Anda di halaman 1dari 33

KEBIJAKAN MONETER DAN STRATEGI KEBIJAKAN MONETER

MAKALAH

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah


“EKONOMI MONETER“
Dosen Pengampu :
Nur Laili Fikriah, S.E., M.Sc

Disusun Oleh:

Kelompok 12

Kelas ES 5D

1. Nafira Ayu Nurining Tyas (12402173175)


2. Miftahul Rohmah (12402173178)
3. Lailatul Mahfudhoh (12402173272)

JURUSAN EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
NOVEMBER 2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
hidayahnya sehingga kita dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik walaupun
masih banyak kekurangan didalamnya. Makalah ini membahas mengenai
“Kebijakan Moneter Dan Strategi Kebijakan Moneter”.
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah “Ekonomi Moneter”. Kami juga berharap semoga pembuatan makalah ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca untuk menambah wawasan dan pengetahuan.
Dalam pembuatan makalah ini tentunya tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak. Atas dukungan moral dan materi yang diberikan dalam penyusunan
makalah ini, maka penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Nur
Laili Fikriah, S.E., M.Sc selaku dosen pengampu serta pihak-pihak lain yang turut
membantu memberikan referensi buku.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kata sempurna. Maka dari itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak untuk penyempurna makalah ini.

Tulungagung, 14 November 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR ………………………………………………………….. ii

DAFTAR ISI …………………………………………………………………... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ………………………………………………………….. 1


B. Rumusan Masalah ………………………………………………………. 2
C. Tujuan Pembahasan …………………………………………………….. 2

BAB II PEMABAHASAN

A. Mekanisme Transmisi Kebijaksanaan Moneter ………………………… 4


B. Tenggang Waktu (LAG) Dari Kebijaksanaan Moneter …………………. 7
C. Kebijaksanaan Moneter Dengan Keadaan Ketidakpastian ……………. 10
D. Implementasi Kebijaksanaan ………………………………………….. 13
E. Longgar Vs Ketat ………………………………………………………. 18
F. Accomodative Vs Countercycle ………………………………………... 19
G. Natural Rate Hypothesis dan Rasional Expectation Hypothesis ……….. 21
H. Keterkaitan Kebijakan Moneter dengan Kebijakan Makro Lain ………. 24
I. Pengaruh Eksternal Terhadap Kebijakan Moneter …………………….. 26

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan …………………………………………………………….. 28
B. Saran …………………………………………………………………… 28

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saat Indonesia di timpa krisis ekonomi antara tahun 1997-1998
merupakan guncangan berat terhadap perekonomian khususnya nilai tukar
yang mengubah keseimbanagan dinamis perekonomian nasional. Untuk itu
perlu dilakukan pengolahan moneter yang yang lebih baik dalam
mengantisipasi kemungkinan terulangnya krisis tersebut. Karenanya,
pemahaman yang lebih baik mengenai kebijakan moneter serta mekanisme
transmisi moneter dan konsekuensi terhadap keterbatasan kebijakan
moneter menjadi suatu kebutuhan yang akan bermanfaat.
Kebijakan moneter adalah mengatur persediaan uang beredar baik
uang primer maupun kredit perbankan untuk mencapai tujuan tertentu;
seperti menahan inflasi dan mencapai kesempatan kerja penuh.
Menurut Litteboy and Taylor (2006:198) bahwa kebijakan moneter
merupakan upaya atau tindakan Bank sentral dalam memengaruhi
perkembangan moneter (jumlah uang beredar, suku, bunga, kredit dan
nilai tukar) untuk mencapai tujuan ekonomi tertentu yang meliputi:
pertumbuhan ekonomi, stabilitas maka uang dan keseimbangan eksternal
serta perluasan kesempatan kerja.
Kebijakan moneter yang ditempuh otoritas moneter sangatlah
beragam tergantung pada target akhir yang ingin dicapai dan kondisi
ketika kebijakan itu diambil. Kondisi dimaksud sangat beragam pula. Di
Indonesia, strategi kebijakan moneter juga dipengaruhi misalnya oleh
kondisi kelembangaan pendukung efektivitas kebijakan moneter yang
masih dalam taraf pengembangan, tingkat monetisasi perekonomian masih
relatif rendah, tingkat pengangguran perbankan yang relatif rendah, dan
banyak faktor lain yang berpengaruh.
Sebagai salah satu kebijakan ekonomi makro, kebiajakan moneter
memiliki peran yang sangat penting dalam penyelesaian krisis ekonomi

1
yang sedang terjadi di Indonesia. Apalagi meningat bahwa krisis ini telah
berkembang menjadi fenomena yang dikenal sebagai financial distress,
yaitu proses demonetisasi berupa penurunan permintaan akan likuiditas
perekonomian sebagai akibat meningkatnya permintaan akan
menimbulkan dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonmi jangka
panjang

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penjelasan tentang Mekanisme Transmisi Kebijaksanaan
Moneter ?
2. Bagaimana penjelasan tentang Tenggang Waktu (LAG) Dari
Kebijaksanaan Moneter ?
3. Bagaimana penjelasan tentang Kebijaksanaan Moneter Dengan Keadaan
Ketidakpastian ?
4. Bagaimana penjelasan tentang Implementasi Kebijaksanaan ?
5. Bagaimana penjelasan tentang Longgar Vs Ketat ?
6. Bagaimana penjelasan tentang Accomodative Vs Countercycle ?
7. Bagaimana penjelasan tentang Natural Rate Hypothesis dan Rasional
Expectation Hypothesis ?
8. Bagaimana penjelasan tentang Keterkaitan Kebijakan Moneter dengan
Kebijakan Makro Lain ?
9. Bagaimana penjelasan tentang Pengaruh Eksternal Terhadap Kebijakan
Moneter ?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui penjelasan tentang Mekanisme Transmisi
Kebijaksanaan Moneter
2. Untuk mengetahui penjelasan tentang Tenggang Waktu (LAG) Dari
Kebijaksanaan Moneter.
3. Untuk mengetahui penjelasan tentang Kebijaksanaan Moneter Dengan
Keadaan Ketidakpastian.
4. Untuk mengetahui penjelasan tentang Implementasi Kebijaksanaan.

2
5. Untuk mengetahui penjelasan tentang Longgar Vs Ketat.
6. Untuk mengetahui penjelasan tentang accomodative vs countercyclical.
7. Untuk mengetahui penjelasan tentang natural rate hypothesis & rasional
expectation hypothesis.
8. Untuk mengetahui keterkaitan kebijakan moneter dengan kebijakan makro
lain.
9. Untuk mengetahui pengaruh eksternal terhadap kebijakan moneter.

