Anda di halaman 1dari 28

TUGAS MATAKULIAH EKONOMETRIKA

(Dosen: DR. Rosnawintang, S.E., M.Si.)

Review Artikel Jurnal Internasional dengan Topik Petumbuhan


Ekonomi, Ketimpangan Pendapatan, Pengangguran, dan
Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

DAN

Draf Judul Disertasi, Kerangka Konsep, dan


Model Ekonometrika

OLEH:
MUH. ILHAM
G3IEK20002

PRPGRAM S3 ILMU EKONOMI


PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020

1
Judul : The Impact Of Income Inequality On Economic Growth In Vietnam:
An Empirical Analysis
Nama Jurnal : Asian Economic and Financial Review
Volume : Vol. 9, No. 5, 617-629
Tahun terbit : 2019
Penulis : Quoc Hoi Le, dan Hoai Nam Nguyen
Abstrak
This paper tests the theoretical models proposed in the literature to explain the impact of
income inequality on economic growth at the provincial level in Vietnam. The results show a
weak direct link between initial inequality and subsequent economic growth. However, income
inequality affects economic growth through several channels. There is strong empirical support
for the negative impact of inequality on growth via the education/fertility channel. The data
also supports capital market imperfection. By contrast, there appears to be less empirical
support for explanations based on the distribution channel. The results indicate that the
channels through which income inequality leads to higher economic growth are offset by the
opposing channels through which inequality harms growth. Based on the findings the paper
proposes policy measures that could be implemented by the government to narrow the gap
between the rich and the poor in Vietnam and ensure a fairer distribution of economic
resources.

Teori :
Teori utama dalam artikel ini adalah teori pertimbuhan dan pembangunan ekonomi.
Menurut hipotesis Kuznets (1955) bahwa pertumbuhan dan ketimpangan dapat digambarkan
dengan kurva berbentuk U terbalik. Salah satu implikasi dari hipotesis Kuznets adalah bahwa
jika pada tahap awal, pertumbuhan ekonomi menyebabkan lebih banyak ketimpangan, maka
kemiskinan mungkin membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk berkurang di negara
berkembang. Selanjutnya dikemukakan teori pertumbuhan endogen yang mengkaji hubungan
antara pertumbuhan dan ketimpangan dan mengeksplorasi jalur yang dilalui di mana hubungan
ini ditransmisikan. Model PE dapat ditemukan dalam karya Borck (2007); Bao dan Guo (2004);
Alesina dan Rodrik (1994); Persson dan Tabellini (1994) dan Bertola (1993). Model ini
membangun jembatan antara teori pertumbuhan endogen dan teori ekonomi politik endogen.
Model CM dikemukakan Chiu (1998); Aghion dan Bolton (1997); Galor dan Zeira (1993)
dan Saint-Paul dan Verdier (1993). Model ini didasarkan pada peran yang dimainkan oleh
ketidaksempurnaan di pasar modal. Teori ini didukung oleh Akpolih dan Farayibi (2012)
melakukan studi empiris tentang besarnya ketimpangan sebagai penghambat pertumbuhan
ekonomi di Nigeria. Selanjutnya Herzer dan Vollmer (2012) menyelidiki dampak ketimpangan
pendapatan terhadap PDB per kapita di 46 negara dalam periode 1970-1995.
Model PI disajikan oleh Keefer dan Knack (2000); Benhabib dan Rustichini (1996) dan
Grossman dan Kim (1996). Menurut model PI, ketimpangan merupakan penentu penting dari
ketidakstabilan sosial-politik dan ini memiliki efek negatif pada pertumbuhan melalui
pengembalian investasi yang diharapkan lebih rendah.
Model FE dirancang oleh De La Croix dan Doepke (2003); Kremer dan Chen (2000); dan
Perotti (1996). Menurut model FE, ketimpangan berdampak negatif pada pertumbuhan
ekonomi melalui distorsi keputusan rumah tangga tentang pendidikan dan kesuburan. Para
orang tua harus mengoptimalkan penggunaan sumber daya rumah tangga, melalui peningkatan
kualitas (pendidikan) atau kuantitas (kesuburan) keturunannya.
Berdasarkan model Benabou, Knell (1998) mengembangkan model SC yang
mengasumsikan bahwa maksimalisasi utilitas individu tidak hanya bergantung pada konsumsi
sendiri tetapi juga pada konsumsi rata-rata dari beberapa kelompok. Mendukung teori ini,
Scheuermeyer dan Grundler (2015) menunjukkan bahwa di negara berkembang, ketimpangan

2
menyebabkan peluang yang tidak setara karena orang yang lebih miskin tidak dapat
memanfaatkan potensi penuh mereka karena mereka tidak mampu membayar biaya pendidikan
yang baik. Akibatnya, ini mempengaruhi produktivitas rata-rata setiap individu dan pada
gilirannya pertumbuhan negara secara keseluruhan.

Teori yang dikemukakan telah secara gamblang menguraikan teori utama dan teori yang
mendukungnya. Dalam uraian tersebut cukup jelas secara teoritis hubungan antar variabel yang
digunakan dalam penelitian, sehingga cukup kuat mendasari kerangka konsep dan emprik.

Kerangka Konsep
Kerangka konsep didasarkan pada studi empiris sebelumnya (Alesina dan Rodrik, 1994;
Persson dan Tabellini, 1994; Perotti, 1996; Knowles, 2001) bahwa pertumbuhan ekonomi
dipengaruhi oleh ketimpangan pendapatan, variabel kontrol yang meliputi tingkat pendapatan
awal per kapita (GDPPC), modal manusia (HUMCAP), rasio investasi/PDB (INVEST) dan
rasio perdagangan/PDB total (OPENNESS).
Selanjutnya, untuk menjelaskan saluran yang mendasari tautan pertumbuhan-
ketimpangan, dilakukan pengujian saluran transmisi untuk mengevaluasi kekuatan penjelasnya
dalam tautan pertumbuhan-ketimpangan. Dengan demikian pertumbuhan ditentukan oleh
saluran transmisi. (CHANNEL) dan variabel kontrol X. Sedangkan (CHANNEL) ditentukan
oleh ketimpangan (INEQ) dan variabel kontrol W.
Ada empat saluran di mana ketimpangan dapat mempengaruhi pertumbuhan:
redistribusi, investasi dalam modal manusia, kesuburan dan pasar modal yang tidak sempurna.
Sedangkan ketidakstabilan politik tidak dimasukkan karena ketidakstabilan politik tidak terjadi
di Vietnam selama periode pertimbangan.

