Anda di halaman 1dari 169

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia menempati ranking ke tiga di dunia setelah Pantai Gading


dan Ghana sebagai produser biji kakao dengan produksi 410.000 ton biji
kering pada tahun 2013, dan diperkirakan akan menurun menjadi 320.000
ton biji kering pada tahun 2015 (ICCO, 2015). Volume ekspor kakao
Indonesia tahun 2013senilai 1.151.494.000 US$, sedang volume impor
senilai 204.730.000 US$. Ini berarti neraca ekspor-impor biji kakao
menunjukan surplus senilai 946.764.000 US$. Walaupun demikian,
produksi biji kakao dan neraca ekspor-impor kakao Indonesia cenderung
menurun dalam delapan tahun terakhir(Direktorat Jenderal Perkebunan,
2014).
Statistik perkebunan yang dikeluarkan oleh Ditjenbun menunjukkan
bahwa luas areal perkebunan kakao diperkirakan mencapai 1.704.982 ha
pada tahun 2015, yang terdiri atas 1.622.600 ha berbentuk perkebunan
kakao rakyat (dikelola petani kecil), 39.127 ha dikelola oleh pemerintah
dalam bentuk perkebunan negara, dan 43.255 ha dikelola oleh swasta.
Total produksi biji kakao dari perkebunan kakao di Indonesia diperkirakan
mencapai 701.299 ton pada tahun 2015. Kontribusi produksi biji kakao
terhadap total produksi kakao Indonesia sebesar 91,55% (641.997 ton)
dari kebun kakao rakyat, 4,04% (28.346 ha) dari perkebunan negara, dan
4.40% (30.887 ha) dari kebun swasta (Direktorat Jenderal Perkebunan,
2014).
Enam wilayah perkebunan kakao di Indonesia, yakni wilayah
Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara dan Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan
Maluku dan Papua. Area perkebunan kakao terluas dari keenam wilayah
tersebut adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha
(57.24%) dengan total produksi 460.024 ton (64,85%) pada tahun 2013.
Dari total luas kebun kakao di Sulawesi, seluas 975.821 ha berbentuk
kebun kakao rakyat dengan total produksi 456.965 ton, 54 ha berbentuk

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 1


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

perkebunan negara dengan produksi 5 ton, dan seluas 8.165 ha berbentuk


perkebunan swasta dengan produksi 3.054 ton. Perkebunan kakao dalam
wilayah Sulawesi tersebar di enam provinsi, yakni Sulawesi Utara,
Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat dan
Sulawesi Tenggara. Luas perkebunan kakao di Sulawesi Tenggara
menempati urutan ketiga setelah Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan,
yakni seluas 247.236 ha. Sementara itu, total produksi perkebunan kakao
Sulawesi Tenggara menempati urutan kedua setelah Sulawesi Tengah,
yakni sebesar 118.316 ton. Perkebunan kakao di Sulawesi Tenggara
didominasi oleh perkebunan kakao rakyat sekitar 98,70% (244.031 ha) dari
total luas perkebunan kakao di Sulawesi Tenggara dengan total produksi
117.684 ton pada tahun 2013 (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014).
Produktivitas kebun kakao rakyat di Sulawesi Tenggara sebesar 0,48
ton/ha/tahun lebih rendah dibanding produktivitas kakao di Sulawesi
Tengah sebesar 0,52 ton/ha/tahun, dan lebih tinggi bila dibanding
produktivitas kakao kebun rakyat nasional yang mencapai 0,39
ton/ha/tahun (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014).
Data statistik produksi kakao di Sulawesi Tenggara dalam tiga tahun
terkahir cenderung menurun, dengan rata-rata penurunan produksi
sebesar 2.320 ton/tahun (BPS, 2015). Volume perdagangan kakao
Sulawesi Tenggara mencapai 147.390 ton dengan nilai Rp.
3.323.500.000,- jauh lebih tinggi dibanding nilai perdagangan sembilan
komoditas lainnya, yakni kopra, mete gelondongan, cengkeh, kopi, pinang
biji, lada, biji kapuk, dan buah pala (BPS Provinsi Sulawesi Tenggara,
2014).Ini berarti kebun kakao rakyat memainkan peran penting dalam
menunjang PDRB Provinsi Sulawesi Tenggara.
Dari aspek kesehatan lingkungan, biji kakao yang dihasilkan dari
kebun kakao rakyat di Indonesia, khususnya petani kakao Sulawesi
Tenggara memiliki keunggulan tidak mengandung pestisida dan melting
point Cocoa Butter lebih tinggi dibanding biji kakao dari Ghana dan Pantai
Gading (Ditjen Industri dan Agrokimia, 2009). Pada sisi lain, sejumlah

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 2


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

kelemahan yang dimiliki biji kakao dari Sulawesi Tenggara, diantaranya


prosesing biji kurang terfermentasi, biji tidak cukup kering, ukuran biji tidak
seragam, kadar kulit tinggi, keasaman tinggi, cita rasa sangat beragam,
dan tidak konsisten. Akibatnya harga biji kakao Indonesia relatif lebih
rendah dan dikenakan potongan harga dibandingkan dengan harga biji
kakao dari negara produser lain.
Kebutuhan kakao dunia pada tahun 2014/2015 diperkirakan
mencapai 4 juta ton dan diperkirakan akan terus meningkat sampai 4,4 juta
ton pada tahun 2017/2018. Industri pengolahan kakao Indonesia
meningkat 87% dan khususnya di Sulawesi Tenggara telah terpasang
industri pengolahan biji kakao dengan kapasitas 35.000 ton (Laporan
Lokakarya Kakao Indonesia, 2013). Berdasarkan potensi perkebunan
kakao rakyat di Sulawesi Tenggara maka pemerintah melalui Kepmentan
RI No 46/Kpts-PD.300/1/2015 menetapkan lima kabupaten di Sulawesi
Tenggara sebagai daerah pengembangan kakao nasional, yakni
Kabupaten Konawe, Konawe Selatan, Kolaka, Kolaka Utara dan Kolaka
Timur.Untuk mendukung pengembangan kakao tersebut perlu disusun
kerangka kerja yang terencana dan terarah berdasarkan kesesuaian
sumberdaya lahan dalam arti luas (kesesuaian biofisik, sosial, ekonomi,
dan politik) untuk menjamin kontinuitas pasokan biji kakao dari perkebunan
rakyat ke industri pengolahan biji kakao dalam negeri. Kerangka kerja
tersebut dituangkan dalam bentuk Masterplan Kawasan Pengembangan
Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016 – 2019.

1.2. Maksud dan Tujuan

Maksud penyusunan Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao


Nasional di Sulawesi Tenggara 2016 – 2019 adalah:
1. Mengimplemetasikan kebijakan pengembangan kakao nasional di
Sulawesi Tenggara.
2. Mendorong peningkatan produktivitas kebun kakao rakyat
berkelanjutan dalam mendukung pengembangan industri

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 3


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

pengolahan kakao nasional, khususnya industri pengolahan kakao


di Provinsi Sulawesi Tenggara.
3. Menyediakan arahan strategis terkait pemanfaatan ruang untuk
pengembangan perkebunan kakao rakyat dan industri pengolahan
kakao nasional di Sulawesi Tenggara.
Tujuan penyusunan Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao
Nasional di Sulawesi Tenggara 2016 – 2019 adalah :
1. Mensinkronkan kebijakan pengembangan kakao nasional dengan
kondisi perkebunan kakao existing dan kebijakan daerah di
Sulawesi Tenggara.
2. Menetapkan isu-isu strategis terkait pengembagan perkebunan
kakao existing yang menjamin keberlanjutan pasokan biji kakao
untuk pemenuhan kebutuhan industri pengolahan kakao di Sulawesi
Tenggara dan nasional.
3. Menentukan program strategis dan rencana aksi pengembangan
kakao nasional di Sulawesi Tenggara.

1.3. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penyusunan masterplan pengembangan kawasan


berbasis komoditi perkebunan Provinsi Sulawesi Tenggara adalah :
1. Merupakan rencana yang tidak terpisahkan dengan RTRW Provinsi
Sulawesi Tenggara sesuai peraturan daerah No. 3 Tahun 2004
tentang rencana tata ruang wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2004-2019 serta mengikuti ketentuan yang terdapat dalam
UU No. 26 Tahun 2007 tentang tata ruang.
2. Merupakan implementasi UU No. 24 Tahun 2007 tentang tata ruang.
3. Menyusun rencana strategis pengembangan kakao nasional di
Sulawesi Tenggara 2016 – 2019.
4. Rencana strategis pengembangan kakao nasional mencakup lima
kabupaten, yakni Kabupaten Konawe, Konawe Selatan, Kolaka,
Kolaka Utara dan Kolaka Timur.

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 4


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

BAB II. VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PENGEMBANGAN


KAWASAN KAKAO NASIONAL DI SULAWESI TENGGARA

2.1. Visi dan Misi

Visi pemerintah daerah Sulawesi Tenggara adalah “Mewujudkan


Sulawesi Tenggara Sejahtera, Mandiri dan Berdaya saing tahun 2013-
2018. Selanjutnya, visi pemerintah daerah tersebut dijabarkan ke dalam
visi Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 2013-
2018: “Kejayaan Perkebunan dan Hortikultura secara berkelanjutan untuk
mewujudkan Sulawesi Tenggara Sejahtera, Mandiri dan Berdaya Saing”.
Dari visi Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara
diturunkan menjadi visi pengembangan kakao nasional di Sulawesi
Tenggara dengan rumusan seperti berikut: “Kejayaan Perkebunan Kakao
secara berkelanjutan untuk mendukung industri pengolahan kakao
nasional dalam mewujudkan Sulawesi Tenggara Sejahtera, Mandiri dan
Berdaya Saing tahun 2016 - 2019”.
Untuk mencapai harapan yang terkandung dalam visi
pengembangan kakao nasional di Sulawesi Teggara, maka ditetapkan
rumusan misi sebagai berikut :
1. Meningkatkan Sumber Daya Manusia guna mewujudkan sistem
pengemangan kakao yang efektif, efisien dan berwawasan
lingkungan.
2. Meningkatkan produksi, produktifitas dan mutu biji kakao yang
berdaya saing dan berkelanjutan.
3. Mewujudkan kemandirian kelembagaan petani kakao kecil.
4. Menciptakan iklim investasi yang kondusif dan mendorong
terwujudnya kemitraan usaha yang sehat, jujur dan berkeadilan
antara petani dan pembeli.

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 5


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

5. Meningkatkan pembangunan infrastruktur, sarana dan prasarana


pengembangan kakao nasional yang berkelanjutan di Sulawesi
Tenggara.

2.2. Tujuan dan Sasaran Pengembangan Kakao Nasional

Tujuan pengembangan perkebunan kakao ini sesuai dengan tujuan


pembangunan kawasan pertanian yaitu untuk memadukan serangkaian
program dan kegiatan pertanian menjadi suatu kesatuan yang utuh baik
dalam perspektif sistem maupun kewilayahan, sehingga dapat mendorong
peningkatan daya saing komoditas wilayah serta pada gilirannya
kesejahteraan petani sebagai pelaku usaha tani. Adapun tujuan
pembangunan kawasan pertanian adalah mendukung tercapainya empat
target sukses kementrian pertanian yaitu :
1. Pencapaian swasembada berkelanjutan.
2. Peningkatan diversifikasi pangan.
3. Peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor, serta
4. Peningkatan kesejahteraan petani.
Kawasan perkebunan atau kawasan pengembangan perkebunan
adalah wilayah pembangunan perkebunan sebagai pusat pertumbuhan
dan pengembangan dan usaha agribisnis perkebunan yang berkelanjutan
(Sesuai UU No. 18 Tahun 2004). Kawasan tersebut disatukan oleh faktor
alamiah, kegiatan ekonomi, sosial budaya dan berbagai infrastruktur
pertanian, serta dibatasi oleh agroekosistem yang sama sehingga
mencapai skala ekonomi dan efektivitas manajemen usaha perkebunan.
Kawasan perkebunan dapat berupa kawasan yang telah ada maupun
lokasi baru yang sesuai dengan persyaratan bagi masing-masing jenis
budidaya tanaman, perkebunan dan lokasinya disatukan oleh
agroekosistem yang sama, sehingga tujuan yang akan dicapai melalui
penyusunan masterplan kawasan pengembangan kakao nasional di
Sulawesi Tenggara (2016-2019) adalah :

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 6


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

1. Mengidentifikasi dan menginventarisir potensi internal dan eksternal


program pengembangan kawasan kakao nasional di Sulawesi
Tenggara.
2. Mengklasifikasi permasalahan pengembangan kawasan berbasis
komoditi kakao di Sulawesi Tenggara.
3. Menyusun serangkaian strategi dan peta jalan pengembangan
kawasan berbasis komoditi kakao di Sulawesi Tenggara.
4. Menyiapkan fokus prioritas pengembangan kawasan berbasis
komoditi kakao di Sulawesi Tenggara.
Sasaran yang ingin dicapai melalui penyusunan masterplan
kawasan pengembangan kakao nasional di Sulawesi Tenggara (2016-
2019) adalah :
1. Tersusunnya masterplan pengembangan kawasan berbasis
komoditi perkebunan untuk komoditas kakao di lima kabupaten,
yakni : Kabupaten Kolaka, Kolaka Utara, Kolaka Timur, Konawe,
dan Kabupaten Konawe Selatan.
2. Menata pemanfaatan ruang perkebunan yang terencana dan
terarah berdasarkan potensi sumber daya lahan wilayah Provinsi
Sulawesi Tenggara.
3. Terbangunnya sentra-sentra produksi perkebunan di kawasan
berbasis komoditi perkebunan pada tingkat Provinsi dan Kabupaten.
4. Menempatkan perkebunan yang tangguh sebagai core bussiness
wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara.
5. Menciptakan sistem perkebunan yang produktif, aman dan
berkelanjutan di wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara.

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 7


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

BAB III. KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR PENGEMBANGAN


KAWASAN KAKAO NASIONAL DI SULAWESI TENGGARA

3.1. Pembangunan Pertanian


Pembangunan daerah diarahkan untuk memacu pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan rakyat, menggalakkan prakarsa dan peran aktif masyarakat
serta meningkatkan pendayagunaan potensi daerah secara optimal juga
diarahkan untuk lebih mengembangkan dan menyesuaikan laju
pertumbuhan antardaerah, antara daerah perkotaan dan daerah pedesaan
(Suyatno, 2000). Perencanaan pembangunan daerah dimaksudkan agar
semua daerah dapat melaksanakan pembangunan secara proporsional
dan merata sesuai dengan potensi yang ada di daerah tersebut. Manfaat
perencanaan pembangunan daerah adalah untuk pemerataan
pembangunan atau perluasan dari pusat ke daerah. Bila perencanaan
pembangunan daerah dan pembangunan daerah berkembang dengan baik
maka diharapkan bahwa kemandirian daerah dapat tumbuh dan
berkembang sendiri (mandiri) atas dasar kekuatan sendiri. Dengan
demikian maka kenaikan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di
daerah tersebut tidak terlalu bergantung dari pusat tetapi relatif cukup
didorong dari daerah yang bersangkutan (Soekartawi, 1990).
Pembangunan pertanian diartikan sebagai proses yang ditujukan
untuk selalu menambah produk pertanian untuk tiap konsumen sekaligus
mempertinggi pendapatan dan produktivitas usaha petani dengan jalan
menambah modal dan skill untuk memperbesar campur tangan manusia di
dalam perkembangbiakan tumbuhan dan hewan. Penambahan produksi,
pendapatan maupun produktivitas itu berlangsung terus, sebab apabila
tidak, berarti pembangunan terhenti (Surahman dan Sutrisno, 1997).
Pembangunan pertanian harus mampu memanfaatkan dalam
meningkatkan keunggulan sumber daya wilayah dan dapat berkelanjutan,
maka kebijaksanaan pembangunan pertanian harus dirancang dalam
perspektif ekonomi wilayah. Dalam kebijaksanaan pembangunan pertanian

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 8


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

saat ini secara implisit dirancang dalam perspektif ekonomi wilayah. Hal ini
terlihat jelas dari peran daerah dalam merencanakan dan
mengimplementasikan program-program. Pemerintah Pusat dalam hal ini
hanya merancang pelaksanaan yang bersifat makro, sedangkan
Pemerintah Daerah merancang pelaksanaan pencapaian target sesuai
dengan kondisi wilayah. Dalam perspektif kebijakan yang demikian, maka
Pemerintah Daerah benar-benar dituntut agar mampu melaksanakan
kebijakan tersebut secara maksimal, untuk mengelola sumber daya
spesifik lokasi. Sebagai bahan perencanaan diperlukan analisis potensi
wilayah baik dalam aspek biofisik maupun sosial ekonomi. Pemanfaatan
potensi tersebut, peran serta masyarakat secara partisipatif perlu didorong
dan dikembangkan (Sudaryanto et al., 2002).
Tanaman perkebunan memiliki dua potensi pasar yaitu di dalam dan
di luar negeri. Tanaman perkebunan di dalam negeri dapat dikonsumsi
langsung oleh masyarakat, diperlukan sebagai bahan baku industri. Hal ini
menunjukkan bahwa tanaman perkebunan memiliki arti ekonomi yang
penting. Artinya, bila diusahakan secara sungguh-sungguh atau
profesional bisa menjadi suatu bisnis yang menjadikan keuntungan besar
(Rahardi et al., 1993).

3.2. Pengembangan Kawasan Perkebunan


Pengembangan kawasan pertanian telah ditetapkan menjadi
pendekatan pembangunan pertanian ke depan. Hal tersebut tertuang
dalam permentan No. 50 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengembangan
Kawasan Pertanian. Seyogyanya perlu disadari bahwa pembangunan
pertanian dengan pendekatan kawasan bukanlah merupakan hal yang
baru bagi Indonesia. Bukti menunjukkan bahwa pengembangan kawasan
pertanian telah dilakukan jauh sebelum Republik Indonesia berdiri.
Pendekatan kawasan dalam pembangunan pertanian telah dilakukan sejak
masa pemerintahan sebelum penjajahan, masa penjajahan kolonial
Belanda, masa kemerdekaan dan pemerintahan Orde Baru. Oleh karena

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 9


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

itu pendekatan kawasan lebih merupakan upaya re-orientasi manajemen


pembangunan pertanian yang merubah cara pandang pembangunan
pertanian dari sudut pandang sentra produksi yang segregatif menjadi cara
pandang kawasan yang memiliki ciri kerja sama jaringan kelembagaan
antar wilayah dengan komoditas unggulan sebagai perekat utamanya.
Melalui pendekatan kawasan ini daya saing wilayah dan komoditas akan
dapat dirancang secara optimal, karena dirumuskan sesuai dengan potensi
dan prospek daya dukung sumberdaya wilayah hingga mencapai titik
optimumnya.
Kawasan komoditas unggulan yang dikembangkan pada masing-
masing kabupaten/kota harus terintegrasi dengan kawasan-kawasan lain
yang ada didalamnya dan komoditas unggulan yang dikembangkan
merupakan komoditas yang terpilih pada sektor unggulan masing-masing
kabupaten/kota, khususnya untuk komoditas unggulan tanaman pangan,
hortikultura, perkebunan dan peternakan. Oleh karenanya terdapat prinsip-
prinsip tertentu dalam pengembangan kawasan pertanian yang mencakup
diantaranya: (1) setiap kawasan harus memiliki spesialisasi dan
kompetensi inti dalam pengembangan komoditas unggulan masing-
masing; (2) terdapat kegiatan subsektor hulu dan hilir yang dapat menjadi
pendorong pengembangan komoditas unggulan yang memiliki kemampuan
daya saing; (3) mempunyai keterkaitan antara pengembangan subsistem
usaha tani komoditas dengan subsistem agribisnis hulu dan hilir, serta
penunjangnya; (4) memiliki fokus pengembangan kepada produk yang
memiliki nilai tambah dan kontribusi yang tinggi dalam peningkatan
pendapatan dan kesejahteraan petani dan perekonomian daerah; (5)
memiliki fokus pengembangan kepada produk yang berdaya saing dan
berorientasi pada pasar regional, nasional dan ekspor dalam rangka
swasembada, swasembada berkelanjutan maupun ekspor; (6) memiliki
sinergitas antar program, antar kawasan dan antar wilayah; (7) perlunya
peran pemerintah sebagai katalisator dan fasilitator; (8) perlunya dukungan

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 10


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

penempatan kawasan komoditas unggulan dalam tata ruang wilayah


nasional, provinsi dan kabupaten/kota.
Hasil-hasil studi mengenai daya saing menunjukkan bahwa unit-unit
usaha dan komoditas yang berada dalam suatu kesatuan wilayah atau
kawasan memiliki tingkat pertumbuhan, efisiensi dan daya saing lebih
tinggi jika dibandingkan yang berada di luar kawasan dan terpencar-pencar
(Blakely, 2002; Bregman, 2003; JICA, 2003; Porter, 1998, 2000, 2003;
Solvell et al., 2003). Pemerintah menghadapi masalah keterbatasan
anggaran dalam peningkatan produksi pertanian. Oleh karenanya, sangat
diperlukan fokus dalam meningkatkan efisiensi dan efektifitas dalam
pembangunan pertanian. Setiyanto (2011a) menyatakan bahwa
pembangunan pertanian ke depan diarahkan dan diupayakan untuk
dilaksanakan dalam bentuk kawasan. Secara teoritis, suatu kawasan
secara alamiah akan mengembangkan keunggulan kompetitif berdasarkan
kemampuan inovasi dari para pelaku usaha yang ada di dalamnya dan
vitalitas ekonomi suatu wilayah merupakan hasil langsung dari persaingan
usaha yang ada di kawasan tersebut. Sekilas sejarah pengembangan
kawasan memberikan gambaran bahwa campur tangan pemerintah
sebagai faktor yang juga berperan secara signifikan dalam perkembangan
suatu kawasan. Suatu kawasan memiliki peran penting dalam
perekonomian suatu wilayah. Pada beberapa kasus, suatu kawasan hanya
terpusat di suatu wilayah kecil, seperti suatu desa atau kecamatan.
Sementara yang lain meliputi beberapa kecamatan atau kabupaten/kota,
dan mungkin lintas provinsi. Strategi pembangunan ekonomi wilayah harus
dapat mengarahkan secara efektif dukungan kebijakan, pengembangan
infrastruktur, bahkan insentif investasi dan subsidi sektor pemerintah dan
swasta pada kawasan-kawasan komoditas unggulan.

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 11


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

3.3. Kerangka Pemikiran Penyusunan Masterplan Kawasan


Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara (2016-2019)

Masterplan pengembangan kawasan perkebunan adalah rancang


bangun dan instrumen perencanaan untuk menjabarkan arah kebijakan,
strategi, tujuan program dan sasaran kegiatan pengembangan komoditas
unggulan nasional di tingkat provinsi. Penyusunan Masterplan
pengembangan kawasan perkebunan berpedoman, mengacu dan
memperhatikan:(1) dokumen perencanaan jangka menengah nasional di
bidang pertanian (Rencana Strategis Kementerian Pertanian/Renstra K/L
dan Rencana Strategis Direktorat Jenderal/Badan lingkup Kementerian
Pertanian); (2) dokumen perencanaan jangka menengah daerah di bidang
pertanian (Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah/Renstra-
SKPD di bidang pertanian). Ruang lingkup komponen isi dari Masterplan
pengembangan kawasan perkebunan adalah: (1) isu-isu strategis; (2)
skenario arah kebijakan; (3) strategi pengembangan; dan (4) tujuan dan
sasaran pengembangan jangka menengah (5 tahun).
Rencana Aksi (action plan) adalah rancang bangun dan instrumen
perencanaan untuk menjabarkan secara lebih operasional Masterplan
yang telah disusun. Rencana Aksi merupakan rencana detail kawasan
pertanian di kabupaten/kota yang disusun setiap tahun dan kemudian
direkap untuk jangka waktu 5 tahun. Rencana aksi disusun dalam bentuk
matriks rencana program yang komponen isinya mencakup: (1) jenis
kegiatan dan volume; (2) lokasi (kecamatan/desa); (3) jadwal pelaksanaan;
(4) satuan kerja pelaksana; (5) proyeksi kebutuhan dan sumber
pendanaan; (6) Indikator ouput dan outcome. Jenis kegiatan dalam matriks
rencana aksi disusun menurut nomenklatur kegiatan yang ada di
Kementerian Pertanian berdasarkan aspek sub-sistem agribisnis yang ada.
Selanjutnya jadwal pelaksanaan dapat diartikan suatu agenda tentatif
mulai dari pengajuan proposal kegiatan dan anggaran yang akan dibahas
pada forum perencanaan, hingga ke tahap implementasi kegiatan di
lapangan.

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 12


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

BAB IV. METODE PENELITIAN

Penyusunan Masterplan Pengembangan Kawasan Berbasis


Komoditi Perkebunan Provinsi Sulawesi Tenggara dibagi dalam dua
kelompok kegiatan utama, yaitu pengumpulan data dan analisis data.
Berikut diuraikan teknik pengumpulan data, analisis data dan pendekatan
pendekatan yang digunakan.

4.1. Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penyusunan Masterplan


Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditi Perkebunan Provinsi
Sulawesi Tenggara meliputi data primer dan data sekunder. Data primer
adalah data yang dikumpulkan secara langsung, baik di lapangan maupun
di laboratorium. Sedangkan data sekunder adalah data yang dikumpulkan
dari instansi-instansi terkait.

4.1.1. Data Primer

Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan meliputi pengecekan kondisi penggunaan lahan
eksisting hasil interpretasi citra satelit dan berbagai jenis peta tematik,
serta pengamatan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman kakao termasuk kondisi tanah,
iklim, topografi serta kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat.
Pengecekan kondisi penggunaan lahan hasil interpretasi dilakukan untuk
memverifikasi dan memvalidasi data, kondisi dan sebaran pertanaman
kakao pada berbagai wilayah sentra, termasuk daerah-daerah yang
berpotensi sebagai wilayah pengembangan .
Citra satelit yang digunakan dalam penyusunan masterplan
pengembangan kawasan berbasis komoditi perkebunan khususnya
tanaman kakao dalam menentukan penggunaan lahan eksisting tanaman
kakao menggunakan citra satelit Landsat 8 Path 122/Row 63;

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 13


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Path113/Row62, dan Path113/Row63 tahun 2014 serta Citra SRTM 90


meter dengan metode interpretasi citra visual (on screen digitizing) maupun
digital.
Peta tematik yang digunakan adalah Peta Rupa Bumi Indonesia
(RBI) Se-Sulawesi Tenggara Skala 1:50.000 Tahun 1999; Peta Sistem
Lahan dan Kesesuaian Lahan (land system and land suitability) Sulawesi
Tenggara Skala 1:250.000 Tahun 1988; Peta Jenis Tanah Prov. Sultra
Skala 1:250.000 Tahun 1988; Peta Fungsi Kawasan Hutan Sulawesi
Tenggara Skala 1:250.000 Tahun 2011; Peta Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara, Peta Administrasi Kabupaten Se-
Sulawesi Tenggara.

Pengumpulan Data Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat

Data sosial ekonomi dikumpulkan melalui pengisian kuisioner dan


wawancara dengan petani atau petugas pertanian di lapangan. Data yang
dikumpulkan meliputi: jenis komoditas, input yang digunakan, seperti bibit,
jumlah, jenis dan harga pupuk, jumlah tenaga kerja, harga produk
pertanian persatuan harga. Aksesibilitas seperti keberadaan pasar,
lembaga permodalan seperti bank, sarana dan prasarana transportasi dan
lain-lain yang mempengaruhi terhadap analisis sosial ekonomi dan budaya
masyarakat.

4.1.2. Data Sekunder

Data sekunder dikumpulkan dari instansi-instansi terkait, seperti


data iklim, uraian mengenai keadaan wilayah kabupaten/kecamatan secara
keseluruhan, karakteristik penduduk, kelembagaan, pemerintahan dan
faktor-faktor lain yang terkait dengan penyusunan Masterplan
Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Perkebunan Provinsi
Sulawesi Tenggara.

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 14


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

4.2. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data merupakan penilaian terhadap berbagai


keadaan yang dilakukan dengan berbagai pendekatan dan metode
tertentu. Berikut disajikan teknik analisis pada masing-masing data yang
digunakan dalam penyusunan Masterplan Pengembangan Kawasan
Berbasis Komoditas Perkebunan Provinsi Sulawesi Tenggara.

4.2.1. Analisis Ketersediaan dan Kesesuaian Lahan

Analisis kesesuaian lahan dilakukan dalam keadaan aktual


(kesesuaian lahan aktual) dan kesesuaian lahan setelah dilakukan
perbaikan (improvement) atau kesesuaian lahan potensial. Penilaian
dilakukan dengan cara mencocokkan (matching) antara karakteristik lahan
(land characteristics) dengan persyaratan tumbuh tanaman (land use
requirement). Penilaian kesesuaian lahan mengacu kepada Kriteria
Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Pertanian yang disusun oleh
Djaenudin et al. (1994; 2003).