3
BAB II

PEMBASAHAN

A. Mekanisme Transmisi Kebijaksanaan Moneter


1. Jalur Biaya Modal (The Cost Of Capital Channel)
Dalam ekonomi Keynes, tingkat bunga merupakan penghubung
utama antara sektor moneter dengan sektor rill. Perubahan jumlah uang
misalnya, akan mempengaruhi tingkat bunga. Perubahan tingkat bunga
akan mempengaruhi investasi atau bahkan mungkin juga konsumsi.
Investasi merupakan bagian dari pengeluaran total (aggregate
expenditure). Perubahan dalam pengeluaran total pada gilirannya akan
mempunyai efek ganda terhadap keseimbangan pendapatan nasional.
Dengan demikian, tingkat bunga yang merupakan biaya modal dapat
dipandang sebagai indikator pengaruh kebijakansanaan moneter atau
sektor moneter terhadap keseimbangan pendapatan (sektor rill).
Didalam skematis jalur tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

Kebijaksanaan cadangan Jumlah Tingkat Investasi GNP

Moneter Bank Umum Uang beredar Bunga Naik Naik

Surat berharga naik Naik Turun

2. Jalur Kekayaan (Wealth Channel)


Pengaruh perubahan jumlah uang terhadap pendapatan nasioanl
dapat juga mellaui jalur kekayaan. Pengertian kekayaan tersebut meliputi
:
 Kekayaan yang berupa barang fisik (rumah, tanah dan
sebagainnya)
 Surat berharga
 Uang tunai
Hubungan antara kekayaan dengan pengeluaran total (dalam hal ini
konsumsi) telah dijelaskan oleh Pigou (yang sering disebut dengan Pigpu

4
effect atau real balance effect). Real balance effect dapat dijelaskan
sebagai perubahan nilai uang kas riil (real cadh balance) baik disebabkan
oleh karena turunnya harga (dengan jumlah uang tetap) ataupun naiknya
jumlah uang (dengan harga tetap) akan mempengaruhi tingkat konsumsi.
Konsumsi merupakan bagian dari pengeluaran total. Dengan perubahan
pengeluaran total maka keseimbangan pendapatan akan berubah. Dengan
demikian kebijaksanaan moneter akan mempengaruhi jumlah uang
(dimana uang merupakan bagian dari kekayaan).
Perubahan salah satu komponen kekayaan ini (dalam hal ini uang
kas riil) akan mempengaruhi konsumsi (melalui real balance/Pigou
effect). Konsumsi merupakan bagian dari pengeluaran total. Perubahan
pengeluaran total akan mengakibatkan perubahan pendapatan.
Secara skematis mekanisme transmisi ini dapat digambarkan sebagai
berikut :

Kebijaksanaan Moneter Naik Jumlah Uang Beredar Naik Kekayaan


Naik Konsumsi Naik(Pigou Effect) Pengeluaran total naik GNP
naik

3. Jalur Harga Relatif (Teori Portofolio)


Teori portofolio merupakan dasar yang rasional mengapa seseorang
memegang sesuatu (beberapa) kekayaan tertentu, termasuk dalam bentuk
uang. Beberapa anggapan teori ini anatara lain :
 Setiap orang akan selalu berusaha untuk menyamakan pendapatan
marginal (marginal return) dari masing-masing bentuk kekayaan
dalam portofolionya.
 Bertambahnya salah satu bentuk kekayaan akan menurunkan
harga bentuk kekayaan tersebut relative terhadap bentuk kekayaan
yang lain.
 Individu tersebut akan menukarkan bentuk kekayaan yang
hargannya turun tersebut dengan bentuk kekayaan lain yang
harganya lebih tinggi.

5
 Proses pertukaran tersebut (dengan demikian juga berarti proses
perubahan susunan bentuk kekayaan akan berjalan terus (akan
dilakukannnya) sampai pendapatan marginal dari masing-masing
bentuk kekayaannya sama besar.

Perubahan harga relative sebenarnya merupakan konsekuensi dari


proses penyesuaian susunan portofolio seseorang. Misalnya, penambahan
jumlah uang sebagai akibat dari kebijkasanaan moneter membeli surat
berharga oleh Bank Sentral, akan menyebabkan individu kelebihan uang
kas dalam portofolionya.

Individu akan menukarkan kelebihan uang kas ini dengan bentuk


kekayaan yang lain. Harga kekayaan lain akan naik (atau returnnya
turun). Produksi (dan dengan demikian investasi) pada bentuk kekayaan
lain akan naik. Investasi naik akan mengakibatkan pendapatan juga
bertambah. Dari contoh ini dijelaskan bahwa kenaikan jumlah uang akan
dapat menaikan pendapatan.

4. Jalur Langsung (Teori Monetarist)


Menurut teori ini pengaruh kebijaksaan moneter terhadap GNP
secara langsung. Jalur mekanisme langsung, ini sifatnya lebih sederhana.
Menurut pendapatanya, karena sebenarnya mekanisme transmisi itu
begitu kompleks sehingga sukar untuk digambarkan, maka tidak bisa
dinyatakan secara spesifik. Oleh karena itu tidak bisa digambarkan secara
terperinci.
Skema skematis mekanisme transmisi versi monetaris ini dapat
digambarkan sebgai berikut :

Kebijaksanaan Jumlah Uang Pengeluaran total GNP naik

Moneter (membeli surat Naik Naik

Berharga)

6
Bahwa pengaruh jumlah uang terhadap pengeluaran total melalui
perubahan harga.1

B. Tenggang Waktu (LAG) Dari Kebijaksanaan Moneter


Terkait dengan dampak dari kebijakan moneter terhadap kesetabilan
dan pertumbuhan ekonomi akan tergantung dengan kuat tidaknya hubungan
antara perubahan kebijakan moneter yang dilakukan dengan kegiatan
ekonomi dan kerangka waktu antara terjadinya efek terhadap kegiatan
ekonomi (lag). Jangka waktu lag terdiri atas beberapa komponen atau unsur
seperti pada tabel berikut:

Keterangan
t0 : Periode awal adanya kebijakan moneter
t1 : Kurun waktu pertama sejak adanya kebijakan moneter
t2 : Kurun waktu kedua sejak adanya kebijakan moneter
t3 : Kurun waktu ketiga sejak adanya kebijakan moneter
Periode t0 sampai dengan t1 merupakan recognition lag, yaitu
waktu yang diperlukan oleh Bank Indonesia untuk mengumpulkan data
ekonomi serta menganalisis perubahan aktivitas ekonomi yang diinginkan