Dalam kerangka konsep yang didasari kerangka empiris telah menguraikan secara jelas
hubungan antara ketimpangan dan pertumbuhan ekonomi. Dalam kerangka tersebut dengan
sangat jelas menguraikan bahwa hubungan antara ketimpangan dan pertumbuhan tidak hanya
bersifat langsung tetap diantarai oleh varibael saluran transmisi (CHANNEL).
9. Metode Penelitian
Metode penelitian dan teknik analisis diuraikan dalam kerangka empiris berdasarkan
studi empiris sebelumnya (Alesina dan Rodrik, 1994; Persson dan Tabellini, 1994; Perotti,
1996; Knowles, 2001) estimasi bentuk tereduksi::
GROWTH = α1 + α2 INEQ + αI Xi + Ԑi (1)
GROWTH: tingkat pertumbuhan rata-rata PDB di suatu provinsi selama periode 1998–
2008. INEQ: ukuran ketimpangan di awal periode. X: vektor variabel kontrol yang meliputi
tingkat pendapatan awal per kapita (GDPPC), modal manusia (HUMCAP), rasio
investasi/PDB (INVEST) dan rasio perdagangan/PDB total (OPENNESS).
Untuk menjelaskan saluran yang mendasari tautan pertumbuhan-ketimpangan, kami juga
menguji saluran transmisi untuk mengevaluasi kekuatan penjelasnya dalam tautan
pertumbuhan-ketimpangnan. Bentuk yang direduksi dari model (1) sekarang menjadi model
struktural berikut:
GROWTH = β1 + β2 CHANNEL + βi Xi + Ԑi (2)
CHANNEL = δ1 + δ2 INEQ + δi Wi + Ԑi (3)
CHANNEL adalah saluran transmisi, X dan W adalah vektor variabel kontrol.
Saluran di mana ketimpangan dapat mempengaruhi pertumbuhan: redistribusi, investasi dalam
modal manusia, kesuburan dan pasar modal yang tidak sempurna.
Dalam artikel ini digunakan dua ukuran ketimpangan - koefisien GINI dan rasio
pembagian pendapatan ke kuintil atas dan bawah dari populasi (TOPBOTTOM). Koefisien

3
GINI adalah ukuran ketimpangan agregat didasarkan pada kurva Lorenz, yang
menggambarkan distribusi kumulatif pendapatan (atau pengeluaran) sebagai fungsi dari
distribusi kumulatif rumah tangga Cowell (1995).
Data survei rumah tangga standar hidup Vietnam (VHLSS) mencakup jumlah rumah
tangga dalam rentang pengeluaran yang berbeda dan pengeluaran setiap rumah tangga.
Menggunakan informasi tentang proporsi orang di bawah tingkat pengeluaran per kapita yang
berbeda dan mengikuti Deaton (1997).
Vektor variabel kontrol mengikuti pendekatan standar yang banyak digunakan dalam
literatur dan termasuk tingkat PDB per kapita (GDPPC) pada awal periode (untuk memeriksa
hipotesis konvergensi), rasio rata-rata investasi terhadap PDB selama periode (INVEST),
ukuran modal manusia (HUMCAP), dan rasio rata-rata total ekspor dan impor terhadap PDB
(OPENNESS) selama periode tersebut.
Untuk mengontrol kemungkinan pola pertumbuhan yang berbeda di berbagai wilayah di
Vietnam, delapan dummy regional untuk Timur Laut, Barat Laut, Delta Sungai Merah, Pantai
Tengah Utara, Pantai Tengah Selatan, Dataran Tinggi Tengah, Tenggara dan Delta Sungai
Mekong. Model dasar hanya mencakup GDPPC, INVEST, HUMAN dan OPENNESS.
Faktanya, banyak dari variabel lain ditemukan berkorelasi tinggi dengan PDB, dengan
MANUSIA atau INEQ. Dalam hal ini dianggap sebagai saluran transmisi dalam model
struktural termasuk Persamaan 2 dan 3.

Metode penelitian yang disajikan dalam kerangka empiris telah secara jelas mencantumkan
model yang digunakan beserta alasan penggunaan model. Demikian halnya dengan deifinisi
operasional variabel dan indikatornya telah secara jelas diuraikan.
Saran
Berdasarkan temuan empiris, dikemukakan beberapa implikasi kebijakan:
Pertama, perlu ditekankan bahwa tidak adanya hubungan antara ketimpangan dan
pertumbuhan melalui jalur redistribusi tidak berarti bahwa kebijakan redistribusi tidak
diinginkan. Tetapi hal ini menyiratkan bahwa ketika pertumbuhan adalah tujuan utama,
kebijakan redistributif harus dijalankan dengan hati-hati dan bahwa kebijakan yang paling tidak
distorsi dalam arti ekonomi harus dipilih.
Kedua, untuk mengurangi dampak negatif ketimpangan terhadap pertumbuhan,
diperlukan peningkatan sumber daya manusia dan penurunan angka kesuburan di provinsi.
Ketiga, hubungan ketimpangan-pertumbuhan yang berbeda antar provinsi dan di dalam
provinsi mengimplikasikan bahwa pemerintah harus menargetkan pengurangan dampak
negatif ketimpangan terhadap pertumbuhan di provinsi dengan ketimpangan tinggi dan tingkat
pembangunan rendah.

4
Judul : The Impact of Middle-Class towards Economic Growth and Income
Inequality in Indonesia
Nama Jurnal : Jurnal Ekonomi Malaysia
Volume : 52(3) 2018 3 – 16
Tahun terbit : 2018
Penulis : Fitrawaty, Indra Maipita, Wawan Hermawan, dan Haikal Rahman
Abstrak
This study aims to elucidate the impact of inequality level in the middle-class income
distribution on Indonesia’s economic growth by using the 2004-2012 national socioeconomic
survey data (Susenas) and 2008 Input-Output Table. The results of the 20-year GDP data
estimation show that the value of Marginal Propensity to Consume (MPC) is 0.779 which
means that 77.9 percent of income is utilised for consumption. Analysis results using I-O Table
found that the inequality level of income distribution at the national level is higher than that in
the middle-class level. This applies to both middle-class criteria used in this study; (1) income
criteria USD10-USD100, and (2) criteria of 60% in the middle percentile (between 20 to 80
percentiles). In the province, income distribution inequality between the provincial level and
the middle-class level is relatively varied as illustrated by the highest Gini index value that
doubled the lowest Gini index. Analysis results also show that the increas in income of the
middle-class has an impact on the increase of consumption, but has no significant influence on
economic growth. The 20% increase in middle-class income can only boost economic growth
by less than 1 percent. This suggests that the output changes in response to the shifts happening
in the middle-class income are not flexible. From the two middle-class criteria used, the first
criterion is not suitable for Indonesia because of the fluctuating exchange rates which cause the
middle-class to fluctuate and to widen.