4.2.2. Analisis Usahatani

Suatu usahatani dikatakan layak secara ekonomi, apabila komoditas


pertanian tersebut memenuhi persyaratan dari parameter-paremeter
ekonomi yang ditetapkan. Kelayakan ekonomi yang digunakan adalah Net
Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan Benefit Cost Ratio
(B/C). Suatu komoditas tahunan dikatakan layak secara ekonomi apabila
NPV, IRR, dan B/C lebih besar atau sama dengan suatu nilai yang
ditetapkan.
Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan Provinsi Sulawesi
Tenggara. Komoditas unggulan adalah komoditas yang mempunyai nilai
unggul baik secara kompetitif maupun komparatif. Keunggulan kompetitif
menunjukkan tingkat efisiensi suatu komoditas pertanian di suatu wilayah
dibandingkan dengan wilayah lainnya yang merupakan hasil interaksi

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 15


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

keunggulan komparatif dan distorsi pasar. Unggul secara kompetitif


dapatdikatakan sebagai komoditas yang unggul atau layak secara
ekonomi. Sedangkan unggul secara komparatif merupakan hasil interaksi
kesesuaian biofisik lahan, penguasaan teknologi dan kemampuan
mengelola sistem usahatani atau dapat dikatakan komoditas yang sesuai
dengan kondisi fisik lahannya. Dengan keunggulan komparatif suatu
wilayah dapat menonjol bahkan memonopoli suatu produk pertanian.
Selain unggul secara kompetitif dan komparatif, keunggulan suatu
komoditas juga perlu dilihat dari komoditas yang umum dibudidayakan
masyarakat. Karena selain masyarakat sudah mengenal komoditas
tersebut, sehingga teknologi pengelolaan lahan lebih mudah diterapkan,
juga diversifikasi produk atau produk turunan dari komoditas tersebut lebih
mudah diintroduksikan. Hal ini merupakan pertimbangan utama dalam
menetapkan komoditas unggulan daerah.

4.2.3. Analisis Pengembangan Kawasan Budidaya

Analisis pengembangan kawasan budidaya ditujukan untuk


pengembangan komoditas unggulan, khususnya tanaman kakao. Selain
kesesuaian lahan dan kelayakan ekonomi, dianalisis pula kebutuhan
pengembangan komoditas-komoditas tersebut, seperti sarana dan
prasarana perekonomian, meliputi perhubungan, pasar dan lembaga
permodalan dan tenaga kerja.

4.2.4. Analisis Kependudukan

Penduduk sebagai pelaku pertanian memegang peranan penting


dalam keberhasilan suatu usaha pertanian. Karakteristik penduduk yang
penting dianalisis adalah jumlah dan perkembangan penduduk, tingkat
pendidikan, dinamika, distribusi, struktur, proyeksi jumlah penduduk dan
lapangan pekerjaan. Karakteristik penduduk terutama jumlah dan
perkembangan penduduk serta tingkat pendidikan sangat penting untuk
mengetahui kemampuan penduduk mengadopsi teknologi sumberdaya

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 16


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

lahan dan penduduk sebagai pengguna teknologi sumberdaya lahan


tersebut untuk pengembangan komoditas unggulan.

4.2.5. Analisis Sosial Ekonomi dan Budaya

Analisis sosial ekonomi ditujukan untuk melihat perkembangan


ekonomi regional, pendapatan perkapita dan ekonomi kerakyatan. Analisis
sosial budaya bertujuan untuk menilai kondisi kemasyarakatan serta
pergeseran nilai-nilai budaya yang ada di Provinsi Sulawesi Tenggara, baik
pada saat sekarang maupun yang akan datang.

4.2.6. Penyusunan Masterplan Pertanian

Masterplan pertanian disusun berdasarkan potensi sumberdaya


lahan dengan mempertimbangkan penggunaan lahan saat ini (present
landuse), kawasan lindung, kelayakan usahatani, ketersediaan tenaga
kerja, sosial ekonomi dan budaya masyarakat, sarana dan prasarana
transportasi serta sarana dan prasarana perekonomian lainnya.
Penyusunan Masterplan Pertanian untuk Pengembangan
Komoditas Unggulan, diawali dengan pemisahan Kawasan Budidaya
dalam hal ini berupa kawasan Areal Penggunaan Lain (APL) dengan
Kawasan non Budidaya atau Non-APL (Kawasan Lindung). Kawasan
Lindung mengacu pada Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang
pengelolaan Kawasan Lindung. Kawasan lindung juga ditetapkan
berdasarkan kondisi fisik lahan, seperti lereng >40% dan tanah sangat
dangal (<25 cm).
Sesuai Keppres dan kondisi fisik lahannya, maka bentuk-bentuk
kawasan lindung tersebut adalah: 1) Kawasan yang memberikan
perlindungan pada kawasan di bawahnya, 2) kawasan perlindungan
setempat, 3) kawasan suaka alam dan cagar budaya dan 4) kawasan
rawan bencana.
Kawasan yang memberikan perlindungan pada kawasan di
bawahnya meliputi: kawasan hutan lindung, kawasan gambut dalam

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 17


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

(ketebalan >200 cm) dan kawasan resapan. Kawasan perlindungan


setempat meliputi sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar
danau dan kawasan sekitar mata air. Kawasan suaka alam meliputi
kawasan suaka alam, pantai berhutan bakau, kawasan suaka alam laut
dan perairan lainnya, taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata
alam. Keberadaan kawasan lindung perlu dipertahankan, termasuk dari
kegiatan pengembangan pembangunan. Oleh karena itu, kawasan lindung
menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan Masterplan
Pengembangan kawasan berbasis komoditi perkebunan Provinsi Sulawesi
Tenggara.

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 18


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

BAB V. POTENSI WILAYAH DAN KAWASAN PENGEMBANGAN


KAKAO NASIONAL DI SULAWESI TENGGARA

5.1. Penetapan Komoditas Prioritas

Komoditi tanaman yang berada dibawah binaan Dinas Perkebunan


dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara terkhusus dibidang Produksi
terdiri dari 18 Komoditi terdiri dari kelompok tanaman tahunan, tanaman
semusim dan tanaman rempah penyegar, namun demikian komoditi yang
prioritaskan pengembangannya selama ini adalah komoditi kakao, dengan
pertimbangan bahwa komoditias tersebut selain termasuk ke dalam
kelompok tanaman rempah penyegar juga merupakan salah satu
komoditas unggulan lokal,regional, nasional dan internasional serta
mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan
perkebunan meliputi penerimaan devisa negara, peningkatan pendapatan
petani, penyediaan lapangan kerja, penyuplai/penyedia bahan baku
industri kecil dan besar, serta pengembangan wilayah.Salah satu alasan
tanaman kakao dijadikan sebagai komoditas prioritas karena lebih dari
97% petani berusaha sebagai pekebun kakao sebagaimana disajikan
Tabel 5.1..

Tabel 5.1. Data perkembangan kakao di Sulawesi Tenggara


Luas Areal (ha) Produksi Produktivitas Jumlah
No Tahun
TBM TM TTR Jumlah (ton) (Kg/ha) Petani
1. 2002 30.229 95.138 2.181 127.547 93.900 986.99 141.433
2. 2003 33.841 99.172 3.328 136.345 99.471 1.003.01 127.334
3. 2004 63.883 108.283 3.182 175.348 110.521 1.020.67 119.900
4. 2005 65.282 122.744 3.982 192.008 126.813 1.033.15 108.239
5. 2006 58.060 132.633 6.191 196.884 124.921 941.85 103.298
6. 2007 42.714 148.208 9.119 200.041 134.755 909.23 101.062
7. 2008 39.487 146.367 16.158 202.012 115.898 791.83 87.800
8. 2009 50.715 151.758 33.471 235.944 131.830 868.69 95.652
9. 2010 36.868 176.635 27.929 241.432 145.818 825.53 150.767
10 2011 38.019 180.941 27.549 246.508 146.705 810.79 159.174
11 2012 39.179 179.616 32.312 251.107 158.396 881.86 160.314
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 19


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

5.2. Penetapan Kawasan Sentra Produksi

Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki 12 Kabupaten/Kota penghasil


Kakao, namun wilayah sebarannya tidak beraturan. Oleh karena itu Dinas
Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara menetapkan
wilayah yang memiliki potensi produksi yang terbesar sebagai
simpul/sentra pengembangan wilayah komoditi kakao dengan wilayah
lainnya sebagai penghasil kakao.
Pola pengembangan wilayah kakao di Provinsi Sulawesi Tenggara
sebelum adanya program Gernas Kakao ditandai dengan lokasi yang
terpencar-pencar dan dalam luasan yang tidak kompak sehingga tidak
ekonomis, bibit yang digunakan sebagian besar kurang jelas asal
usulnya.Dengan kondisi lokasi kegiatan yang terpencar-pencar tersebut
sangat menyulitkan dalam pembinaan maupun dalam pengembangan
usahatani yang mengarah kepada pengembangan kawasan kakao, karena
sebagian besar lokasi-lokasi tersebut masih belum terjangkau sarana dan
prasarana pelayanan, khususnya transportasi dan infrastruktural. Oleh
karena itu Penataan dan Penyusunan rencana penetapan kawasan kakao
pada suatu wilayah tertentu merupakan langka strategi sebagai landasan
dan arah pengembangan wilayah kakao di Sulawesi Tenggara.
Berdasarkan hasil identifikasi yang disesuaikan dengan potensi yang
ada baik potensi Sumber Daya Alam, Sumber Modal maupun Sumber
Daya Manusia, maka kawasan pengembangan kakao untuk Provinsi
Sulawesi Tenggara diantaranya Kabupaten Kolaka, Konawe, Konawe
Selatan dan kolaka Utara (ditahun 2013) yang nantinya diharapkan dapat
membentuk suatu kawasan pengembangan komoditi kakao.
Strategi pengembangan kawasan budidaya kakao nasional di Sulawesi
Tenggara salah satunya diarahkan pada pembagian klaster. Pembagian
simpul/sentra dibagi menurut klaster tersebut antara lain;
1. Klaster Lambandia meliputi seluruh wilayah kecamatan yang ada di
Kabupaten Kolaka danKolaka Timur dengan sentralnya di Kecamatan
Lambandia.

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 20


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

2. Klaster Lalembuu meliputi seluruh wilayah kecamatan yang ada di


Kabupaten Konawe Selatan dan Bombana dengan sentralnya di
Kecamatan Lalembuu.
3. Klaster Besulutu meliputi seluruh wilayah kecamatan yang ada di
Kabupaten Konawe, Konawe Utara, Muna, Muna Barat, Buton,dan
Buton Utara dengan sentralnya di Kecamatan Besulutu.
4. Klaster Pakue meliputi seluruh wilayah kecamatan yang ada di
Kabupaten Kolaka Utara dengan sentralnya di Kecamatan Pakue.
Dengan adanya pembagian wilayah/klaster diharapkan mampu
memudahkan program/kegiatan pengembangan kakao antara lain: dengan
terbangunnya simpul-simpul sentra pengembangan kakao akan
memudahkan proses pemasaran (agribisnis), pengolahan dan
permasalahan transportasi yang selama ini menjadi kendala dalam
memasarkan kakao.

Gambar 5.1. Wilayah sentra dan pendukung pengembangan kakao


nasional di Sulawesi Tenggara

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 21


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

5.3. Aspek Wilayah Administrasi

Provinsi Sulawesi Tenggara terletak di jazirah Tenggara Pulau


Sulawesi. Secara geografis terletak di bagian Selatan Garis Khatulistiwa,
memanjang dari Utara ke Selatan di antara 02°45'-06°15' Lintang Selatan
dan membentang dari Barat ke Timur di antara 120°45'-124°45' Bujur
Timur. Provinsi Sulawesi Tenggara di sebelah Utara berbatasan dengan
Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Sulawesi Tengah, sebelah Selatan
berbatasan dengan Provinsi NTT di Laut Flores, sebelah Timur berbatasan
dengan Provinsi Maluku di Laut Banda dan sebelah Barat berbatasan
dengan Provinsi Sulawesi Selatan di Teluk Bone.
Secara Geografis Kabupaten Konawe terletak pada posisi 02°45'-
04°15' LS dan 121°15'-123°30' BT. Kabupaten Konawe Selatan terletak
pada posisi 03°45'-04°45' LS dan 121°45'-123°00' BT. Kabupaten Kolaka
terletak pada posisi 02°00'-05°00' LS dan 120°45'-124°06' BT. Kabupaten
Kolaka Timur terletak pada posisi 03°50'-04°20' LS dan 121°36'-122°40'
BT. Kabupaten Kolaka Utara terletak pada posisi 02°45'-04°00' LS dan
120°45'-121°30' BT. Batas administrasi lokasi kawasan perkebunan
berbasis Kakao mencakup Kabupaten Konawe, Konawe Selatan, Kolaka,
Kolaka Timur dan Kolaka Utara Provinsi Sulawesi Tenggara yaitu
Kabupaten Konawe di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten
Konawe Utara, di sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Konawe
Selatan, di sebelah Timur berbatasan dengan Kota Kendari, di sebelah
Barat berbatasan dengan Kolaka Timur. Peta wilayah administrasi
Kabupaten Konawesebagaimana disajikan pada Gambar 5.2.

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 22


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Gambar 5.2. Wilayah Administrasi Kabupaten Konawe

Kabupaten Konawe Selatan di sebelah Utara berbatasan dengan


Konawe, Kota Kendari, Konawe Selatan dan Kolaka, di sebelah Selatan
berbatasan dengan Muna, Bombana dan Buton, di sebelah Timur
berbatasan dengan Kabupaten Konawe Kepulauan dan Buton Utara, di
sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kolaka. Peta wilayah
administrasi Kabupaten Konawe Selatan sebagaimana disajikan pada
Gambar 5.3.

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 23


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Gambar 5.3. Wilayah Administrasi Kabupaten Konawe Selatan

Kabupaten Kolaka di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten


Kolaka Utara, di sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten
Bombana, di sebelah Timur berbatasan dengan Konawe, Konawe Utara,
Kolaka Timur dan Konawe Selatan, di sebelah Barat berbatasan dengan
Teluk Bone. Peta wilayah administrasi Kabupaten Kolaka sebagaimana
disajikan pada Gambar 5.4.

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 24


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Gambar 5.4. Wilayah Administrasi Kabupaten Kolaka

Kabupaten Kolaka Timur di sebelah Utara berbatasan dengan


Kabupaten Konawe, di sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten
Bombana, di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Konawe dan
Konawe Selatan, di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kolaka.
Peta wilayah administrasi Kabupaten Kolaka Timur sebagaimana disajikan
pada Gambar 5.5.

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 25


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Gambar 5.5. Wilayah Administrasi Kabupaten Kolaka Timur

Kabupaten Kolaka Utara di sebelah Utara berbatasan dengan


Provinsi Sulawesi Tengah, di sebelah Selatan berbatasan dengan
Kabupaten Kolaka, di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten
Kolaka dan Konawe Utara, di sebelah Barat berbatasan dengan Teluk
Bone. Peta wilayah administrasi Kabupaten Kolaka Timur sebagaimana
disajikan pada Gambar 5.6.

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 26


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Gambar 5.6. Wilayah Administrasi Kabupaten Kolaka Utara

Provinsi Sulawesi Tenggara yang terdiri dari beberapa pulau besar


dan kecil dengan total luas 153.019 km 2, yang meliputi 38.140 km2 luas
daratan dan 114.879 km2 luas lautan, dengan jumlah penduduk
2.117.456.Peta wilayah administrasi Provinsi Sulawesi Tenggara
sebagaimana disajikan pada Gambar 5.7.

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 27


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Gambar 5.7. Wilayah Administrasi Provinsi Sulawesi Tenggara

kakao nasional di Sulawesi Tenggara disajikan pada Lampiran.

5.4. Aspek Biofisik Lokasi Perkebunan Kakao Di Sulawesi Tenggara

Jenis Tanah

Jenis tanah yang terdapat dilokasi pengembangan kawasan


perkebunan berbasis komoditas Kakao yaitu Dystropepts, Eutropepts,
Humitropepts, Fluvaquents, Hydraquents, Tropaquepts, Tropopsammenst,
Tropudults, Troposaprist, Tropudalfs, Haplorthox, Rendolls. Luasan jenis
tanah di lokasi pengembangan kawasan perkebunan berbasis kakao di
Kabupaten Konawe, Konawe Selatan, Kolaka, Kolaka Timur dan Kolaka
Utara selengkapnya disajikan pada Tabel 5.2.

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 28


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Tabel 5.2. Luas sebaran tanaman kakao pada berbagai Jenis Tanah di wilayah
sentra pengembangan kakao Sulawesi Tenggara

Konawe Kolaka Kolaka


No. Jenis Tanah Konawe Kolaka
Selatan Timur Utara
1. Dystropepts 3858.69 1549.65 26649.67 31927.40 44610.84

2. Eutropepts 16.99 0.49 - 1.60 19525.11

3. Humitropepts 14.77 - - - -

4. Fluvaquents 1312.21 739.39 121.13 3.78 -

5. Hydraquents 12.30 28.97 24.18 - 1558.60

6. Tropaquepts 7480.45 5385.22 2667.02 25508.52 12672.38

7. Tropopsamments - - 161.97 - 334.50

8. Tropudults 2198.73 12343.55 99.99 8422.80 862.57

9. Troposaprists - - - 1347.89 -

10. Tropudalfs 1169.86 109.91

11. Haplorthox 24.01 104.71 - - -

12. Rendolls - 54.11 30.03 - -

Jumlah 16088,00 20316,00 29745,00 67212,00 79564,00


Sumber: Peta Land Systems and Land Suitability Sulawesi Tenggara Skala 1 : 250.000 Tahun
1988

Jenis tanah terluas di Kabupaten Konawe adalah Tropaquepts


seluas 7.480,45 Ha atau 46,50% dan jenis tanah dengan luasan terendah
adalah Hydraquents seluas 12,30 Ha atau 0,08% dari total luas kebun
kakao. Jenis tanah terluas di Kabupaten Konawe Selatan adalah
Tropudults seluas 12.343,55 Ha atau 60,76% dan jenis tanah dengan
luasan terendah adalah Eutropepts seluas 0,49 Ha atau 0,002% dari total
luas kebun kakao. Jenis tanah terluas di Kabupaten Kolaka adalah
Dystropepts seluas 26.649,67 Ha atau 89,57% dan jenis tanah dengan
luasan terendah adalah Hydraquents seluas 24,18 Ha atau 0,08% dari
total luas kebun kakao. Jenis tanah terluas di Kabupaten Kolaka Timur
adalah Dystropepts seluas 31.927,40 Ha atau 47,50% dan jenis tanah
dengan luasan terendah adalah Eutropepts seluas 1,60 Ha atau 0,002%.
Jenis tanah terluas di Kabupaten Kolaka Utara adalah Dystropepts seluas

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 29


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

44.610,84 Ha atau 56,07% dan jenis tanah dengan luasan terendah adalah
Tropopsamments seluas 334,50 Ha atau 0,42% dari total luas kebun
kakao.

Topografi

Kelas kemiringan lereng yang terdapat dilokasi pengembangan


kawasan perkebunan berbasis komoditas Kakao yaitu Datar, Agak Landai,
Landai, Agak Curam, Curam, Sangat Curam, dan Ekstrim Curam. Luasan
wilayah pengembangan kakao berdasarkan kelas kemiringan lereng dan
penyebarannya di Kabupaten Konawe, Konawe Selatan, Kolaka, Kolaka
Timur dan Kolaka Utara selengkapnya sebagaimana disajikan pada Tabel
5.3.

Tabel 5.3.Luas sebaran tanaman kakao pada berbagai kemiringan lereng di


wilayah sentra pengembangan kakao Sulawesi Tenggara

Kemiringan Konawe Kolaka Kolaka


No. Konawe Kolaka
Lereng(%) Selatan Timur Utara
0-3
1. 7900.96 12361.11 2719.33 21013.03 13246.42
(Datar)
3-8
2. 3641.34 5376.02 2456.49 12535.03 7399.62
(Agak Landai)
8-15
3. 1769.91 1569.30 4582.25 11359.05 9244.04
(Landai)
15-30
4. 2167.70 873.15 15276.59 17094.64 23880.66
(Agak Curam)
30-45
5. 533.92 126.52 4200.36 4645.37 17906.57
(Curam)
45-65
6. (Sangat 73.79 9.89 474.53 548.63 7004.63
Curam)
>65
7. (Ekstrim 0.39 - 44.44 16.24 882.06
Curam)
Jumlah 16088.00 20316.00 29754.00 67212.00 79564.00
Sumber: Hasil analisis spasial lereng citra SRTM 90 m

Kelas kemiringan lereng terluas di Kabupaten Konawe adalah 0-3%


(Datar) seluas 7.900,96 Ha atau 49,11% dan kelas kemiringan lereng
dengan luasan terendah adalah >65% (Ekstrim Curam) seluas 0,39 Ha
atau 0,002%dari total luas kebun kakao. Kelas kemiringan lereng terluas di
Kabupaten Konawe Selatan adalah 0-3% (Datar) seluas 12.361,11 Ha

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 30


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

atau 31,26% dan kelas kemiringan lereng dengan luasan terendah adalah
>65% (Ekstrim Curam) seluas 16,24 Ha atau 0,02% dari total luas kebun
kakao. Kelas kemiringan lereng terluas di Kabupaten Kolaka adalah 15-
30% (Agak Curam) seluas 15.276,59 Ha atau 51,34% dan kelas
kemiringan lereng dengan luasan terendah adalah >65% (Ekstrim Curam)
seluas 44,44 Ha atau 0,15% dari total luas kebun kakao. Kelas kemiringan
lereng terluas di Kabupaten Kolaka Timur adalah 15-30% (Agak Curam)
seluas 17.094,64 Ha atau 25,43% dan kelas kemiringan lereng dengan
luasan terendah adalah >65% (Ekstrim Curam) seluas 16,24 Ha atau
0,02% dari total luas kebun kakao. Kelas kemiringan lereng terluas di
Kabupaten Kolaka Utara adalah 15-30% (Agak Curam) seluas 13.880,66
Ha atau 30,01% dan kelas kemiringan lereng dengan luasan terendah
adalah >65% (Ekstrim Curam) seluas 882,06 Ha atau 1,11% dari total luas
kebun kakao. Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan kakao umumnya
menyebar pada berbagai kondisi lereng mulai datar sampai agak curam.

5.5. Kawasan Peruntukan Lahan Perkebunan Kakao

Kawasan budidaya kakao di Provinsi Sulawesi Tenggara umunya


dilakukan dalam wilayah APL, areal non APL (HP, HPK, HPT, HL, dan
HSA) dan areal konsesi (Izin Usaha Pertambangan). Masyarakat
membudayakan kakao umunya dalam wilayah Areal Penggunaan Lain
(APL) yaitu wilayah yang memang diperuntukkan bagi kegiatan budidaya.
Selain itu, masyarakat juga melakukan kegiatan budidaya kakao dalam
wilayah kawasan hutan dan kawasan konsesi pertambangan dan
perkebunan yang tidak diperuntukkan bagi kegiatan budidaya pertanian.
Luas perkebunan kakao esksisting di Kabupaten Konawe dalam kawasan
APL adalah 11.489,30 Ha; dalam kawasan hutan adalah 3.328,93 Ha dan
dalam kawasan konsesi adalah 1.269,77 Ha.
Luas perkebunan kakao terluas menurut kecamatan dalam kawasan
APL di Kabupaten konawe terdapat di Kecamatan Puriala seluas 1.475,71
Ha dan luas perkebunan kakao terendah dalam kawasan APL terdapat di

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 31


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Kecamatan Sampara seluas 1,04 Ha. Selain itu, terdapat kecamatan di


Kabupaten Konawe yang tidak memiliki perkebunan kakao dalam wilayah
APL yaitu Kecamatan Anggaberi, Asinua dan Rauta. Kecamatan yang
memiliki perkebunan kakao dalam kawasan non APL adalah Kecamatan
Abuki, Anggaberi, Asinua, Lambuya, Meluhu, Onembute, Rauta, Tongauna
dan Uepai. Luas areal kawasan kakao di Kabupaten Konawe
selengkapnya disajikan pada Tabel 5.4.Sedangkan penyebarannya secara
spasial kebun kakao di Kabupaten Konawe disajikan sebagaimana pada
Gambar 5.8.

Tabel 5.4.Luas dan sebaran kakao berdasarkan arahan fungsi peruntukan


penggunaan lahan pada setiap Kecamatan di Kabupaten
Konawe

Kawasan Luas
No. Kecamatan %
APL Non-APL Konsesi (Ha)
1. Abuki 1.182,78 985,20 - 2.167,98 13,48
2. Amonggedo 128,02 - - 128,02 0,80
3. Anggaberi - 267,38 - 267,38 1,66
4. Asinua - 851,51 - 851,51 5,29
5. Besulutu 1.320,16 - - 1.320,16 8,21
6. Bondoala 254,08 - - 254,08 1,58
7. Kapoiala 12,27 - - 12,27 0,08
8. Konawe 1.173,34 - - 1.173,34 7,29
9. Lalonggasumeeto 562,99 - - 562,99 3,50
10. Lambuya 900,66 78,49 - 979,16 6,09
11. Meluhu 304,92 128,85 - 433,77 2,70
12. Onembute 1.242,81 38,89 - 1.281,70 7,97
13. Pondidaha 162,28 - - 162,28 1,01
14. Puriala 1.475,71 - - 1.475,71 9,17
15. Rauta - 796,39 1269,77 2.066,16 12,84
16. Sampara 1,04 - - 1,04 0,01
17. Soropia 99,07 - - 99,07 0,62
18. Tongauna 794,77 40,36 - 835,13 5,19
19. Uepai 931,85 141,85 - 1.073,70 6,67
20. Wawotobi 24,99 - - 24,99 0,16
21. Wonggeduku 917,55 - - 917,55 5,70
Jumlah 11.489.30 3.328.93 1.269.77 16.088,00 100,00
Sumber: Hasil Interpretasi Citra Landsat 8 dan survey lapangan Tahun 2015

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 32


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Gambar 5.8. Sebaran Eksisting Kakao di Kabupaten Konawe

Tanaman Kakao bagi masyarakat Kabupaten Konawe Selatan


merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang cukup
menguntungkan. Budidaya tanaman kakao oleh masyarakat di Kabupaten
Konawe Selatan telah dilakukan dalam waktu yang cukup lama.
Keseriusan masyarakat mengelola tanaman kakao terlihat dari luasnya
areal tanaman Kakao yang terdapat di seluruh Kecamatan dalam wilayah
Kabupaten Konawe Selatan. Luas areal eksisting tanaman Kakao di
Kabupaten Konawe Selatan dalam kawasan APL adalah 19.102,24 Ha;
luas areal eksisiting tanaman kakao dalam kawasan non APL adalah
596,74 Ha dan luas areal eksisting tanaman kakao dalam kawasan
konsesi adalah 617,02 Ha.
Luas perkebunan kakao terluas menurut kecamatan dalam kawasan
APL di Kabupaten konawe Selatan terdapat di Kecamatan Buke seluas
4.574,04 Ha dan luas perkebunan kakao terendah dalam kawasan APL
terdapat di Kecamatan Tinanggea seluas 38,80 Ha. Selain itu, terdapat

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 33


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Kecamatan yang memiliki perkebunan kakao dalam kawasan non APL dan
kawasan konsesi yaitu Kecamatan Basala dan Lalembuu dalam kawasan
hutan serta Kecamatan Konda dan Moramo Utara dalam kawasan konsesi.
Luas areal kawasan kakao di Kabupaten Konawe Selatan selengkapnya
disajikan pada Tabel 5.5. Sedangkan penyebarannya secara spasial kebun
kakao di Kabupaten Konawe Selatan sebagaimana disajikan pada Gambar
5.9.

