedesaan ini mungkin disebabkan karena di wilayah pedesaan
belum maraknya program KB, rendahnya tingkat pendidikan, serta masih banyak adanya
pandangan banyak anak banyak rejeki.

Jadi, kajian yang telah dilakukan memberikan dugaan bahwa faktor penyebab
meningkatnya TFR di Provinsi Sumatera Utara, yaitu kurangnya pelaksanaan dan
sosialisasi pemerintah terhadap program keluarga berencana (KB), banyaknya penduduk
yang menikah di usia muda, tingkat pendidikan penduduk yang rendah, dan adanya
anggapan banyak anak banyak rejeki. Hal ini mungkin diakibatkan juga karena, setiap
daerah kabupaten/kota menempatkan kegiatan pengendalian kelahiran yang berbeda-beda
antara satu kabupaten dengan kabupaten lainnya, sehingga pemerintah pusat tidak dapat
memaksakan kehendaknya, maka di setiap kabupaten kota penekanan anggarannya
berbeda-beda sesuai dengan kepentingan masing-masing. Jika pimpinan daerah
menganggap bahwa program pengendalian tidak begitu penting bagi daerahnya atau ada
program-program yang lebih menjadi prioritas, maka dapat dipastikan program
pengendalian kelahiran akan berkurang di daerah tersebut. Perlu diketahui bahwa fertilitas
dapat memengaruhi pertumbuhan penduduk. Tingginya angka kelahiran dapat memicu
peningkatan berbagai macam dampak negatif. Tingginya angka kelahiran dapat
meningkatkan kemiskinan serta angka ketergantungan karena jumlah penduduk yang akan
ditanggung oleh penduduk usia produktif disuatu wilayah semakin banyak jumlahnya.
Sehingga pemerintah diharapkan dapat mengendalikan fertilitas agar tidak terjadinya
ledakan penduduk serta hal-hal yang tidak diinginkan. Dengan terkendalinya jumlah
penduduk, maka tercipta generasi yang berkualitas, sehingga dapat meneruskan
pembangunan Indonesia yang berkualitas

2.2.5 Upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan angka fertilitas


1. Menggalakkan program Keluarga Berencana (KB)

Pembatasan kelahiran yang direncanakan oleh program KB dilakukan


dengan cara penggunaan alat kontrasepsi. Hal ini bertujua untuk menekan angka

14
kelahiran dengan partisipasi masyarakat secara sadar yang memahami bahwa
tujuan dari penggunaan KB tersebut adalah untuk menekan pertambahan penduduk
dengan membatasi kelahiran demi terciptanya keluarga yang bahagia dan sejahtera.
sehingga dengan adanya kesadaran dari masyarakat akan pentingnya kehidupan
yang sejahtera dari keluarga mereka, maka akan semakin mempengaruhi kehidupan
orang-orang disekitarnya dalam memahami tujuan dari program KB tersebut.
Program KB bisa memberikan pengaruh yang lebih luas serta lebih menguntungkan
baik pada pemerintah maupun pada masyarakat itu sendiri. Program KB ditujukan
untuk membentuk kesejahteraan keluarga keluarga dengan cara membatasi
kelahiran sehingga dapat membuat keluarga bisa lebih berkualitas serta diharapkan
mampu untuk membentuk keluarga yang bahagia. Hal ini dikarenakan dengan
memiliki jumlah anggota keluarga yang lebih sedikit, suatu keluarga diharapkan
lebih mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan lebih baik.

2. Meningkatkan pendidikan
Data menunjukkan wanita yang memiliki pendidikan tinggi tidak hanya
lebih baik dalam mendapatkan pekerjaan dan lebih sejahtera, tetapi juga lebih
merencanakan dalam memiliki anak. Sebaliknya wanita yang berpendidikan rendah
lebih banyak yang menikah dan memiliki anak dalam usia dini. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa dengan meningkatkan pendidikan, maka pertumbuhan
penduduk dapat ditekan.
3. Melarang perkawinan dini
Syarat nikah menurut undang-undang no 1 tahun 1974 adalah pada usia bagi
perempuan 16 tahun dan pria 19 tahun. Pembatasan ini berguna untuk mencegah
pernikahan dini dimana pasangan suami istri tidak memiliki kemampuan ekonomi
ataupun emosinal untuk membesarkan anak. Pernikahan dini juga beresiko
menyebabkan pertumbuhan penduduk, karena anak dalam keluarga dengan
pernikahan dini biasanya berjumlah banyak.
4. Beyond Family Planning

Merupakan kegiatan-kegiatan yang menjangkau lebih jauh dari keluarga


berencana, yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi kelahiran/menurunkan

15
kelahiran, misalnya perbaikan gizi, peningkatan pendapatan dan lain -lain yang
dapat menambah kemantapan program keluarga berencana. Dengan kondisi TFR
yang membaik dan kepesertaan KB yang meningkat, maka konsep beyond family
planning penting dijalankan dengan memperkuat program-program integrasi
mendukung program KB.