Teori :
Distribusi pendapatan pertama kali dikaitkan dengan tahap konstruksi oleh Kuznets
(1955). Hubungan antara kesenjangan pendapatan dan tingkat pendapatan per kapita
ditunjukkan sebagai bentuk U terbalik. Studi yang dilakukan Barro (1997) dan Deininger dan
Squire (1998) tidak menemukan korelasi antara distribusi pendapatan dan pertumbuhan
ekonomi. Bidani dan Ravallion (1993), menemukan bahwa; (1) rata-rata pengeluaran untuk
konsumsi sebagai persentase dari garis kemiskinan dan karena indeks Gini berdampak nyata
terhadap berbagai ukuran kemiskinan, rasio jumlah orang (P0), rasio kesenjangan kemiskinan
(P1), dan kesenjangan kemiskinan kuadrat (P2), dengan arah yang condong ke pengaruh positif
dan negatif; (2) rata-rata pengeluaran konsumsi juga secara statistik berpengaruh signifikan
terhadap indeks Gini provinsi di Indonesia dengan tanda positif; (3) hubungan U terbalik
seperti yang dihipotesiskan oleh Kuznets tidak berlaku untuk Indonesia. Temuan Chun, et al.(
2010), permintaan yang tinggi akan memicu peningkatan investasi dan produksi yang pada
akhirnya akan meningkatkan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi.Kanbur, dkk. (2001),
bahwa pemerataan pendapatan merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi dan
penanggulangan kemiskinan.
Pertumbuhan kelas menengah sering dikaitkan dengan tata kelola yang lebih baik,
pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan kemiskinan. Stabilitas sosial sebagai tulang punggung
perekonomian dapat meningkatkan pertumbuhan sektor swasta yang dianggap sebagai
prasyarat menuju perekonomian yang lebih maju (Birdsall et al. 2000; Drabble et al 2015;
Kharas & Gertz 2007; Landes 1998; Nayab 2011; Ncube et al 2011; Pressman 2007; Sokolof
& Engerman 2000). Kelas menengah dapat didefinisikan berdasarkan pada berbagai faktor,
seperti pendapatan, kekayaan, prestise, pendidikan, kepemilikan rumah dan kepemilikan mobil
(Focus 2010; Jose 2016. Definisi kelas menengah paling sering dikaitkan dengan tingkat
pendapatan (Pressman 2015). Pressman (2007) sebelumnya mendefinisikan kelas menengah

5
sebagai masyarakat yang berpenghasilan antara 75% hingga 150% dari pendapatan rata-rata.
Kelemahan dari definisi ini adalah bahwa kelas menengah mengubah rentang yang luas
(Dallinger 2013). Selain itu kelas menengah dapat dijelaskan secara relatif atau absolut (Kharas
2010). Secara relatif dapat didefinisikan sebagai masyarakat dengan pendapatan kelompok
pada persentil ke-20, persentil konsumsi ke-80 dan dengan distribusi antara 0,75 hingga 1,25
kali rata-rata pendapatan per kapita (Bhalla 2009; Birdsall et al., 2000; Easterly 2000; Kharas
2010; Ncube et al., 2011).

Kerangka Konsep
Kerangka konsep dibangun berdasarkan teori-teori yang dikemukakan. Bahwa kelompok kelas
menengah merupakan kelompok yang memiliki akses kepemilikan sumber daya. Mereka
memiliki kekayaan dan pendapatan dengan pengeluaran yang memadai sebagai sumber
investasi. Hal tersebut merupakan sumber pertumbuhan ekonomi berdasarkan persamaan
pendapatan nasional bahwa PDB merupakan penjumalahan dari pengeluaran konsumsi,
investasi, pengeluaran pemerintah, dan ekspor netto. Oleh karena itu perlu mendorong
permintaan akhir kelas menengah sebagai sumber pertumbuhan ekonomi. Namun pada tahap
awal pertumbuhan, ketimpangan akan terjadi, sedangkan dalam jangka panjang pertumbuhan
akan menciptakan lapangan kerja sebagai sumber pendapatan. Dengan demikian kelompok
kelas menengah sebagai sumber pertumbuhan dalam jangka panjang dapat menurunkan
ketimpangan pendapatan.

Kerangka konsep cukup menjelaskan tentang peran kelompok kelas menengah sebagai
kelompok yang memiliki sumber daya yang dapat memicu pertumbuhan ekonomi, dan dalam
jangka panjang ketimpangan pendapatan dapat teratasi.
Kerangka konsep cukup menjelaskan tentang peran kelompok kelas menengah sebagai
kelompok yang memiliki sumber daya yang dapat memicu pertumbuhan ekonomi, dan dalam
jangka panjang ketimpangan pendapatan dapat teratasi.

Metode Penelitian
Dalam studi ini kelas menengah didefinisikan berdasarkan dua kriteria:
Model-1: dimana pengeluaran bervariasi antara USD1 0-USD1 00 per individu per bulan.
Model-2: dimana 60 persen dari pendapatan berkisar antara persentil 20 dan 80.
Pengolahan dan penggunaan data Susenas sebagai dasar analisis dengan tabel Input-
Output (I-O) tahun 2004-2012. Variabel yang diadaptasi dari data Susenas adalah pengeluaran
rumah tangga per bulan yang dikumpulkan dari 33 provinsi di Indonesia. Ini juga digunakan
sebagai proxy untuk variabel pendapatan.
Kelompok pendapatan kelas menengah dikarakterisasi berdasarkan dua metode;
pendapatan per hari yang berkisar antara USD10-USD100 dan pendapatan kelompok yang
berkisar antara persentil 20 dan persentil 80. Data pengeluaran per rumah tangga dari data
Susenas, diubah menjadi satuan USD untuk kategori kelas menengah dalam kisaran USD10-
USD100 dengan nilai tukar yang berlaku. Penghitungan ketimpangan pendapatan untuk setiap
kategori kelas menengah didasarkan pada skala nasional dan indeks Gini per kategori dan
provinsi. Indeks Gini digunakan berikut:
KG = 1 - ∑1 η (Xi + 1 - Xi) (Yi + Yi + 1)) (1)
Proxy untuk pengaruh pertumbuhan ekonomi. Komposisi PDB menurut pengeluaran pada
Tabel I-O mengikuti persamaan:
PDB = C + I + G + X - M (2)
C: permintaan konsumsi akhir rumah tangga untuk barang setengah jadi dan barang impor
ditambah permintaan konsumsi akhir dari lembaga nirlaba yang melayani rumah tangga untuk
barang setengah jadi dan barang impor. I: permintaan akhir pembentukan modal tetap bruto