1
Nopirin, Ph.D, Ekonomi Moneter, (Yogyakarta : BPFE, 2011), Hlm.52-55

7
dengan melaksanakan kebijakan moneter tersebut. Misalnya pada periode t0
telah terjadi perubahan aktivitas ekonomi, misalnya kenaikan jumlah
pengangguran. Dengan fenomena yang seperti itu, sebelum mengambil dan
menentukan kebijakan moneter untuk mengatasi pengangguran tersebut,
Bank Indonesia memerlukan waktu terlebih dahulu untuk mengumpulkan
data yang berkaitan dengan masalah pengangguran tersebut.
Administrative lag (t1-t2) merupakan periode antara diketahuinya oleh
BI berbagai informasi yang akan diperkirakan untuk mengubah kebijakan
moneter, dengan waktu dimana BI benar-benar mengubah satu atau beberapa
instrumen kebijakan moneter (t2). Keseluruhan antara recognition lag dan
adminitrative lag ini disebut dengan inside lag, yaitu kurun waktu antara
perubahan atau kejadian ekonomi yang memerlukan perubahan kebijakan
moneter dengan perubahan satu atau beberapa instrumen kebijakan moneter.
Selanjutnya kurun waktu antara telah berubahnya satu atau beberapa
instrumen kebijakan moneter untuk mengatasi suatu masalah ekonomi sampai
dengan efek atau dampak nyata kebijakan moneter tersebut pada kegiatan
ekonomi, disebut dengan outside/impact lag. Dengan kata lain, outside lag
mengukur seberapa lama waktu yang dibutuhkan dari perubahan instrumen
kebijakan moneter, dapat memberi efek pada penyelesaian masalah ekonomi
yang dipecahkan atau diselesaikan. Lag ini yang kemudian dijadikan salah
satu alat ukur efektifitas kebijakan moneter Bank Indonesia. Sehingga,
semakin cepat atau pendek lag atau waktu yang dibutuhkan untuk
menghasilkan efek, maka semakin baik kebijakan moneter tersebut. Jangan
sampai efek yang terjadi sudah terlambat dan bahkan justru memperparah
keadaan atau masalah yang sedang terjadi dalam perekonomian Bank
Indonesia.2
Penyebab dari tenggang waktu adalah:
1. Operasi pasar terbuka akan mempengaruhi cadangan bank umum.
Kebijakan membeli surat berharga dan atau menjualnya dari atau kepada

2
FX Sigiyanto dan Etty Puji Lestari, Materi Pokok Ekonomi Moneter, (Tangerang selatan:
Universitas Terbuka, 2017), hlm. 625-627.

8
bank sentral membutuhkan waktu yang lama untuk menyumbangkan
hasil yang diharapkan dari kebijakan itu. Misalkan saja pemerintah ingin
mempersempit jumlah uang beredar, maka pemerintah akan menjual
surat berharganya dengan suku bunga tinggi akibatnya bank umum akan
banyak mengurangi pinjaman atau investasi, padahal investasi pada pihak
ketiga bukanlah kejadian yang direncanakan dalam waktu yang singkat,
sehingga untuk merubahnya dibutuhkan waktu yang lama, demikian juga
sebaliknya.
2. Bila misalkan akibat dari bank sentral menurunkan suku bunga surat
berharganya, maka bank umum akan berusaha untuk menarik dananya
untuk ditawarkan kepada pihak investor, padahal untuk mendapatkan
investor dengan suku bunga yang tinggi dari suku bunga bank sentral dan
deposan membutuhkan waktu yang lama.
3. Penyusunan hingga persetujuan rencana investasi membutuhkan waktu
yang lama dari semenjak suku bunga turun atau pada saat suku bunga
naik.
4. Multiplier kenaikan atau penurunan investasi membutuhkan waktu yang
cukup lama untuk menaikkan atau menurunkan tingkat pendapatan
nasional.3
Jangka waktu kebijaksanaan moneter itu masih berkaitan dengan
ketidakpastian adalah masalah jarak waktu atau lag dan kebijaksanaan. Ada
dua macam lag yang dikenal dalam kepustakaan kebijaksanaan ekonomi:
1. Inside Lag adalah jarak waktu dari timbulnya permasalahan di dalam
perekonomian sampai dengan dimulainya tindakan kebijaksanaan untuk
mengatasinya
2. Outside lag adalah jarak waktu antara saat dimulai dilaksanakannya
langkah kebijaksanaan dan saat timbulnya akibat pada perekonomian.4

3
Iskandar Putong, Ekonomi Makro: Pengantar untuk dasar-dasar ilmu ekonomi makro,
(Mitra Wacana Media, 2015), hlm. 112
4
Ratih Dian Yuniarti, Pengaruh Kebijakan Moneter terhadap pertumbuhan Ekonomi di
Indonesia Periode tahun 2000:1-2010:12, Skrpsi Universitas Sebelas Maret. Diakses dari
diglib.uns.ac.id

9
C. Kebijaksanaan Moneter Dalam Keadaan Ketidakpastian
Para pengambil keputusan biasanya tidak mempunyai pengetahuan
yang sempurna tentang keadaan ekonomi serta kesulitan dalam melakukan
peramalan secara teliti dikarenakan beberapa faktor yang sukar diduga
sebelumnya, seperti misalnya: pemogokan, perang atau krisis moneter.
Dengan demikian, pencapaian target kebijaksanaan sulit secara tepat
diperoleh, mungkin efek sampingnya harus diterima. Misalnya, tingkat inflasi
yang lebih tinggi untuk beberapa bulan, supaya target pertumbuhan tercapai.
Karena ketidakpastian ini selalu dihadapi oleh penguasa moneter,
sehingga harus dapat dirumuskan suatu strategi kebijaksanaan moneter yang
sesuai dengan sumber atau jenis ketidakpastian tersebut. Ketidakpastian ini
dapat berasal dari sektor riil atau pun dari sektor moneter. Sedang instrument
kebijakan moneter yang dapat dipakai seperti misalnya penentuan jumlah
uang yang beredar atau tingkat bunga. Penilaian berhasil atau tidaknya
kebijaksanaan ini didasarkan pada besarnya penyimpangan dari target yang
ingin dicapai. Diusahakan supaya rata-rata penyimpangan ini paling rendah
(minimum) untuk suatu jangka waktu tertentu.
Ketidakpastian dalam sistem riil dan moneter dapat digambarkan
dengan menggunakan analisa IS – LM. Dalam kerangka analisis IS – LM,
ketidakpastian dalam sektor riil (permintaan agregat) berarti bahwa penguasa
moneter tidak tahu persis dimana letaknya kurva IS. Mereka hanya tahu kira-
kira kemungkinan letak kurva IS tersebut. Apabila permintaan agregat cukup
kuat, letak kurva IS dapat bergeser ke kanan atas (di atas letak IS pada
keadaan normal). Dan apabila permintaan agregat ini lemah, letak kurva IS
akan berada di kiri bawah daripada keadaan normal. Demikian juga
ketidakpastian di sektor moneter (yang berasal dari ketidakpastian permintaan
akan uang), dapat digambarkan dengan kurva LM. Penguasa moneter dalam
hal ini juga hanya tahu kira-kira dimana kurva LM akan berada.
Strategi penguasa moneter adalah memilih instrumen kebijaksanaan
moneter (menentukan tingkat bunga atau jumlah uang beredar) yang
memberikan “policy error” (penyimpangan dari target) paling kecil. Kalau