Adapun konsep yang mendasari pelaksanaan kegiatan beyond family planning:

a. Pandangan yang menyatakan bahwa penurunan fertilitas hanya dapat


dicapai melalui pembangunan ekonomi. Apabila ekonomi meningkat,
fertilitas menurun dengan sendirinya.
b. Pandangan bahwa perubahan nilai-nilai dalam masyarakat yang
mengurangi peranan anak dalam kehidupan keluarga dan sebagai
jaminan hari tua maupun tenaga bantuan untuk keluarga.
c. Pandangan bahwa dengan program KB yang dikelola dengan baik,
fertilitas akan dapat diturunkan.

2.3 Analisis dan Pembahasan tentang Mortalitas


Mortalitas terdiri dari beberapa indikator yang merupakan ukuran -ukuran yang
menggambarkan nilai kematian di suatu tempat. Indikator tersebut terdiri dari indikator
mortalitas positif dan indikator negatif. Indikator mortalitas yang akan dibahas di sini
adalah indikator negatif yang terdiri dari angka kematian kasar, angka kematian bayi, dan
angka kematian balita.

2.3.1 Angka Kematian Kasar


Kondisi mortalitas di Indonesia secara umum digambarkan melalui angka
kematian kasar atau Crude Death Rate (CDR). Besarnya CDR mencerminkan
banyaknya kematian pada tahun tertentu setiap 1000 penduduk pada pertengahan
tahun. CDR memberikan informasi tentang keadaan kematian suatu Negara tanpa
mempertimbangkan umur, jenis kelamin, dan kriteria-kriteria tertentu melainkan
keadaan kematian secara keseluruhan. Keadaan angka kematian kasar di Indonesia
dari periode 1950-1955 hingga 2005-2010 dapat dilihat pada gambar berikut.

16
Gambar 4 : Estimasi Angka Kematian Kasar di Indonesia (Sumber : United Nations, 2013)

Berdasarkan gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa CDR di Indonesia


mengalami penurunan setiap periodenya. Kematian kasar penduduk Indonesia pada
periode 1950-1955 tercatat sebesar 25. Hal itu berarti berarti terjadi 25 kematian setiap
1000 penduduk di pertengahan tahun. Sedangkan pada 2010 tercatat angka kematian kasar
di Indonesia sebesar 7 per 1000 penduduk. Keberhasilan penurunan yang terjadi ini
mengindikasikan semakin membaiknya pelayanan kesehatan baik secara kualitas maupun
secara kuantitas.

Kondisi angka kematian kasar di Indonesia menunjukkan tren selalu mengalami


penurunan dari waktu ke waktu dan hal ini berarti menjadi indikasi positif (BPS, 1997;
BPS 2006; UN, 2013). Tren positif ini ternyata diproyeksikan akan terus membaik.
Meskipun mengalami peningkatan angka kematian kasar tetapi hal ini masih dalam
kategori wajar. Di level Asia Tenggara, Brunei, malaysia, Singapura, Filipina dan Timur
Leste memiliki angka kematian kasar yang rendah. Indonesia sendiri masih dalam kategori
wajar karena nilainya masih di bawah batas normal.

2.3.2 Angka Kematian Bayi


1). Kondisi Mortalitas Bayi di Indonesia dan Proyeksinya
Mortalitas bayi merupakan salah satu hal yang mencerminkan kondisi derajat
kesehatan di suatu daerah. Menurut Hull dan Sunaryo (1978) mortalitas bayi merupakan
komponen penting yang mencerminkan indikator sosial ekonomi. Determinan sosial

17
ekonomi ini dapat diwakili oleh pendidikan ibu, kondisi kemiskinan yang terlihat dari
pendapatan maupun pengeluaran.