6
barang setengah jadi dan barang impor. G: permintaan akhir pemerintah atas barang setengah
jadi dan barang impor. X: permintaan akhir barang ekspor ditambah permintaan akhir jasa. M:
permintaan akhir dari total impor. Output pengali diperoleh dari matriks invers Leontief seperti
pada persamaan (3), sedangkan pengali pendapatan diperoleh menggunakan persamaan (4).
X = (I - A)–1 F (3)
F: permintaan akhir eksogen. X: output total yang ditentukan dengan menggabungkan berbagai
nilai akhir permintaan, F.
MINC = Ŵ [I - A]–1 (4)
dengan MINC sebagai pengali pendapatan, Ŵ adalah matriks diagonal koefisien nilai tambah
bruto (NTB) yang diturunkan dari
𝑈
𝑊 = 𝑋𝑗 , dan [I - A] –1 adalah inversi Leontief matriks. Sejalan dengan asumsi dasar
𝑗
model I-O, maka hubungan antara nilai yang ditambahkan dengan keluaran adalah linier seperti
yang ditunjukkan pada persamaan:
MNTB = V̂ [I - A]–1 (5)
dengan MNTB sebagai mulplier NTB, V̂ adalah diagonal NTB koefisien matriks yang diperoleh
𝑈
dari V̂ = 𝑋𝑗.
𝑗
Dampak perubahan permintaan akhir terhadap penciptaan output, pendapatan, nilai
tambah bruto, dan kebutuhan tenaga kerja ditunjukkan pada persamaan (6) sampai (9). Dampak
dari perubahan permintaan akhir terhadap keluaran adalah;
ΔOutput = MoutΔF (6)
dampak perubahan permintaan akhir terhadap pendapatan adalah;
ΔINC = MINCΔF (7)
dampak perubahan permintaan akhir terhadap penciptaan nilai tambah adalah;
ΔNTB = MNTBΔF (8)
dampak perubahan permintaan akhir terhadap kebutuhan tenaga kerja adalah;
ΔTK = MTKΔF (9)
Analisis dilakukan dengan meningkatkan permintaan barang dan jasa dari kelompok kelas
menengah baseline 10%, 15%, dan 20% dari masing-masing kategori kelas menengah. Rata-
rata pengeluaran tiap kategori (berdasarkan kriteria USD10-USD100 berdasarkan persentil 20-
80). Permintaan tambahan pada tabel I-O untuk pengeluaran rumah tangga (C), diperoleh dari
perkalian selisih antara baseline dan kenaikan permintaan menurut rasio konsumsi tiap rumah
tangga untuk masing-masing sektor dan total permintaan akhir di masing-masing sektor. PDB
dengan baseline PDB, hasilnya ditunjukkan sebagai nilai pertumbuhan ekonomi yang
dihasilkan oleh peningkatan permintaan dari rumah tangga kelas menengah.

Saran
Konsumsi dan pengeluaran/pendapatan hanyalah dua variabel yang menjadi ciri kelas
menengah. Variabel lainnya meliputi pendidikan, profesi, kesehatan, tabungan, investasi,
modal dan demokrasi. Untuk studi yang lebih komprehensif di masa mendatang, variabel-
variabel lain ini harus dipertimbangkan. Karena Indonesia sedang menjalani bonus demografi,
temuan dari penelitian ini (khususnya peningkatan dampak pendapatan kelas menengah
terhadap sektor ekonomi/industri) dapat berkontribusi pada proses perencanaan pembangunan
ekonomi di masa depan.

7
Judul : Effect of Income Inequality on Economic Growth in Selected West Africa
Countries: An Empirical Analysis
Nama Jurnal : Journal of Economics and Related Studi
Volume : Vol. 1(3), 240-257
Tahun terbit : 2019
Penulis : Ebrima K. Ceesay, MSc, Momodou Mustapha Fanneh, and Tsenkwo Joseph
Abstrak
The paper empirically investigates the effect of income inequality on economic growth in the
selected Western African countries for the period of 1969-2016 by using panel data analysis.
The results of panel data method indicates that poverty has positive and statistically significant
effect; openness has a negative, and also significant effect on economic growth. On the other
hand, inequality and human capita have negative effect on economic growth and slightly
statistically significant.
The results of this study show that the policy makers should focus on reinvestment in human
capital, poverty reduction, land reforms, and infrastructure development as the dynamics of
economic growth for these countries.