Tabel 5.5. Luas dan sebaran kakao berdasarkan arahan fungsi peruntukan
penggunaan lahan setiap Kecamatan di Konawe Selatan

Kawasan
No Kecamatan Luas (Ha) %
APL Non-APL Konsesi
1. Andoolo 53,43 - - 53,43 0,26
2. Angata 110,77 - - 110,77 0,55
3. Baito 95,36 - - 95,36 0,47
4. Basala 2.400,26 100,54 - 2.500,80 12,31
5. Benua 32,48 - - 32,48 0,16
6. Buke 4.574,04 - - 4.574,04 22,51
7. Kolono 101,89 - - 101,89 0,50
8. Konda 1.029,37 - 423,90 1.453,27 7,15
9. Laeya 77,69 - - 77,69 0,38
10. Lainea 134,83 - - 134,83 0,66
11. Lalembuu 2.187,80 496,20 - 2.684,01 13,21
12. Landono 1.868,95 - - 1.868,95 9,20
13. Laonti 117,60 - - 117,60 0,58
14. Moramo 294,86 - - 294,86 1,45
15. Moramo utara 600,99 - 193,11 794,10 3,91
16. Mowila 3.857,59 - - 3.857,59 18,99
17. Palangga 506,23 - - 506,23 2,49
18. Palangga selatan 39,25 - - 39,25 0,19
19. Ranomeeto 694,96 - - 694,96 3,42
20. Ranomeeto barat 46,62 - - 46,62 0,23
21. Tinanggea 38,80 - - 38,80 0,19
22. Wolasi 238,49 - - 238,49 1,17
Jumlah 19102,24 596,74 617,02 20316.00 100,00
Sumber: Hasil Interpretasi Citra Landsat 8 dan survey lapangan Tahun 2015

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 34


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Gambar 5.9. Sebaran Eksisting Kakao di Kabupaten Konawe Selatan

Tanaman Kakao bagi masyarakat Kabupaten Kolaka merupakan


salah satu jenis tanaman perkebunan yang cukup menguntungkan.
Budidaya tanaman kakao oleh masyarakat di Kabupaten Kolaka telah
dilakukan dalam waktu yang cukup lama. Keseriusan masyarakat
mengelola tanaman kakao terlihat dari luasnya areal tanaman Kakao yang
terdapat di seluruh Kecamatan dalam wilayah Kabupaten Kolaka. Luas
areal eksisting tanaman Kakao di Kabupaten Kolaka dalam kawasan APL
adalah 24.052,93; luas areal eksisiting tanaman kakao dalam kawasan non
APL adalah 3.506,99 Ha dan luas areal eksisting tanaman kakao dalam
kawasan konsesi adalah 2.194,08 Ha.
Luas perkebunan kakao terluas menurut kecamatan dalam kawasan
APL di Kabupaten Kolaka terdapat di Kecamatan Samaturu seluas
11.631,30 Ha dan luas perkebunan kakao terendah dalam kawasan APL
terdapat di Kecamatan Pomalaa seluas 14,43 Ha. Selain itu, terdapat
Kecamatan yang memiliki perkebunan kakao dalam kawasan non APL
yaitu Kecamatan Kolaka, Latambaga, Samaturu, dan Watubangga, dan
kawasan konsesi yaitu Baula, Pomalaa, Wolo dan Wundulako serta

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 35


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

sebagian pada Kecamatan Samaturu dan Watubangga.Luas areal


kawasan kakao di Kabupaten Kolaka selengkapnya disajikan pada Tabel
5.6. Sedangkan penyebarannya secara spasial kebun kakao di Kabupaten
Kolaka sebagaimana disajikan pada Gambar 5.10.

Tabel 5.6.Luas dan sebaran kakao berdasarkan arahan fungsi peruntukan


penggunaan lahan setiap Kecamatan di Kabupaten Kolaka
Kawasan
No. Kecamatan Luas (Ha) %
APL Non-APL Konsesi
1. Baula 13,15 - 244,39 257,53 0,32
2. Iwoimenda 54,29 - - 54,29 0,07
3. Kolaka 1.595,07 510,71 - 2.105,78 2,65
4. Latambaga 6.216,83 774,44 - 6991,26 8,79
5. Pomalaa 14,43 - 108,25 122,68 0,15
6. Samaturu 11.631,30 2.070,32 280,46 13.982,08 17,57
7. Toari 30,03 - - 30,03 0,04
8. Watubangga 1.059,58 151,53 15,17 1.226,28 1,54
9. Wolo 2.854,99 - 1.542,81 4.397,79 5,53
10. Wundulako 583,26 - 3,01 586,27 0,74
Jumlah 24.052,93 3.506,99 2.194,08 29.754,00 100,00
Sumber: Hasil Interpretasi Citra Landsat 8 dan survey lapangan Tahun 2015

Gambar 5.10. Sebaran Eksisting Kakao di Kabupaten Kolaka

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 36


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Masyarakat di Kabupaten Kolaka Timur membudidayakan kakao


umunya dalam wilayah Areal Penggunaan Lain (APL) yaitu wilayah yang
memang diperuntukkan bagi kegiatan budidaya. Selain itu, masyarakat
juga melakukan kegiatan budidaya kakao dalam wilayah kawasan hutan
dan kawasan konsesi yang tidak diperuntukkan bagi kegiatan budidaya
pertanian. Luas perkebunan kakao esksisting di Kabupaten Kolaka Timur
dalam kawasan APL adalah 39.125,14 Ha; dalam kawasan non APL
adalah 12.433,94 Ha dan dalam kawasan konsesi adalah 15.652,93 Ha.
Luas areal kawasan kakao di Kabupaten Kolaka Timur selengkapnya
disajikan pada Tabel 5.7. Sedangkan penyebarannya secara spasial kebun
kakao di Kabupaten Kolaka Timur sebagaimana disajikan Gambar 5.11.

Tabel 5.7.Luas dan sebaran kakao berdasarkan arahan fungsi peruntukan


penggunaan lahan setiap Kecamatan di Kolaka Timur
Kawasan
No Kecamatan Luas (Ha) %
APL Non-APL Konsesi
1. Aere 2.572,77 3.854,16 6.496,36 12.923,29 19,23
2. Dangia 882,13 36,80 - 918,93 1,37
3. Ladongi 3.079,08 1.268,12 3.579,11 7.926,31 11,79
4. Lambandia 7.742,69 2.498,72 612,39 10.853,80 16,15
5. Loea 3.461,35 164,50 1.149,71 4.775,56 7,11
6. Mowewe 2,72 4,84 - 7,57 0,01
7. Poli-Polia 6.737,13 218,24 3.815,35 10.770,72 16,02
8. Tinondo 2.347,69 753,09 - 3.100,78 4,61
9. Tirawuta 6.792,03 817,81 - 7.609,84 11,32
10. Ueesi 3.030,32 1.180,39 - 4.210,71 6,26
11. Uluiwoi 2.477,23 1.637,27 - 4.114,50 6,12
Jumlah 39.125,14 12.433.94 15.652,93 67.212,00 100,00
Sumber: Hasil Interpretasi Citra Landsat 8 dan survey lapangan Tahun 2015

Luas perkebunan kakao terluas menurut kecamatan dalam kawasan


APL di Kabupaten Kolaka Timur terdapat di Kecamatan Lambandia seluas
7.742,69 Ha dan luas perkebunan kakao terendah dalam kawasan APL di
Kabupaten Kolaka Timur terdapat di Kecamatan Mowewe seluas 2,72 Ha.
Selain itu, hamper seluruh kecamatan melakukan kegiatan budidaya kakao
dalam kawasan hutan Kecamatan yang memiliki perkebunan kakao dalam

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 37


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

kawasan hutan. Kecamatan yang memiliki perkebunan kakao terluas


dalam kawasan hutan (non APL) adalah Kecamatan Aere seluas 3.854,16
Ha dan kecamatan yang memeiliki perkebunan kakao dengan luasan
terendah dalam kawasan hutan adalah Kecamatan Mowewe seluas 4,84
Ha. Selain itu, terdapat wilayah kecamatan yang membudidayakan kakao
dalam kawasan konsesi yaitu Kecamatan Aere, Ladongi, Lambandia,
Loea, dan Poli-polia.

Gambar 5.11. Sebaran Eksisting Kakao di Kabupaten Kolaka Timur

Masyarakat di Kabupaten Kolaka Utara juga membudidayakan


kakao umunya dalam wilayah Areal Penggunaan Lain (APL) yaitu wilayah
yang memang diperuntukkan bagi kegiatan budidaya dan dalam wilayah
kawasan hutan dan kawasan konsesi yang tidak diperuntukkan bagi
kegiatan budidaya pertanian. Luas perkebunan kakao esksisting di
Kabupaten Kolaka Utara dalam kawasan APL adalah 43.354,71 Ha; dalam
kawasan hutan adalah 16.665,53 Ha dan dalam kawasan konsesi adalah
19.543,76 Ha. Luas areal kawasan kakao di Kabupaten Kolaka Utara
selengkapnya disajikan pada Tabel 5.8. Sedangkan penyebarannya

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 38


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

secara spasial kebun kakao di Kabupaten Kolaka Utara sebagaimana


disajikan pada Gambar 5.12.
Luas perkebunan kakao terluas menurut kecamatan dalam kawasan
APL di Kabupaten Kolaka Utara terdapat di Kecamatan Lasusua seluas
6.314,87 Ha dan luas perkebunan kakao terendah dalam kawasan APL di
Kabupaten Kolaka Utara terdapat di Kecamatan Wawo seluas 107,63 Ha.
Selain itu, hampir seluruh kecamatan di Kabupaten Kolaka Utara
melakukan kegiatan budidaya kakao dalam kawasan hutan. Kecamatan
yang memiliki perkebunan kakao terluas dalam kawasan hutan di
Kabupaten Kolaka Utara adalah Kecamatan Ngapa seluas 3.399,48 Ha
dan kecamatan yang memeiliki perkebunan kakao dengan luasan terendah
dalam kawasan hutan adalah Kecamatan Wawo seluas 87,77 Ha. Selain
itu, terdapat wilayah kecamatan yang membudidayakan kakao dalam
kawasan konsesi yaitu Kecamatan Batu Putih, Lambai, Lasusua, Ngapa,
Pakue, Pakue Tengah, Pakue Utara, Porehu, Rante Angin, Tiwu, Tolala
dan Wawo.
Tabel 5.8. Luas dan sebaran kakao berdasarkan arahan fungsi peruntukan
penggunaan lahan setiap Kecamatan di Kolaka Utara

Kawasan
No Kecamatan Luas (Ha) %
APL Non APL Konsesi
1. Batu Putih 6.110,27 1.011,67 1.255,38 8.377,32 10,53
2. Katoi 2.349,57 224,78 - 2.574,34 3,24
3. Kodeoha 2.278,58 451,83 - 2.730,41 3,43
4. Lambai 2.278,04 214,58 3.907,18 6.399,79 8,04
5. Lasusua 6.314,87 1.524,24 3.690,26 11.529,38 14,49
6. Ngapa 3.336,69 3.399,48 257,07 6.993,24 8,79
7. Pakue 2.913,05 1.690,07 2.090,00 6.693,12 8,41
8. Pakue Tengah 4.328,34 1.425,25 4,64 5.758,23 7,24
9. Pakue Utara 3.603,05 1.506,35 1.758,84 6.868,24 8,63
10. Porehu 5.813,70 500,58 3.933,13 10.247,41 12,88
11. Rante Angin 473,83 981,25 342,78 1.797,86 2,26
12. Tiwu 859,34 3.373,06 0,06 4.232,46 5,32
13. Tolala 262,25 274,63 2.304,44 2.841,32 3,57
14. Watunohu 2.325,50 - - 2.325,50 2,92
15. Wawo 107,63 87,77 - 195,39 0,25
Jumlah 43.354,71 16.665,53 19.543,76 79.564,00 100,00
Sumber: Hasil Interpretasi Citra Landsat 8 dan survey lapangan Tahun 2015

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 39


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Gambar 5.12. Sebaran Eksisting Kakao di Kabupaten Kolaka Utara

5.6. Aspek Ekonomi dan Perekonomian

Provinsi Sulawesi Tenggara berperan strategis secara nasional


sebagai pusat produksi dan pengolahan hasil pertanian, perkebunan,
perikanan, serta pertambangan nikel khususnya sebagai simpul
pengolahan nikel, perkebunan kakao, dan perikanan. Kinerja perekonomian
Provinsi Sulawesi Tenggara periode 2006-2013 cukup baik,terlihat pada
meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi selama kurun waktu tersebut.
Rata-rata pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Tenggara sebesar 8,17 persen
pertahun, lebih tinggi dari laju pertumbuhan ekonomi nasional sebesar
5,90persen pertahun.Kontribusi wilayah Sulawesi Tenggarater hadap
pembentukan PDRB Pulau Sulawesi a d a l a h sebesar 11,47 persen,
sementara itu kontribusi terhadap pembentukan PDB Nasional sebesar 0,15
persen. Kontribusi sektor ekonomi ini diharapkan mampu menjadi
penggerak ekonomi lokal Provinsi Sulawesi Tenggara sehingga kegiatan

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 40


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

perekonomian penduduk menjadilebih signifikan untuk perekonomian di


wiayah tersebut (Perkembangan Pembangunan Provinsi SULTRA,
2014).
Kebijakan dan program pembangunan Pemerintah Provinsi Sulawesi
Tenggara dibidang pertanian, khususnya pengelolaan subsektor
perkebunan diarahkan pada penguatan modal bagi petani tanaman
perkebunan dalam rangka menunjang kesinambungan usahatani tanaman
perkebunan, pengembangan agroindustri dengan fungsi yang didasarkan
pada potensi (basis komoditas) tanaman perkebunan. Pengembangan
komoditi kakao rakyat dimulai pada tahun 2008 melalui kegiatan Bansos
berupa peremajaan (100 ha) yang tersebar di Kabupaten Kolaka (60 ha),
Kabupaten Kolaka Utara(40 ha), yang difasilitasi oleh Satker Dinas
Perkebunan dan Hortikultura melalui Dana APBN-TP. Sampai dengan
akhir tahun 2008 luas areal kakao rakyat di Provinsi Sulawesi Tenggara
mencapai 202.012 ha dengan produksi 115.898 ton kakao. Produksi
tersebut masih sangat rendah, karena produktivitasnya hanya 791,83 kg
kakao kering/ha/tahun, sementara potensi produksinya bisa mencapai
2.000 kg/ha/tahun.

Gambar 5.13. Grafik perkembangan produksi tanaman perkebunan di


Sulawesi Tenggara

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 41


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Gambar 5.14. Persentase Nilai Perdagangan Antar Pulau Menurut


JenisKomoditas, 2013
Rendahnya produktivitas kakao disebabkan oleh berbagai faktor
pembatas baik faktor teknis seperti, masih terbatasnya penggunaan benih
unggul, masih rendahnya aplikasi pemupukan, sebagian klon tanaman
sudah tidak mampu beradaptasi dengan kondisi agroklimat sehingga
terjadi penurunan kesehatan tanaman, kurang intensifnya pemeliharaan
tanaman, intensitas gangguan OPT meningkat; faktor ekonomi seperti
lemahnya akses terhadap permodalan petani, rendahnya nilai jual produk,
tidak adanya nilai tambah produk akibat pola tanam monokultur; aspek
sosial yaitu belum optimalnya fungsi kelembagaan petani. Namun pada
tahun 2011 telah terjadi peningkatan hal ini karena hasil dari kerja keras
Dinas Perkebunan serta adanya dukungan dari pemerintah daerah dan
stakeholders yang terkait.Berdasarkan kajian dan analisis data atas kondisi
eksisting tersebut dalam rangka akselerasi peningkatan produktivitas
tanaman dan lahan, program pembangunan perkebunan kakao tahun
2009-2012 diarahkan pada peningkatan produksi dan produktivitas kebun
dilaksanakan melalui upaya peningkatan mutu intensifikasi tanaman belum
menghasilkan (TBM) dan tanaman menghasilkan (TM1, TM2, TM3),
rehabilitasi tanaman menghasilkan (TM3), peremajaan tanaman tua/rusak
(TT/TR), perluasan dan aplikasi teknologi produksi. Dengan
mempertimbangkan potensi sumberdaya yang tersedia, serta peluang

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 42


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

yang ada, target pembangunan tanaman kakao tahun 2009-2012 untuk


Provinsi Sultra ditetapkan seluas 83.133 ha atau 58 % dari luas areal yang
ada, dengan sasaran pembangunan untuk, intensifikasi 26.800 ha,
rehabilitasi 40.983 ha, dan peremajaan 15.350 ha.

5.6.1. Perkembangan Kontribusi Sektor Pertanian Perkebunan dalam


Perekonomian Wilayah Provinsi dan Kabupaten

Struktur lapangan usaha masyarakat di Sulawesi Tenggara lebih


dominan di sektor pertanian meskipun cenderung memperlihatkan trend
yang menurun dari tahun ke tahun. Dsitribusi persentase PDRB atas dasar
harga berlaku pada sektor pertanian dari tahun 2009-2013 memperlihatkan
penurunan sampai 5,16%. Lapangan usaha yang memprlihatkan trend
peningkatan distribusi PDRB yaitu sektor perdagangan, hotel dan
transportasi meskipun perannya tidak sebesar sektor pertanian. Sektor
perdagangan, hotel dan restoran terus memperlihatkan trend meningkat
dari tahun ke tahun. Distribusi PDRB dari sector tersebut mengalami
peningkatan 19,75% dibanding pada tahun 2009 sekitar 17,45%. Distribusi
persentase PDRB Sulawesi Tenggara Tahun 2009-2013 selengkapnya
disajikan pada Tabel 5.9.

Tabel 5.9. Distribusi Persentase PDRB Sulawesi Tenggara menurut


Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku, 2009-2013

No. Lapangan Usaha 2009 2010 2011 2012*) 2013**)


1. Pertanian 35,02 33,20 31,87 30,51 29,86
2. Pertambangan dan Penggalian 4,28 4,90 6,06 7,75 7,76
3. Industri Pengolahan 6,43 7,14 6,90 6,35 6,10
4. Listrik, Gas dan Air Bersih 0,93 0,92 0,92 0,99 1,08
5. Konstruksi 7,72 8,26 8,54 8,79 8,90
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 17,45 18,12 18,57 19,09 19,75
7. Pengangkutan dan Komunikasi 9,26 9,30 9,20 8,99 8,87
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa 5,30 5,52 5,94 5,97 6,25
Perushaan
9. Jasa-jasa 13,61 12,64 12,00 11,56 11,43
Produk Domestik Regional Bruto 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber : Sulawesi Tenggara dalam Angka, 2014

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 43


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Struktur lapangan usaha masyarakat di Sulawesi Tenggara


berdasarkan distribusi persentase PDRB atas dasar harga constant lebih
dominan di sektor pertanian. Dsitribusi persentase PDRB atas dasar harga
konstant pada sektor pertanian dari tahun 2009-2013 memperlihatkan nilai
yang menurun sampai 6,23%. Lapangan usaha yang memprlihatkan trend
peningkatan distribusi PDRB yaitu sektor perdagangan, hotel dan
transportasi meskipun perannya tidak sebesar sektor pertanian. Sektor
perdagangan, hotel dan restoran terus memperlihatkan trend meningkat
dari tahun ke tahun. Distribusi PDRB dari sector tersebut mengalami
peningkatan 18,40% dibanding pada tahun 2009 sekitar 16,79%. Distribusi
persentase PDRB Sulaawesi Tenggara Tahun 2009-2013 atas dasar
harga constant selengkapnya disajikan pada Tabel 5.10.

Tabel 5.10. Distribusi Persentase PDRB Sulawesi Tenggara menurut


Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2009-2013

No. Lapangan Usaha 2009 2010 2011 2012*) 2013**)


1. Pertanian 33,11 30,98 29,16 27,49 26,88
2. Pertambangan dan Penggalian 5,12 5,18 7,21 9,34 9,29
3. Industri Pengolahan 8,01 8,80 8,59 7,97 7,78
4. Listrik, Gas dan Air Bersih 0,75 0,75 0,76 0,83 0,89
5. Konstruksi 8,54 9,10 9,42 9,61 9,74
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 16,79 17,36 17,71 17,96 18,40
7. Pengangkutan dan Komunikasi 8,77 8,83 8,89 8,83 8,83
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa 5,74 6,01 6,50 6,53 6,89
Perushaan
9. Jasa-jasa 13,18 12,36 11,76 1,44 11,30
Produk Domestik Regional Bruto 100,00 100,00100,00 100,00 100,00
Sumber : Sulawesi Tenggara dalam Angka, 2014

5.6.2. Kontribusi Komoditas Kakao dalam Perekonomian Wilayah


Provinsi dan Kabupaten Lokasi Pengembangan Kawasan
Berbasis Komoditas Kakao di Provinsi Sulawesi Tenggara

Perkebunan merupakan sub-sektor dengan kontribusi terbesar


sektor pertanian (32 persen). Namun, pada periode 2009-2011, sub-sektor
perkebunan mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif) secara berturut-
turut. Pertumbuhan subsector perkebunan baru pulih pada tahun 2012

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 44


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

dengan pertumbuhan sebesar 5,9 persen, namun stabilitas pertumbuhan di


sektor perkebunan masih perlu mendapat perhatian di masa depan. Hal ini
karena proses peremajaan tanaman kakao yang sudah melampaui masa
produktif belum berjalan secara menyeluruh di Sulawesi Tenggara.
Sektor Perkebunan di Sulawesi Tenggara didominasi oleh
perkebunan Kakao dengan porsi lahan terbesar di Kolaka dan Kolaka
Utara. Sebanyak 51 persen lahan perkebunan di Sulawesi Tenggara
adalah tanaman Kakao dengan proporsi lahan terbesar terdapat di Kolaka
dan Kolaka Utara (mencapai 72,2 persen total lahan kakao). Produksi
perkebunan kakao sempat menurun pada tahun 2011, namun sudah
mengalami peningkatan kembali pada tahun 2012. Perkembangan volume
produksi kakao meningkat sampai tahun 2010, namun kemudian
mengalami kontraksi sebesar minus 18,8 persen pada tahun 2011, yakni
dari 141,2 ribu ton (2010) menjadi hanya 114,6 ribu ton (2011).
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa penyuluh pertanian,
penurunan volume produksi ini disebabkan oleh beberapa faktor : (i)
mewabahnya hama penggerek batang kakao (PBK) pada beberapa area
perkebunan kakao; (ii) terlambatnya proses peremajaan tanaman kakao
yang sudah melampaui umur produksi (diatas 10 tahun), terutama di lahan
kakao perkebunan rakyat; dan (iii) sebagian besar tanaman kakao yang
sudah diremajakan belum memasuki masa pembuahan. Meskipun
demikian, pada tahun 2012, volume produksi kakao mengalami
peningkatan kembali menjadi 154,2 ribu ton, melebihi volume produksi
tahun 2010. Kenaikan volume produksi tahun 2012 salah satunya
diperkirakan karena program gerakan nasional untuk peningkatan produksi
dan mutu kakao (dikenal dengan Gernas) yang dimulai sejak tahun 2009
sudah mulai menunjukkan hasil. Gernas mencakup: (i) intensifikasi bagi
tanaman usia muda (3-6 tahun); (ii) rehabilitasi dengan cara sambung
samping; dan (iii) tanam baru.

Tanaman kakao bisa menghasilkan sampai umur lebih dari 20


tahun, tergantung bibit yang dipakai dan perawatannya. Produktivitasnya

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 45


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

juga sangat bervariasi sesuai dengan umur tanaman. Selama 20 tahun,


usahatani kakao dengan kondisi eksisting di tingkat petani mampu
menghasilkan biji kakao kering sebanyak 13,14 ton/ha. Produktivitas
tertinggi dicapai pada tahun ke-7 sampai ke-15, yaitu 975 kg/ha/tahun.
Jumlah tersebut terus menurun sampai tahun ke-20. Jumlah produksi
berkaitan langsung dengan biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani
dan juga penerimaan dari hasil penjualan kakao. Sebagian besar biaya
yang dikeluarkan oleh petani kakao adalah biaya tenaga kerja terutama
untuk proses panen dan pascapanen sehingga semakin tinggi produksi
kakao, biaya yang dibutuhkan menjadi semakin besar. Dalam penelitian
yang dilakukan Ermiati et al. (2014) bahwa, tenaga kerja keluarga petani
dimasukkan ke dalam struktur biaya dengan standar upah yang berlaku di
lokasi penelitian. Akumulasi biaya yang dibutuhkan selama periode
usahatani (20 tahun) mencapai Rp.105.695.550 ; sedangkan akumulasi
penerimaan petani mencapai Rp.236.556.000. Dengan demikian, selama
periode usahatani, pendapatan yang dapat diperoleh petani adalah
Rp.130.860.450. Jika dihitung dengan nilai sekarang (tingkat suku bunga
18%) maka nilai bersih pendapatan petani adalah Rp.19.646.384,00.
Akumulasi pendapatan petani sebesar Rp130.860.450,00 atau rata-
rata Rp.7.697.674 per tahun atau Rp.641.473 perbulan untuk satu keluarga
tentu sangat tidak mencukupi karena masih jauh di bawah upah minimum
regional (UMR) Provinsi Sulawesi Tenggara, yaitu
Rp1.400.000/bulan/orang pada tahun 2014. Jika sumber pendapatan
petani hanya berasal dari usahatani kakao dengan produktivitas minimal
779 kg/ha/tahun (Ditjenbun, 2012) maka untuk mencapai hidup layak
petani harus memilikil ahan kakao seluas 2 ha. Upaya perluasan areal
atau ekstensifikasi untuk petani akan sulit dilakukan sehingga upaya
intensifikasi atau meningkatkan produktivitas harus lebih diutamakan. Hal
tersebut cukup potensial mengingat produktivitas yang ada masih jauh
dibawah potensi produktivitas klon unggul kakao yang mencapai 2–3
ton/ha/tahun (Ermiati et al., 2014).

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 46


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Tabel5.11. Struktur Biaya Dan Pendapatan Usahatani Kakao Per Ha


Dengan Produk Akhir Biji Kering Non-Fermentasi

Penerimaan Pendapatan
Produksi Penerimaan Biaya Pendapatan Biaya Bersih
Tahun Bersih Bersih
(Kg) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp.)
(Rp.) (Rp.)
0 0 0 1.464.300 -1.464.300 0 1.464.300 -
1 0 0 5.064.750 -5.064.750 0 4.292.161 1.464.300
-
2 0 0 1.528.200 -1.528.200 0 1.097.529 4.292.161
-
3 200 3.600.000 2.438.600 1.161.400 2.191.071 1.484.207 1.097.529
706.864
4 325 5.850.000 2.943.600 2.906.400 3.017.365 1.518.276 1.499.089
5 500 9.000.000 3.928.600 5.071.400 3.933.983 1.717.227 2.216.756
6 750 13500000 4.865.000 8.635.000 5.000.826 1.802.149 3.198.676
7 975 17.550.000 6.547.500 11002500 5.509.384 2.055.424 3.453.960
8 975 17.550.000 6.547.500 11.002.500 4.668.970 1.741.885 2.927.085
9 975 17.550.000 6.547.500 11.002.500 3.956.754 1.476.174 2.480580
10 975 17.550.000 6.547.500 11.002.500 3.353.181 1.250.995 2.102.187
11 975 17.550.000 6.547.500 11.002.500 2.841.679 1.060.165 1.781.514
12 975 17.550.000 6.547.500 11.002.500 2.408.203 898.445 1.509.758
13 975 17.550.000 6.547.500 11.002.500 2.040.850 761.394 1.279.456
14 975 17.550.000 6.547.500 11.002.500 1.729.534 645.249 1.084.285
15 975 17.550.000 6.547.500 11.002.500 1.465.706 546.821 918.885
16 830 14.940.000 6.105.000 8.835.000 1.057.398 432.089 625.309
17 663 11.934.000 5.450.000 6.484.000 715.800 326.891 388.910
18 530 9.540.000 5.015.000 4.525.000 484.922 254.915 230.008
19 345 6.210.000 4.090.000 2.120.000 267.506 176.183 91.322
20 224 4.032.000 3 875000 157.000 147.191 141.459 5.731
Jumlah 13.142 236.556.000 105.695.550 130.860.450 44.790.323 25.143.939 19.646.384
Sumber : (Ermiati et al., 2014)

Tabel 5.12. Kriteria Kelayakan Usahatani Kakao

No. Kriteria Nilai


1. NPV Rp 19.646.384,00
2. IRR 51%
3. B/C 2,87
Sumber : (Ermiati et al., 2014)

Hasil analisis usaha tani kakao dengan “discount factor” sebesar


18% menunjukkan usahatani kakao di Kabupaten Kolaka dengan teknik
budidaya dan pengelolaan yang masih sederhana dapat memberikan
pendapatan dengan keuntungan yang belum optimal. Berdasarkan hasil
perhitungan, diketahui NPV dari usahatani ini lebih besar dari nol, yaitu

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 47


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Rp.19.646.384. Sementara itu, nilai B/CRatio sebesar 2,87 dan IRR


sebesar 51%. Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut, usahatani kakao masih
menguntungkan dan layak untuk diusahakan.
Hasil analisis usahatani kakao, ternyata sejalan dengan hasil
analisis harga minimum kakao. Harga minimum kakao dengan tingkat
keuntungan 18% (sesuai dengan tingkat suku bunga bank yang berlaku)
dari harga pokok proses Rp. 8.043,00/kg, yaitu Rp. 9.490,00/kg. Harga
tersebut jauh lebih kecil dari harga aktual, yaitu Rp.18.000,00/kg sehingga
selisih harga tersebut merupakan tingkat keuntungan bagi petani. Hal ini
berarti dengan tingkat budidaya yang masih tradisional, petani sudah
mendapat keuntungan dari hasil usahataninya diatas tingkat suku bunga
bank yang berlaku.
Analisis titik impas (BEP) dilakukan terhadap harga, produksi, dan
waktu. Hasil perhitungan menunjukkan jangka waktu titik impas (BEP)
terjadi setelah tanaman kakao berumur 5,24 tahun atau pada tahun ke 6.
Sementara itu, BEP harga yang diperoleh adalah Rp.8.043,00/kg dan BEP
produksi 345,5 kg/ha/tahun. Informasi tentang taksiran jangka waktu titik
impas suatu usaha, penting diketahui oleh pengusahanya karena dengan
ini bisa diketahui berapa lama modalny atertanam dan kapan baru bisa
kembali.