Asumsinya, ketika seorang ibu berpendidikan tinggi maka ibu tersebut akan lebih
paham mengenai kepentingan kesehatan. Selain itu, kondisi kemiskinan dapat diasumsikan
apabila keluarga miskin akan mempengaruhi kondizi gizi semasa hamil dan pemanfaatan
pelayanan kesehatan akibat pendapatan yang hanya dapat digunakan untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari saja.

Kondisi mortalitas atau kematian bayi di Indonesia menunjukkan tren yang terus
menurun setiap periodenya seperti terlihat pada gambar selanjutnya nanti tentang Inf ant
Mortality Rate (IMR). Penurunan tersebut menandakan peluang untuk meninggalnya bayi
antara kelahiran dan sebelum menapai umur satu tahun seperti yang dikemukakan oleh
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI). Gambar itu memberikan inf ormasi
bahwa terjadi penurunan IMR yang sangat tajam selama 1950-2010. Penurunan tersebut
dari 188 kematian per 1000 kelahiran hidup menjadi 29 kematian per 1000 kelahiran hidup.

Gambar 5 : Estimasi Angka Kematian Bayi di Indonesia (Sumber : United Nations, 2013)

Apabila ditinjau berdasarkan ketercapaian target MDGs, gambar tersebut diatas


menunjukkan ketercapaian target MDGs dengan tercapainya angka IMR kurang dari 50
per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2000, maka IMR Indonesia sudah memenuhi target.
Berdasarkan gambar tersebut IMR Indonesia sebesar 42 per 1000 kelahiran hidup.

18
Penurunan angka kematian bayi yang terjadi pada setiap periode ini dipengaruhi
oleh semakin meningkat dan membaiknya kondisi perekonomian serta sarana dan
prasarana kesehatan. Hal tersebut dapat terjadi karena stake holder khususnya pemerintah
memberikan jaminan kesehatan dan persalinan untuk masyarakat kurang mampu.

Kondisi angka kematian bayi di Indonesia diproyeksikan akan semakin menurun


dari tahun 2010-2050. Meskipun demikian tercatat pada periode 2010-2015 sampai 2020-
2025 angka kematian bayi di Indonesia diproyeksikan masih lebih tinggi dari rata -rata
kematian bayi di Asia Tenggara. Ketertinggalan tersebut menjadi pekerjaan rumah bagi
pemerintah untuk lebih menekan lagi angka kematian bayi.

a. Mortalitas Bayi per Provinsi di Indonesia


Data dinamika angka kematian bayi per provinsi di Indonesia tersedia dari tahun
1980-2010 (BPS, 1997 dan BPS, 2006). Angka kematian bayi (AKB) di Indonesia pada
tahun 1980 sebesar 109 yang berarti terdapat 109 kematian bayi setiap 1000 kelahiran
hidup. Apabila dibandingkan dengan target World Health Organization (WHO) dan
International Conference on Population and Development (ICPD) untuk tercapainya AKB
sebesar 50 pada tahun 2000 tentunya hal tersebut masih jauh dari target.

Tingginya AKB pada tahun 1980 ini dapat dikarenakan belum optimalnya sarana
dan prasarana pelayanan kesehatan. Berdasarkan provinsinya, hanya 14 dari provinsi di
Indonesia memiliki AKB di bawah AKB Nasional, sedangkan sisanya masih di atas
nasional. Pada 1980, nilai AKB terendah adalah DIY yang nilainya sebesar 62. Tingginya
nilai AKB disebabkan karena belum meratanya sarana dan prasarana kesehatan terutama
di Indonesia bagian timur serta rendahnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya
kesehatan ibu dan bayi.

Pada 1990 meskipun nilanya turun akan tetapi hanya beberapa provinsi yang
menunjukkan kemajuan yang berarti. Penurunan nilai AKB ini juga terjadi sama seperti
penurunan yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya (Behm 1983, dalam Seman, 1985).
Kemajuan dalam hal penurunan AKB di beberapa provinsi tersebut disebabkan oleh
peningkatan kuantitas dan kualitas sarana kesehatan dari tahun-tahun sebelumnya (Santosa,
1990).

19
Tercatat hanya dua provinsi yang berhasil menunjukkan progres yang baik yaitu
DKI Jakarta dan DI Yogyakarta. Nilai AKB untuk keduanya masing-masing sebesar 43
(DKI Jakarta) dan 42 (DIY). Pada tahun 2000 beberapa provinsi telah menunjukkan
kemajuan dalam mengurangi angka kematian bayi. hal ini dibuktikan dari semakin
turunnya angka kematian bayi di Indonesia menjadi 47 per 1000 kelahiran hidup. Meskipun
secara rata-rata Indonesia telah memenuhi target dari ICPD dan WHO pada tahun 2000
dan 2015, akan tetapi jika dilihat secara provinsi capaian tersebut belum dikatakan
memuaskan.