10
semuanya serba pasti, kedua instrumen itu tidak ada bedanya, sama-sama bisa
mencapai target yang diinginkan.
1. Dalam adanya ketidakpastian
Ketidakpastian ini dapat berasal dari sektor riil, moneter atau
kedua-duanya. Ketidakpastian ini tercermin pada ketidaktahuan secara
pasti lokasi dari kurva I. Yang diketahui hanyalah kemungkianan lokasi
IS tersebut, yakni antara dua ekstrim IS1 dan IS2 pada gambar ini :

Apabila penguasa moneter menetapkan tingkat bunga re, maka


kurva LM yang relevan adalah LM2. Sebaliknya apabila kebijaksanaan
yang diambil itu berupa penetapan jumlah uang beredar, maka kurva
LM-nya adalah LM1. Dalam kebijaksanaan penetapan tingkat bunga
re,maka tingkat pendapatan akan berada antara Y1Y4. Sedang pada
kebijaksanaan penetapan jumlah uang beredar (JUB) pendapatan akan
berada antara Y2Y3. Fluktuasi pendapatan Y2Y3 lebih kecil dari pada
Y1Y4. Dengan demikian kebijaksanaan pendapatan JUB lebih baik dari
pada penetapan tingkat bunga. Kemungkinan kesalahan (policy error)
JUB yang tercermin pada kemungkinan besarnya pendapatan (yakni
Y2Y3) lebih kecil dari pada penetapan tingkat bunga (yakni Y1Y4).
Kebalikan dari kasus diatas adalah bahwa ketidakpastian berasal dari
sektor moneter. Keadaan ini tergambar dengan kemungkinan letak kurva
LM antara ekstrim, yakni LM1 dan LM2 , sedang kurva IS-nya sudah
pasti.

11
Kemungkinan kesalahan pada kebijaksanaan penetapan JUB adalah
Y1Y2. Sedang kebijaksanaan penerapan tingkat suku bunga re dapat
secara tepat (tanpa adanya penyimpangan) mencapai sasaran pendapatan
pada kesempatan kerja penuh (yakni YFE). Dengan demikian,
kebijaksanaan penentuan tingkat bunga lebih baik dari pada penentuan
JUB. Apabila ketidakpastian berasal baik dari sektor riil maupun sektor
moneter maka pemilihan instrumen kebijaksanaan tersebut ditentukan
oleh perbandingan derajat ketidakpastian diantara dua sektor itu. Gambar
dibawah ini menunjukkan bahwa ketidakpastian sektor riil lebih besar
daripada sektor moneter, yang tergambar pada jarak IS1, dengan IS2 lebih
jauh daripada jarak LM1 dengan LM2.

Sebaliknya, apabila ketidakpastian di sektor moneter lebih besar


daripada sektor riil maka kebijaksanaan.

12
Jarak LM1 – LM2 lebih besar daripada IS1 – IS2, menggambarkan
bahwa ketidakpastian sektor moneter lebih besar daripada sektor riil.
Dalam keadaan ini kemungkinan kesalahan (policy error) dan
kebijaksanaan penetapan tingkat bunga sebesar Y2Y3, lebih kecil
daripada kemungkinan kesalahan akibat kebijaksanaan JUB yang
diambil, yakni Y1Y4. Dengan demikian kebijaksanaan tingkat bunga
lebih baik dibanding dengan kebijaksanaan JUB.
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa instrumen
kebijakan yang diambil itu tergantung daripada perbandingan (relatif)
derajat ketidakpastian antara sektor riil dengan sektor moneter. Apabila
sektor riil lebih tidak stabil (ketidakpastiannya lebih besar) dibandingkan
dengan sektor moneter, maka kebijaksanaan tingkat bunga lebih baik.
Sebaliknya apabila sektor moneter lebih tidak stabil (ketidakpastiannya
lebih besar) dibandikan dengan sektor riil, maka kebijaksanaan jumlah
uang beredar lebih baik.5
D. Implementasi Kebijaksanaan
1. Beberapa masalah dalam implementasi kebijaksanaan moneter
Masalah pertama mengenai pilihan mengenai apa yang sebaiknya
dijadikan sebagai “sasaran antara” atau (intermediate target) bagi
kebijakan moneter. Masalah kedua berkaitan dengan pilihan mengenai
konsep “uang beredar” yang mana yang lebih baik sebagai sasaran.
Masalah ketiga adalah mengenai pilihan apakah kebijaksanaan moneter

5
Nopirin, Ekonomi Moneter, (Yogyakarta: BPFE-YOGYAKARTA, 2011), hlm. 57-64.

13
perlu dilaksanakan secara aktif, dan masalah keempat berkaitan dengan
perkembangan baru didalam teori kebijakan moneter dan kebijaksanaan
ekonomi makro pada umumnya.
a. Tingkat bunga atau uang beredar
Sasaran akhir jangka pendek baik dari kebijaksanaan
moneter maupun fiskal adalah menjaga keseimbangan dari
perekonomian, yaitu agar tercapai inflasi yang rendah, tingkat
kegiatan ekonomi produksi yang tinggi serta neraca pembayaran
yang seimbang. Ini merupakan tujuan yang “ideal” dari
kebijaksanaan ekonomi secara keseluruhan. Tentu tidak semua
aspek dari sasaran ini akan dicapai secara penuh dan sekaligus
dalam kenyataan. Dalam usaha pencapaian sasaran akhir tersebut,
kebijaksanaan moneter dengan pengaruhnya pada ketiga aspek
sasaran kahir tersebut adalah panjang, sehingga sangat terlambat
seandainya terjadi kesalahan kebijaksanaan, dan kebijksanaan
hanya bisa diubah setelah hasil akhir telah diamati.
Tingkat suku bunga yang stabil menunjukkan bahwa situasi
pasar uang adalah tenang dan bahwa ada keseimbangan antara
permintaan dan penawaran. Oleh sebab itu menjaga kestabilan
tingkat bunga bukanlah berarti bunga pada tingkat tertentu.
b. Bank Indonesia
Memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan
nilai rupiah.Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU. No 3
tahun 2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia. Hal yang dimaksud
dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan
terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi.
Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia
menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai
sasaran utama kebijakan moneter dengan menganut nilai tukar yang
mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar sangat
penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan.Oleh