Teori
Penelitian Simon Kuznets bertajuk “Pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan
pendapatan” meletakkan dasar untuk mempelajari hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan
ketimpangan pendapatan. Bahwa hubungan antara tingkat pertumbuhan ekonomi dan
ketimpangan pendapatan cenderung menunjukkan bentuk-U terbalik, yang dalam literatur
ekonomi dikenal sebagai hipotesis Kuznets. Hipotesis ini menunjukkan bahwa pada tingkat
pendapatan yang rendah, ketimpangan meningkat dengan meningkatnya pendapatan per kapita
dan menurun hanya pada tahap perkembangan selanjutnya dengan industrialisasi-
menghasilkan hubungan berbentuk U terbalik antara pendapatan per kapita dan ketimpangan
pendapatan berdasarkan model di mana individu bermigrasi dari sektor pedesaan berupah
rendah dengan sedikit ketimpangan ke sektor perkotaan yang ditandai dengan ketimpangan
pendapatan tinggi dan pendapatan rata-rata tinggi (Kuznets, 1995).
Pandangan Marxis adalah bahwa ketimpangan melekat dalam cara produksi kapitalis. Ia
pasti diproduksi selama ekonomi kapitalis berlangsung normal, dan tidak dapat diberantas
tanpa mengubah mekanisme kapitalisme secara mendasar. Kaum Marxis percaya kesetaraan
ekonomi diperlukan untuk kebebasan politik; bahwa ketika ada ketimpangan ekonomi maka
ketimpangan politik dijamin (Peet, 1975). Kaum Marxis berpandangan bahwa semakin banyak
distribusi sumber daya yang berpihak pada orang kaya, semakin besar kecenderungan untuk
investasi berlebihan dan kurang konsumsi dan ini akan mengakibatkan krisis ekonomi dan akan
memiliki implikasi negatif pada pertumbuhan ekonomi (Anyanwu dan Oaikhenan, 1995).
Selanjutnat, Gupta (1990), Alesina dan Perotti (1993) bahwa peningkatan ketimpangan
pendapatan berpotensi menyebabkan ketidakstabilan politik atau sosial atau revolusi. Dan
ketidakstabilan ini pada akhirnya akan menghambat investasi dan pembentukan hak milik yang
kuat yang akan berdampak pada penurunan pertumbuhan ekonomi.
Galov dan Moav (2004) mengembangkan teori pertumbuhan yang menganggap
penggantian akumulasi modal fisik dengan akumulasi modal manusia sebagai mesin utama
pertumbuhan sepanjang proses pembangunan. Pada tahap awal Revolusi Industri ketika
akumulasi modal fisik menjadi sumber utama pertumbuhan, ketimpangan mendorong
pembangunan dengan menyalurkan sumber daya kepada individu-individu dengan
kecenderungan lebih tinggi untuk menabung. Saat modal manusia muncul sebagai mesin
pertumbuhan, kesetaraan mengurangi efek buruk dari kendala kredit pada akumulasi modal
manusia, yang mendorong proses pertumbuhan.

8
Galor (2000), bahwa pendekatan klasik berlaku pada tingkat pendapatan rendah tetapi
tidak pada tahap perkembangan selanjutnya. Pada tahap awal pembangunan, ketimpangan akan
mendorong pertumbuhan karena modal fisik langka pada tahap ini dan akumulasi
membutuhkan tabungan. Ketimpangan pendapatan kemudian akan menghasilkan tabungan
yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang cepat. Akan tetapi, pada tahap-tahap perkembangan
ekonomi selanjutnya, karena kembalinya modal manusia meningkat karena keterampilan
modal yang saling melengkapi, modal manusia menjadi mesin utama pertumbuhan. Kendala
kredit, bagaimanapun, menjadi kurang mengikat karena kenaikan upah dan efek merugikan
dari ketimpangan pendapatan pada akumulasi modal manusia mereda, dan dengan demikian
efek ketimpangan pada proses pertumbuhan menjadi tidak signifikan.
Pendekatan klasik mengajukan hipotesis bahwa ketimpangan bermanfaat bagi
pembangunan ekonomi pada periode pasca-industrialisasi (Keynes, 1920; Kaldor, 1957).
Bahwa karena kecenderungan marjinal untuk menabung meningkat dengan kekayaan,
ketimpangan menyalurkan sumber daya ke individu yang kecenderungan marjinal untuk
menabung lebih tinggi, meningkatkan tabungan agregat, akumulasi modal, dan pertumbuhan
ekonomi. Artinya, ketimpangan pendapatan merupakan sumber pertumbuhan perekonomian;
bahwa negara-negara tidak dapat tumbuh tanpa ketimpangan karena ketimpangan menjamin
persediaan tabungan terus menerus oleh kapitalis yang memiliki kecenderungan marjinal tinggi
untuk menabung dan berinvestasi sementara di sisi lain kaum miskin memiliki kecenderungan
konsumsi marjinal yang tinggi. Oleh karena itu, pendistribusian kembali pendapatan untuk
kepentingan orang miskin hanya akan menghasilkan peningkatan konsumsi barang-barang
konsumsi, bukan tabungan dan investasi.

Teori yang dikemukakan cukup menjelaskan pengaruh ketimpangan pendapatan


terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Bahwa pada tahap awal pembangunan
ekonomi ketimpangan pendapatan diperlukan untuk mendorong konsumsi, tabungan dan
pemupukan modal bagi individu yang memiliki kekayaan dan pendapatan yang memadai.
Selain itu kerangka teori juga mengemukakan bahwa tidak selamanya faktor ketimpangan
dapat mendorong pertumbuhan. Semakin banyak distribusi sumber daya yang berpihak pada
orang kaya, semakin besar kecenderungan untuk investasi dan berkurangnya kecenderungan
konsumsi yang dapat mengakibatkan perekonomian mengalami krisis e sehingga berimplikasi
negatif pada pertumbuhan ekonomi.

Kerangka Konsep
Kerangka konsep dibangun berdasarkan teori pertumbuhan dan pembangunan ekonomi dan
hasil penelitian empiris. Ketimpangan pendapatan dapat memicu pertumbuhan ekonomi pada
tahap awal perekonomian. Hal tersebut terjadi karena ketersediaan modal fisik yang terbatas
membutuhkan tabungan. Ketimpangan pendapatan kemudian akan menghasilkan tabungan
yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang cepat. Akan tetapi, pada tahap-tahap perkembangan
ekonomi selanjutnya, pengembalian modal manusia meningkat yang disebabkan adanya
keterampilan modal yang saling melengkapi, modal manusia menjadi mesin utama
pertumbuhan. Namun di sisi lain, ketimpangan dapat menimbulkan ketidakstabilan sosial
politik yang dapat menghambat investasi sebagai salah satu sumber pertumbuhan.