Berdasarkan gambar tentang estimasi angka kematian bayi per provinsi, provinsi
yang telah mencapai target ICPD hanya sebesar 9 provinsi di Indonesia. DKI Jakarta dan
DIY sama-sama memiliki nilai AKB yang rendah yaitu sebesar 25 kematian per 1000
kelahiran. Untuk capaian di DIY hal tersebut dikarenakan beberapa hal antara lain
aksesibilitas ke faskes sangat baik, sarana prasarana transportasi yang memadai, sarana
pelayanan kesehatan yang tersebar, jumlah tenaga yang cukup banyak dan bervariasi, serta
adanya keterpaduan unit-unit pelayanan dan jajaran kesehatan pemerintah memegang
peranan penting dalam hal ini (Dinas kesehatan DIY, 2011). Sedangkan di DKI program
kesehatan dikuatkan dengan dukungan anggaran yang memadai.

Gambar 6 : Estimasi Angka Kematian Bayi Per Provinsi di Indonesia 2000 (Sumber : Badan Pusat
Statistik, 1997 dan 2006)

Kondisi pencapaian angka kematian bayi di Indonesia juga menunjukkan


ketimpangan. Gambar tersebut menunjukkan bahwa antara nilai tertinggi dan terendah di

20
Indonesia rentangnya sangat jauh. Pada tahun 2000 nilai AKB di DIY sebesar 25
sedangkan di NTB nilai AKB sebesar 89. Rentang yang sangat tinggi tersebut merupakan
gambaran adanya ketertinggalan yang ekstrim di NTB dalam bidang kesehatan.
Berdasarkan penelitian Suardi (2009) tingginya kematian bayi dikarenakan budaya
masyarakat dalam memperhatikan pola hidup sehat dan gizi bagi bayi.

Beberapa budaya yang diduga memicu terjadinya tingginya angka kematian bayi
di NTB antara lain perkawinan selarian, persalinan yang ditangani oleh dukun, bayi diberi
nasi pakpak (nasi yang telah dikunyah terlebih dahulu oleh ibunya), dan adanya pantangan
makanan selama hamil dan setelah melahirkan. Selain itu sarana dan prasarana di NTB
dalam masalah kesehatan juga jauh tertinggal dengan DIY baik dari segi kualitas maupun
kuantitasnya. Selain itu menurut UNICEF (2012) tingginya kematian bayi dipengaruhi
oleh rendahnya pendidikan ibu, kebersihan rumah dan lingkungan, pendapatan, serta akses
ke pelayanan kesehatan.

Perhatian pemerintah dalam penurunan angka AKB dapat dikatakan sangat baik.
Hal ini ditunjukkan dari penurunan AKB yang sangat drastis dari tahun 2000, dimana pada
tahun 2000 AKB Indonesia sebesar 47 dan pada tahun 2010 menjadi 26 pada tahun 2010.
Hal tersebut tidak lepas dari kemajuan pembangunan di beberap a provinsi mengalami
perbaikan yang berkomitmen untuk menurunkan angka kematian bayinya. Provinsi dengan
AKB paling tinggi pada tahun 2000 yaitu NTB mengalami kemajuan yang berarti.
Bergesernya posisi Nusa Tenggara Barat menjadi provinsi dengan AKB tertinggi ini tak
luput dari upaya pemerintah mengalokasikan dana APBD Dinas Kesehatan untuk upaya
penurunan AKI dan AKB (Faulia, 2010).

Target yang ditetapkan ICPD pada tahun 2015 yaitu tercapainya AKB sebesar 35
kematian bayi setiap 1000 kelahiran hidup. Secara nasional, Indonesia optimis dapat
mencapai target tersebut karena berdasarkan proyeksi dari UN pada periode 2010 nilai
AKB di Indonesia sebesar 27 dan pada tahun 2015 nilai AKB diproyeksi sebesar 23.
Permasalahannya adalah pada kesenjangan antar provinsi dimana pada beberapa provinsi
pembangunan dalam bidang kesehatan belum optimal.

b. Angka Kematian Balita

21
Angka Kematian Balita (Child Mortality Rate/CMR) merupakan jumlah kematian
anak dibawah 5 tahun per 1000 anak umur yang sama pada pertegahan tahun. Angka
kematian anak menggambarkan kondisi kesehatan lingkungan yang langsung
mempengaruhi tingkat kesehatan anak. Tren CMR dari periode 1950-1955 hingga 2005-
2010 mengalami penurunan terus-menerus pada setiap periodenya. Penurunan terseb ut
terlihat pada sebagai berikut.