14
karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar
untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan
untuk mengarahkan nilai tukar pada level terentu.
Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki
kewenangan untuk melakukan kebijkan moneter melalui penetapan
sasaran-sasaran moneter tersebut menggunakan intrumen-intrumen,
antara lain operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun
valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib
minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan.
c. Teori Inflasi
Salah satu peristiwa moneter yang sangat penting dan yang
dijumpai dihampir semua Negara di dunia adalah Inflasi.Definisi
singkat mengenai inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga
untuk menaikkan harga secara umum dan terus menerus.
Kecenderungan kenaikan harga terjadi karena adanya musiman dan
adanya hari-hari besar atau yang terjadi sekali saja.
Kenaikan semacam ini dianggap sebagai masalah atau
penyakit ekonomi. Kalau seandainya harga-harga dari sebgaian
besar barang diatur atau ditentukan oleh pemerintah, maka harga
yang dicatat oleh biro statistik mungkin tidak menunjukkan
kenaikan apapun (karena yang dicatat adalah harga “resmi”
pemerintah).
2. Indikator Dalam Implementasi Kebijakan Moneter
Indikator kebijakan moneter adalah variabel ekonomi yang
memberikan Informasi tentang gerakan atau perubatan dalam sektor riil
apakah sudah bergerak kearah sasaran yang diinginkan atau belum.
Pemilihan Indikator sebenarnya mempakan merupakan pemilihan
variabel moneter yang secara kosniten memberikan informasi tentang
pengaruh kebijakan moneter terhadap perekonomian.Ini memerlukan
adanya hubungan yang pasti (dapat diperkirakan) antara indikator
tersebut dengan tujuan atau sasaran kebijaksanaan moneter.

15
Indikator adalah variable-variabel ekonomi yang mempengaruhi
keseimbangan pasar uang. Ada dua pilihan variabel yang dapat
digunakan, yaitu tingkat suku bunga (interest rate) dan jumlah uang
beredar (monetary agregate). Baik suku bunga dan jumlah uang
beredar, selain sebagai indikator juga berfungsi sebagai sasaran antara
yang ingin dikontrol oleh bank sentral dalam rangka mencapai tujuan
akhir yang telah ditetapkan.
1. Pilihan suku bunga
Kebijakan moneter akan mempengaruhi suku bunga sedemikian
rupa sehingga tetap stabil, sedangkan jumlah uang beredar akan
bergejolak naik dan turun demi mempertahankan suku bunga tetap pada
tingkat yang diinginkan. Bergejolaknya jumlah uang beredar dapat
menyebabkan terganggunya kestabilan harga.
2. Pilihan uang beredar
Pilihan uang beredar sebagai indikator akan memberikan dampak
positif yaitu tingkat harga stabil karena apabila jumlah uang beredar
bergejolak, bank sentral akan melakukan tindakan kontraksi atau
ekspansi moneter sehingga jumlah uang beredar akan relatif konstan
pada suatu jumlah yang ditetapkan. Namun, kebijakan ini akan
mengakibatkan suku bunga bergejolak karena gejolak permintaan akan
uang tidak diimbangi oleh penawaran akan uang.

16
Tingkat Bunga Jumlah uang
(%)

Rp. 5 Rp 6 Rp 7
triliun triliun triliun

r5

r6

r7

Liquidity
preference

Jumlah uang
dan permintaan
uang

Gambar Efek Perubahan Jumlah Uang terhadap Tingkat Bunga

Jumlah uang beredar sebanyak Rp. 6 triliun. Penambahan uang sebesar


Rp. 1 triliun (menjadi Rp. 7 triliun) mengakibatkan bahwa pada tingkat bunga
mula-mula (r6) masyarakat mempunyai kelebihan uang yang dipegangnya
(lebih besar daripada yang diinginkan untuk dipegang). Oleh karena itu
mereka berusaha untuk membuang kelebihan uang kas yang dipegangnya ini
dengan cara membeli surat berharga. Akibatnya harga surat berharga naik
(tingkat bunga turun), sampai keinginan memegang uang sama dengan
jumlah uang dan ini terjadi setelah tingkat bunga turun menjadi r7, dimana
permintaan uang sama dengan jumlah uang yang ada.6

6
Ibid., hlm. 93-94.

17
E. Longar Vs Ketat

Untuk mendapatkan indikator moneter seperti disyaratkan di atas,


pemerintah yang dalam hal ini otoritas moneter, memerlukan strategi yang
tepat dan sesuai dengan kondisi di Indonesia. Secara umum, strategi moneter
yang dapat dipilih antara lain adalah :

a. Kebijakan moneter longgar


Kebijakan moneter longgar akan ditempuh untuk menggiatkan
kembali perekonomian yang sedang lesu, dengan cara mempermudah
dan menambah jumlah uang beredar, agar permintaan konsumsi naik
produksi naik.

Namun demikian dalam perekonomian terbuka dan sistem devisa


bebas, kebijakan moneter yang longgar dapat menimbulkan dampak seperti
gambar berikut ini.

b. Kebijakan moneter ketat


Kebijakan moneter ketat akan memberi dampak sebaliknya,
terutama dalam rangka meredam kenaikan harga atau inflasi yang
berlebihan, sehingga tekanan terhadap neraca pembayaran berkurang

18
karena produk dalam negeri kembali dapat bersaing, meskipun dengan
kebijakan ini akan berdampak pula pada menurunnya pertumbuhan
ekonomi, karena jumlah uang yang beredar dikurangi, yang berarti
permintaan juga berkurang produksi berkurang.
G. Accomodative vs Countercyclical
a. Accomodative Monetary Policy
Pemerintah sebaiknya menghindari intervensi untuk
memperlunak konjungtur perekonomian yang terjadi, dan
membiarkannya terjadi secara alami. Pendapat ini didasarkan pada
pemikiran :
1. Ekspektasi masayarakat dapat mengalahkan dampak dari
variable-variabel moneter lainnya. Dengan kata lain, masyarakat
telah menantisipasi setiap kebijakan yang akan diterapkan oleh
masayarakat.
2. Kebijakan pemerintah tidak dapat memberi dampak secara
langsung dan segera. Sebagai contoh; kebijakan moneter longgar
yang ekspansif yang diterapkan saat ekonomi lesu/resesi, tidak
akan segera kelihatan dampaknya saat itu juga, namun butuh
waktu dan itu dapat terjadi justru ketika perekonomian telah
mencapai tahap boom. Begitu pula kebijakan moneter
ketat/konstraksi yang diterapkan untuk mengatasi kondisi boom,
baru akan terasa dampaknya justru saat ekonomi sedang resesi.7
Akibatnya adalah, bukan masalah resesi dan boom yang teratasi, tetapi
justru kedua kondisi ekonomi itu akan bertambah parah, seperti terlihat pada
gambar berikut ini.