Metode Penelitian
Penelitian menggunakan data panel untuk periode 1969-2016 dengan model berikut;
𝐸𝐺𝑟𝑜𝑤𝑡ℎ𝑖𝑡 = 𝜃0 + 𝜃1𝐻𝐶𝑎𝑝i𝑡𝑎𝑙𝑖𝑡 + 𝜃2𝑂𝑝𝑖𝑡 + 𝜃3𝐿𝑃𝑟𝑜𝑥𝑦𝑓𝑜𝑟𝐺𝐼𝑁𝐼𝑖𝑡 + 𝜃4𝑋𝑖𝑡 + 𝜗𝑖 + Ԑ𝑖𝑡
Dimana, subskrip i (= 1, ..., n) mewakili negara dan t (= 1, ..., T) periode (tahun). 𝐸𝐺𝑟𝑜𝑤𝑡ℎ𝑖𝑡
Menunjukkan pertumbuhan Ekonomi sebagai proksi yang baik untuk produk domestik bruto
dari masing-masing negara suatu waktu t (fosu 2010), 𝐻𝐶𝑎𝑝i𝑡𝑎𝑙𝑖𝑡 menunjukkan modal manusia

9
sebagai proksi sekunder 𝑂𝑝𝑖𝑡 menunjukkan keterbukaan rata-rata ekspor dan impor,
𝐿𝑃𝑟𝑜𝑥𝑦𝑓𝑜𝑟𝐺𝐼𝑁𝐼𝑖𝑡 adalah biaya hidup sebagai proxy dari ketimpangan yang diukur dengan
koefisien gini. Xit menunjukkan variabel kontrol yaitu kemiskinan; 𝜗𝑖 mewakili efek tetap
khusus negara yang tidak teramati seperti lokasi negara, demografi, budaya yang perlu
dikontrol sebelum kita mengeksplorasi dampak variabel penjelas pada pertumbuhan ekonomi
untuk menghindari kesalahan spesifikasi model; dan 𝜖𝑖𝑡 adalah faktor kesalahan.
Teknik analisis menggunakan model Fixed Effect dan Random Effect mengikuti karya
Fosu (2010). Pemilihan model Fixed Effects dan Random Effects dipengaruhi oleh hasil uji
Hausman (1978) yang biasa digunakan sebagai cara pemilihan antara fixed effect dan random
effect (Gujarati dan Sanjeetha, 2007). Kami menggunakan model efek tetap seperti yang
dideteksi oleh hasil uji spesifikasi Hausman.

Saran
Perlunya sub-wilayah untuk menjalankan kebijakan yang akan membawa pembangunan
ekonomi dengan penurunan ketimpangan yang segera melalui investasi dalam bentuk
reformasi tanah, pengurangan kemiskinan, modal manusia dan pembangunan infrastruktur.
Hak kepemilikan atas tanah harus didistribusikan kembali di daerah-daerah di mana lembaga
tradisional memiliki akses tinggi ke tanah dengan cara memperoleh tanah dan menyediakan
bagi petani yang terlibat dalam pertanian skala besar. Pajak properti yang tinggi seharusnya
dikenakan pada mereka yang memiliki lahan luas tanpa terlibat dalam kegiatan ekonomi.
Pemerintah Afrika Barat harus memastikan pengelolaan ekonomi makro yang baik
melalui pelacakan anggaran, reformasi sektor keuangan, perencanaan ekonomi, pemantauan
dan evaluasi proyek, serta memastikan bahwa proyek yang dimulai oleh pemerintah
diprioritaskan dan diprioritaskan ulang berdasarkan kontribusi mereka terhadap rencana dan
tujuan jangka panjang ekonomi dan bukan hanya atas dasar keterkaitannya dengan laporan
keuangan dalam ketentuan anggaran. Perjuangan melawan korupsi, kemiskinan dan
ketidakamanan di Afrika Barat harus dibawa ke tingkat sub regional melalui Komunitas
Ekonomi Negara-negara Afrika Barat (ECOWAS) untuk menciptakan sinergi di antara para
pemimpin Afrika Barat dalam menangani masalah secara efektif.
Perlu mendesain ulang kebijakan industri untuk mendistribusikan pendapatan secara
lebih merata dengan memastikan upah yang tinggi bagi pekerja seiring dengan peningkatan
keuntungan pengusaha. Selain itu, reformasi perpajakan yang holistik harus dilakukan untuk
memastikan sistem perpajakan yang lebih progresif dan penguatan lembaga penegakan pajak
untuk mengurangi penggelapan pajak dan penghindaran pajak serta penerimaan yang
digunakan untuk menutup kesenjangan pendapatan dan pengentasan kemiskinan di daerah.
Akhirnya, kami merekomendasikan bahwa peneliti lebih lanjut tentang hubungan antara
ketimpangan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi memasukkan variabel kontrol berikut;
kualitas kelembagaan, FDI, stabilitas politik, pengendalian korupsi, intensitas sumber daya,
suara rakyat, soft skill dan digital skill.

10
Judul : Human Development and Income Inequality as Factors of Regional Economic
Growth
Nama Jurnal : European Research Studies Journal
Volume : Volume XXI, Special Issue 2
Tahun terbit : 2018
Penulis : D.G. Rodionov, T.J. Kudryavtseva, dan A.E. Skhvediani
Abstrak
This paper examines the impact of the Human Development Index and the Gini index on the
Real Gross Regional Product (GRP) per person employed in 68 regions of the Russian
Federation during the 2000 – 2014 period.
We test and compare the results from two groups of models. The first group of models reveals
that higher GRP per person employed is associated with higher levels of human development
and income inequality in the Russian Federation regions.
These results stay robust within the models estimated by linear regression with panel- corrected
standard errors, where Regional FE, Time FE and Federal District FE are controlled.
The estimation results from the second group of models provide evidence that regions with
higher levels of Real Gross Regional Product (GRP) per person, human development and
income inequality were growing slower, on average, than regions with lower levels of these
parameters.