Gambar 7 : Estimasi Angka Kematian Balita di Indonesia (Sumber : United Nations, 2013)

Penurunan CMR yang terlihat pada gambar tersebut diatas telah mencapai target
yang ditetapkan WHO dan ICPD. Target yang ditetapkan WHO dan ICPD pada tahun 2000
adalah 70 kematian anak dibawah 5 tahun per 1000 anak dengan umur yang sama.
Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa target yang ditetapkan WHO dan ICPD
telah tercapai dengan CMR ketercapaian sebesar 64 kematian anak dibawah 5 tahun per
1000 anak dengan umur yang sama.

Meskipun demikian, penurunan angka kematian anak harus tetap menjadi perhatian
di Indonesia. Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mengurangi angka kematian
anak antara lain menyediakan akses kesehatan yang baik, kualitas perawatan kelahiran dan
manajemen penyakit masa kanak-kanak yang baik serta dukungan kesehatan lingkungan
yang baik. Dukungan tersebut misalnya dengan penyediaan air dan sanitasi yang bersih,
pengawasan penyakit menular, serta pemberian nutrisi ibu yang baik.

2.3.3 Asumsi Mortalitas


Angka Kematian Bayi (IMR) Indonesia menurun sesuai dengan tren di masa
lampau dan diproyeksikan akan mencapai IMR = 20 pada tahun 2015, sesuai dengan tujuan

22
Pembangunan Millenium (Millenium Development Goals/MDGs) dengan menggunakan
rumus fungsi logistik.

dimana,

Y = Perkiraan IMR

L = Perkiraan asymtot bawah

k = Suatu besaran, dimana k+L=180 adalah asymtot atas

a dan b = koefisien kurva logistik

t = waktu sebagai variabel bebas

e = konstanta eksponensial

23
Gambar 8 : Estimasi Angka Kematian Total (IMR) menurut Provinsi Tahun 2000-2025

Dengan demikian, IMR Indonesia akan turun dari 36 pada tahun 2002 menjadi 15
pada tahun 2022. Sedangkan IMR di setiap provinsi menurun dengan kecepatan yang
berbeda sesuai dengan tren di masa lampau masing-masing provinsi dan diproyeksikan
dengan menggunakan rumus fungsi logistik seperti proyeksi TFR Indonesia. Selain
menggunakan data kecenderungan tingkat mortalitas di masa lampau, juga digunakan
informasi mengenai target pencapaian tingkat mortalitas di masa yang akan datang yang
didapat dari Departemen Kesehatan. Khusus untuk perkiraan tingkat mortalitas di Provinsi
Nanggroe Aceh Darusalam, selain berdasarkan tingkat mortalitas waktu lampau juga
dipertimbangkan tingkat mortalitas pasca tsunami (Desember 2004).

24
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pertumbuhan penduduk merupakan salah satu parameter dibidang kependudukan yang
menjadi pusat perhatian untuk dikendalikan. Pertumbuhan penduduk merupakan
perubahan jumlah penduduk, baik pertambahan maupun penurunannya. Pertumbuhan
penduduk ini dipengaruhi oleh besarnya kelahiran (birth), kematian (death), migrasi masuk
(in migration), dan migrasi keluar (out migration). Berdasarkan pemaparan pada subbab
“Analisis dan Pembahasan tentang Pertumbuhan Penduduk”, dapat disimpulkan
pertumbuhan penduduk di Provinsi Sumatera Utara menurut hasil Sensus Penduduk tahun
2010-2018 adalah sebesar 1.22 % per tahun dengan jumlah penduduk pada tahun 2010
sebesar 12.982.204 jiwa. Rata-rata pertumbuhan penduduk Sumatera Utara terbilang cukup
baik.