5.6.3. Perkembangan Harga Kakao

Harga jual biji kakao tergantung pada tingkat kekeringan biji kakao
itu sendiri. Biji kakao yang dijemur 1–2 hari akan mengalami penyusutan
sekitar 8%–20% dengan harga jual Rp14.000,00– Rp16.000,00/kg. Biji
kakao yang dijemur 3–4 hari, mengalami penyusutan sekitar 20%–40%
dengan harga Rp16.000,00–Rp18.000,00/kg. Jika biji kakao dijemur
sampai 5 hari atau tingkat kekeringannya sudah mencapai 6%–7%, harga
jual mencapai Rp20.000,00/kg. Harga kakao yang berlaku umumnya adalah
Rp 16.000,00; Rp 18.000,00; dan Rp 20.000,00/kg dengan beberapa cara
pembayaran, yaitu (1) sebelum transaksi (ijon), (2) pada saat transaksi

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 48


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

terjadi, dan (3) setelah biji kakao dijual oleh Gapoktan ke eksportir. Analisis
harga yang digunakan adalah harga rata-rata dari total harga yang berlaku,
yaitu Rp18.000,00/kg biji kering non- fermentasi (Ermiati et al., 2014).

5.6.4. Perkembangan Pendapatan Petani

Tantangan pembangunan sektor pertanian tidak hanya masalah


pertumbuhan melainkan juga tingkat kesejahteraan tenga kerja pertanian.
Seperti diketahui, sektor pertanian merupakan sektor dengan produktivitas
tenaga kerja terendah. Selain itu, terdapat kesenjangan produktivitas
tenaga kerja antara sektor pertanian dengan sektor lainnya walaupun
kesenjangan ini semakin kecil. Meski sumbangannya terhadap ekonomi
semakin menurun, namun sektor pertanian masih menjadi penopang hidup
sebagian besar penduduk di Sulawesi Tenggara. Lebih dari 60 persen
penduduk kuintil terendah bekerja di sektor pertanian, diikuti sektor
perdagangan sebesar 8 persen. Sebaliknya, hanya 23 persen penduduk
dengan kuintil tertinggi berkerja di sektor pertanian. Sebagian besar
penduduk di kuintil ini bekerja di sektor jasa (37 persen) dan perdagangan
(24 persen).
Pekerja di sektor pertanian juga memiliki produktivitas paling rendah
dibanding sektor lainnya. Pada tahun 2011, produktivitas sektor pertanian
di Sulawesi Tenggara merupakan yang terendah, sekitar Rp. 7,8 juta,
sementara 45 persen tenaga kerja berada di sektor tersebut. Produktivitas
ini jauh dibawah sektor keuangan ataupun utilitas yang masing-masing
memiliki produktivitas hampir 10 kali dan 7 kali lipat lebih tinggi
dibandingkan sektor pertanian, padahal kedua sektor tersebut menyerap
tenaga kerja yang sangat kecil yaitu 1,1 persen dan 0,2 persen dari total
tenaga kerja. Produktivitas tenga kerja sektor pertanian di Sulawesi
Tenggara juga masih jauh dibawah produktivitas petani pada tingkat
nasional.
Rendahnya pendapatan di sektor pertanian disebabkan oleh karena
sebagian besar status para pekerja di semua kuintil pendapatan

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 49


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

merupakan pekerja tidak dibayar/keluarga. Pada tahun 2011, kuintil


pendapatan terendah yang bekerja di sektor pertanian Sulawesi Tenggara
sebagian besar berstatus pekerja tidak dibayar (42 persen), diikuti oleh
pengusaha yang dibantu buruh tidak tetap/dibayar (30 persen). Kondisi ini
serupa dengan kuintil pendapatan lainnya kecuali kuintil pendapatan
tertinggi dimana hanya 36 persen pekerjanya merupakan pekerja tidak
dibayar. Kemungkinan besar penyebab tidak dibayarnya pekerja di sektor
ini adalah karena output pertanian digunakan untuk konsumsi langsung,
sehingga para pekerja tersebut tidak dibayar menggunakan upah,
melainkan hasil produk pertanian itu sendiri.

5.7. Aspek Kependudukan dan Sosial Budaya


Jumlah penduduk Sulawesi Tenggara pada Tahun 2013 mencapai
2.360.61 jiwa. Pada tahun yang sama yakni pada tahun 2013 jumlah
penduduk di Kabupaten Konawe mencapai 223.727 jiwa, penduduk
Kabupaten Konawe Selatan mencapai 280.595 jiwa, penduduk Kabupaten
Kolaka mencapai 223.727 jiwa, penduduk Kabupaten Kolaka Timur
mencapai 113.834 jiwa dan penduduk Kabupaten Kolaka Utara mencapai
129.953 jiwa. Perkembangan jumlah penduduk dilokasi kawasan berbasis
komoditas Kakao selengkapnya disajikan pada Gambar 5.15.

Kolut
Koltim
Kolaka
Konsel
Konawe
Sultra

- 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000

Sultra Konawe Konsel Kolaka Koltim Kolut


Tahun 2013 2.360 224 281 223 114 130
Tahun 2012 23.186 221 275 218 111 127
Tahun 2011 2.277 247 270 322 - 124

Gambar 5.15. Perkembangan Jumlah Penduduk (Dalam 000 Jiwa) Sulawesi Tenggara
dan Wilayah Kawasan Berbasis Komoditas Kakao Tahun 2011-2013

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 50


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Kepadatan penduduk Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2013


adalah 61 jiwa/Km2. Pada Tahun 2012 kepadatan penduduk di Kabupaten
Konawe adalah 37 jiwa/Km2 dan pada tahun 2013 kepadatan penduduk
Kabupaten Konawe meningkat menjadi 39 jiwa/Km 2. Pada Tahun 2012
kepadatan penduduk di Kabupaten Konawe Selatan adalah 61 jiwa/Km 2
dan pada tahun 2013 kepadatan penduduk Kabupaten Konawe Selatan
meningkat menjadi 62 jiwa/Km2. Pada Tahun 2012 kepadatan penduduk di
Kabupaten Kolaka adalah 48 jiwa/Km 2 dan pada tahun 2013 kepadatan
penduduk Kabupaten Kolaka meningkat menjadi 77 jiwa/Km 2. Pada Tahun
2012 kepadatan penduduk di Kabupaten Kolaka Timur adalah 28 jiwa/Km 2
dan pada tahun 2013 kepadatan penduduk Kabupaten Kolaka Timur
adalah 28 jiwa/Km2. Pada Tahun 2012 kepadatan penduduk di Kabupaten
Kolaka Utara adalah 37 jiwa/Km2 dan pada tahun 2013 kepadatan
penduduk Kabupaten Kolaka Utara meningkat menjadi adalah 38 jiwa/Km 2.
Perkembangan kepadatan penduduk dilokasi kawasan perkebunan
berbasis komoditas Kakao selengkapnya disajikan pada Gambar 5.16.

90
Kepadatan penduduk (Jiwa/Km2)

80
70
60
50
40
30
20
10
-
Sultra Konawe Konsel Kolaka Koltim Kolut
Tahun 2012 61 37 61 48 28 37
Tahun 2013 62 39 61 77 28 38

Gambar 5.16. Perkembangan Kepadatan Penduduk Sulawesi Tenggara


dan Wilayah Kawasan Berbasis Komoditas Kakao

Jumlah angkatan kerja Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun


2012 adalah 1.016.957 jiwa dan pada tahun 2013 meningkat menjadi
1.014.192 jiwa. Pada Tahun 2013 jumlah angkatan kerja di Kabupaten

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 51


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Konawe adalah 107.001 jiwa. Pada Tahun 2012 jumlah angkatan kerja di
Kabupaten Konawe Selatan adalah 130.423 jiwa dan pada tahun 2013
jumlah angkatan kerja Kabupaten Konawe Selatan menurun menjadi
124.543 jiwa. Pada Tahun 2012 jumlah angkatan kerja di Kabupaten
Kolaka adalah 153.577 jiwa dan pada tahun 2013 jumlah angkatan kerja
Kabupaten Kolaka menurun menjadi 150.842 jiwa. Pada Tahun 2012
jumlah angkatan kerja di Kabupaten Kolaka Timur adalah 153.577 jiwa dan
pada tahun 2013 jumlah angkatan kerja Kabupaten Kolaka Timur adalah
163.157 jiwa. Pada Tahun 2012 jumlah angkatan kerja di Kabupaten
Kolaka Utara adalah 65.431 jiwa dan pada tahun 2013 jumlah angkatan
kerja Kabupaten Kolaka Utara meningkat menjadi adalah 69.455 jiwa.
Perkembangan jumlah angkatan kerja dilokasi kawasan berbasis
komoditas Kakao selengkapnya disajikan pada Gambar 5.
Jumlah penduduk bukan angkatan kerja Provinsi Sulawesi
Tenggara pada tahun 2012 adalah 493.026 jiwa dan pada tahun 2013
meningkat menjadi 527.285 jiwa. Pada Tahun 2013 jumlah bukan
angkatan kerja di Kabupaten Konawe adalah 57.663 jiwa. Pada Tahun
2012 jumlah bukan angkatan kerja di Kabupaten Konawe Selatan adalah
51.903 jiwa dan pada tahun 2013 jumlah bukan angkatan kerja Kabupaten
Konawe Selatan meningkat menjadi 59.385 jiwa. Pada Tahun 2012 jumlah
bukan angkatan kerja di Kabupaten Kolaka adalah 65.345 jiwa dan pada
tahun 2013 73.392 jiwa. Pada Tahun 2012 jumlah bukan angkatan kerja di
Kabupaten Kolaka Timur adalah 28 jiwa/Km 2 dan pada tahun 2013 jumlah
angkatan bukan kerja Kabupaten Kolaka Timur adalah 28 jiwa/Km 2. Pada
Tahun 2012 jumlah bukan angkatan kerja di Kabupaten Kolaka Utara
adalah 19.550 jiwa dan pada tahun 2013 jumlah bukan angkatan kerja
Kabupaten Kolaka Utara menurun menjadi 17.719 jiwa. Perkembangan
jumlah bukan angkatan kerja dilokasi kawasan berbasis komoditas Kakao
selengkapnya disajikan pada Gambar 5.17.

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 52


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

1.200

Jumlah Angkatan Kerja


1.000
800
600
400
200
-
Kona
Sultra Konsel Kolaka Koltim Kolut
we
Angkatan Kerja 1.014 107 124 150 163 69
Bukan Angkatan Kerja 527 57 59 73 63 17
TPAK (%) 65,79 73,73 67,71 67,27 71,89 79,67

Gambar 5.17. Perkembangan Jumlah Angkatan Kerja (Dalam 000 Jiwa)


Sulawesi Tenggara Dan Wilayah Kawasan Berbasis
Komoditas Kakao Tahun 2013

Jumlah TPAK Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2012 adalah


67,35% dan pada tahun 2013 menurun menjadi 65,79%. Pada Tahun 2013
jumlah TPAK di Kabupaten Konawe adalah 73,73%. Pada Tahun 2012
jumlah TPAK di Kabupaten Konawe Selatan adalah 71,53% dan pada
tahun 2013 jumlah TPAK Kabupaten Konawe Selatan menurun menjadi
67,71%. Pada Tahun 2012 jumlah TPAK di Kabupaten Kolaka adalah
70,15% dan pada tahun 2013 jumlah TPAK Kabupaten Kolaka menurun
menjadi 67,27%. Pada Tahun 2012 jumlah TPAK di Kabupaten Kolaka
Timur adalah 34% dan pada tahun 2013 jumlah TPAK Kabupaten Kolaka
Timur meningkat menjadi 71,89%. Pada Tahun 2012 jumlah TPAK di
Kabupaten Kolaka Utara adalah 77,07% dan pada tahun 2013 jumlah
TPAK Kabupaten Kolaka Utara meningkat menjadi adalah 79,67%.

5.7.1. Perkembangan Jumlah Penduduk Menurut Lapangan Pekerjaan


Utama di Provinsi Sulawesi Tenggara
Perkembangan jumlah penduduk menurut lapangan pekerjaan,
menunjukkan bahwa sektor pertanian menyerap tenaga kerja paling tinggi.
Jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian wilayah Provinsi
Sulawesi Tenggara adalah 402.377 jiwa.

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 53


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Tabel 5.13.Perkembangan Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan


Pekerjaan Utama di Sulawesi Tenggara dan Wilayah
Kawasan Perkebunan Berbasis Komoditas Kakao Tahun
2013
Lainnya
Wilayah Pertanian Industri Perdagangan dan Total
Jasa
Sultra 402.377 55.217 176.665 185.858 820.117
Konawe 40.022 11.235 16.251 21.051 88.559
Konawe Selatan 69.376 6.673 18.068 18.031 112.148
Kolaka 64.380 37.328 0 44.047 145.755
Kolaka Timur 70.220 23.509 0 58.713 152.442
Kolaka Utara 46.913 2.122 6.388 9.842 65.265

5.7.2. Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin

Tingginya pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sulawesi Tenggara


memberikan dampak positif terhadap penurunan kemiskinan di wilayah ini.
Selama kurun waktu 2005-2013 persentase penduduk miskin cenderung
menurun, terutama di perdesaaan. Secara nasional persentase penduduk
miskin di Sulawesi Tenggara tergolong tinggi. Pada tahun 2013 persentase
penduduk miskin secara nasional sudah mencapai 11,37persen, namun
tingkat kemiskinan di Sulawesi Tenggara masih sebesar 12,80 persen dan
15,80 di perdesaan. Faktor penyebab kemiskinan diperdesaan adalah
karena keterbatasan pengetahuan dan modal usaha, pekerjaan yang
kurang potensial, dan pola kehidupan masyarakat yang konsumtif.
Sementara itu ketergantungan terhadap hasil alam juga menjadi faktor
eksternal penyebab kemiskinan di suatu wilayah.
Kabupaten Kolaka Utara, Kolaka, dan Konawe termasuk kategori
daerah dengan pertumbuhan ekonomi dibawah rata-rata, tapi
pengurangan kemiskinan diatas rata-rata (lowgrowth, pro-poor). Tantangan
yang dihadapii oleh pemerintah daerah adalah menjaga efektvititas
dan efisiensi kebijakan dan program pengurangan kemiskinan, dan secara
bersamaan mendorong percepatan pembangunan ekonomi dengan
prioritas sektor atau kegiatan ekonomi yang punya potensi berkembang

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 54


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

seperti pertanian, perkebunan, kelautan dan perikanan, serta perdagangan


dan jasa.
Kabupaten Konawe Selatan termasuk kategori daerah dengan
rata-rata pertumbuhan tinggi diatas rata- rata, tapi pengurangan
kemiskinan di bawah rata-rata (high-growth, less-pro poor). Kondisi ini
menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi di daerah tersebut
belum memberi dampak penurunan angka kemiskinan secara nyata.
Tantangan yang harus dihadapi oleh pemerintah daerah adalah
mendorong pengembangan sektor dan kegiatan ekonomi yang menyerap
tenaga kerja relatif tinggi seperti pertanian dan perkebunan, serta usaha
mikro, kecil, menengah dan koperasi. Tantangan lainnya adalah
meningkatkan koordinasi sinergi dalam mengoptimalkan kebijakan dan
program penanggulangan kemiskinan.

5.7.3. Perkembangan Jumlah Penduduk Menurut Lapangan Pekerjaan


Utama di Provinsi Sulawesi Tenggara
Perkembangan jumlah penduduk menurut lapangan pekerjaan,
menunjukkan bahwa sektor pertanian menyerap tenaga kerja paling tinggi.
Jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian wilayah Provinsi
Sulawesi Tenggara adalah 402.377 jiwa.

Tabel 5.14.Perkembangan Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan


Utama di Sulawesi Tenggara dan Wilayah Kawasan Perkebunan
Berbasis Komoditas Kakao Tahun 2013

Lainnya
Wilayah Pertanian Industri Perdagangan Total
dan Jasa
Sultra 402.377 55.217 176.665 185.858 820.117
Konawe 40.022 11.235 16.251 21.051 88.559
Konawe Selatan 69.376 6.673 18.068 18.031 112.148
Kolaka 64.380 37.328 0 44.047 145.755
Kolaka Timur 70.220 23.509 0 58.713 152.442
Kolaka Utara 46.913 2.122 6.388 9.842 65.265

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 55


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

5.7.4. Sosial Budaya Pertanian Kakao di Provinsi Sulawesi Tenggara

Pembangunan perkebunan kakao akan mampu menyerap tenaga


kerja yang cukup banyak, mulai dari tahap persiapan lahan, sampai pasca
panen. Dengan demikian, aktivitas pembangunan perkebunan ini akan
memberikan dampak positif terhadap penduduk yang datang untuk ikut
dalam pembangunan perkebunan kakao. Selain itu, pengembangan
tersebut akan dapat meningkatkan pendapatan petani, dimana nantinya
akan dapat meningkatkan kesejahteraan petani bersangkutan.

5.8. Aspek Sarana


Pembangunan perkebunan kakao akan mampu menyerap tenaga
kerja yang cukup banyak, mulai dari tahap persiapan lahan, sampai pasca
panen. Dengan demikian, aktivitas pembangunan perkebunan ini akan
memberikan dampak positif terhadap penduduk maupun transmigran yang
datang untuk ikut dalam pembangunan perkebunan kakao. Selain itu,
pengembangan tersebut akan dapat meningkatkan pendapatan petani,
dimana nantinya akan dapat meningkatkan kesejahteraan petani
bersangkutan.

Tersedianya Sarana dan Prasarana untuk mendukung


terlaksananya kegiatan pengembangan kakao.

1. Peningkatan Infrastruktur jalan dan Jembatan khususnya untuk


menjangkau sentra/klaster produksi kakao
2. Peningkatan Sarana Listrik dan komunikasi yang dapat diakses oleh
petani perkebunan
3. Pengembangan sentra/Klaster Pemasaran kakao (titik simpul
agribisnis) di wilayah pengembangan komoditi kakao
4. Bertambahnya dan berfungsinya UFBK disetiap wilayah
pengembangan kakao
5. Bertambahnya lantai jemur disetiap lokasi pengembangan kakao

5.9. Aspek Pengolahan dan Pemasaran


Kakao sebagian besar dipasarkan langsung dalam bentuk kakao
kering dan sebagian diolah dengan sederhana dalam bentuk kakao

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 56


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

fermentasi. Unit-unit usaha pengolahan kakao berfermentasi telah


dikembangkan hal ini dikarenakan adanya dukungan permodalan, namun
masih dilakukan secara tradisional dan masih dikemas dengan
menggunakan kemasan sederhana (karung), Hasil sampingan
(pengembangan Industri) sebagian besar telah dapat diolah oleh petani.
Pengembangan industri hilir khususnya pengolahan biji kakao
berfermentasi untuk dapat meningkatkan nilai tambah. Upaya ini dilakukan
melalui kemitraan dengan berbagai perusahaan yang bergerak dibidang
industry pengolahan.
Di Sulawesi Tenggara melalui kebijakan pemerintah yang dilakukan
oleh bidang produksi bekerjasama dengan bidang pengolahan Dinas
Perkebunan dan Hortikultura telah mendirikan UFBK sebanyak 13 unit dan
telah berfungsi 4 unit UFBK yaitu terletak di Kabupaten Konawe Selatan,
di Kabupaten Kolaka Timur 6 Unit, di Kabupaten Bombana 2 Unit, di
Kabupaten Kolaka Utara 1 Unit, dan saat ini seluruh Unit UFBK telah
berfungsi.
Tabel 5.15. Data pembentukan UFBK di Sulawesi Tenggara
No Kabupaten Lokasi Desa Jumlah (unit)

1. Konawe Selatan Mokupa Jaya, Kapuwila, Teteinea, 4


Purema

2. Kolaka Timur Andowengga, Aere, 6


Iwoimenggura, Penanggosi, Bou,
Tinete

3. Kolaka Utara Ngapa 1

4. Bombana Puunua, Tampabulu 2

5.9.Aspek Kelembagaan

Menciptakan iklim yang kondusif untuk mendukung terlaksananya


kegiatan pengembangan kakao melalui penetapan dan penyempurnaan
regulasi dan pembentukan kelembagaan petani, pengusaha dan badan

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 57


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

usaha yang menangani kakao secara integrasi semacam Lembaga


Ekonomi Masyarakat dan terbentuknya LEM Sejahtera di setiap wilayah
pengembangan Kakao/setiap desa.

Tabel 5.16. Rencana Pembentukan LEM Sejahtera di Prov. Sultra


khususnya di Klaster Pengembangan Kakao

Jumlah Lembaga Ekonomi Masyarakat


No Uraian Rencana
Target Realisasi (2009-2015)
(2012-2015)
1 Klaster Pakue 40 14 25
2 Klaster Lambandia 50 26 38
3 KLaster Lalembuu 70 27 38
4 Klaster Besulutu 70 31 39
Jumlah 250 98 240
Sumber: Lembaga Ekonomi Masyarakat DisbunHorti Prov. Sultra

5.10. Potensi Kesesuaian Lahan dan Agroklimat Wilayah Lokasi


Pengembangan Kawasan Komoditi Kakao Sulawesi Tenggara

1. Kabupaten Kolaka
a. Fisiografi, Bentuk Wilayah dan Kelerengan
Bentuk lahan (landform) Kabupaten Kolaka yang ditinjau dari aspek
faktor dan proses pembentukannya, secara umum dapat dipilah kedalam
18 (delapan belas) satuan fisiografi sebagaimana yang disajikan pada
Tabel 5.18.

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 58


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Gambar 5.18. Peta fisiografi Kabupaten Kolaka

Tabel 5.17. Satuan Fisiografi di Wilayah Kabupaten Kolaka


No Satuan Fisiografi Luas (Ha) %
Punggung bukit yang panjang dan sangat curam di atas
1 batuan metamorfik 498,02 0,15
2 Dataran banjir bergambut yang tergenang permukaan 2.665,93 0,81
3 Punggung gunung metamorfik terorientasi yang terjal 146.180,11 44,50
4 Dataran karstik berbukit kecil 774,57 0,24
5 Dataran gabungan endapan muara dan endapan sungai 1.387,16 0,42
6 Dataran lumpur antar pasang surut 1.247,40 0,38
7 Dataran banjir bergambut yang tergenang permanen 294,16 0,09
8 Kipas alluvial non vulkanik yang melereng sedang 4.403,65 1,34
9 Kipas alluvial non vulkanik yang melereng landai 17.376,25 5,29
Punggung bukit cembung yang teorientasi di atas bahan
10 ultra basa 33.303,04 10,14
11 Kipas alluvial yang melereng landai pada daerah ultrabasa 882,14 0,27
12 Dataran bergelombang dengan bukit kecil karst konikal 906,39 0,28
13 Punggung bukit sedimen asimetrik tak terorientasi 65.178,32 19,84
14 Punggung gunung dan bukit karstik yang tidak rata 42.813,05 13,03
15 Beting pantai dan cekungan antar beting pantai 3.681,10 1,12
16 Bukit yang sangat tertoreh di atas batuan ultrabasa 1.384,51 0,42
17 Kuesta batupasir dengan arah lereng relatif sedang 1.382,22 0,42
18 Dataran berbukit kecil di atas batu sedimen campuran 4.161,98 1,27
Jumlah 328.520,00 100,00

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 59


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Sumber :
1. Peta Land Systems and Land Suitability Sulawesi Tenggara Skala 1 : 250.000 Tahun 1988.
2. Hasil Survei dan Pengukuran Peta Fisiografi Kabupaten Kolaka Skala 1 : 100.000 Tahun 2015.

Pada Tabel 5.17. menunjukkan bahwa satuan fisiografi punggung


gunung metamorfik terorientasi yang terjal menempati wilayah terluas yaitu
sebesar 146.180,11 Ha atau 44,50 % dari luas wilayah Kabupaten Kolaka,
sedangkan satuan fisiografi dataran banjir bergambut yang tergenang
permanenmenempati wilayah terkecil yaitu hanya 294,16 Ha atau 0,09 %
dari luas wilayah Kabupaten Kolaka.
Bentuk wilayah Kabupaten Kolaka terbagi dalam 7 (tujuh) satuan
bentuk wilayah yaitu bentuk wilayah Datar, Berombak, Bergelombang,
Berbukit, Agak curam, Curam, dan Sangat Curam (bergunung). Penentuan
bentuk wilayah didasarkan pada faktor ketinggian dan kelerengan. Satuan
bentuk wilayah di Kabupaten Kolaka sebagaimana disajikan pada Tabel
5.18.

Gambar 5.19. Peta lereng/bentuk wilayah Kabupaten Kolaka

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 60


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Tabel 5.18. Satuan Bentuk Wilayah di Wilayah Kabupaten Kolaka


No Bentuk Wilayah (Kelerengan) Luas (Ha) %
1 Datar (0-3%) 39.069,92 11,89
2 Landai (3-8%) 52.481,19 15,98
3 Agak miring (8-15%) 49.326,56 15,01
4 Miring (15-30%) 102.079,18 31,07
5 Agak Curam (30-45%) 67.086,91 20,42
6 Curam (45-65%) 18.476,22 5,62
7 Sangat Curam (>65%) 3.801,09 1,16
Jumlah 328.520,00 100,00
Sumber : Hasil Analisis Spasial Lereng Citra SRTM 90 meter Tahun 2015

Tabel 5.18. menunjukkan bahwa satuan bentuk wilayah Berbukit


menempati wilayah terluas yaitu sebesar 102.079,18 Ha atau 31,07 % dari
luas wilayah Kabupaten Kolaka, sedangkan satuan bentuk wilayah sangat
curam (bergunung) menempati wilayah terkecil yaitu hanya seluas 3.801,09
Ha atau 1,16 % dari luas wilayah Kabupaten Kolaka.
Berdasarkan kelas kelerengan pada wilayah Kabupaten Kolaka,
terkait kesesuaian karakteristik lahan kelerengan, maka secara umum
kelas kesesuaian lahan untuk pengembangan tanaman kakao di
Kabupaten Kolaka termasuk kelas kesesuaian cukup sesuai (S2).

b. Tanah

Pembentukan tanah di Kabupaten Kolaka dibawah kondisi spesifik


menghasilkan berbagai jenis tanah, berdasarkan klasifikasi Soil Taxonomi
sampai pada tingkat great group, terdapat 8 (delapan) jenis tanahyang
berkembang di Kabupaten Kolaka. Jenis tanah (great group) yang
berkembang di Kabupaten Kolaka sebagaimana disajikan pada Tabel 5.19.

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 61


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Gambar 5.20. Peta jenis tanah Kabupaten Kolaka

Tabel 5.19. Jenis Tanah (Great Group) yang Berkembang di Kabupaten Kolaka

No. Jenis Tanah (Great Group) Luas (Ha) %


1. Dystropepts 249.563,15 75,97
2. Eutropepts 43.587,62 13,27
3. Fluvaquents 1.681,32 0,51
4. Hydraquents 1.247,40 0,38
5. Rendolls 906,39 0,28
6. Tropaquepts 20.924,31 6,37
7. Tropopsamments 3.681,10 1,12
8. Tropudults 6.928,71 2,11
Jumlah 328.520,00 100,00
Sumber :Peta Land Systems and Land Suitability Sulawesi Tenggara Skala 1 : 250.000 Tahun
1988.
Pada Tabel 5.19. menunjukkan bahwa jenis tanah Dystropepts
menempati wilayah terluas yaitu sebesar 249.563,15 Ha atau 75,97 % dari
luas wilayah Kabupaten Kolaka, sedangkan jenis tanah Rendolls
menempati wilayah terkecil yaitu hanya 906,39 Ha atau 0,28 % dari luas
wilayah Kabupaten Kolaka.

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 62


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Berdasarkan jenis tanah yang berkembang pada wilayah Kabupaten


Kolaka, terkait kesesuaian kualitas lahan (retensi hara dan hara tersedia),
maka secara umum kelas kesesuaian lahan untuk pengembangan
tanaman kakao di Kabupaten Kolaka termasuk kelas kesesuaian cukup
sesuai (S2).
c. Iklim

Keadaan iklim di wilayah Kabupaten Kolaka didasarkan pada data


iklim dari 3 (tiga) stasiun curah hujan yaitu stasiun Toari, stasiun Tamboli,
dan stasiun Balandete; serta 1 (satu) stasiun klimatologi yaitu stasiun
Wundulako selama 15 tahun terakhir. Cakupan wilayah dari masing-
masing stasiun tersebut ditentukan melalui metode Thiessen (Polygon
Thiessen). Hasil tabulasi curah hujan dan hari hujan rata-rata pada stasiun
Curah Hujan di wilayah Kabupaten Kolaka Selama 15 Tahun terakhir
sebagaimana disajikan pada Tabel 5.20. sedangkan hasil tabulasi suhu
udara dan kelembaban udara rata-rata pada stasiun klimatologi di wilayah
Kabupaten Kolaka selama 15 Tahun terakhir sebagaimana disajikan pada
Tabel 5.21.
Tabel 5.20. Curah Hujan dan Hari Hujan Rata-rata di Kabupaten Kolaka
Stasiun Toari Stasiun Tamboli Stasiun Balandete
Curah Hari Hari Curah Hari
No. Bulan Curah
hujan Hujan Hujan hujan Hujan
hujan (mm)
(mm) (hari) (hari) (mm) (hari)
1. Januari 43,50 8 137,14 11 208,89 13
2. Pebruari 79,00 10 145,29 10 150,33 11
3. Maret 75,67 10 145,78 12 146,80 11
4. April 79,33 11 117,88 13 215,70 15
5. Mei 109,00 12 152,43 13 212,60 12
6. Juni 62,17 9 80,67 12 181,50 12
7. Juli 43,33 7 147,63 13 144,60 11
8. Agustus 20,67 4 102,25 6 103,70 7
9. September 17,83 6 32,71 3 83,44 6
10. Oktober 40,67 6 70,14 4 157,11 9
11. November 39,00 11 122,83 7 127,00 11
12. Desember 39,33 11 105,17 11 167,56 14
Tahunan 649,50 103 1.359,91 114 1809,80 132

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 63


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Berdasarkan beberapa stasiun curah hujan di Kabupaten Kolaka,


terkait kesesuaian karakteristik lahan (curah hujan dan bulan kering), maka
secara umum kesesuaian lahan untuk pengembangan tanaman kakao di
Kabupaten Kolaka termasuk sangat sesuai (S1) dan cukup sesuai (S2).