Teori
Delbianco et al. (2014) mencatat bahwa ada dua pendekatan untuk memahami pengaruh
pendapatan terhadap pertumbuhan ekonomi. Menurut pendekatan klasik, tingkat tabungan
meningkat seiring dengan meningkatnya tingkat kekayaan. Ketimpangan menyebabkan
peningkatan pendapatan bagi bagian penduduk yang lebih kaya, yang ditandai dengan tingkat
tabungan yang lebih tinggi. Ini memungkinkan akumulasi modal dan, akibatnya,
memungkinkan pertumbuhan ekonomi. Menurut pendekatan ekonomi politik, peningkatan
ketimpangan menyebabkan beban yang lebih besar pada mekanisme distribusi pendapatan
yang selanjutnya mengarah pada distorsi, yang memengaruhi proses akumulasi modal fisik dan
manusia secara merugikan. Dalam penelitiannya, Delbianco et al. mempelajari data di 20
negara di Amerika Selatan dan Karibia selama periode 1980 hingga 2010 yang menemukan
bahwa hubungan antara ketimpangan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi bergantung pada
tingkat pendapatan. Dengan kata lain, peningkatan ketimpangan di negara-negara miskin dapat
menyebabkan ketidakstabilan politik, yang memaksa penggunaan mekanisme redistribusi
pendapatan. Namun, di negara dengan tingkat pendapatan tinggi, dampak negatif yang
ditimbulkan oleh ketimpangan menurun (Delbianco et al., 2014).
Studi yang berbeda telah memberikan bukti baik untuk pendekatan pertama dan kedua.
Misalnya, Forbes menetapkan bahwa peningkatan ketimpangan pendapatan menyebabkan
pertumbuhan ekonomi (Forbes, 2000; Stroeva et al., 2015). Di sisi lain, Herzer dan Vollmer
menyimpulkan bahwa peningkatan ketimpangan pendapatan berdampak negatif terhadap
pertumbuhan PDB. Selain itu, hasil tidak tergantung pada tingkat perkembangan ekonomi dan
jenis rezim politik (Herzer dan Vollmer, 2012).
Pengaruh positif HDI terhadap pertumbuhan ekonomi dibuktikan dengan hasil berbagai
penelitian. Y. Mine dan S. Cinar melihat pengaruh human capital terhadap pertumbuhan
ekonomi di 17 negara maju dan berkembang pada periode 1985 hingga 2011 dengan
menggunakan model pertumbuhan endogen. Hasil penelitian tersebut menguatkan hipotesis
bahwa dalam jangka panjang perkembangan human capital berpengaruh positif terhadap
pertumbuhan ekonomi baik di negara maju maupun di negara berkembang (Mine dan Cinar,
2015). Selain Gennaioli et al. (2013) melakukan studi menggunakan data dari 1.569
subkawasan dari 110 negara, yang menyumbang 97% dari PDB dunia. Mereka menggunakan

11
sejumlah besar variabel kontrol, terkait dengan pendidikan, populasi dan struktur pekerjaan
serta karakteristik mereka. Temuan utama bahwa tingkat pendidikan merupakan faktor penting
dalam pembangunan daerah, yang merupakan bagian signifikan dari variasi GRP per kapita.
Lebih lanjut, Stefan (2016) mengevaluasi pengaruh human capital termasuk indikator
pendidikan, kesehatan, dan jaminan sosial penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi di 29
negara Eropa. Menurut hasilnya, efek individu dari negara menjelaskan 64,5% variasi.
Peningkatan pengeluaran sosial sebesar 1% menyebabkan pertumbuhan PDB per kapita
sebesar 0,3%, sementara pertumbuhan 1% dalam pengeluaran di bidang pendidikan
menyebabkan pertumbuhan PDB per kapita sebesar 2%.

Kerangka Konsep
Kerangka konsep dibangun berdasarkan teori dan temuan empiris. Bahwa ketimpangan
memngkinakan akumulasi modal oleh penduduk kaya, sehingga dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi. Hubungan antara ketimpangan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi
bergantung pada tingkat pendapatan, di mana peningkatan ketimpangan di negara-negara
miskin dapat menyebabkan ketidakstabilan politik, yang memaksa penggunaan mekanisme
redistribusi pendapatan. Di negara dengan tingkat pendapatan tinggi, dampak negatif yang
ditimbulkan oleh ketimpangan menurun.
Studi yang berbeda telah memberikan bukti baik untuk pendekatan pertama dan kedua.
Pengaruh positif HDI terhadap pertumbuhan ekonomi dapat dilihat melalui pengaruh human
capital terhadap pertumbuhan ekonomi, bahwa dalam jangka panjang perkembangan human
capital berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi baik di negara maju maupun di
negara berkembang. Guna melakukan pengujian tersebut perlu memasukkan sejumlah besar
variabel kontrol, terkait dengan pendidikan, populasi dan struktur pekerjaan serta karakteristik
mereka. Bahwa tingkat pendidikan merupakan faktor penting dalam pembangunan daerah,
yang merupakan bagian signifikan dari variasi GRP per kapita. Selanjutnya, peningkatan
pengeluaran sosial dapat mendorong pertumbuhan PDB per kapita sebesar.

Metode Penelitian
Data bersumber dari : Layanan Statistik Negara Bagian Federal Federasi Rusia dan dari
laporan Pusat Analisis Pemerintah Federasi Rusia. Nilai GRP per orang yang bekerja di suatu
daerah dihitung dengan membagi jumlah GRP dengan jumlah angkatan kerja di suatu daerah.
Indeks harga konsumen digunakan untuk mengurangi volumenya ke nilai riil tahun 2000. HDI
diperkirakan dari 0 sampai 1. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi tingkat
perkembangan manusia yang berada di wilayah tersebut. Indeks Gini diperkirakan dari 0
sampai 1. "GRP per orang yang dipekerjakan" sebagai variabel dependen yang mencerminkan
pertumbuhan ekonomi di wilayah Rusia.
Penelitian ini menggunakan dua kelompok model. Kelompok model pertama (1-7) untuk
menguji hubungan antara HDI dan GRP per orang yang dipekerjakan, dan hubungan antara
tingkat ketimpangan pendapatan dan GRP per orang yang dipekerjakan.. Model pertama
menggunakan regresi linier dengan kesalahan standar dikoreksi panel, yang diusulkan oleh
Beck dan Katz (1995). Pendekatan ini untuk memperkirakan apakah ada hubungan antara GRP
dan variabel independen. Jenis regresi yang dipilih adalah alternatif dari algoritma berbasis
kelayakan kuadrat terkecil (FGLS). Berikut ringkasan dari model 1 - 4:
LnGRPper_emplit = β0 + β1HDIit + β2Giniit + YiRegi + фtYeart + Uc + Ut (1)
Varibabel LnGRPper_emplit: logaritma natural dari PDB riil per orang yang dipekerjakan
(dalam rubel, dengan harga konstan 2000), dihasilkan di wilayah i oleh satu karyawan pada
saat t. HDI diukur dari 0 hingga 1 di wilayah i pada saat t. Giniit adalah nilai indeks Gini (diukur
dari 0 hingga 1) di wilayah i pada saat t; Giniit adalah variabel biner bernilai nilai 1 jika