Kemudian, pada subabab “Analisis dan Pembahasan tentang Fertilitas” Angka


Kelahiran Total (TFR) Provinsi Sumatera Utara untuk setiap penduduk perempuan usia
15-49 tahun. Menurut hasil pada tahun 1991, Angka Kelahiran Total (TFR) Provinsi
Sumatera Utara adalah 4,71 anak per penduduk perempuan usia subur. Berdasarkan hasil
pada tahun 1994, Angka Kelahiran Total (TFR) Provinsi Sumatera Utara mengalami
penurunan menjadi 3,88 anak per penduduk perempuan usia subur atau turun sekitar 0,83
persen. Kemudian, Angka Kelahiran Total (TFR) Indonesia terus mengalami penurunan
hingga mencapai 3,72 menurut hasil pada tahun 1997 dan menjadi 3 anak per penduduk
perempuan usia subur berdasarkan hasil pada tahun 2002-2003. Namun, pada hasil tahun
2007 menunjukkan peningkatan Angka Kelahiran Total (TFR) Provinsi Sumatera Utara
sebesar 0,8 (dari data sebelumnya) menjadi 3,8 anak per penduduk perempuan usia subur.
Selanjutnya terjadi penurunan Total Fertility Rate (TFR) kembali pada tahun 2007 menjadi
3 anak per penduduk perempuan usia subur dan pada tahun 2017 turun lagi menjadi 2,9
anak per penduduk perempuan usia subur.

Pada subbab “Analisis dan Pembahasan tentang Mortalitas” digunakan 3 buah


metode perhitungan, didapat kesimpulan terkait tingkat mortalitas di Indonesia menurut
berbagai sumber. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan metode CDR, tingkat
25
mortalitas di Indonesia mengalami tren penurunan setiap periodenya. Pada periode tahun
1950 – 1955, terjadi 25 kematian setiap 1000 penduduk di pertengahan tahun. Sedangkan,
pada 2010 tercatat angka kematian kasar di Indonesia sebesar 7 per 1000 penduduk.
Keberhasilan penurunan yang terjadi ini mengindikasikan makin membaiknya pelayanan
kesehatan di Indonesia.

Adapun tingkat mortalitas bayi di Indonesia juga menunjukkan tren penurunan


disetiap periodenya. Pada rentang tahun 1950 – 2010, terjadi penurunan sangat tajam yang
semula terdapat 188 kematian bayi per 1000 kelahiran hidup menjadi 29 kematian bayi per
1000 kelahiran hidup. Penurunan angka kematian bayi tidak terlepas dengan semakin
meningkat perekonomian masyarakat serta membaiknya sarana dan prasarana kesehatan.
Tren penurunan juga terjadi pada tingkat mortalitas anak dibawah umur 5 tahun. Pada
periode tahun 2005 – 2010, sedikitnya terjadi 35 kematian anak dibawah umur 5 tahun.
Meskipun begitu, pemerintah telah menyusun langkah-langkah agar CMR di Indonesia
menyentuh angka 0, seperti penyediaan akses kesehatan yang baik, peningkatan kualitas
perawatan kelahiran dan manajemen penyakit masa kanak-kanak, serta dukungan
kesehatan lingkungan yang baik.

3.2 Saran
Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan makalah di atas
masih banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Adapun nantinya penulis akan
segera melakukan perbaikan susunan makalah itu dengan menggunakan pedoman dari
beberapa sumber dan kritik yang bisa membangun dari para pembaca.

26
DAFTAR PUSTAKA

Mantra, Ida Bagoes. 2003. Demografi Umum, Edisi Kedua. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
BPS Provinsi Sumatera Utara. (2019). Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Kepadatan
Penduduk menurut Kabupaten/Kota, 2018. URL:
https://sumut.bps.go.id/statictable/2019/10/30/1321/luas-wilayah-jumlah-penduduk-dan
kepadatan-penduduk-menurut-kabupaten-kota-2018.html
BKKBN Sumatra Utara. (2020). Profil KKBPK Tahun 2018. URL: http://sumut.bkkbn.go.id/wp-
content/uploads/2020/07/Profil-KKBPK-tahun-2018. Diakses pada 9 April 2022

Pinem, Mbina. 2014. Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial: Analisis Pertumbuhan dan
Persebaran Penduduk Provinsi Sumatera Utara Berdasarkan Hasil Sensus Penduduk
Tahun 2010.
Nuraini. 2011. Fertilitas Penduduk Indonesia Hasil Sensus Penduduk Tahun 2010. Badan Pusat
Statistik, Jakarta.
Alfana, Muhammad Arif Fahrudin, Widha Ayu Nur Permata Hanif dan Maulida Iffani. 2015.
Jurnal Mortalitas di Indonesia (Sejarah Masa Lalu dan Proyeksi ke Depan).

27

Anda mungkin juga menyukai