Tabel 5.21. Suhu Udara dan Kelembaban Udara Rata-rata di Kabupaten Kolaka

Stasiun Wundulako
No. Bulan Suhu Udara Kelembaban Udara
o
( C) (%)
1. Januari 23,70 89,10
2. Pebruari 25,80 91,00
3. Maret 26,30 90,30
4. April 26,30 89,10
5. Mei 23,90 91,20
6. Juni 23,20 91,40
7. Juli 23,40 90,20
8. Agustus 23,90 91,50
9. September 23,70 89,42
10. Oktober 23,85 90,33
11. November 23,70 84,43
12. Desember 23,60 84,15
Rata-rata 24,28 89,34

Berdasarkan cakupan stasiun klimatologi di Kabupaten Kolaka,


terkait kesesuaian karakteristik lahan (suhu dan kelembaban), maka
secara umum kesesuaian lahan untuk pengembangan tanaman kakao di
Kabupaten Kolaka termasuk cukup sesuai (S2) dan sesuai marginal (S3).

2. Kabupaten Kolaka Timur

a. Fisiografi, Bentuk Wilayah dan Kelerengan

Bentuk lahan (landform) Kabupaten Kolaka Timur yang ditinjau dari


aspek faktor dan proses pembentukannya, secara umum dapat dipilah ke
dalam16 (enam belas) satuan fisiografi sebagaimana yang disajikan pada
Tabel 5.22.

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 64


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Gambar 5.21. Peta fisiografi Kabupaten Kolaka Timur

Tabel 5.22 Satuan Fisiografi di Wilayah Kabupaten Kolaka Timur

No Satuan Fisiografi Luas (Ha) %


Punggung bukit yang panjang dan sangat curam di atas
1
batuan metamorfik 8.132,82 2,08
2 Dataran banjir bergambut yang tergenang permukaan 4.921,36 1,26
3 Punggung gunung metamorfik terorientasi yang terjal 218.405,39 55,74
4 Dataran lakustrin 42.649,40 10,88
5 Dataran banjir bergambut yang tergenang permanen 1.087,29 0,28
6 Kipas alluvial non vulkanik yang melereng sedang 1.397,26 0,36
7 Kipas alluvial non vulkanik yang melereng landai 4.480,03 1,14
Punggung bukit cembung yang teorientasi di atas bahan
8
ultra basa 7.805,08 1,99
Dataran sedimen campuran yang berombak sampai
9
bergelombang 2.575,94 0,66
10 Rawa gambut dangkal 5.969,17 1,52
Kipas alluvial yang melereng landai pada daerah
11
ultrabasa 693,55 0,18
12 Punggung bukit sedimen asimetrik tak terorientasi 17.210,69 4,39
13 Punggung gunung dan bukit karstik yang tidak rata 67.491,67 17,22
14 Teras sungai yang berombak sampai bergelombang 3.524,83 0,90
15 Bukit yang sangat tertoreh di atas batuan ultrabasa 776,31 0,20
16 Dataran berbukit kecil di atas batu sedimen campuran 4.717,20 1,20
Jumlah 391.838,00 100,00

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 65


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Sumber:
1. Peta Land Systems and Land Suitability Sulawesi Tenggara Skala 1 : 250.000 Tahun 1988.
2. Hasil Survei dan Pengukuran Peta Fisiografi Kabupaten Kolaka Timur Skala 1 : 100.000
Tahun 2015.

Pada Tabel 5.22. menunjukkan bahwa satuan fisiografi punggung


gunung metamorfik terorientasi yang terjal menempati wilayah terluas yaitu
sebesar 218.405 Ha atau 55,74 % dari luas wilayah Kabupaten Kolaka
Timur, sedangkan satuan fisiografi kipas alluvial yang melereng landai
pada daerah ultrabasamenempati wilayah terkecil yaitu hanya 693.55 Ha
atau 0,18 % dari luas wilayah Kabupaten Kolaka Timur.
Bentuk wilayah Kabupaten Kolaka Timur terbagi dalam 7 (tujuh)
satuan bentuk wilayah yaitu bentuk wilayah Datar, Berombak,
Bergelombang, Berbukit, Agak Curam,Curam, dan Sangat Curam
(bergunung). Penentuan bentuk wilayah didasarkan pada faktor ketinggian
dan kelerengan. Satuan bentuk wilayah di Kabupaten Kolaka Timur
sebagaimana disajikan pada Tabel 5.23.

Gambar 5.22. Peta lereng/bentuk wilayah Kabupaten Kolaka Timur

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 66


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Tabel 5.23. Satuan Bentuk Wilayah di Wilayah Kabupaten Kolaka Timur


No Bentuk Wilayah (Kelerengan) Luas (Ha) %
1 Datar (0-3%) 49.530,56 12,64
2 Landai (3-8%) 28.913,12 7,38
3 Agak miring (8-15%) 42.069,25 10,74
4 Miring (15-30%) 138.743,47 35,41
5 Agak Curam (30-45%) 99.223,95 25,32
6 Curam (45-65%) 29.488,31 7,53
7 Sangat Curam (>65%) 3.869,34 0,99
Jumlah 391.838,00 100,00
Sumber : Hasil Analisis Spasial Citra SRTM 90 meter Tahun 2015

Tabel 5.23. menunjukkan bahwa satuan bentuk wilayah berbukit


menempati wilayah terluas yaitu sebesar 138.743,47 Ha atau 34,81 % dari
luas wilayah Kabupaten Kolaka Timur, sedangkan satuan bentuk wilayah
sangat curam (bergunung) menempati wilayah terkecil yaitu hanya seluas
3.869,34 Ha atau 0,99 % dari luas wilayah Kabupaten Kolaka Timur.

Berdasarkan kelas kelerengan pada wilayah Kabupaten Kolaka


Timur, terkait kesesuaian karakteristik lahan kelerengan, maka secara
umum kelas kesesuaian lahan untuk pengembangan tanaman kakao di
Kabupaten Kolaka Timur termasuk cukup sesuai (S2).

b. Tanah

Pembentukan tanah di Kabupaten Kolaka Timur dibawah kondisi


spesifik menghasilkan berbagai jenis tanah, berdasarkan klasifikasi Soil
Taxonomi sampai pada tingkat great group, terdapat 6 jenis tanahyang
berkembang di Kabupaten Kolaka Timur. Jenis tanah (great group) yang
berkembang di Kabupaten Kolaka Timur sebagaimana disajikan pada
Tabel 5.24.

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 67


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Gambar 5.23. Peta jenis tanah Kabupaten Kolaka Timur

Tabel 5.24. Jenis Tanah (Great Group) di Wilayah Kabupaten Kolaka Timur

No Tanah Luas (Ha) %


1 Dystropepts 256.476,08 65,45
2 Eutropepts 67.491,67 17,22
3 Fluvaquents 1.087,29 0,28
4 Tropaquepts 52.744,34 13,46
5 Troposaprists 5.969,17 1,52
6 Tropudults 8.069,45 2,06
Jumlah 391.838,00 100,00
Sumber :Peta Land Systems and Land Suitability Sulawesi Tenggara Skala 1 : 250.000 Tahun
1988.

Pada Tabel 5.24. menunjukkan bahwa jenis tanah Dystropepts


menempati wilayah terluas yaitu sebesar 256.476,08 Ha atau 65,45 % dari
luas wilayah Kabupaten Kolaka Timur, sedangkan jenis tanah Fluvaquents
menempati wilayah terkecil yaitu hanya 1.087,29Ha atau 0,28 % dari luas
wilayah Kabupaten Kolaka Timur.
Berdasarkan jenis tanah yang berkembang pada wilayah Kabupaten
Kolaka Timur, terkait kesesuaian kualitas lahan (retensi hara dan hara

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 68


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

tersedia), maka secara umum kelas kesesuaian lahan untuk


pengembangan tanaman kakao di Kabupaten Kolaka Timur termasuk
cukup sesuai (S2)

c. Iklim

Keadaan iklim di wilayah Kabupaten Kolaka Timur didasarkan pada


data iklim dari 4 (empat) stasiun curah hujan yaitu stasiun Abuki, stasiun
Lambuya, stasiun stasiun Mowewe, dan stasiun Atari Lama; serta 3 (tiga)
stasiun klimatologi yaitu stasiun Unaaha, stasiun Andowengga, dan stasiun
Wundulako selama 15 tahun terakhir. Cakupan wilayah dari masing-
masing stasiun tersebut ditentukan melalui metode Thiessen (Polygon
Thiessen). Hasil tabulasi curah hujan dan hari hujan rata-rata selama 15
Tahun terakhir pada Stasiun Curah Hujan di wilayah Kabupaten Kolaka
Timur sebagaimana disajikan pada Tabel 5.25. Hasil tabulasi suhu dan
kelembaban udara rata-rata pada stasiun klimatologi di wilayah Kabupaten
Kolaka Timur selama 15 Tahun terakhir pada Stasiun Klimatologi di
wilayah Kabupaten Kolaka Timur sebagaimana disajikan pada Tabel 5.26.

Tabel 5.25. Curah Hujan dan Hari Hujan Rata-rata di Kabupaten Kolaka Timur
Stasiun Stasiun Mowewe Stasiun Atari
Stasiun Abuki
Lambuya Lama
No. Bulan Curah Hari Curah Hari Curah Hari Curah Hari
hujan Hujan hujan Hujan hujan Hujan hujan Hujan
(mm) (hari) (mm) (hari) (mm) (hari) (mm) (hari)
1. Januari 109,64 12 138,00 8 100,60 9 108,63 12
2. Pebruari 114,90 10 121,56 7 84,90 8 137,09 14
3. Maret 79,88 10 176,22 10 99,17 9 167,77 14
4. April 104,56 9 238,89 11 140,90 10 131,30 12
5. Mei 77,97 11 225,78 11 121,35 7 152,30 13
6. Juni 107,57 13 234,56 11 108,90 8 213,44 15
7. Juli 78,01 9 164,33 11 93,90 6 117,15 8
8. Agustus 46,60 7 90,90 7 66,75 6 61,30 6
9. September 19,70 2 55,78 5 35,50 3 29,89 4
10. Oktober 26,40 3 102,67 7 64,88 4 67,44 7
11. November 63,30 6 152,00 7 81,74 6 60,10 8
12. Desember 135,89 11 176,33 8 59,33 6 115,90 7
Tahunan 964,42 104 1.877,02 103 1.057,92 81 1.362,32 119
Sumber: Hasil Olahan Curah Hujan Balai Wilayah Sungai IV Sulawesi Tahun 2015

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 69


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Tabel 5.26. Suhu dan Kelembaban Rata-rata di Wilayah Kabupaten Kolaka Timur
Stasiun Unaaha Stasiun Andowengga Stasiun Wundulako
Suhu Kelembaban Suhu Kelembaban Suhu Kelembaban
No. Bulan
Udara Udara Udara Udara Udara Udara
o o o
( C) (%) ( C) (%) ( C) (%)
1. Januari 26,50 94,00 24,30 94,62 23,70 89,10
2. Pebruari 26,43 95,00 25,62 95,33 25,80 91,00
3. Maret 26,40 93,25 24,94 94,72 26,30 90,30
4. April 26,45 95,78 25,12 95,47 26,30 89,10
5. Mei 26,35 93,75 25,29 95,90 23,90 91,20
6. Juni 26,45 94,25 25,29 95,31 23,20 91,40
7. Juli 28,53 94,00 26,08 94,74 23,40 90,20
8. Agustus 26,38 91,50 26,10 95,23 23,90 91,50
9. September 26,57 91,33 25,66 94,00 23,70 89,42
10. Oktober 26,30 94,67 24,53 93,23 23,85 90,33
11. November 26,53 92,67 24,21 93,19 23,70 84,43
12. Desember 26,20 92,00 22,89 96,24 23,60 84,15
Rata-rata 26,58 93,52 25,00 94,83 24,28 89,34

Berdasarkan beberapa stasiun curah hujan di Kabupaten Kolaka


Timur, terkait kesesuaian karakteristik lahan (curah hujan dan bulan
kering), maka secara umum kesesuaian lahan untuk pengembangan
tanaman kakao di Kabupaten Kolaka Timur termasuk sangat sesuai (S1)
dan cukup sesuai (S2).
Berdasarkan beberapa stasiun klimatologi di Kabupaten Kolaka
Timur, terkait kesesuaian karakteristik lahan (suhu dan kelembaban), maka
secara umum kesesuaian lahan untuk potensi pengembangan tanaman
kakao di Kabupaten Kolaka Timur termasuk sangat sesuai (S1) dan sesuai
marginal (S3).

3. Kabupaten Kolaka Utara


a. Fisiografi, Bentuk Wilayah dan Kelerengan
Bentuk lahan (landform) Kabupaten Kolaka Utara yang ditinjau dari
aspek faktor dan proses pembentukannya, secara umum dapat dipilah
kedalam 14 (empat belas) satuan fisiografi sebagaimana yang disajikan
pada Tabel 5.27.

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 70


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Gambar 5.24. Peta fisiografi Kabupaten Kolaka Utara

Tabel 5.27. Satuan Fisiografi di Wilayah Kabupaten Kolaka Utara


No Satuan Fisiografi Luas (Ha) %
1 Punggung gunung metamorfik terorientasi yang terjal 182.533,54 53,82
2 Dataran berbukit kecil di atas batuan metamorfik campuran 503,60 0,15
3 Dataran karstik berbukit kecil 2.976,26 0,88
4 Kipas aluvial vulkanik berlereng sedang 312,79 0,09
5 Dataran lumpur antar pasang surut 4.780,75 1,41
6 Bukit karst di atas marmer dan batugamping 3.900,90 1,15
7 Kipas alluvial non vulkanik yang melereng landai 14.292,19 4,21
Punggung bukit cembung yang teorientasi di atas bahan
8 ultra basa 76.778,16 22,64
9 Kipas alluvial yang melereng landai pada daerah ultrabasa 1.039,60 0,31
10 Punggung bukit sedimen asimetrik tak terorientasi 2.761,80 0,81
11 Punggung gunung dan bukit karstik yang tidak rata 45.341,01 13,37
12 Beting pantai dan cekungan antar beting pantai 532,05 0,16
13 Bukit yang sangat tertoreh di atas batuan ultrabasa 438,78 0,13
14 Dataran berbukit kecil di atas batu sedimen campuran 2.970,56 0,88
Jumlah 339.162,00 100,00
Sumber:
1. Peta Land Systems and Land Suitability Sulawesi Tenggara Skala 1 : 250.000 Tahun 1988.
2. Hasil Survei dan Pengukuran Peta Fisiografi Kabupaten Kolaka Utara Skala 1 : 100.000 Tahun
2015.

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 71


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Pada Tabel 5.27. menunjukkan bahwa satuan fisiografi punggung


gunung metamorfik terorientasi yang terjal menempati wilayah terluas yaitu
sebesar 182.533,54 Ha atau 53,82 % dari luas wilayah Kabupaten Kolaka
Utara, sedangkan satuan fisiografi Kipas aluvial vulkanik berlereng sedang
menempati wilayah terkecil yaitu hanya 312,79 Ha atau 0,09 % dari luas
wilayah Kabupaten Kolaka Utara.
Bentuk wilayah Kabupaten Kolaka Utara terbagi dalam 7 (tujuh)
satuan bentuk wilayah yaitu bentuk wilayah Datar, Berombak,
Bergelombang, Berbukit, Agak Curam,Curam, dan Sangat Curam
(bergunung). Penentuan bentuk wilayah didasarkan pada faktor ketinggian
dan kelerengan. Satuan bentuk wilayah di Kabupaten Kolaka Utara
sebagaimana disajikan pada Tabel 5.28.

Gambar 5.25. Peta lereng/bentuk wilayah Kabupaten Kolaka Utara

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 72


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Tabel 5.28. Satuan Bentuk Wilayah di Wilayah Kabupaten Kolaka Utara


No Bentuk Wilayah Luas (Ha) %
1 Datar (0-3%) 19.927,40 5,88
2 Landai (3-8%) 18.508,50 5,46
3 Agak miring (8-15%) 34.724,17 10,24
4 Miring (15-30%) 117.037,66 34,51
5 Agak Curam (30-45%) 100.376,45 29,60
6 Curam (45-65%) 42.063,49 12,40
7 Sangat Curam (>65%) 6.524,33 1,92
Jumlah 339.162,00 100,00
Sumber : Hasil Analisis Spasial Citra SRTM 90 meter Tahun 2015

Tabel 5.28. menunjukkan bahwa satuan bentuk wilayah berbukit


menempati wilayah terluas yaitu sebesar 117,037.66 Ha atau 34,51 % dari
luas wilayah Kabupaten Kolaka Utara, sedangkan satuan bentuk wilayah
sangat curam (bergunung) menempati wilayah terkecil yaitu hanya seluas
6,524.33 Ha atau 1,92 % dari luas wilayah Kabupaten Kolaka Utara.
Berdasarkan kelas kelerengan pada wilayah Kabupaten Kolaka
Utara, terkait kesesuaian karakteristik lahan kelerengan, maka secara
umum kelas kesesuaian lahan untuk pengembangan tanaman kakao di
Kabupaten Kolaka Utara termasuk cukup sesuai (S2).

b. Tanah

Pembentukan tanah di Kabupaten Kolaka Utara dibawah kondisi


spesifik menghasilkan berbagai jenis tanah, berdasarkan klasifikasi Soil
Taxonomi sampai pada tingkat great group, terdapat 6 jenis tanah yang
berkembang di Kabupaten Kolaka Utara. Jenis tanah (great group) yang
berkembang di Kabupaten Kolaka Utara sebagaimana disajikan pada
Tabel 5.29.

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 73


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Gambar 5.26. Peta tanah Kabupaten Kolaka Utara

Pada Tabel 5.29. menunjukkan bahwa jenis tanah Dystropepts


menempati wilayah terluas yaitu sebesar 262,386.23 Ha atau 77,36 % dari
luas wilayah Kabupaten Kolaka Utara, sedangkan jenis tanah
Tropopsamments menempati wilayah terkecil yaitu hanya 532.05Ha atau
0,16 % dari luas wilayah Kabupaten Kolaka Utara.

Tabel 5.29. Jenis Tanah (Great Group) di Wilayah Kabupaten Kolaka Utara
No Jenis Tanah (Great Group) Luas (Ha) %
1 Dystropepts 262386.23 77.36
2 Eutropepts 52218.22 15.40
3 Hydraquents 4780.75 1.41
4 Tropaquepts 15331.81 4.52
5 Tropopsamments 532.05 0.16
6 Tropudults 3912.94 1.15
Jumlah 339162.00 100.00
Sumber :Peta Land Systems and Land Suitability Sulawesi Tenggara Skala 1 : 250.000 Tahun
1988.

Berdasarkan jenis tanah yang berkembang pada wilayah Kabupaten


Kolaka Utara, terkait kesesuaian kualitas lahan (retensi hara dan hara

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 74


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

tersedia), maka secara umum kelas kesesuaian lahan untuk


pengembangan tanaman kakao di Kabupaten Kolaka Utara termasuk
cukup sesuai (S2) sampai sangat sesuai (S1)

c. Iklim

Keadaan iklim di wilayah Kabupaten Kolaka Utara didasarkan pada


data iklim dari 1 (satu) stasiun curah hujan yaitu stasiun Lasusua dan 1
(satu) stasiun klimatologi yaitu stasiun Wundulako selama 15 tahun
terakhir. Hasil tabulasi curah hujan rata-rata dan hari hujan pada stasiun
Curah Hujan di wilayah Kabupaten Kolaka Utara sebagaimana disajikan
pada Tabel 5.30. sedangkan hasil tabulasi suhu rata-rata dan kelembaban
udara pada stasiun klimatologi di wilayah Kabupaten Kolaka Utara
sebagaimana disajikan pada Tabel 5.31.

Tabel 5.30. Curah Hujan dan Hari Hujan Rata-rata di Kabupaten Kolaka Utara
Stasiun Onembute
No. Bulan
CH Rata-rata (mm) Hari Hujan
1. Januari 239,40 15
2. Pebruari 170,00 13
3. Maret 160,70 16
4. April 219,90 12
5. Mei 142,80 12
6. Juni 105,50 9
7. Juli 97,11 9
8. Agustus 49,67 8
9. September 53,90 6
10. Oktober 87,40 8
11. November 81,60 11
12. Desember 157,40 16
Tahunan 1.565,38 134

Berdasarkan beberapa stasiun curah hujan di Kabupaten Kolaka


Utara, terkait kesesuaian karakteristik lahan (curah hujan dan bulan
kering), maka secara umum kesesuaian lahan untuk pengembangan
tanaman kakao di Kabupaten Kolaka Utara termasuk sangat sesuai (S1).

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 75


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Tabel 5.31. Suhu dan Kelembaban Rata-rata di Wilayah Kabupaten Kolaka Utara
Stasiun Wundulako
No. Bulan SuhuRata-rata KelembabanUdara
o
( C) (%)
1. Januari 23,70 89,10
2. Pebruari 25,80 91,00
3. Maret 26,30 90,30
4. April 26,30 89,10
5. Mei 23,90 91,20
6. Juni 23,20 91,40
7. Juli 23,40 90,20
8. Agustus 23,90 91,50
9. September 23,70 89,42
10. Oktober 23,85 90,33
11. November 23,70 84,43
12. Desember 23,60 84,15
Rata-rata 24,28 89,34

Berdasarkan cakupan stasiun klimatologi di Kabupaten Kolaka


Utara, terkait kesesuaian karakteristik lahan (suhu dan kelembaban), maka
secara umum kesesuaian lahan untuk potensi pengembangan tanaman
kakao di Kabupaten Kolaka Utara termasuk cukup sesuai (S2) dan sesuai
marginal (S3).

4. Kabupaten Konawe
a. Fisiografi, Bentuk Wilayah dan Kelerengan

Bentuk lahan (landform) Kabupaten Konawe yang ditinjau dari


aspek faktor dan proses pembentukannya, secara umum dapat dipilah
kedalam 32 satuan fisiografi sebagaimana yang disajikan pada Tabel 5.33.

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 76


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Gambar 5.27. Peta fisiografi Kabupaten Konawe

Tabel 5.32. Satuan Fisiografi di Wilayah Kabupaten Konawe


No Fisiografi Luas (Ha) %
Punggung gunung yang panjang di atas marmer dengan
1 singkapan batugamping 3.333,92 0,57
Punggung bukit yang panjang dan sangat curam di atas
2 batuan metamorfik 8.346,71 1,44
3 Dataran banjir bergambut yang tergenang permukaan 6.038,02 1,04
4 Dataran banjir yang berawa pada lembah sempit 1.494,40 0,26
5 Bukit yang sangat tertoreh di atas batuan ultrabasa 430,78 0,07
6 Punggung gunung metamorfik terorientasi yang terjal 135.012,81 23,28
7 Kerucut Vulkanik basa yang sangat muda 2.282,70 0,39
8 Dataran lakustrin 54.888,14 9,47
9 Dataran karstik berbukit kecil 859,14 0,15
10 Dataran ultrabasa berbukit kecil 3.808,73 0,66
11 Kipas aluvial vulkanik berlereng sedang 614,35 0,11
12 Dataran gabungan endapan muara dan endapan sungai 5.550,37 0,96
13 Dataran lumpur antar pasang surut 2.982,11 0,51
14 Bukit karst di atas marmer dan batugamping 5.686,94 0,98
15 Dataran banjir bergambut yang tergenang permanen 16.473,86 2,84
16 Kipas alluvial non vulkanik yang melereng sedang 1.194,05 0,21
17 Kipas alluvial non vulkanik yang melereng landai 10.296,65 1,78

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 77


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

No Fisiografi Luas (Ha) %


Punggung bukit cembung yang teorientasi di atas bahan
18 ultra basa 111.646,69 19,25
Dataran sedimen campuran yang berombak sampai
19 bergelombang 6.393,72 1,10
20 Rawa gambut dangkal 596,23 0,10
Kipas alluvial yang melereng landai pada daerah
21 ultrabasa 3.206,71 0,55
22 Punggung bukit sedimen asimetrik tak terorientasi 15.579,01 2,69
23 Punggung gunung dan bukit karstik yang tidak rata 91.370,90 15,76
24 Punggung bukit sedimen asimetrik yang tertoreh melebar 42.173,40 7,27
25 Beting pantai dan cekungan antar beting pantai 957,98 0,17
26 Jalur meander sungai besar dengan tanggul lebar 8.786,67 1,52
Dataran bergelombang dengan bukit kecil diatas napal
27 dan batu gamping 9.611,43 1,66
Dataran vulkanik basa yang berombang sampai
28 bergelombang 816,19 0,14
29 Teras sungai yang berombak sampai bergelombang 3.769,48 0,65
30 Bukit yang sangat tertoreh di atas batuan ultrabasa 5.714,54 0,99
31 Dataran berbukit kecil di atas batu sedimen campuran 16.452,02 2,84
32 Punggung gunung granit terorientasi yang terjal 3.525,35 0,61
Jumlah 579.894,00 100,00
Sumber :
1. PetaLand Systems and Land Suitability Sulawesi Tenggara Skala 1 : 250.000 Tahun 1988.
2. Hasil Survei dan Pengukuran Peta Fisiografi Kabupaten Konawe Skala 1 : 100.000 Tahun 2015.

Tabel 5.33. menunjukkan bahwa satuan fisiografi punggung gunung


metamorfik terorientasi yang terjal menempati wilayah terluas yaitu sebesar
135,012.81 Ha atau 23,28 % dari luas wilayah Kabupaten Konawe;
sedangkan satuan fisiografi bukit yang sangat tertoreh di atas batuan ultra
basah menempati wilayah terkecil yaitu hanya seluas 430.78 Ha atau
0,07% dari luas wilayah Kabupaten Konawe.
Bentuk wilayah Kabupaten Konawe terbagi dalam 7 (tujuh) satuan
bentuk wilayah yaitu Datar, Berombak, Bergelombang, Berbukit, Agak
Curam,Curam, dan Sangat Curam (bergunung). Penentuan bentuk wilayah
didasarkan pada faktor ketinggian dan kelerengan. Satuan bentuk wilayah
di Kabupaten Konawe sebagaimana disajikan pada Tabel 5.34.

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 78


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Gambar 5.28. Peta lereng/bentuk wilayah Kabupaten Konawe

Tabel5.33. Satuan Bentuk Wilayah di Wilayah Kabupaten Konawe


No Bentuk Wilayah (Kelerengan) Luas (Ha) %
1 Datar (0-3%) 105.922,14 18,27
2 Landai (3-8%) 60.320,37 10,40
3 Agak miring (8-15%) 71.529,86 12,33
4 Miring (15-30%) 160.760,26 27,72
5 Agak Curam (30-45%) 121.873,47 21,02
6 Curam (45-65%) 51.800,23 8,93
7 Sangat Curam (>65%) 7.687,67 1,33
Jumlah 579.894,00 100,00
Sumber : Hasil Analisis Spasial Citra SRTM 90 meter Tahun 2015

Pada Tabel 5.34. menunjukkan bahwa bentuk wilayah berbukit


menempati wilayah terluas yaitu sebesar 160.760,26 Ha atau 27,72% dari
luas wilayah Kabupaten Konawe; sedangkan bentuk wilayah sangat curam
(bergunung) menempati wilayah terkecil yaitu hanya seluas 7.687,67Ha
atau 1,33 % dari luas wilayah Kabupaten Konawe.
Berdasarkan kelas kelerengan pada wilayah Kabupaten Konawe,
terkait kesesuaian karakteristik lahan kelerengan, maka secara umum

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 79


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

kelas kesesuaian lahan untuk pengembangan tanaman kakao di


Kabupaten Konawe termasuk cukup sesuai (S2).

b. Tanah

Pembentukan tanah di Kabupaten Konawe dibawah kondisi spesifik


menghasilkan berbagai jenis tanah, berdasarkan klasifikasi Soil Taxonomi
sampai pada tingkat great group, terdapat 10 jenis tanah yang berkembang
di Kabupaten Konawe. Jenis tanah (great group) yang berkembang di
Kabupaten Konawe sebagaimana disajikan pada Tabel 5.35.