7
Ismail, Munawar. (2006). Inflasi Targeting dan Tantangan Implementasinya Di Indonesia, Jurnal
Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Volume 21, Nomer 2, Halaman 105-121, Yogyakarta.

19
b. Countercyclical Monetary Policy

Untuk memperlunak konjungtur/naik turunnya perekonomian,


pemerintah perlu secara aktif malakukan intervensi di pasar uang,
yakni dengan melakukan ekspansi moneter disaat perekonomian
mengahadapi masaresesi dan melakukan konstraksi moneter saat
perekonomian mengalami boom/laju yang terlalu cepat. Penjelasan ini
dapat dilihat pada gambar berikut :

Saat akan perekonomian cenderung mengalami resesi, maka


pemerintah harus segera melaksanakan kebijakan moneter yang lebih
ekspansif dengan tujuan meningkatkan jumlah uang beredar di masyarakat.
Dengan demikian, hasrat masyarakat atau permintaankonsumsi masyarakat
diharapkan akan meningkat, yang berarti akan memberi dorongan bagi dunia
usaha untuk meningkatkan produksinya. Pada gilirannya, kondisi ini akan
mendorong tumbuhnya ekonomi di Indonesia.
Sementara itu, di saat perekonomian mengalami boom, yang
cenderung memicu naiknya harga-harga atau inflasi, pemerintah perlu segera
menerapkan kebijakan moneter yang ketat, dengan tujuan memperlambat dan

20
mengurangi tingkat konsumsi dan permintaan masyarakat, sehingga laju
perekonomian dapat diperlambat.
Oleh karena itu, tidak bijaksana kalau pemerintah melakukan
intervensi dengan kebijakan moneter saat terjadi resesi atau boom. Biarkan
kedua kejadian itu berlangsung apa adanya. Kalaupun pemerintah akan
membantu, lakukan dengan menyeimangkan jumlah uang beredar dengan
kebutuhan saat itu.
H. Natural Rate Hypothesis dan Rasional Expectation Hypothesis
a. Natural Rate Hypothesis
Natural Rate Hypothesis adalah percaya bahwa kebijakan
hanya akanefektif dan memberi dampak dalam jangka pendek saja,
namun tidak akan efektif untuk jangka Panjang.
b. Rational Expectation Hypothesis
Rational Expectation Hypothesis adalah percaya bahwa baik
dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang, kebijakan moneter
tidak akan efektif.
Yang dimaksud dengan efektifitas kebijakan moneter adalah sejauh
mana kebijakan moneter yang ditempuh pemerintah ( apapun bentuknya )
memberi dampak positif bagi perekonomian dan masyarakat, dalam arti :

1. Dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi


2. Dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat
3. Dapat meningkatkan kesempatan kerja
4. Dapat meningkatkan penerimaan devisa Negara
5. Serta member pengaruh pada kebijakan makro lainnya
Teori yang membicarakan mengenai efektifitas kebijakan moneter ini
diantaranya adalah :
1. Teori natural rate hypothesis yang berpendapat bahwa kebijakan
moneter hanya akan efektif dan memberi dampak dalam jangka
pendek saja, namun tidak akan efektif untuk jangka panjang.

21
2. Teori rational expectation hypothesis yang percaya bahwa baik dalam
jangka pendek maupun jangka panjang. Kebijakan moneter tidak akan
efektif untuk memberi pemahaman yang lebih baik mengenai kedua
teori tersebut.
Perhatikan contoh kasus berikut ini.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya untuk meningkatkan aktivitas
ekonomi melalui peningkatan konsumsi masyarakat pemerintah akan
menempuh kebijakan ekspansif ( kebijakan moneter longgar )
kenaikan konsumsi/permintaan masyarakat ini akan mendorong
kenaikan harga-harga. Yang bagi produsen kenaikan harga ini akan
menaikan keuntunganya. Sehingga mendorong produsen untuk
menaikan produksinya dengan harapan keuntungan yang diperoleh
akan semakin besar.8
Untuk meningkatkan produksinya tersebut, produsen akan
berusaha menambah tenaga kerja dengan cara memberikan tingkat
upah yang lebih tinggi dari sebelumnya, agar masyarakat bersedia
menawarkan tenaga kerjanya lebih banyak lagi. kenaikan upah
nominal ini biasanya tidak akan lebih tinggi dari kenaikan harga yang
dinikmati produsen, sehingga upah tiil yang diterima pekerja
sebenarnya menurun meskipun demikian masyarakat tetap bersedia
menambah tawaran tenaga kerjanya karena merasa bahwa upah yang
diterimanya naik ( money illusion )
Dari kasus di atas menurut teori Natural Rate Hypothesis kebijakan
ekspansif pemerintah tersebut dalam jangka pendek terbukti telah
mampu menggairahkan perekonomian dengan meningkatkan konsumsi
masyarakat yang berlanjut dengan meningkatan produksi, namun
dalam jangka panjang meningkatnya konsumsi dan kegiatan produksi
yang meningkat tersebut secara perlahan akan kembali ke kondisi
semula karena dalam jangka panjang kenaikan harga yang terjadi akan