Gambar 5.29. Peta tanah Kabupaten Konawe

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 80


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Tabel5.34. Jenis Tanah (Great Group) di Wilayah Kabupaten Konawe


No Jenis Tanah (Great Group) Luas (Ha) %
1 Dystropepts 279.927,80 48,27
2 Eutropepts 97.916,98 16,89
3 Fluvaquents 22.024,23 3,80
4 Haplorthox 3.808,73 0,66
5 Hydraquents 2.982,11 0,51
6 Tropaquepts 84.710,59 14,61
7 Tropopsamments 957,98 0,17
8 Troposaprists 596,23 0,10
9 Tropudalfs 10.427,63 1,80
10 Tropudults 76.541,72 13,20
Jumlah 579.894,00 100,00
Sumber :Peta Land Systems and Land Suitability Sulawesi Tenggara Skala 1 : 250.000 Tahun
1988.
Tabel 5.35. menunjukkan bahwa jenis tanah Dystropepts
menempati wilayah terluas yaitu sebesar 279.927,80 Ha atau 48,27 % dari
luas wilayah Kabupaten Konawe; sedangkan jenis tanah Troposaprists
menempati wilayah terkecil yaitu hanya seluas 596,23 Ha atau 0,10 % dari
luas wilayah Kabupaten Konawe.
Berdasarkan jenis tanah yang berkembang pada wilayah Kabupaten
Konawe, terkait kesesuaian kualitas lahan (retensi hara dan hara tersedia),
maka secara umum kelas kesesuaian lahan untuk pengembangan
tanaman kakao di Kabupaten Konawe termasuk kelas kesesuaian cukup
sesuai (S2).
c. Iklim
Keadaan iklim di wilayah Kabupaten Konawe didasarkan pada data iklim
dari 4 (empat) stasiun curah hujan yaitu stasiun Lambuya, stasiun Kendari, dan
stasiun Motaha; serta 3 (tiga) stasiun klimatologi yaitu stasiun Unaaha, stasiun
Andowia, dan stasiun Mowila selama 15 tahun terakhir. Cakupan wilayah dari
masing-masing stasiun tersebut ditentukan melalui metode Thiessen (Polygon
Thiessen). Hasil tabulasi curah hujan dan hari hujan rata-rata pada stasiun Curah
Hujan di wilayah Kabupaten Konawe sebagaimana disajikan pada Tabel 5.35.
Hasil tabulasi suhu rata-rata dan kelembaban udara pada stasiun klimatologi di
wilayah Kabupaten Konawe sebagaimana disajikan pada Tabel 5.36.

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 81


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Tabel 5.35.Curah Hujan dan Hari Hujan Rata-rata di Kabupaten Konawe


Stasiun Stasiun Stasiun Kendari Stasiun
Abuki Lambuya Motaha
No. Bulan Curah Hari Curah Hari Curah Hari Curah Hari
hujan Hujan hujan Hujan hujan Hujan hujan Hujan
(mm) (hari) (mm) (hari) (mm) (hari) (mm) (hari)
1. Januari 109,64 12 138,00 8 179,89 12 61,30 6
2. Pebruari 114,90 10 121,56 7 120,14 10 72,33 6
3. Maret 79,88 10 176,22 10 159,03 12 71,70 7
4. April 104,56 9 238,89 11 184,81 11 93,00 10
5. Mei 77,97 11 225,78 11 129,67 11 76,00 9
6. Juni 107,57 13 234,56 11 141,33 11 101,10 9
7. Juli 78,01 9 164,33 11 94,37 8 75,20 7
8. Agustus 46,60 7 90,90 7 40,71 4 39,44 4
9. September 19,70 2 55,78 5 17,86 2 16,25 2
10. Oktober 26,40 3 102,67 7 27,00 3 44,56 5
11. November 63,30 6 152,00 7 68,11 5 57,48 7
12. Desember 135,89 11 176,33 8 160,47 7 52,49 9
Tahunan 964,42 104 1.877,02 103 1.323,39 95 760,85 82

Berdasarkan beberapa stasiun curah hujan di Kabupaten Konawe,


terkait kesesuaian karakteristik lahan (curah hujan dan bulan kering), maka
secara umum kesesuaian lahan untuk pengembangan tanaman kakao di
Kabupaten Konawe termasuk cukup sesuai (S2) dan sesuai marginal (S3).

Tabel 5.36.Suhu dan Kelembaban Rata-rata di Wilayah KabupatenKonawe

Stasiun Unaaha Stasiun Andowia Stasiun Mowila


Suhu Kelembab- Suhu Kelembab- Suhu Kelembab-
No. Bulan
Udara anUdara Udara anUdara Udara anUdara
o o o
( C) (%) ( C) (%) ( C) (%)
1. Januari 26,50 94,00 27,20 72,10 32,95 90,75
2. Pebruari 26,43 95,00 27,20 72,61 32,95 88,75
3. Maret 26,40 93,25 27,80 72,64 32,75 91,50
4. April 26,45 95,78 27,80 72,87 33,03 90,90
5. Mei 26,35 93,75 27,60 75,31 32,60 91,25
6. Juni 26,45 94,25 27,60 77,93 31,30 92,25
7. Juli 28,53 94,00 28,60 75,55 32,06 93,00
8. Agustus 26,38 91,50 28,80 74,19 31,06 92,25
9. September 26,57 91,33 28,70 77,59 32,15 91,75
10. Oktober 26,30 94,67 28,70 74,30 31,40 93,25
11. November 26,53 92,67 28,50 70,95 32,25 90,00
12. Desember 26,20 92,00 27,70 72,55 32,88 91,25
Rata-rata 26,58 93,52 28,02 74,05 32,28 91,41

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 82


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Berdasarkan cakupan stasiun klimatologi di Kabupaten Konawe,


terkait kesesuaian karakteristik lahan (suhu dan kelembaban), maka
secara umum kesesuaian lahan untuk potensi pengembangan tanaman
kakao di Kabupaten Konawe termasuk cukup sesuai (S2) dan sesuai
marginal (S3).

5. Kabupaten Konawe Selatan


a. Fisiografi, Bentuk Wilayah dan Kelerengan

Bentuk lahan (landform) Kabupaten Konawe Selatan yang ditinjau


dari aspek faktor dan proses pembentukannya, secara umum dapat dipilah
kedalam 26 satuan fisiografi sebagaimana yang disajikan pada Tabel 5.37.

Gambar 5.30. Peta fisiografi Kabupaten Konawe Selatan

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 83


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Tabel 5.37. Satuan Fisiografi di Wilayah Kabupaten Konawe Selatan


No Fisiografi Luas (Ha) %
Punggung bukit yang panjang dan sangat curam di atas
1 batuan metamorfik 11.644,83 2,58
2 Dataran banjir bergambut yang tergenang permukaan 390,17 0,09
3 Punggung gunung metamorfik terorientasi yang terjal 57.843,87 12,81
4 Dataran berbukit kecil di atas batuan metamorfik campuran 12.143,95 2,69
5 Dataran lakustrin 8.565,41 1,90
6 Dataran karstik berbukit kecil 3.068,07 0,68
7 Dataran ultrabasa berbukit kecil 481,87 0,11
8 Gunung karstik di atas marmer dan filit 51.184,22 11,34
9 Dataran gabungan endapan muara dan endapan sungai 2.209,26 0,49
10 Dataran lumpur antar pasang surut 24.781,68 5,49
11 Bukit karst di atas marmer dan batugamping 6.909,51 1,53
12 Dataran banjir bergambut yang tergenang permanen 6.962,91 1,54
13 Kipas alluvial non vulkanik yang melereng sedang 8.847,60 1,96
14 Kipas alluvial non vulkanik yang melereng landai 20.473,03 4,54
Punggung bukit cembung yang teorientasi di atas bahan
15 ultra basa 3.121,67 0,69
Dataran sedimen campuran yang berombak sampai
16 bergelombang 91.527,80 20,28
17 Rawa gambut dangkal 559,05 0,12
18 Punggung bukit sedimen asimetrik tak terorientasi 43.199,31 9,57
19 Punggung gunung dan bukit karstik yang tidak rata 2.186,26 0,48
20 Punggung bukit sedimen asimetrik yang tertoreh melebar 11.835,75 2,62
21 Dataran metamorfik yang berombak-bergelombang 4.969,35 1,10
22 Jalur meander sungai besar dengan tanggul lebar 406,55 0,09
Dataran bergelombang dengan bukit kecil diatas napal dan
23 batu gamping 5.746,41 1,27
24 Bukit yang sangat tertoreh di atas batuan ultrabasa 573,21 0,13
25 Kuesta batupasir dengan arah lereng relatif sedang 8.001,40 1,77
26 Dataran berbukit kecil di atas batu sedimen campuran 63.786,85 14,13
Jumlah 451.420,00 100,00
Sumber:
1. Peta Land Systems and Land Suitability Sulawesi Tenggara Skala 1 : 250.000 Tahun 1988.
2. Hasil Survei dan Pengukuran Peta Fisiografi Kabupaten Konawe Skala 1 : 100.000 Tahun
2015.

Pada Tabel 5.38. menunjukkan bahwa satuan fisiografi dataran


sedimen campuran yang berombak-bergelombang menempati wilayah
terluas yaitu sebesar 91.527,80Ha atau 20,28% dari luas wilayah
Kabupaten Konawe Selatan, sedangkan satuan fisiografi dataran banjir
bergambut yang tergenang permukaan menempati wilayah terkecil yaitu

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 84


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

hanya seluas 390,17 Ha atau 0,09 % dari luas wilayah Kabupaten Konawe
Selatan.
Bentuk wilayah Kabupaten Konawe Selatan terbagi dalam 7(tujuh)
satuan bentuk wilayah yaitu Datar, Berombak, Bergelombang, Berbukit,
Agak Curam,Curam, dan Sangat Curam. Penentuan bentuk wilayah
didasarkan pada faktor ketinggian dan kelerengan. Satuan bentuk wilayah
di Kabupaten Konawe Selatan sebagaimana disajikan pada Tabel 5.38.

Gambar 5.31. Peta lereng/bentuk wilayah Kabupaten Konawe Selatan

Tabel5.38. Satuan Bentuk Wilayah di Wilayah Kabupaten Konawe Selatan


No Bentuk Wilayah Luas (Ha) %
1 Datar (0-3%) 159.877,01 35,42
2 Landai (3-8%) 107.714,47 23,86
3 Agak miring (8-15%) 63.751,50 14,12
4 Miring (15-30%) 89.205,94 19,76
5 Agak Curam (30-45%) 25.836,58 5,72
6 Curam (45-65%) 4.494,74 1,00
7 Sangat Curam (>65%) 539,76 0,12
Jumlah 451.420,00 100,00
Sumber : Hasil Analisis Spasial Citra SRTM 90 meter Tahun 2015

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 85


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Tabel 5.39. menunjukkan bahwa satuan bentuk wilayah datar


menempati wilayah terluas yaitu sebesar 159877.01 Ha atau 35,42 % dari
luas wilayah Kabupaten Konawe Selatan, sedangkan satuan bentuk
wilayah Sangat Curam (bergunung) menempati wilayah terkecil yaitu
hanya seluas 539.76 Ha atau 0,12 % dari luas wilayah Kabupaten Konawe
Selatan.
Berdasarkan kelas kelerengan pada wilayah Kabupaten Konawe
Selatan, terkait kesesuaian karakteristik lahan kelerengan, maka secara
umum kelas kesesuaian lahan untuk pengembangan tanaman kakao di
Kabupaten Konawe Selatan termasuk sangat sesuai (S1).
b. Tanah
Pembentukan tanah di Kabupaten Konawe Selatan dibawah kondisi
spesifik menghasilkan berbagai jenis tanah, berdasarkan klasifikasi Soil
Taxonomi sampai pada tingkat great group, terdapat 10 jenis tanah yang
berkembang di Kabupaten Konawe Selatan. Jenis tanah (great group)
yang berkembang di Kabupaten Konawe Selatan sebagaimana disajikan
pada Tabel 5.39.

Gambar 5.32. Peta tanah Kabupaten Konawe Selatan


Tabel5.39. Jenis Tanah (Great Group) di Wilayah Kabupaten Konawe Selatan
No Jenis Tanah (Great Group) Luas (Ha) %
1 Dystropepts 124.657,29 27,61
2 Eutropepts 17.133,20 3,80
3 Fluvaquents 9.172,18 2,03
4 Haplorthox 481,87 0,11
5 Hydraquents 24.781,68 5,49
6 Rendolls 51.184,22 11,34
7 Tropaquepts 29.835,16 6,61
8 Troposaprists 559,05 0,12
9 Tropudalfs 5.746,41 1,27
10 Tropudults 187.868,95 41,62
Jumlah 451.420,00 100,00
Sumber :Peta Land Systems and Land Suitability Sulawesi Tenggara Skala 1 : 250.000 Tahun
1988.

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 86


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Pada Tabel 5.40. menunjukkan bahwa jenis tanah Dystropepts


menempati wilayah terluas yaitu sebesar 124.657,29 Ha atau 27,61 % dari
luas wilayah Kabupaten Konawe Selatan, sedangkan jenis tanah
Haplorthox menempati wilayah terkecil yaitu hanya 481,87 Ha atau 0,11 %
dari luas wilayah Kabupaten Konawe Selatan.
Berdasarkan jenis tanah yang berkembang pada wilayah
Kabupaten Konawe Selatan, terkait kesesuaian kualitas lahan (retensi hara
dan hara tersedia), maka secara umum kelas kesesuaian lahan untuk
pengembangan tanaman kakao di Kabupaten Konawe Selatan termasuk
cukup sesuai (S2)
c. Iklim
Keadaan iklim di wilayah Kabupaten Konawe Selatan didasarkan
pada data iklim dari 6 (enam) stasiun curah hujan yaitu stasiun Onembute,
stasiun Kendari, stasiun Moramo, stasiun Motaha, stasiun Atari Lama, dan
stasiun Baito, serta 4 (empat) stasiun klimatologi yaitu stasiun Palangga,
stasiun Andowengga, stasiun Wolter Monginsidi, dan stasiun Mowila,
selama 15 tahun terakhir. Cakupan wilayah dari masing-masing stasiun
tersebut ditentukan melalui metode Thiessen (Poligon Thiessen).Hasil
tabulasi curah hujan dan hari hujan rata-rata pada stasiun Curah Hujan di
wilayah Kabupaten Konawe Selatan sebagaimana disajikan pada Tabel
5.40. sedangkan hasil tabulasi suhu udara dan kelembaban udara rata-rata
pada stasiun klimatologi di wilayah Kabupaten Konawe Selatan
sebagaimana disajikan pada Tabel 5.41.
Berdasarkan beberapa stasiun curah hujan di Kabupaten Konawe
Selatan, terkait kesesuaian karakteristik lahan (curah hujan dan bulan
kering), maka secara umum kesesuaian lahan untuk pengembangan
tanaman kakao di Kabupaten Konawe Selatan termasuk cukup sesuai (S2)
dan sesuai marginal (S3).
Berdasarkan cakupan stasiun klimatologi di Kabupaten Konawe
Selatan, terkait kesesuaian karakteristik lahan (suhu dan kelembaban),
maka secara umum kesesuaian lahan untuk potensi pengembangan

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 87


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

tanaman kakao di Kabupaten Konawe Selatan termasuk cukup sesuai (S2)


dan sesuai marginal (S3).

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 88


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Tabel 5.40.Keadaan Curah Hujan dan Hari Hujan Rata-rata di Kabupaten Konawe Selatan
Stasiun Onembute Stasiun Kendari Stasiun Moramo Stasiun Motaha Stasiun Atari Lama Stasiun Baito
No. Bulan CH Rata- Hari CH Rata- Hari CH Rata- Hari CH Rata- Hari CH Rata- Hari CH Rata- Hari
rata (mm) Hujan rata (mm) Hujan rata (mm) Hujan rata (mm) Hujan rata (mm) Hujan rata (mm) Hujan
1. Januari 231,00 10 179,89 12 201,48 13 61,30 7 108,63 12 158,42 15
2. Pebruari 184,81 10 120,14 10 263,48 14 72,33 6 137,09 14 157,28 14
3. Maret 205,44 12 159,03 12 319,69 13 71,70 7 167,77 14 166,80 16
4. April 256,23 13 184,81 11 279,63 16 93,00 10 131,30 12 179,26 17
5. Mei 247,59 11 129,67 11 258,33 12 76,00 9 152,30 13 177,89 15
6. Juni 270,39 11 141,33 11 292,01 14 101,10 9 213,44 15 127,74 14
7. Juli 224,25 10 94,37 8 154,50 8 75,20 7 117,15 8 110,98 11
8. Agustus 188,34 5 40,71 4 88,33 5 39,44 4 61,30 6 46,40 6
9. September 41,60 2 17,86 2 33,00 4 16,25 2 29,89 4 41,44 6
10. Oktober 52,20 4 27,00 2 70,00 4 44,56 5 67,44 7 107,90 9
11. November 60,83 5 68,11 5 119,56 8 57,48 7 60,10 8 158,96 14
12. Desember 176,18 6 160,47 7 190,32 6 52,49 9 115,90 7 165,50 8
Tahunan 2.138,86 99 1.323,39 95 2.270,33 117 760,84 82 1.362,32 119 1.598,57 144

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 89


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Tabel 5.41.Suhu udara dan Kelembaban udara Rata-rata di Wilayah Kabupaten Konawe Selatan

Stasiun Wolter
Stasiun Palangga Stasiun Andowengga Stasiun Wundulako Stasiun Mowila
Monginsidi
No. Bulan Suhu Kelembaban Suhu Kelembaban Suhu Kelembaban Suhu Kelembaban Suhu Kelembaban
Udara Udara Udara Udara Udara Udara Udara Udara Udara Udara
o o o o o
( C) (%) ( C) (%) ( C) (%) ( C) (%) ( C) (%)
1. Januari 24,40 87,38 24,30 94,62 23,70 89,10 27,22 77,86 32,95 90,75
2. Pebruari 25,60 87,25 25,62 95,33 25,80 91,00 26,86 82,33 32,95 88,75
3. Maret 25,20 83,06 24,94 94,72 26,30 90,30 27,00 89,19 32,75 91,50
4. April 25,00 87,75 25,12 95,47 26,30 89,10 26,49 82,31 33,03 90,90
5. Mei 24,90 87,75 25,29 95,90 23,90 91,20 26,82 92,03 32,60 91,25
6. Juni 22,40 89,64 25,29 95,31 23,20 91,40 26,10 88,84 31,30 92,25
7. Juli 27,40 88,71 26,08 94,74 23,40 90,20 25,51 91,55 32,06 93,00
8. Agustus 26,10 90,20 26,10 95,23 23,90 91,50 25,08 77,22 31,06 92,25
9. September 25,66 89,86 25,66 94,00 23,70 89,42 26,60 87,23 32,15 91,75
10. Oktober 24,53 88,25 24,53 93,23 23,85 90,33 27,46 85,74 31,40 93,25
11. November 24,21 87,11 24,21 93,19 23,70 84,43 27,38 83,58 32,25 90,00
12. Desember 22,89 87,11 22,89 96,24 23,60 84,15 28,34 89,00 32,88 91,25
Tahunan 24,86 87,84 25,00 94,83 24,28 89,34 26,74 85,57 32,28 91,41

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 90


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

BAB VI. ANALISIS SWOT PENGEMBANGAN KAWASAN KAKAO


NASIONAL DI SULAWESI TENGGARA

Dalam mencapai kesuksesan pembangunan pertanian ke depan


pendekatan yang dilakukan salah satunya adalah pendekatan kawasan.
Dalam rangka pengembangan kawasan perkebunan berbasis komoditas
kakao, kondisi sumberdaya manusia, dukungan anggaran, sarana dan
prasarana serta kelembagaan dan tata laksana penyelenggaraan tugas,
mempunyai peran besar terhadap kerberhasilan pelaksanaan tugas dan
fungsi dalam menghadapi dinamika pembangunan dan perubahan
lingkungan strategis di Sulawesi Tenggara. Sumberdaya yang ada dan
tersedia tersebut harus dapat dimanfaatkan secara optimal guna
terwujudnya pencapaian tujuan organisasi sesuai visi, misi, tujuan dan
sasaran yang telah ditetapkan.
Beberapa permasalahan yang dihadapi perlu segera dicarikan
solusi penyelesaiannya agar potensi yang ada dapat dimanfaatkan secara
optimal. Permasalahan internal yang masih dihadapai dalam pelaksanaan
tugas dan fungsi pelayanan, diantaranya adalah : 1). Masih terbatasnya
jumlah sumberdaya manusia dibandingkan dengan beban tugas yang
harus dilaksanakannya; 2). Belum optimalnya dukungan sarana dan
prasarana sebagai penunjang pelaksanaan tugas dan fungsi pelayanan;
3). Belum meratanya kapasitas dan kualitas sumberdaya manusia sesuai
kompetensinya; dan 4). Belum optimalnya koordinasi internal antar unit
kerja/bidang dalam melaksanakan tugas sebagai tanggung jawabnya.
Disamping faktor internal diatas, beberapa faktor eksternal juga
berpengaruh terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi Dinas Perkebunan
dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara, dalam pengembangan
kawasan perkebunan berbasis komoditas kakao diantaranya adalah : 1).
Globalisasi, yang merupakan faktor lingkungan eksternal (Internasional)
sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan pembangunan perkebunan
termasuk didalamnya tugas dan fungsi pelayanan, seperti semakin
terbukanya persaingan bebas dalam memasuki pasar global, arus

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 91


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

perdagangan luar negeri, serta kemajuan dan perkembangan teknologi


informasi; 2). Peraturan Perundang-undangan, berpengaruh dalam
pelaksanaan manajemen pembangunan yang tidak dapat terlepas dari
landasan dan acuan hukum yang berlaku, seperti Undang-Undang,
Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Keputusan Presiden,
Peraturan Menteri, Keputusan Menteri Terkait, Peraturan Daerah,
Peraturan Kepala Daerah, dan peraturan-peraturan lainnya. Berbagai
peraturan tersebut, belum sepenuhnya terintegrasi secara sinergis
sehingga dapat menimbulkan hambatan dalam pencapaian tujuan
pembangunan nasional dan daerah.
Beberapa permasalahan yang perlu untuk mendapatkan perhatian
dalam pembangunan perkebunan selama periode 5 (lima) tahun dari tahun
2015 sampai dengan 2019, adalah sebagai berikut:
1. Keterbatasan sarana dan prasarana sebagai penunjang/pendukung.
2. Terbatasnya dukungan sumberdaya manusia, dari segi kualitas
kompetensinya dalam menyerap/mengadopsi serta menerapkan
kemajuan teknologi dan informasi guna memasuki era globalisasi
dan liberalisasi pasar.
3. Rendahnya minat generasi muda untuk mengembangkan dan
terlibat dalam usaha bidang perkebunan.
4. Perubahan iklim global, berakibat terjadi perubahan musim,
sehingga muncul dan berkembangnya hama tanaman perkebunan
yang sulit terkendali.
5. Belum optimalnya pemanfaatan, pengembangan dan pengelolaan
lahan kering dengan komoditas perkebunan untuk tujuan konservasi
lahan.
6. Terbatasnya permodalan petani perkebunan, berakibat pada masih
minimnya tingkat pemahaman dan penerapan dalam proses
produksi, pengolahan dan pemasaran produk-produk perkebunan.
7. Lemahnya kapasitas kelembagaan petani perkebunan,
mengakibatkan para petani tidak memiliki nilai tawar produk,

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 92


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

terhambatnya penyerapan teknologi tinggi dan kurang terkendalinya


polausaha tani komoditas perkebunan.
8. Meningkatnya kerusakan lingkungan akibat kesalahan pola tanam
mengakibatkan erosi/tanah longsor dan pemakaian pupuk kimia
serta pestisida yang tidak seimbang mengakibatkan rusaknya
kesuburan tanah.
9. Lemahnya status dan luas kepemilikan lahan, mengakibatkan petani
tidak dapat mengembangkan areal produksi, sehingga kesulitan
untuk meningkatkan produksi dan produktivitasnya.
10. Belum optimalnya pemakaian benih/bibit unggul yang bersertifikat,
mengakibatkan tanaman rentan terhadap hama penyakit berdampak
produktivitasnya rendah.
11. Petani belum terbiasa dan kurang tertarik menggunakan pestisida
nabati dan pengendali hama hayati yang ramah lingkungan, karena
hasilnya tidak langsung nampak.
12. Terbatasnya ketersediaan infrastruktur, sarana prasarana, lahan
dan air, berakibat pada kesulitan dalam peningkatan produksi,
produktivitas komoditas perkebunan.
13. Pemakaian alat mesin perkebunan masih sangat tradisional/
sederhana, sehingga proses penyelesaian pekerjaan membutuhkan
waktu lebih lama, kurang mampu menyelesaikan pekerjaan dalam
skala besar, serta mutu yang dihasilkan masih rendah.
Isu-isu strategis didapatkan berdasarkan hasil analisis internal dan
eksternal permasalahan pembangunan perkebunan yang dihadapi selama
ini, yaitu kondisi yang menimbulkan peluang dan ancaman dalam kurun
waktu 5 (lima) tahun mendatang. Beberapa isu strategis dalam
pembangunan perkebunan, yaitu:
1. Masih rendahnya produksi dan produktivitas komoditas perkebunan
rakyat.
2. Belum optimalnya pemanfaatan benih unggul bersertifikat,
modernisasi alat mesin dan pembangunan infrastruktur perkebunan

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 93


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

dalam upaya peningkatan produksi dan produktivitas komoditas


perkebunan.
3. Masih lemahnya kapasitas kelembagaan petani dan kualitas
sumberdaya perkebunan.
4. Masih rendahnya penyerapan tenaga kerja di pedesaan dalam
rangka mendukung pengurangan kemiskinan dan pengangguran.
5. Belum optimalnya penerapan/aplikasi pemanfaatan sarana produksi
organik.
6. Masih lemahnya daya saing produk perkebunan memasuki pasar
global dan jejaring pemasaran baik dalam skala nasional maupun
internasional.
Sektor ekonomi yang berbasis sumberdaya alamsampai saat ini
masih merupakan lokomotif ekonomi daerah dalam menggerakkan roda
perekonomian di Provinsi Sulawesi Tenggara. Produk-produk atau
komoditas yang dihasilkan dari sub sektor perkebunan, merupakan sebuah
kekuatan dalam mewujudkan ketahanan pangan baik dalam aspek
nasional, regional maupun aspek lokal. Disisi lain tingkat permintaan global
terhadap komoditi tersebut selalu menunjukkan peningkatan dalam setiap
waktu. Namun demikian, pengembangan komoditas tersebut dapat menuai
beberapa tantangan yang keberadaannya semakin terancam khususnya
dalam aspek kuantitas.
Beberapa ancaman yang cukup menarik perhatian adalah
pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat yang berimplikasi pada
peningkatan kebutuhan permukiman yang mengarah pada alih fungsi
lahan-lahan produktif sebagai pengembangan komoditas unggulan. Disisi
lain, ancaman pengembangan sektor industri dan jasa sangat
membutuhkan ruang atau lahan strategis sehingga mengedapkan lahan-
lahan produktif pula. Dengan demikian pembangunan ekonomi sebagai
tujuan mulia yaitu pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan dapat
diwujudkan. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, pengembangan komoditas
unggulan diperlukan analisis kekuatan, kelemahan, ancaman dan peluang

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 94


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

(SWOT) dari berbagai aspek dalam rangka pengembangan kawasan


kakao nasional di Sulawesi Tenggara.

Dalam pengembangannya komoditas-komoditas tersebut, dapat


pula dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor-faktor tersebut
merupakan faktor pendorong dan penarik dalam pengembangan
komoditas unggulan perkebunan. Dari hasil kajian dan analisis SWOT yang
didasarkan pada fenomena yang dilapangan dapat ditemukan beberapa
kekuatan dan peluang serta tantangan dan hambatan sebagai berikut :

Kekuatan (S):
1. Banyak lahan potensial untuk dikembangkan untuk pengembangan
tanaman perkebunan.
2. Lahan perkebunan umumnya hak milik dengan luas rata-rata ± 1,5
hektar/KK.
3. Daya dukung lingkungan cukup memadai, air, curah hujan dan tanah
subur.
4. Prasarana dan sarana transportasi cukup memadai.
5. Umur petani rata-rata tergolong usia produktif dengan pengalaman
berusahatani rata-rata lebih 10 tahun.
6. Ada model kelembagaan petani kakao yaitu lembaga ekonomi
masyarakat sejahtera (LEM Sejahtera).

Kelemahan (W):
1. Umur tanaman sudah melebihi umur produktif, sarana produksi
pertanian (saprodi) seperti pupuk, benih unggul, pestisida tidak tersedia
setiap saat serta tingkat serangan hama dan penyakit yang hampir tidak
bisa dikendalikan oleh petani tanaman perkebunan sehingga
produktivitas tanaman masih rendah
2. Minimnya penanganan pasca panen, serta rendahnya kualitas
sumberdaya petani serta minimnya teknologi yang dimiliki oleh petani
tersebut.

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 95


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

3. Kualitas SDM rendah sehingga sering drainase lahan kebun kakao


masih jelek, pohon pelindung tidak ada dan jika ada tidak dikelola
dengan baik, pemeliharaan tanaman tidak maksimal dan juga petani
masih menanam secara monokultur sehingga petani sangat rentan
terhadap kegagalan panen dan income rendah.
4. Database sumberdaya dan perkakaon belum tersedia dan sulit diakses
5. Infrastruktur yang mendukung agroindustri kakao belum tersedia secara
baik.

Peluang (O):
1. Kebutuhan produk-produk tanaman perkebunan meningkat baik di pasar
lokal maupun pasar regional serta global lebih khusus kita sudah masuk
era MEA.
2. Jarak dengan pasar lokal dan pasar antar regional relatif dekat dan
dapat dijangkau dengan menggunakan modal transportasi darat
maupun laut.
3. Peningkatan inovasi pada sekor industri pengolahan yang berorientasi
pada diversifikasi pangan.
4. Kebijakan pemerintah dengan kabinet kerja dengan misi kedaulatan
pangan serta kebijakan pemerintah daerah tentang pengembangan
komoditas unggulan.

Ancaman (T):

1. Krisis ekonomi global akan mengancam stabilitas harga komoditi


ekspor.
2. Perubahan iklim global dan dinamika perkembangan organisme
pengganggu tanaman
3. Adanya persaingan dengan sentra produksi lainnya di dalam maupun di
luar daerah.
4. Peningkatan pertumbuhan penduduk yang berimplikasi pada
peningkatan kebutuhan lahan permukiman yang mengarah pada alih
fungsi lahan produktif tanaman perkebunan dan hortikultura.

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 96


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

5. Temuan potensi sumberdaya lainnya bersifat arenawable pada lahan


produktif sehingga lahan perkebunan semakin tertekan.
6. Konversi lahan perkebunan terhadap tanaman perkebunan lainnya
seperti kelapa sawit.
7. Alih fungsi tenaga kerja perkebunan ke sektor lainnya seperti jasa dan
industri.

Berdasarkan hasil identifikasi tentang dimensi kekuatan (S) dan


kelemahan (W) serta peluang (O) dan ancaman (T), maka dapat ditemukan
titik temu sebagai jawaban dari ke 4 (empat) dimensi tersebut. Pertemuan
antara SO dan WO serta ST dan WT, merupakan strategi dalam
pengembangan perkebunan, seperti disajikan pada matriks analisis SWOT
strategi pengembangan tanaman perkebunan (Tabel 6.1.).
6.1. Kondisi Internal : lokasi (luas dan sebaran), produksi dan produktivitas, kesesuaian lahan, SDM (kelembagaan dan
SOSEK)
6.2. Kondisi Eksternal : program nasional dan internasional terkait pengembangan kakao, industri kakao, pemasaran dan
pesaing, geopolitik dagang

PELUANG (O) ANCAMAN( T)

SWOT 1. MEA
2. MENINGKATNYA
1. DINAMIKA
EKONOMI GLOBAL
PERMINTAAN DAN NASIONAL
3. DIVERSIFIKASI 2. PERTAMBAHAN
PANGAN JUMLAH
4. KEBIJAKAN PENDUDUKAN
NASIONAL/PUSAT 3. PERUBAHAN IKLIM
DAN DINAMIKA OPT
4. KONVERSI DAN ALIH
FUNGSI LAHAN

KEKUATAN (S) STRATEGI (S-O) STRATEGI (S-T)

1. Daya dukung lingkungan 1. Peningkatan daya 1.Pengembangan benih


saing (keunggulan
2. Benih unggul bermutu(S1,S2,-T1,
komperatif kakao)
3. Potensi kebun T2, T3)
(S1 ,S2,S3,S4-O1,O2)
4. Model kelembagaan
2. Peningkatan mutu biji 2. Peningkatan daya
5. Animo petani
6. Kebijakan pemerintah kakao (S1,S3,S5- dukung lahan
daerah O1,O2) (S1,S2,S3,S4,S5,S6-
3. Inovasi produk T2,T3,T4)
olahan (S3,S4.S5,S6-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 97


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

O1,O2,O3,O4) 2. Sosialisasi,
4. Membangun Koordinasi, pelatihan
Technopark Basis (S1,S2,S3,S4,S5,S6-
Kakao (S1,S3,S4,S5-
T1,T2,T3,T4)
O2,O3,O4,O5)
5. Pengembangan 3. Gerakan
agroindustri pemeliharaan kebun
sehat (S3, S4, S5-T1,
T2, T3, T4)
KELEMAHAN (W) STRATEGI (W-O) STRATEGI (W-T)

1. Produktivitas rendah 1. Peningkatan 1.SLPHT (W1, W2, W3-


2. Mutu yang rendah produktivitas (W1, T2, T3, T4)
W2,W3-O2, O3,O4)
3. Sdm yang rendah 2, Mitigasi (W1,W2-
2. Peningkatan kualitas
4. Infrastruktur T1,T3,T4)
SDM Petani
5. Database kakao 3.Perbaikan dan
(W1,W2,W3)
3. Peningkatan pengembangan
Infrastruktur infrastruktur (W4-T4)
Usahatani 4. Pengembangan
4. Penyediaan Database database berbasis IT
Kakao (ketersediaan (W5-T1, T2, T3, T4)
Website kakao)
W1,W3,W5 –
O1,O2,O3)

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 98


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

BAB VII. PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN KAKAO NASIONAL


DI SULAWESI TENGGARA

7.1. Strategi Pengembangan

Kakao merupakan komoditi unggulan perkebunan yang berperan


penting sebagai sumber devisa negara, sumber pendapatan petani,
penciptaan lapangan kerja, mendorong agroindustri serta berperan penting
menjaga pelestarian keseimbangan lingkungan.Seiring dengan Peraturan
Menteri Pertanian Nomor: 50/Permentan/ Ot.140/8/2012 Tentang
Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian dan Keputusan Menteri
Pertanian Nomor: 46/Kpts/PD.300/1/2015 Tentang Penetapan Kawasan
Perkebunan Nasional, Sulawesi Tenggara hingga tahu 2015 memiliki areal
tanam mencapai 254.108 hadengan produksi 161.516 ton yang melibatkan
165.195 kekuarga petani (Tabel 7.1. dan Tabel 7.2.). Dengan adanya
pengembangan kawasan yang berbasis komoditi akan dapat menjamin
terpenuhinya ketersediaan pasokan produksi seiring dengan adanya
tantangan perkebunan yang semakin berat.

Tabel 7.1. Data Potensi Kakao Sulawesi Tenggara


Luas area (Ha) Produkti Jumlah
No Kabupaten/ Produks
vitas petani
. Kota TBM TM TTM Jumlah i(Ton)
(Kg/Ha) (KK)
1. Konawe 3.931 10.816 1.341 16.008 10.172 940.44 17.993
2. Kolaka 5.245 16.462 8.048 29.754 9.760 592.89 21.149
3. Muna 5.103 9.510 920 15.533 12.816 1347.63 22.896
4. Buton 910 2.142 317 3.369 719 335.78 5.492
5. Kendari 175 465 121 761 342 735.48 1.306
6. Bau-bau 20 131 19 170 37 283.91 294
7. Konsel 4.864 15.415 37 20.316 9.046 586.83 24.098
8. Bombana 1.950 7.650 645 10.245 6.120 800.00 5.520
9. Wakatobi 2 39 7 47 23 597.40 231
10. Kolut 1.121 73.388 5.055 79.564 75.703 1031.55 26.325
11. Konut 1.198 2.777 294 4.269 590 212.46 4.518
12. Butur 210 1.357 1.640 3.207 279 205.93 4.092
13. Koltim 13.449 42.686 11.077 67.212 33.276 779.56 27.421
14. Konkep 269 2.951 354 3.574 2.632 891.80 3.860

Jumlah Sultra 38.447 185.787 29.875 254.108 161.516 869.36 165.195

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 99


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Tabel 7.2. Realisasi Perbaikan Kakao 2009-2015

Realisasi perbaikan kakao (Ha)


No. Kabupaten/ Kota
Intensifikasi Rehabilitasi Peremajaan TOTAL
1. Kolut 8.000 6.600 2.400 16.400
2. Kolaka 6.900 9.800 3.400 21.300
3. Koltim 11.500 14.250 4.850 37.600
4. Konawe 5.100 8.400 3.300 16.800
5. Konsel 3.500 9.800 3.100 16.400
6. Muna 2.700 5.100 2.000 9.800
7. Bombana 1.450 2.600 1.400 5.450
8. Konut 100 100 100 100
9. Buton - 100 100 200
10. Butur - 100 100 200
Jumlah Sultra 52.050 62.200 19.150 133.400

7.2. Program Pengembangan

Program dan Kebijakan Pengembangan Kakao

 Program

Peningkatan produksi, produktivitas, mutu dan pengembangan industri


kakao berkelanjutan.

 Kebijakan Umum

Mensinergikan sumber daya guna meningkatkan produksi,produktivitas,


mutu, nilai tambah dan daya saing produk melalui partisipasi aktif
masyarakat yang berlandaskan kepada ilmu pengetahuan, teknologi
dan informasi serta didukung dengan tata kelola pemerintahan yang
baik.

 Kebijakan Teknis

Meningkatkan produksi, produktivitas dan mutu secara berkelanjutan


melalui pengembangan komoditas dan produk,peningkatan SDM,
reformasi birokrasi, penguatan kelembagaan petani, investasi dan
kemitraan usaha, sesuai kaidah pengelolaan SDA yang ramah
lingkungan.

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 100


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Membangun sistem agroindustri terpadu dengan melibatkan


berbagai elemen stakeholder mulai dari pemerintah baik provinsi maupun
pemerintah kabupaten, perbankan, perguruan tinggi dan badan litbang,
lembaga ekonomi, asosiasi serta lembaga penunjang lainnya.
Program kegiatan revitalisasi kakao dilakukan dengan berbagai
kegiatan seperti Intensifikasi, rehabilitasi, peremajaan, perluasan dan
optimasi kebun, Peningkatan mutu, Pengembangan perbenihan,
Pengembangan industri pedesaan, Pemberdayaan petani, Penguatan
kelembagaan, Permodalan kelompok tani, Gerakan pengendalian OPT
serta Pemberdayaan UPP.
Dalam pengembangan kawasan berbasis komoditi kakao di
Sulawesi Tenggara perlu diperhatikan pengalaman selama ini dalam
Gernas Kakao :
• Anjuran pola kawasan terkendala kebijakan Bupati yang cenderung
nyebar;
• Pola penanganan tidak berkelanjutan. bantuan kepada petani
masih terbatas dan hanya tahun pertama dan tahun berikutnya
diserahkan kepada petani secara swadaya dan atau pinjaman kredit
bank;
• Pinjaman kredit KPEN-RP tidak berjalan, karena belum bankable;
• Pola sharing kegiatan antara pusat dan daerah terkendala
ketidakmampuan Pemda memberikan dukungan APBD yg memadai
untuk kegiatan non fisik (CPCL, Sosialisasi, pelatihan dan
pemberdayaan)
• Peremajaan tanaman melalui SE kurang direspon petani akibat
kurangnya sosialisasi;
• Belum berhasilnya peningkatan mutu, karena masih terbatasnya
pembinaan, agroinput, sarana pasca panen dan lemahnya
peraturan;
• Kelembagaan petani belum berfungsi dengan baik.

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 101


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Beberapa regulasi kebijakan yang juga perlu diperhatikan dalam


pengembangan kawasan berbasis komoditi kakao antara laian :
• Pemberlakuan SNI wajib untuk produksi biji kakao;
• Penyempurnaan Permenkeu dan Permendag tentang penetapan
bea keluar (BK) yang besarnya tergantung harga terminal menjadi
sebesar 15 % bagi ekspor biji kakao non fermentasi;
• Menyempurnakan skim kredit program bagi petani;
• Perda tentang perwilayahan binaan bagi institusi swasta untuk
mencegah persaingan tidak sehat antar pembeli;
• Pelepasan/pinjam pakai kawasan hutan untuk lokasi kakao rakyat
yang bersinggungan dengan kawasan hutan;

7.3. Rencana Aksi Pengembangan

Tabel 7.3. Rencana Biaya Revitalisasi Kakao Sultra Per Tahun Menurut
Kegiatan Tahun 2016 -2019
Volume
Satuan Rencana Anggaran (Rp. Juta) Jumlah
(ha,
KEGIATAN Biaya/Ha Biaya
unit,
(Rp.000) 2016 2017 2018 2019 (Rp. Juta)
paket)
Perluasan 8.270 15.000 14.550 34.500 37.500 37.500 124.050
Intensifikasi 185.000 10.000 450.000 450.000 500.000 450.000 1.850.000
Rehabiltasi 40.000 11.000 110.000 110.000 110.000 110.000 440.000
Peremajaan 26.000 15.000 97.500 97.500 97.500 97.500 390.000
Pengutuhan 60.000 3.750 56.250 56.250 56.250 56.250 225.000
Naungan 20.000 2.400 12.000 12.000 12.000 12.000 48.000
Kakao + Ternak 16.000 25.000 100.000 100.000 100.000 100.000 400.000
UPPO 160 200.000 8.000 8.000 8.000 8.000 32.000
OPT 20.000 10.000 50.000 50.000 50.000 50.000 200.000
DMB 200 50.000 2.500 2.500 2.500 2.500 10.000
Industri Hilir 40 300.000 3.000 3.000 3.000 3.000 12.000
Pascapanen. 400 400.000 40.000 40.000 40.000 40.000 160.000
Mutu
Manajemen. Macam- Macam-
SDM Kel. Tani macam macam 123.000
UPP
Pengembanga 457 50.000 5.000 5.950 5.950 5.950
22.850
n Database

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 102


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Mitigasi 24.800 5.000 25.000 30.000 39.000 30.000 124.000


Teknopark 99 750 8.250 16.500 33.000 16.500
Berbasis 74.250
Kakao
Jumlah Biaya (Rp.Juta) 4.235.150

Tabel 7.4. Rencana Aksi Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditi


Kakao Sulawesi Tenggara. Tahun 2016 - 2019
Satuan Target Kegiatan (Ha) Jumlah
KEGIATAN Biaya/Ha Biaya
(Rp.000) 2016 2017 2018 2019 Total (Rp. Juta)

Perluasan 15.000 970 2.300 2.500 2.500 8.270 124.050


Intensifikasi 10.000 45.000 45.000 50.000 45.000 185.000 1.850.000
Rehabiltasi 11.000 10.000 10.000 10.000 10.000 40.000 440.000
Peremajaan 15.000 6.500 6.500 6.500 6.500 26.000 390.000
Pengutuhan 3.750 15.000 15.000 15.000 15.000 60.000 225.000
Naungan 2.400 5.000 5.000 5.000 5.000 20.000 48.000
Kakao + Ternak 25.000 4.000 4.000 4.000 4.000 16.000 400.000
UPPO 200.000 40 40 40 40 160 32.000
OPT 10.000 5.000 5.000 5.000 5.000 20.000 200.000
DMB 50.000 50 50 50 50 200 10.000
Industri Hilir 300.000 10 10 10 10 40 12.000
Pascapanen.
Mutu 400.000 100 100 100 100 400 160.000
Manajemen. Macam- Macamm Macam Macam Macam Macam-
Sdm Kel. Tani macam acam macam macam macam macam 123.000
Upp
Pengembangan 50.000 5.000 5.950 5.950 5.950 457
22.850
Database
Mitigasi 5.000 25.000 30.000 39.000 30.000 24.800 124.000
Teknopark
74.250
Berbasis Kakao 750 411.600 15.000 30.000 15.000 99
Jumblah Biaya (Rp.Juta) 4.235.150

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 103


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

PERLUASAN AREAL (EKSTENSIFIKASI)

Areal kakao di kawasan Sulawesi pada tahun 2014 tercatat 254.108


ha(Statistik Perkebunan Provinsi. 2015). Dukungan masyarakat untuk
membudidayakan kakao kembali meningkat seiring dengan perhatian
pemerintah pada pelaksanaan Gernas kakao dan meningkatnya harga biji
kakao kering di tingkat desa mencapai Rp. 38.000.-/kg pada panen tahun
2014 yang lalu. Potensi lahan juga masih tersedia di semua wilayah sentra
pengembangan. Areal perluasan kakao dapat berupa lahan kosong atau
lahan-lahan tegalan yang telah ditanami komoditas perkebunan/kehutanan
lainnya seperti kelapa, mete, dan sengon.

Usulan kegiatan perluasan kakao menurut Kabupaten tahun 2016


s/d 2019 disajikan pada Tabel 7.5. Hingga tahun 2019 ditargetkan seluas
8.270 Ha dengan nilai investasi sebesar Rp. 124.050.000.000-. sehingga
pada tahun 2020 luas areal kakao Sulawesi Tenggara mencapai 260.000
Ha. Apabila kegiatan perluasan areal ini dapat dilaksanakan dengan baik
dan diikuti dengan kegiatan pemeliharaan tanaman selama periode belum
menghasilkan, maka dengan peningkatan produktivitas menjadi ± 2 ton per
hektar akan diperoleh tambahan produksi sebesar 8.270 Ha X 2 ton =
16.540 ton atau senilai 16.540.000 kg X Rp. 38.000.- (setara harga biji
kakao fermentasi saat ini) = Rp. 628.520.000.000.-/tahun. Catatan khusus
untuk alokasi perluasan areal kakao dengan tetap memasukkan
kabupaten-kabupaten penunjang.

Tabel 7.5. Perluasan Areal Kakao Sulawesi TenggaraTahun 2016 - 2019


Luas Target
lahan Areal Rencana Perluasan Areal Kakao Sultra (Ha)
Kabupaten saat ini 2019
(Ha) (Ha) 2016 2017 2018 2019 Total
Kolut 79.564 - - - - - -
Kolaka 29.754 - - - - - -
Koltim 67.212 - - - - - -
Konawe 16.088 1.800 200 500 550 550 27.000.000.000
Konsel 20.316 2.320 270 650 700 700 34.800.000.000

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 104


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Muna 8.697 950 100 250 300 300 14.250.000.000


Muna Barat 11.387 1.100 100 300 350 350 16.500.000.000
Bombana 10.245 750 150 300 150 150 11.250.000.000
Konut 4.269 450 50 100 150 150 6.750.000.000
Buton 3.369 450 50 100 150 150 6.750.000.000
Butur 3.207 450 50 100 150 150 6.750.000.000
Sultra 254.108 8.270 970 2.300 2.500 2.500 124.050.000.00
Keterangan : Sasaran kegiatanadalah areal TM dan TBM. baik pada tanaman swadaya
maupun areal perluasan / peremajaan / optimasi / rehabilitasi tahun sebelumnya

INTENSIFIKASI
Kegiatan Intensifikasi ditujukan untuk pemeliharaan bagi tanaman
yang belum menghasilkan maupun tanaman yang sudah menghasilkan
juga bagi tanaman yang telah direhabilitasi, diremajakan atau yang
diutuhkan pada tahun sebelumnya. Dari total tanaman belum
menghasilkan dan tanaman menghasilkan dikawasan Sulawesi Tenggara
pada tahun 2015 tercatat 254.108 ha terdiri dari TBM 38.447 dan TM
185.787 Ha.Usulan kegiatan Intensifikasi ini (Tabel 7.6) sampai dengan
tahun 2019 ditargetkan seluas 185.000 Ha dengan nilai investasi Rp
1.850.000.000.000.-. Bila dibandingkan dengan kondisi saat ini dengan
luas areal 254.108 Ha dengan produktivitas 869.36 kg/Ha hanya
diperoleh produksi sebesar 161.516 Ton. Melalui gerakan Intensifikasi
diharapkan akan terjadi peningkatan produktivitas ± 2 ton per hektar dan
diikuti dengan perbaikan mutu sesuai SNI. sehingga dari areal 185.000 Ha
X 2 ton = 370.000.000 kg X Rp. 40.000.-= Rp. 14.800.000.000.000.-/tahun.

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 105


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Tabel 7.6. Intensifikasi Kakao Sulawesi TenggaraTahun 2016 - 2019


Areal
Target
TM &
Areal Rencana Intensifikasi Kakao Sultra (Ha)
Kabupaten TBM
2019
Saat ini
(Ha) (Ha) 2016 2017 2018 2019 Total

Kolut 74.509 60.000 15.000 15.000 15.000 15.000 600.000.000

Kolaka 21.707 26.000 5.000 5.000 5.000 5.000 200.000.000

Koltim 56.135 40.000 10.000 10.000 10.000 10.000 400.000.000

Konawe 14.747 16.000 4.000 4.000 4.000 4.000 160.000.000

Konsel 20.279 20.000 5.000 5.000 5.000 5.000 200.000.00

Muna 7.129 4.800 1.200 1.200 1.200 1.200 48.000.000

Muna Barat 10.394 4.800 1.200 1.200 1.200 1.200 48.000.000

Bombana 9.600 6000 1.500 1.500 1.500 1.500 60.000.000

Konut 3.975 800 200 200 200 200 8.000.000

Buton 3.052 800 200 200 200 200 8.000.000

Butur 1.567 800 200 200 200 200 8.000.000

Sultra 224.234 185.000 45.000 45.000 45.000 45.000 1.850.000.000

REHABILITASI

Kegiatan rehabilitasi ditujukan untuk tanaman menghasilkan yang


tidak produktif. Dari total tanaman menghasilkan dikawasan Sulawesi
Tenggara pada tahun 2014 tercatat 185.787 Ha. Usulan kegiatan
rehabilitasi ini sampai dengan tahun 2019 ditargetkan seluas 40.000 Ha
dengan nilai investasi Rp 440.000.000.000.-. Bila dibandingkan dengan
kondisi saat ini dengan luas areal 185.787 Ha dengan produktivitas
tanaman yang kurang produktif 869.36 kg/Ha hanya diperoleh produksi
sebesar 161.516 Ton. Melalui gerakan rehabilitasi diharapkan akan terjadi
peningkatan produktivitas ± 2 ton per hektar dan diikuti dengan perbaikan
mutu sesuai SNI. sehingga dari areal 40.000 Ha X 2 ton = 80.000.000 kg
X Rp 40.000.- (setara harga biji kakao fermentasi saat ini) = Rp
3.200.000.000.000.-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 106


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Tabel 7.7. Rehabilitasi Kakao Sulawesi TenggaraTahun 2016 - 2019


Jumlah
TM Target
Kurang Areal Rencana Rehabilitasi Kakao Sultra (Ha)
Kabupaten Produktif 2019
Saat ini
(Ha) (Ha) 2016 2017 2018 2019 Total

Kolut 73.388 16.000 4.000 4.000 4.000 4.000 176.000.000.000

Kolaka 16.467 3.600 900 900 900 900 39.600.000.000

Koltim 42.686 10.000 2.500 2.500 2.500 2.500 110.000.000.000

Konawe 10.816 2.400 600 600 600 600 26.400.000.000

Konsel 15.415 3.200 800 800 800 800 35.200.000.000

Muna 4.622 1.000 250 250 250 250 11.000.000.000

Muna Barat 8.832 1.000 250 250 250 250 11.000.000.000

Bombana 7.650 1.600 400 400 400 400 17.600.000.000

Konut 2.777 400 100 100 100 100 4.400.000.000

Buton 2.142 400 100 100 100 100 4.400.000.000

Butur 1.357 400 100 100 100 100 4.400.000.000

Sultra 185.787 40.000 10.000 10.000 10.000 10.000 440.000.000.000

PEREMAJAAN

Kegiatan peremajaan ditujukan untuk tanaman tua (tidak produktif).


Dari total tanaman tua di kawasan Sulawesi Tenggara pada tahun 2014
tercatat 29.875 Ha. Usulan kegiatan peremajaan ini sampai dengan tahun
2019 ditargetkan seluas 26.000 Ha. Dengan nilai Investasi sebesar Rp.
390.000.000.000.- Bila dibandingkan dengan kondisi saat ini dengan luas
areal 29.875 Ha dengan produktivitas tanaman yang tidak produktif 100
kg/Ha hanya diperoleh produksi sebesar 2.987.500 kg x Rp. 40.000.-
Berarti setara dengan Rp 119.500.000.000.-. Apabila kegiatan peremajaan
areal ini dapat dilaksanakan dengan baik dan diikuti dengan kegiatan
pemeliharaan tanaman selama periode belum menghasilkan dan diikuti
dengan perbaikan mutu sesuai SNI hingga tahun ke-4. maka akan

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 107


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

diperoleh peningkatan produktivitas menjadi ± 2 ton per hektar. sehingga


dari areal 26.000 Ha X 2 ton = 52.000.000 kg X Rp 40.000.- (setara harga
biji kakao fermentasi saat ini) = Rp 2.080.000.000.000.-

Tabel 7.8. Peremajaan Kakao Sulawesi TenggaraTahun 2016 - 2019


Target
TTR
Areal Rencana Peremajaan Kakao Sultra (Ha)
Kabupaten saat ini
2019
(Ha) (Ha) 2016 2017 2018 2019 Total

Kolut 5.055 4.400 1.100 1.100 1.200 1.000 66.000.000.000

Kolaka 8.048 6.700 1.600 1.600 1.600 1.900 100.500.000.000

Koltim 11.077 10.550 2.600 2.600 2.600 2.750 19.500.000.000

Konawe 1.341 1.300 350 350 300 300 19.500.000.000

Konsel 37 - - - - - -

Muna 920 816 100 100 150 - 5.250.000.000

Muna Barat 526 400 100 100 100 100 6.000.000.000

Bombana 645 572 100 100 100 100 6.000.000.000

Konut 294 260 100 150 - - 3.750.000.000

Buton 317 280 100 100 100 - 4.500.000.000

Butur 1.640 1.452 350 300 350 350 15.000.000.000

Sultra 29.875 26.000 6.500 6.500 6.500 6.500 390.000.000.000

PENGUTUHAN
Kegiatan pengutuhan ditujukan untuk mengutuhkan populasi
tanaman kakao dalam satuan hektar menjadi 1.000 pohon. Kegiatan ini
diharapkan dapat mengoptimalkan potensi produksi dengan meningkatnya
populasi tanaman. Berkurangnya populasi tanaman kakao petani antara
lain disebabkan karena serangan hama penyakit. Ketidak cukupan benih
pada saat awal penanaman dan mengganti tanaman yang sudah tua (tidak
produktif). Kegiatan pengutuhan ini dilakukan dengan memberikan benih
dan sarana produksi lainnya sesuai kebutuhan per kebun petani sasaran
dengan volume 250 pohon per hektar. atau sesuai dengan kebutuhan.

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 108


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Table 7.9. Pengutuhan Kakao Sulawesi TenggaraTahun 2016 - 2019


TBM + Target
TM Areal Rencana Pengutuhan Kakao Sultra (Ha)
Kabupaten saat ini 2019
(Ha) (Ha) 2016 2017 2018 2019 Total

Kolut 74.509 24.000 6.000 6.000 6.000 6.000 90.000.000.000

Kolaka 21.707 6.400 1.600 1.600 1.600 1.600 24.000.000.000

Koltim 56.135 16.000 4.000 4.000 4.000 4.000 60.000.000.000

Konawe 14.747 4.000 1.005 1.005 1.005 1.005 15.075.000.000

Konsel 20.279 2.000 1.382 1.382 1.382 1.382 20.730.000.000

Muna 7.129 1.600 400 400 400 400 6.000.000.000

Muna Barat 10.394 2.000 500 500 500 500 6.000.000.000

Bombana 9.600 2.000 500 500 500 500 7.500.000.000

Konut 3.975 800 200 200 200 200 3.000.000.000

Buton 3.052 800 200 200 200 200 3.000.000.000

Butur 1.567 400 100 100 100 100 1.500.000.000

Sultra 224.234 60.000 15.000 15.000 15.000 15.000 225.000.000.000

NAUNGAN

Kondisi tanaman kakao di kawasan Sulawesi Tenggara saat ini


pada umumnya ditanam secara monokultur tanpa naungan. Pada awal
penanaman kakao petani telah menggunakan tanaman gamal sebagai
naungan. Namun karena mengalami kesulitan pemeliharaan naungan
pada musim hujan maka petani tidak lagi menggunakan tanaman gamal
sebagai naungan. Sebagai dampaknya. di musim kemarau tanaman
kakao mengalami mati ranting akibat serangan VSD.Naungan
dimaksudkan untuk menciptakan iklim mikro yang kondusif bagi tanaman
kakao. Bahan naungan yang digunakan adalah tanaman kelapa. sengon.
Dengan perlakuan ini diharapkan tanaman kakao dapat berproduksi
optimal dan berkelanjutan. Selain itu dengan penggunaan tanaman kelapa
sebagai naungan akan menambah sumber pendapatan bagi petani.

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 109


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Kegiatan naungan ini diberikan dengan melakukan penanaman naungan


diantara tanaman kakao dengan jarak 9 x 18 atau 12 x 12 Sehingga
populasi yang dibutuhkan setara dengan ½ populasi optimal (70 Pohon).
Penggunaan tanaman kelapa sebagai naungan diharapkan dapat
meningkatkan produksi kelapa nasional yang cenderung menurun.