8
Aulia Pohan,Potret Kebijakan Moneter Indonesia,(Jakarta:PT Raja Gravindo
Persada,2017)Hlm.97.

22
mulai memberatka masyarakat sehingga cenderung akan mengurangi
konsumsinya. Terlebih lagi masyarakat/pekerja mulai menyadari
bahwa upah riil mereka turun, dalam arti kenaikan upah riil yang
mereka peroleh mulai tidak dapat mengimbangi kenaikan harga
barang-barang yang mereka konsumsi.9
Kalaupun kemudian mereka menuntut kenaikan upah yang lebih
tinggi lagi, namun produsen akan mulai merasa keuntunganya
berkurang sehingga mengurangi keinginanya untuk memperluas atau
menambah produksi, sehingga mengurangi kenginanya untuk
memperluas atau menambah produksi, sehingga dalam jangka panjang
kegiatan produksi dan perekonomian akan kembali melemah seperti
semula. Sementara itu menurut teori Rational Expectation Hypotheesis
kesadaran masyarakat akan upah riil sudah muncul lebih awal
sehingga dalam jangka pendek pun kebijakan pemerintah yang
ekspansif tersebut sudah tidak akan memberi dampak apa-apa. Teori
ini percaya bahwa masyarakat sejak awal sudah sadar bahwa upah riil
mereka bakal menurun meskipun secara nominal mengalami kenaikan
sehingga masyarakat/pekerja sejak awal sudah tidak bersedia
menambah tawaran tenaga kerja mereka. Dengan demikian produsen
juga tidak dapat menambah produksinya karena tidak berhasil
membujuk masyarakat untuk bekerja lebih banyak lagi.
Kalau toh masyarakat bersedia bekerja lebih banyak mereka akan
menuntut kenaikan upah yang lebih tinggi lagi dan ini berarti
keuntungan produsen akan semakin berkurang sehingga produsen juga
tidak tertarik lagi untuk menaikan produksinya, bila hal ini terjadi baik
dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang maka
pertumbuhan ekonomi tidak akan pernah terjadi. Khusus pendapat dari
teoro Rational Expectation Hypothesis ini masih terus terjadi diskusi
yang mendalam mengenai tidak adanya dampak dari kebijakan
pemerintah tersebut, pendapat yang pertama tidak percaya bahwa

9
Natsir,Ekonomi Moneter & Kebank sentralan,(Jakarta:Mitra Wacana Media,2014)hLm.107.

23
masyarakat akan begitu pandai dan telitinya akan perubahan dan
perkembangan perekonomian akibat kebijakan pemerintah tersebut,
sehingga sebelumnya telah mengantisipasi setiap kebijakan pemerintah
yang ada. Pendapat lainya sangat percaya bahwa masyarakat melalui
kemajuan tekhnologi berbagai media yang ada serta dengan semakin
meratanya ilmu pengetahuan akan dengan cepat dapat memahami apa
yang akan terjadi dengan kebijakan pemerintah sehingga masyarakat
akan melakukan antisipasi sejak awal terhadap dampak kebijakan
pemerintah tersebut. Dengan demikian dampak yang diharapkan
terjadi oleh pemerintah lebih sering gagal karena masyarakat telah tau
dan mengantisispasi sebelumnya.
I. Keterkaitan Kebijakan Moneter dengan Kebijakan makro lain

Kebijakan makro ekonomi adalah bentuk kebijakan yang diambil oleh


pemerintah suatu negara yang ada pada prinsipnya bertujuan untuk
menstabilkan perekonomian dan menciptakan pertumbuhan ekonomi kearah
yang positif. Adapun kebijakan makro ekonomi dibagi menjadi dua bentuk
yaitu kebijakan moneter dan kebijakan fiskal.

Kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan yang beredar


baik uang primer maupun kredit perbankan untuk mencapai tujuan tertentu;
seperti menahan inflasi dan mencapai kesempatan kerja penuh. Kebijakan
moneter merupakan salah satu bagian integral dan kebijakan ekonomi makro.
Oleh karena itu, kebijakan moneter senantiasa diarahkan untuk mencapai
sasaran-sasaran kebijakan ekonomi makro.

Kebijakan fiskal adalah kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan


kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah
penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Instrumen kebijakan fiskal adalah
penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan
pajak.

24
Kebijakan moneter diterapkan secara bersamaan dengan kebijakan fiskal
guna menstabilkan pertumbuhan ekonomi (output) dengan cara meningkatkan
meningkatkan pengeluaran pemerintah serta menambah jumlah uang beredar
maka dari itu hasilnya adalah output akan meningkat dan suku bunga akan
stabil atau dengan cara menurunkan pajak dan menambah jumlah uang
beredar. Yang perlu diketahui, bahwa dalam perekonomian sebuah negara,
kebijakan moneter merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dengan
kebijakan-kebijakan makro pemerintah lainnya, seperti kebijakan fiskal,
kebijakan ekonomi luar negeri, maupun kebijakan sektor riil lainnya.

Dengan demikian apapun pilihan kebijakan moneter yang ditempuh


haruslah memiliki keterkaitan dan mendukung sasaran dan tujuan dari
kebijakan ekonomi makro lainnya, sehingga secara bersama dapat
memberikan dampak yang positif bagi kesejahteraan masyarakat. Sebagai
contoh, kebijakan moneter yang ekspansif memang akan mendorong
pertumbuhan ekonomi di satu sisi, namun di sisi lainnya, kebijakan ini akan
menyebabkan kenaikan harga-harga (inflasi), sehingga akan memberatkan
neraca pembayaran luar negeri karena produk dalam negeri akan kehilangan
daya saingnya di pasar luar negeri, yang berakibat menurunnya penerimaan
devisa negara.

Oleh karena itu perlu diimbangi kebijakan sektor luar negeri kondusif
yang dapat mengatasi hal tersebut, seperti misalnya dengan memberi
kemudahan ekspor dan intensi ekspor lainnya. Begitu pula dengan kebijakan
moneter ketat yang ditempuh untuk tujuan menurunkan tingkat inflasi, akan
memberi dampak negatif pada sektor riil dalam meningkatkan produksinya.
Dalam kasus ini, diperlukan dukungan kebijakan ekonomi makro lainnya agar
produksi tetap dapat ditingkatkan. Kebijakan ekonomi makro lain yang perlu
dilakukan diantaranya dengan memberikan insentif atau keringan pajak bagi
produsen, atau dengan insentif-insentif lainnya seperti penetapan harga
khusus untuk bahan bakar industri dan kebijakan kemudahan perijinan usaha
misalnya.

25
Dengan dukungan berbagai kebijakan makro lainnya tersebut, kebijakan
moneter yang dijalankan pemerintah akan dapat mencapai sasaran dan dapat
diminimalkan dampak negatifnya. Oleh karena itu diperlukan sebuah ramuan
dari berbagai kebijakan moneter dan kebijakan makro lainnya, sedemikian
rupa, agar berbagai kebijakan tersebut tidak saling bertentangan dan justru
saling melengkapi dan mendukung keberhasilannya, dalam arti jangan sampai
yang terjadi adalah :

1) Harga-harga semakin naik

2) Daya saing produk dalam negeri semkain menurun

3) Devisa negara semakin berkurang

4) Nilai tukar rupiah semakin melemah

5) Daya beli masyarakat semakin lemah

6) Produksi nasional semkain berkurang

7) Pengangguran semakin meningkat

8) Perekonomian semakin lesu, dan

9) Kesejahteraan masyarakat semakin memburuk.

F. Pengaruh Eksternal terhadap Kebijakan Moneter


Kebijakan Moneter merupakan suatu bentuk campur tangan
pemerintah, terutama terhadap nilai tukar mata uangnya, langkah yang sering
diambil untuk mempengaruhi nilai tukar mata uangnya adalah dengan
mengubah tingkat suku bunga, perubahan tingkat suku bunga sering
membawa dampak yang signifikan terhadap perubahan nilai tukar mata uang.
Aturan umum mengenai kebijakan tingkat suku bunga adalah semakin tinggi
tingkat suku bunga maka semakin kuat nilai tukarnya.
Didalam Kebijakan moneter ada faktor eksternal yang berupa
perubahan kondisi ekonomi yang terjadi dalam suatu negara dapat membawa

26
dampak bagi perekonomian negara-negara lain yang terdapat di kawasan
yang sama. Di dalam era globalisasi, modal dapat dengan cepat perpindah
suatu negara ke negara lain sehingga bilamana iklim perekonomian suatu
negara dianggap tidak kondusif maka para investor dengan cepat akan
memindahkan dananya ke negara lain yang dianggap lebih menguntungkan.
Oleh karena itu, pentingnya bagi seorang investor untuk mencermati
perkembangan perekonomian global.
Saat ini tidak ada satupun Negara yang dapat hidup dan bertahan tanpa
berhubungan dengan Negara lainya. Alasan utamanya adalah bahwa suatu
Negara tidak dapat memenuhi semua kebutuhanya sendiri karena tidak setiap
sumber daya yang dibutuhkan ada dan dimilki di Negara tersebut, sebagai
contoh tidak setiap Negara memiliki tambang minyak sehingga membutuhkan
minyak dari Negara lain begitu pula bagi Negara pengasil minyak ( Negara
arab dan timur tengah ) tidak memilki produk-produk pertanian sehingga
perlu mengekspor dari dari Negara agraris lainya. Atas dasar itulah
ketergantungan suatu Negara terhadap Negara lainnya selalu ada meskipun
dengan nilai intensitas yang tidak sama tergantung dari seberapa maju
aktivitas ekonomi Negara tersebut. Sebagai contoh Negara amerika memang
telah sangat maju dan besar transaksi
Ekonominya sehingga dalam beberapa hal seperti nilai tukar dan
tingkat bunga misalnya secara umum menjadi acuan bagi Negara-negara lain,
termasuk Indonesia.10

10
Ambarani, Ekonomi Moneter,(Bogor:Penerbit In Media,2015)Hlm.89

27
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Kebijaksanaan untuk tujuan stabilitas ekonomi tergantung pada,


pertama kuat atau tidaknya hubungan antar perubahan kebijaksanaan moneter
dengan kegiatan ekonomi dan kedua jangka waktu yang antara perubahan
kebijaksanaan moneter dengan dengan efeknya terhadap kegiatan ekonomi.
Jangka waktu antara perubahan kegiatan ekonomi sering disebut tenggang
waktu (lag).
Kebijakan moneter longgar pada umumnya ditempuh untuk mengatasi
kelesuan perekonomian dalam negeri dengan penambahan jumlah uang
beredar, diharapkan kegiatan perekonomian dapat didorong. Sementara
kebijakan moneter ketat berbeda dengan kebijakan moneter longgar yang
dimana kebijakan ketat dilakukan terutama untuk menjaga kestabilan harga
atau inflasi yang berlebihan.
Kelompok pendukung accomodative monetary policy berpendapat
bahwa sebaiknya kebijakan moneter diarahkan untuk mengatur uang beredar
yang jumlah konsisten dengan pertumbuhan ekonomi dan membiarkan siklus
bisnis berjalan secara wajar atau alamiah.
Countercyclical sebagian berpendapat bahwa bak sentral melalui
kebijakan moneter perlu secara aktif melakukan intervensi di pasar uang,
yang dimana dengan melakukan ekspansi moneter pada masa resesi dan
melakukan kontraksi moneter pada masa boom, untuk memperlunak
konjungtur sedemikian rupa.
Ada beberapa pendapat yang menyoroti sejauh mana efektivitas
kebijakan moneter dalam meningkatkan pendapatan, meningkatkan
kesempatan kerja, serta mempengaruhi variable-variabel makro lainnya,
beberapa teori sering disebut Natural Rate Hypothesis dan Rational
Expectation Hypothesis.
Saat ini tidak ada satupun Negara yang dapat hidup dan bertahan
tanpa berhubungan dengan Negara lainya. Alasan utamanya adalah bahwa
suatu Negara tidak dapat memenuhi semua kebutuhanya sendiri karena tidak
setiap sumber daya yang dibutuhkan ada dan dimilki di Negara tersebut.
Kebijakan moneter adalah proses yang dilakukan oleh otoritas moneter (bank
sentral) suatu negara dalam mengontrol atau mengedalikan jumlah uang
beredar (JUB) melalui pendekatan kuantitas dan/atau pendekatan tingkat
stabilitas dan pertumbuhan ekonomi, sudah termasuk didalamnya stabilitas
harga dan tingkat pengangguran yang rendah.

B. Saran
Semoga dengan selesainya makalah ini dapat lebih mengetahui dan
memahami tentang Strategi Kebijakan Moneter dengan baik dan benar,

28
sehingga dapat mengaplikasikan dalam penulisan karya ilmiah lainnya.
Penulis memohon kritik dan saran dari para pembaca dan pembimbing mata
kuliah Ekonomi Moneter demi kesempurnaan makalah penulis kedepannya.

29
DAFTAR PUSTAKA

Ambarani, Ekonomi Moneter,(Bogor:Penerbit In Media,2015)

Natsir,Ekonomi Moneter & Kebank sentralan,(Jakarta:Mitra Wacana Media,2014)

Aulia Pohan,Potret Kebijakan Moneter Indonesia,(Jakarta:PT Raja Gravindo


Persada,2017

Ismail, Munawar. (2006). Inflasi Targeting dan Tantangan Implementasinya Di


Indonesia, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Volume 21, Nomer 2,
Yogyakarta.

Nopirin, Ekonomi Moneter, (Yogyakarta: BPFE-YOGYAKARTA, 2011)

Iskandar Putong, Ekonomi Makro: Pengantar untuk dasar-dasar ilmu ekonomi


makro, (Mitra Wacana Media, 2015)

Ratih Dian Yuniarti, Pengaruh Kebijakan Moneter terhadap pertumbuhan


Ekonomi di Indonesia Periode tahun 2000:1-2010:12, Skrpsi Universitas
Sebelas Maret. Diakses dari diglib.uns.ac.id

FX Sigiyanto dan Etty Puji Lestari, Materi Pokok Ekonomi Moneter, (Tangerang
selatan: Universitas Terbuka, 2017)

Anda mungkin juga menyukai