Tabel 7.10. Pengadaan Naungan Kakao Sulawesi TenggaraTahun 2016 -


2019
Areal
kakao Target
Rencana Pengembangan Kelapa Sebagai
Kabupaten TM & Areal
Naungan Kakao Sultra (80 phn/ Ha)
TBM 2019
Saat ini
(Ha) (Ha) 2016 2017 2018 2019 Total

Kolut 74.509 6.000 1.500 1.500 1.500 1.500 14.400.000.000

Kolaka 21.707 2.200 550 550 550 550 5.280.000.000

Koltim 56.135 4.800 1.200 1.200 1.200 1.200 11.520.000.000

Konawe 14.747 1.400 350 350 350 350 3.360.000.000

Konsel 20. 279 2.000 500 500 500 500 4.800.000.000

Muna 7.129 800 200 200 200 200 1.920.000.000

Muna Barat 10.394 800 200 200 200 200 1.920.000.000

Bombana 9.600 800 200 200 200 200 1.920.000.000

Konut 3.975 400 100 100 100 100 960.000.000

Buton 3.052 400 100 100 100 100 960.000.000

Butur 1.567 400 100 100 100 100 960.000.000

Sultra 224.234 20.000 5.000 5.000 5.000 5.000 48.000.000.000

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 110


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

INTEGRASI KAKAO –TERNAK DAN


UNIT PENGOLAHAN PUPUK ORGANIK (UPPO)

Perkebunan kakao rakyat memiliki potensi limbah bahan organik


yang cukup besar berupa kulit buah kakao, hasil pangkasan pohon
pelindung dan pangkasan tanaman kakao yang selama ini belum
dimanfaatkan, dan justru berpotensi menjadi sumber berkembangnya
organisme pengganggu tanaman. Sebagai contoh dari total produksi
kakao kawasan Sulawesi Tenggara sebesar 161.516 Ton menghasilkan
lebih dari 789.813 ton limbah kulit buah kakao. Limbah bahan organik
tersebut dapat diolah menjadi pakan ternak dan selanjutnya limbah kotoran
ternak dapat diolah menjadi bahan baku pembuatan pupuk organik. Selain
itu dapat meningkatkan populasi ternak guna mendukung swasembada
daging nasional.
Kegiatan Integrasi kakao - ternak dilaksanakan dengan pemberian
bantuan ternak sapi 2 ekor/Ha atau ternak kambing 4 ekor/Ha dengan
perbandingan sapi jantan dan betina 1:9 dan perbandingan kambing jantan
dan betina 1:5. Pengolahan pakan ternak dan Unit Pengolahan Pupuk
Organik diberikan paket bantuan ternak dan alat pengolahan pakan dan
pupuk.
Dengan nilai investasi sebesar Rp 400 Triliuan akan menambah
populasi ternak sapi sebanyak 8.000 ekor atau ternak kambing sebanyak
4.000 ekor. Dengan potensi limbah kotoran ternak sebagai bahan pupuk
organik per tahun mencapai 272.000 ton atau setara dengan Rp 408
Milyar. Dengan perbandingan sapi jantan dan betina 1:9 diperkirakan
terjadi penambahan populasi ternak sapi di tahun ke dua akan meningkat 2
kali lipat.

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 111


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Tabel 7.11. Integrasi Kakao + Ternak Sulawesi TenggaraTahun 2016 -


2019
Areal
kakao Target
Rencana Integrasi Kakao Ternak Sultra (Ha)
TM & Areal
Kabupaten (sapi= 2 ekor / Ha atau Kambing = 4 ekor / Ha)
TBM 2019
Saat ini
(Ha) (Ha) 2016 2017 2018 2019 Total

Kolut 79.564 4.800 1.200 1.200 1.200 1.200 120.000.000.000

Kolaka 29.754 1.600 400 400 400 400 40.000.000.000

Koltim 67.212 4.800 1.200 1.200 1.200 1.200 120.000.000.000

Konawe 16.088 1.000 250 250 250 250 25.000.000.000

Konsel 20.136 1.200 300 300 300 300 30.000.000.000

Muna 6.836 400 100 100 100 100 10.000.000.000

Muna Barat 8.697 800 200 200 200 200 20.000.000.000

Bombana 10.245 800 200 200 200 200 20.000.000.000

Konut 4.269 200 50 50 50 50 5.000.000.000

Buton 3.369 200 50 50 50 50 5.000.000.000

Butur 3.207 200 50 50 50 50 5.000.000.000

Sultra 224.243 16.000 4.000 4.000 4.000 4.000 400.000.000.000

Tabel 7.12. Pengembagan Usaha Pengolahan Pupuk Organik (UPPO)


Kakao Sulawesi TenggaraTahun 2016 - 2019
Areal Target
kakao UPPO Rencana Pengadaan UPPO Kakao Sultra (Unit)
Kabupaten Saat ini 2019
(Ha) (unit) 2016 2017 2018 2019 Total

Kolut 79.564 48 12 12 12 12 9.600.000.000

Kolaka 29.754 20 5 5 5 5 4.000.000.000

Koltim 67.212 40 10 10 10 10 8.000.000.000

Konawe 16.088 12 3 3 3 3 2.400.000.000

Konsel 20.316 12 3 3 3 3 2.400.000.000

Muna 8.697 4 1 1 1 1 800.000.000

Muna Barat 11.387 4 1 1 1 1 800.000.000

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 112


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Bombana 10.245 8 2 2 2 2 1.600.000.000

Konut 4.269 4 1 1 1 1 800.000.000

Buton 3.369 4 1 1 1 1 800.000.000

Butur 3.207 4 1 1 1 1 800.000.000

Sultra 254.108 160 40 40 40 40 32.000.000.000

DESA MANDIRI BENIH (DMB)

Selama ini petani terbiasa dengan melakukan pengembangan benih


asalan. Pengadaan benih bantuan oleh pemerintah melalui pola
kontraktual penuh selama ini terkendala dengan waktu penyediaan benih
yang tidak cukup bagi kontraktor sehingga diakhir periode kontraktor tidak
mampu menyediakan benih sesuai kontrak. Sehingga ketersediaan benih
tidak dapat dipenuhi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan.
Program Desa Mandiri Benih (DMB) dilaksanakan dengan
melakukan pemurnian kebun-kebun entrees dan fasilitasi penangkar benih
di desa sebagai upaya menyediakan benih yang berkualitas, mudah dan
murah sekaligus sebagai lapangan kerja baru bagi pemuda desa dan
wahana edukasi bagi masyarakat. Kegiatan dilaksanakan dengan
pemberian bantuan sarana pembibitan (benih, paranet, polybag dan
sarana lainnya) serta kegiatan pelatihan perbenihan.
Nilai investasi Rp 50 Juta setiap paket dipergunakan untuk
pembelian biji sebanyak 60.000 untuk kebutuhan benih siap salur
sebanyak 50.000 dan pembelian sarana pembibitan lainnya. Hasil yang
diperoleh dari usaha pembibitan ini diperkirakan mencapai Rp 350 Juta
setiap paketnya atau setara dengan Rp 219.8 Milyar untuk 628 paket
dengan total nilai investasi sebesar Rp 31.4 Milyar.

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 113


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Tabel 7.13. Pengembangan Desa Mandiri BenihTahun 2016 – 2019

Areal Target
Rencana Desa Mandiri Benih Kakao Sultra
kakao DMB
Kabupaten (Unit)
Saat ini 2019
(Ha) (Desa) 2016 2017 2018 2019 Total

Kolut 79.564 64 16 16 16 16 3.200.000.000

Kolaka 29.754 24 6 6 6 6 1.200.000.000

Koltim 67.212 52 13 13 13 13 2.600.000.000

Konawe 16.088 12 3 3 3 3 600.000.000

Konsel 20.316 16 4 4 4 4 800.000.000

Muna 8.697 8 2 2 2 2 400.000.000

Muna Barat 11.387 4 1 1 1 1 200.000.000

Bombana 10.245 8 2 2 2 2 400.000.000

Konut 4.269 4 1 1 1 1 200.000.000

Buton 3.369 4 1 1 1 1 200.000.000

Butur 3.207 4 1 1 1 1 200.000.000

Sultra 254.108 200 50 50 50 50 10.000.000.000

KEGIATAN PENGENDALIAN OPT

Beberapa tahun terakhir tingkat serangan Organisme Pengganggu


Tanaman (hama dan penyakit) pada tanaman kakao sangat tinggi. Kondisi
ini menyebabkan menurunnya tingkat produktivitas dan mutu kakao secara
drastis, yang menyebabkan kelesuan aktivitas pengelolaan kebun kakao
oleh petani. Kegiatan Pengendalian OPT dilaksanakan dengan melakukan
kegiatan Sekolah Lapang (SL) Pengendalian hama dan penyakit secara
terpadu dengan melakukan demplot pengendalian OPT yang disertai
dengan penyediaan sarana produksi (Pupuk, Pestisida, Gunting Pangkas,
Gergaji Pangkas dan Gunting Galah).
Usulan kegiatan pengendalian OPT ini sampai dengan tahun 2019
ditargetkan seluas 20.000 Ha dengan nilai investasi Rp 200.000.000.000.-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 114


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Bila dibandingkan dengan kondisi saat ini dengan luas areal 254.108 Ha
dengan produktivitas tanaman yang kurang produktif akibat serangan OPT
300 kg/Ha hanya diperoleh produksi sebesar 30.060 Ton.

Tabel 7.14. Gerakan Pengendalian OPTTahun 2016 - 2019


Areal Target
Rencana Gerakan
kakao Areal
Kabupaten Pengendalian OPT Kakao Sultra (Ha)
Saat ini 2019
(Ha) (Ha) 2016 2017 2018 2019 Total

Kolut 79.564 6.400 1.600 1.600 1.600 1.600 64.000.000.000

Kolaka 29.754 2.000 500 500 500 500 20.000.000.000

Koltim 67.212 5.600 1.400 1.400 1.400 1.400 56.000.000.000

Konawe 16.088 1.200 300 300 300 300 12.000.000.000

Konsel 20.316 1.600 400 400 400 400 16.000.000.000

Muna 8.697 600 150 150 150 150 6.000.000.000

Muna Barat 11.387 600 150 150 150 150 6.000.000.000

Bombana 10.245 800 200 200 200 200 8.000.000.000

Konut 4.269 400 100 100 100 100 4.000.000.000

Buton 3.369 400 100 100 100 100 4.000.000.000

Butur 3.207 400 100 100 100 100 4.000.000.000

Sultra 254.108 20.000 5.000 5.000 5.000 5.000 200.000.000.000

PASCA PANEN DAN MUTU

Biji kakao yang dihasilkan petani saat ini, sebagian besar masih
bermutu rendah (asalan), karena masih terbatasnya sarana pasca panen
dan pengolahan. Kegiatan pasca panen dilaksanakan sebagai upaya
meningkatkan kualitas biji kakao melalui bantuan sarana pasca panen dan
pengolahan (kotak fermentasi, lantai jemur, para-para, mesin pengering,
pengukur kadar air dan gudang). Kegiatan ini dilaksanakan sebagai upaya
menciptakan nilai tambah yang diperoleh petani dalam melaksanakan
kegiatan usahatani.

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 115


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Kegiatan pengelolaan pasca panen dan peningkatan mutu diusulkan


sebanyak 400 paket dengan nilai investasi Rp 160.000.000.000.- Dengan
upaya peningkatan mutu biji kakao melalui kegiatan fermentasi diharapkan
terjadi peningkatan harga jual biji kakao. Dari Rp 38.000.-/Kg menjadi Rp
40.000.-/Kg (selisih Rp 2.000.-). Sejalan dengan upaya peningkatan
produktivitas maka pada akhir program diharapkan total produksi kawasan
Sulawesi Tenggara mengalami peningkatan.

Tabel 7.15. Sarana Pasca Panen Di Sulawesi TenggaraTahun 2016 - 2019


Areal
Target Rencana Sarana Pasca Panen Kakao Sultra
kakao
Kabupaten 2019 ( Rp. 40 juta / unit desa )
Saat ini
(Ha) (unit) 2016 2017 2018 2019 Total

Kolut 79.564 128 32 32 32 32 51.200.000.000

Kolaka 29.754 48 12 12 12 12 19.200.000.000

Koltim 67.212 108 27 27 27 27 43.200.000.000

Konawe 16.088 28 7 7 7 7 11.200.000.000

Konsel 20.316 32 8 8 8 8 12.800.000.000

Muna 8.697 12 3 3 3 3 4.800.000.000

Muna Barat 11.387 12 3 3 3 3 4.800.000.000

Bombana 10.245 16 4 4 4 4 6.400.000.000

Konut 4.269 8 2 2 2 2 3.200.000.000

Buton 3.369 4 1 1 1 1 1.600.000.000

Butur 3.207 4 1 1 1 1 1.600.000.000

Sultra 254.108 400 100 100 100 100 160.000.000.000

PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR

Pengembangan agro industri hilir perdesaan dilaksanakan dengan


cara menjalin kemitraan dengan Industri. Petani sebagai penyedia bahan
baku berupa biji kakao yang sesuai standar SNI. Selanjutnya industri
menghasilkan powder yang sebagian dijual kembali kepada petani untuk

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 116


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

diolah oleh ibu-ibu rumah tangga menjadi berbagai produk coklat dengan
tujuan pasar domestik, sekaligus mengatasi over produksi powder pada
industri coklat.
Tabel 7.16. Pengembangan Industri HilirTahun 2016 - 2019
Target
Areal
Industri Rencana Pengembangan Industri Hilir
kakao
Kabupaten Hilir Kakao Sultra (unit)
saat ini
2019
(Ha) (Unit) 2016 2017 2018 2019 Total

Kolut 79.564 8 2 2 2 2 2.400.000.000

Kolaka 29.754 5 2 1 1 1 1.500.000.000

Koltim 67.212 9 2 3 2 2 2.700.000.000

Konawe 16.088 4 1 1 1 1 1.200.000.000

Konsel 20.316 4 1 1 1 1 1.200.000.000

Muna 8.697 2 1 - 1 - 600.000.000

Muna Barat 11.387 2 - 1 - 1 600.000.000

Bombana 10.245 4 1 1 1 1 1.200.000.000

Konut 4.269 2 - - 1 1 6200.000.000

Buton 3.369 - - - - - -

Butur 3.207 - - - - - -

Sultra 254.108 40 10 10 10 10 12.000.000.000

Secara spasial rekomendasi beberapa rencana aksi pengembangan


kawasan berbasis komoditi kakao Sulawesi Tenggara tahun 2016 – 2019
disajikan sebagaimana pada Gambar 7.1 sampai Gambar 7.12.

MANAJEMEN PERKEBUNAN RAKYAT, PENINGKATAN SDM,


PENGUATAN KELEMBAGAAN TANI DAN PEMBERDAYAAN UPP

Manajemen atau tata kelola perkebunan kakao rakyat belum


dilaksanakan secara terencana dan berkesinambungan. Kondisi kakao
rakyat menghadapi berbagai persoalan (tingginya serangan hama dan
penyakit, mutu asalan) yang berdampak pada rendahnya produktivitas dan

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 117


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

kurangnya kepastian harga menyebabkan sebagian petani mengganti


tanaman kakao dengan tanaman lain.
Untuk mengatasi persoalan ini, diperlukan langkah-langkah upaya
peningkatan produksi, produktivitas dan efisiensi usaha melalui upaya
peningkatan SDM petani dan petugas, penguatan kelembagaan petani
serta peningkatan fasilitas Unit Pelayanan Pengembangan (UPP).
Keberadaan UPP di setiap wilayah sentra pengembangan berperan
sebagai sentral layanan bagi masyarakat, wahana koordinasi antar
berbagai pihak terkait dan menjadi kantor bersama pelayanan terpadu
(Mantri Perkebunan, petugas UPP, Pengamat Hama, Penyuluh dan
petugas kredit). Kegiatan yang direncanakan berupa
pembinaan,pendampingan dan pelatihan petani, peningkatan kapasitas
petugas dan penyediaan sarana prasarana UPP.

MITIGASI

Kegiatan mitigasi ditujukan untuk memulihkan kesuburan tanah


(fisik, kimia dan biologi) kebun kakao serta untuk mengurangi dampak
negatif cekaman lingkungan. Dari luas lahan kebun kakao dikawasan
Sulawesi Tenggara saat ini 254.108 Ha. Usulan kegiatan mitigasi ini
sampai dengan tahun 2019 ditargetkan seluas 24.800 Ha dengan nilai
investasi Rp 124.000.000.000.-.Kondisi lahan saat ini dengan luas areal
254.108 Ha ternyata sebagian lahan kebun kakao mengalami degradasi
kesuburan akibat perubahan lingkungan dengan capaian produktivitas
tanaman kurang dari 1 ton/Ha. Melalui gerakan mitigasi diharapkan akan
terjadi peningkatan produktivitas ± 2 ton per hektar dan diikuti dengan
perbaikan mutu sesuai SNI.

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 118


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Tabel 7.17. Mitigasi Areal Pengembangan KakaoTahun 2016 - 2019


Areal Target
Rencana Mitigasi Sultra
kakao Mitigasi
Kabupaten (Ha)
Saat ini 2019
(Ha) (Ha) 2016 2017 2018 2019 Total

Kolut 79.564 4.600 1.000 1.100 1.400 1.100 23.000.000.000

Kolaka 29.754 4.600 1.000 1.100 1.400 1.100 23.000.000.000

Koltim 67.212 4.700 1.100 1.200 1.200 1.200 23.500.000.000

Konawe 16.088 2.500 500 600 800 600 12.500.000.000

Konsel 20.316 2.500 500 600 800 600 12.500.000.000

Muna 8.697 700 100 200 200 200 3.500.000.000

Muna Barat 11.387 1.400 200 400 400 400 7.000.000.000

Bombana 10.245 1.100 300 200 400 200 5.500.000.000

Konut 4.269 900 100 200 400 200 4.500.000.000

Buton 3.369 900 100 200 400 200 4.500.000.000

Butur 3.207 900 100 200 400 200 4.500.000.000

Sultra 254.108 24.800 5.000 6.000 7.800 6.000 124.000.000.000

DATA BASE BERBASIS ICT

Database tetang perkakaoan merupakan salah satu komponen yang


penting dalam sistem informasi untuk pengembangan kakao di wilayah
Sultra sebagai pusat kawasan pengembangan kakao nasional, maupun ,
dalam rangka mendukung program perkakaoan nasional karena database
merupakan basis dalam menyediakan informasi bagi para pemakai
khususnya stakeholder yang terkait dengan kakao dan perekonomian
daerah, nasional dan global . Databse terdiri dari data yang akan
digunakan atau diperuntukan terhadap banyak user, dari masing-masing
user akan menggunakan data tersebut sesuai dengan tugas dan fungsinya
serta kepentingannya. Database yang diharapkan adalah data berkaitan
dengan perkakaon di Sultra (lahan, iklim, infrastruktur, SDM, ipteks,
produksi kakao, kualitas hasil dan diversivikasi produk , kelembagaan,

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 119


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

produk olahan, pemasaran, publikasi dsb) dapat diakses dengan mudah


dan cepat serta akurat untuk mendukung pengembangan agroindustri
kakao di Sultra dan perkakaon nasional. Target pengembangan data base
berbasis ICT sampai tahun 2019 adalah 457 paket dengan totak anggaran
Rp 22.850.000.000,-

Tabel 7.18. Pengembangan DatabaseTahun 2016 - 2019


Areal Target
Rencana Pengembangan Database Sultra
kakao Database
Kabupaten (Paket)
Saat ini 2019
(Ha) (Paket) 2016 2017 2018 2019 Total

Kolut 79.564 62 14 16 16 16 3.100.000.000

Kolaka 29.754 48 10 12 14 12 2.400.000.000

Koltim 67.212 73 17 19 18 19 3.650.000.000

Konawe 16.088 54 12 14 14 14 2.700.000.000

Konsel 20.316 78 18 20 20 20 3.900.000.000

Muna 8.697 30 6 8 8 8 1.500.000.000

Muna Barat 11.387 29 6 8 7 8 1.450.000.000

Bombana 10.245 39 9 10 10 10 1.950.000.000

Konut 4.269 25 1 2 2 20 350.000.000

Buton 3.369 14 2 4 4 4 700.000.000

Butur 3.207 23 5 6 6 6 1.150.000.000

Sultra 254.108 457 100 119 119 119 22.850.000.000

TECHNOPARK BERBASIS KAKAO

Pengembangan teknopark berbasis kakao diharapkan dapat


meningkatkan produktivitas tanamanan kakao, mutu hasil kakao dan
menumbuhkan wirausaha baru khususnya berasis kakoa sehingga dapat
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani serta untuk kemajuan
dan kemandirian desa. Kegiatan dalam pengembangan teknopark meliputi
: penelitian dan aplikasi teknologi, pelatihan dan pendampingan, transfer

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 120


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

teknologi serta pengembangan kelembagaan dan berusaha. Untuk


pengembangan technopark berbasis kakao di Sultra akan dibentuk
pelaksana kelompok kerja technopark yang terdiri dari Balai Diklat
Perkebunan, Badan Litbang, Akademisi, Pelaku usaha dan masyarakat
(LEM Sejahtera). Target technopark berbasis kakao sampai tahun 2019
adalah 99 paket dengan totak anggaran Rp 74.250.000.000,-

Tabel 7.19. Pengembangan Teknopark Berbasis Kakao (TBK) Tahun


2016 - 2019
Areal Target
Rencana Desa Teknopark Sultra
kakao TBK
Kabupaten (Paket)
Saat ini 2019
(Ha) (Paket) 2016 2017 2018 2019 Total

Kolut 79.564 9 1 2 4 2 6.750.000

Kolaka 29.754 9 1 2 4 2 6.750.000

Koltim 67.212 9 1 2 4 2 6.750.000

Konawe 16.088 9 1 2 4 2 6.750.000

Konsel 20.316 9 1 2 4 2 6.750.000

Muna 8.697 9 1 2 4 2 6.750.000

Muna Barat 11.387 9 1 2 4 2 6.750.000

Bombana 10.245 9 1 2 4 2 6.750.000

Konut 4.269 9 1 2 4 2 6.750.000

Buton 3.369 9 1 2 4 2 6.750.000

Butur 3.207 9 1 2 4 2 6.750.000

Sultra 254.108 99 11 22 44 22 74.250.000.000

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 121


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Gambar 7.1. Peta Rencana Perluasan Kakao Sulawesi Tenggara

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 122


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Gambar 7.2. Peta Rencana Intesifikasi Kakao Sulawesi Tenggara

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 123


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Gambar 7.3. Peta Rencana Rehabilitasi Kakao Sulawesi Tenggara

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 124


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Gambar 7.4. Peta Rencana Peremajaan Kakao Sulawesi Tenggara

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 125


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Gambar 7.5. Peta Rencana Pengutuhan Kakao Sulawesi Tenggara

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 126


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Gambar 7.6. Peta Rencana Pengadaan Naungan/PelindungKakao Sulawesi Tenggara

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 127


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Gambar 7.7. Peta Rencana Integrasi Kakao dan Ternak Sulawesi Tenggara

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 128


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Gambar 7.8. Peta Rencana Pengembangan Usaha UPPO KakaoSulawesi Tenggara

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 129


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Gambar 7.9. Peta Rencana Pengembangan Desa Mandiri Benih KakaoSulawesi Tenggara

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 130


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Gambar 7.10. Peta Rencana Gerakan Pengendalian OPT KakaoSulawesi Tenggara

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 131


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Gambar 7.11. Peta Rencana Sarana Pasca Panen KakaoSulawesi Tenggara

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 132


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Gambar 7.12. Peta Rencana Sarana Pasca Panen KakaoSulawesi Tenggara

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 133


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

DAFTAR PUSTAKA
Analisis Keuangan Publik Sulawesi Tenggara, 2014. Memelihara
MomentumPertumbuhan Tinggi, Berkelanjutan, dan Inklusifdi
Sulawesi Tenggara Melalui Pembangunan SektorPertanian dan
Infrastruktur. Edisi Musrembang Provinsi.

Arsyad, S., 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB. Bogor.

. 2000. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.

CSR/FAO Staff, 1983. Reconnaissance Land Resources Survey Centre for


Soil research, Bogor. Indonesia.

Darwis, V dan N. K. Agustin. 2003. Perspektif Agribisnis Kakao di Sulawesi


Tenggara. Pusat Analisis Sosek dan Kebijakan Pertanian. Bogor.

Dent, D. Dan A. Young, 1981. Soil Survey and Land Evaluation School and
Environmental Science. University of East Anglea. Norwich.
London.

Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014. Statistik Perkebunan Indonesia


(Kakao 2013-1015). Jakarta.

Djaenudin, D dan Basuni, 1994. Materi Latihan Evaluasi Lahan.


Departemen Pertanian. Badan Pendidikan dan Latihan Pertanian
dengan Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor.

Djaenuddin.D., Basuni, Hardjowigeno.S., Subagyo,H., Sukardi.M.,


Ismangun, Marsudi, Suharta.N., Hakim.L., Widagdo, Day.J.,
Suwandi.S., Bachir dan Jordes, 1994. Kesesuaian Lahan Untuk
Tanaman pertanian dan Tanaman Kehutanan. Centre For Soil and
Agroclimate research. Bogor.

Ermiati., A. M. Hasibuan., A. Wahyudi. 2014. Profil Kelayakan Usahatni


Kakao di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. J. TIDP (3) :
125-132.

FAO, 1976. A Framework for Land Evaluation. FAO. Soil Bulletin. No.
32/I/ILRI Publication. No. 22. Rome. Italy. 30 h.

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 134


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Hardjowigeno, S., dan Widiatmaka.2001. Kesesuaian Lahan dan


Perencanaan Tata Guna Tanah. Jurusan Tanah Fakultas
Pertanian IPB. Bogor.

Listyati, D., A. Wahyudi., A. M. Hasibuan., 2014. Penguatan Kelembagaan


untuk Peningkatan Posisi Tawar Petani dalam Sistem Pemasaran
Kakao. J. TIDP (1) : 15-28.

Pangudiyatno, 1988. Kebutuhan Data Lahan untuk Pengembangan


Tanaman Keras (Perkebunan). Pusat Penelitian Tanah. Bogor.

PPTA, 1993. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan. Pusat Penelitian Tanah dan
Agroklimat Kerjasama Dengan Proyek Pembangunan Penelitian
Pertanian Nasional. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Departemen Pertanian. Bogor.

Siregar, T.H.S., S. Riyadi, L. Nuraeni, 1988. Budidaya, Pengolahan dan


Pemasaran Cokelat. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sitorus, S.R.P., 1985. Evaluasi Sumber Daya Lahan. Tarsito. Bandung.

, 2004. Evaluasi Sumber Daya Lahan. Tarsito. Bandung.

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 135


Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 136


-138-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 138


-139-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 139


-140-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 140


-141-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 141


-142-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 142


-143-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 143


-144-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 144


-145-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 145


-146-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 146


-147-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 147


-148-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 148


-149-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 149


-150-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 150


-151-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 151


-152-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 152


-153-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 153


-154-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 154


-155-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 155


-156-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 156


-157-

121°10'0"E 121°20'0"E 121°30'0"E 121°40'0"E 121°50'0"E 122°0'0"E 122°10'0"E 122°20'0"E 122°30'0"E 122°40'0"E

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA

3°0'0"S 3°0'0"S

Batuputih
DINAS PERKEBUNAN DAN HORTIKULTURA
ROUTA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

3°10'0"S 3°10'0"S
PETA JALAN KABUPATEN KONAWE
Olopiono

Lapal
0 3,5 7
/ 14 21 28
Km
3°20'0"S 3°20'0"S
Skala 1:250.000

Proyeksi : Transverse Mercartor


Sistim Grid : Grid Geografi dan Grid UTM
Wanggudu Datum Horizontal : WGS_1984_UTM_Zone_51S

LATOMA
Peta Orientasi
3°30'0"S 3°30'0"S
Andowia

ASINUA

Timobu
3°40'0"S
3°40'0"S Ranteangin
ABUKI

Sawa
Sanggona Abuki

3°50'0"S 3°50'0"S

Wolo
Unaaha KETERANGAN :
Wawotobi
Toronipa Ibukota Batas Kecamatan
Kendari jalan -.-.-.-.-.- Batas Kabupaten
Tobisi
UEPAI Sungai
Lambuya Pondidaha Kendari
Pohara Puwatu Pemukiman
Mowewe Poasia Kebun Kakao Rakyat
4°0'0"S Baruga 4°0'0"S

Latambaga Ranomeeto Sumber Data :


Rate-rate
1. Peta RBI Skala 1 : 25.000 Badan Informasi Geospasial (BIG)
Kolaka 2. Data Program Perkebunan Berkelanjutan Tahun 2015
Landono

Wondulako Konda
Motaha KEPALA DINAS PERKEBUNAN DAN HORTIKULTURA
Baula
Atula PROVINSI SULAWESI TENGGARA
4°10'0"S Dawi-dawi 4°10'0"S

Ir. BAMBANG, MM
Wanuambuteo
Pembina Utama Muda Gol. IV/c
Panggaluku Nip. 19651108 199103 1 010

121°0'0"E 121°10'0"E 121°20'0"E 121°30'0"E 121°40'0"E 121°50'0"E 122°0'0"E 122°10'0"E 122°20'0"E 122°30'0"E 122°40'0"E

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 157


-158-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 158


-159-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 159


-160-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 160


-161-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 161


-162-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 162


-163-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 163


-164-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 164


-165-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 165


-166-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 166


-167-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 167


-168-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 168


-169-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 169

Anda mungkin juga menyukai