12
pengamatan mengacu pada wilayah i tertentu, dan 0 jika tidak. Regi: variabel biner, mengambil
nilai 1 jika pengamatan mengacu pada tahun tertentu t, dan 0 jika tidak.
Kami menggunakan bentuk fungsional dari logaritma natural untuk beberapa variabel
untuk memuluskan heteroskedastisitas akibat ketimpangan sosial ekonomi daerah. Selain itu,
pendekatan persamaan ke fungsi produksi Cobb – Douglas dan menafsirkan koefisien sebagai
elastisitas.
Dalam kasus efek antar wilayah disertakan dalam model, bentuk singkat dari model 5 - 7 adalah
sebagai berikut:
LnGRPper_emplit = β0 + β1jHDIitj + β2jGiniitj + фjFederalDistrictj + фtYeart +
Ԑit + Uj + Ut (2)
Di mana variabel FederalDistrictj merupakan variabel biner yang memiliki nilai 1 jika region
mengacu pada distrik federal tertentu, dan nilai 0 jika tidak.
Model dengan efek tetap digunakan untuk menentukan parameter regresi yang konsisten.
Kebutuhan ini muncul dari sifat sampel yang tidak acak dan kebutuhan untuk mengontrol
heterogenitas yang tidak teramati. Oleh karena itu, pengendalian FE Regional, Time FE dan
Federal District FE memungkinkan penilaian dampak variabel endogen yang tidak termasuk
dalam model.
Model kedua (8-10) menggunakan kuadrat terkecil biasa untuk memperkirakan apakah
kondisi awal daerah pada tahun 2000 mempengaruhi pertumbuhan tahunan rata-rata mereka.
Kelompok modelkedua untuk menguji untuk hubungan kausal antara perbedaan awal dalam
kondisi awal wilayah Rusia dan pertumbuhan rata-rata PDB per orang yang bekerja selama 15
tahun ke depan. Untuk tujuan ini, digunakan model konvergensi absolut 8 - 10, yang dapat
diformalkan dengan cara berikut:
Ln(GRPper_empliT/GRPper_empli0))/T= β0 + β1ln(GRPper_empli0) β2HDIi0 +
β2jGinii0 + Ԑit (3)
Dimana variabel Ln(GRPper_empliT/GRPper_empli0))/T adalah logaritma natural dari
pertumbuhan tahunan GRP per orang yang bekerja di wilayah i; adalah nilainya dari GRP pada
tahun 2000; –Adalah nilai HDI pada tahun 2000; GRPper_empli0 adalah nilai indeks Gini tahun
2000. Model ini mengasumsikan bahwa ketimpangan pada kondisi awal berdampak signifikan
terhadap rata-rata pertumbuhan GRP dalam 14 tahun mendatang.
Oleh karena itu, kami mencari perbedaan hubungan sebab akibat dalam kondisi awal
antar wilayah dan rata-rata pertumbuhan tahunan GRP per orang yang bekerja. Kelompok
model kedua dibatasi sejauh mereka menganggap setiap panel daerah secara independen dan
tidak terhubung dengan daerah lain, dan mengabaikan efek efek autokorelasi spasial.

Saran
Dalam studi selanjutnya, kami akan memasukkan variabel penjelas tambahan dalam model
untuk meningkatkan kualitas model. Contoh variabel tersebut untuk kelompok model pertama
meliputi tingkat interaksi cluster di wilayah, spesialisasi mereka, jumlah teknologi produksi
maju yang dikembangkan dan digunakan, karakteristik sosial, ekonomi, dan geografis lainnya.
Untuk kelompok model kedua, yang dibangun di atas ide konvergensi absolut, ketahanan hasil
harus diuji dalam kasus model konvergensi relatif dengan menggunakan 2sls. Ini akan
memungkinkan kami untuk membuat kesimpulan yang lebih kuat tentang keberadaan efek
yang dibahas.

13
Judul : Does Okun’s Law Explain the Relationship between Economic Growth and
Unemployment in Nigeria?
Nama Jurnal : Jurnal Ekonomi Malaysia
Volume : 53(3) 2019 153 - 161
Tahun terbit : 2019
Penulis : Ali Madina Dankumo, Suryati Ishak, Zubair Azeem Oluwaseyi, dan Idowu
Daniel Onisanwa
Abstrak
The issue of unemployment remains the fulcrum of any economic policy because of its
attendant effects such as low GDP, icrease social ills, etc. Thus, this paper attempts to verify if
Okun’s law holds in Nigeria by investigating the dynamic effect of unemployment on economic
growth using time-series data for Nigeria covering 22 years from 1996-2017. In examining this
matter, this study uses an autoregressive distributed lag (ARDL) approach. The paper sheds
light on whether Okun’s law can be applicable outside the US economy to explain the
relationship between unemployment and economic growth, with the inclusion of some
governance indicators, namely corruption and political instability. The findings revealed that
there is a long-run association between economic growth, unemployment, corruption, and
political instability. However, unemployment and corruption do not impact economic growth,
but only political stability was found to be negatively significant. This outcome implies that in
Nigeria, Okun’s law does not explain the connection between unemployment and economic
growth. This papaer recommends the government to create employment opportunities through
its increase in expenditures in the form of subsidies and loans with less interest, thereby
reducing unemployment, increasing productivity, and lastly increasing the growth of the
economy.

Teori
Menurut Villaverde dan Adolfo (2008), yang meneliti hubungan antara pengangguran dan
output di Spanyol antara 1980 dan 2004, ada hubungan negatif antara pengangguran dan
produktivitas di Spanyol, dan disimpulkan bahwa hukum Okun berlaku untuk seluruh negeri.
Studi di Turki oleh Tiryaki & Ozkan (2011) untuk periode antara 1998-2010 menemukan satu
hubungan kausal terarah antara penurunan output dan pengangguran, tetapi setelah periode
krisis, ketika ekonomi meningkat, pengangguran tidak turun. Di Iran, Mohsenia dan Jouzaryan
(2016), menemukan bahwa antara tahun 1996 dan 2012, terdapat hubungan negatif antara
pengangguran, inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Dritsakis dan Stamatiou (2016) berfokus
pada periode antara 1995 dan 2015 di Yunani dan menunjukkan hubungan searah antara
pengangguran dan pertumbuhan, baik dalam jangka pendek maupun panjang. Noor dkk.
(2007), melakukan studi serupa di Malaysia, dan juga menyoroti dampak negatif pengangguran
terhadap pertumbuhan. Soylu, Cakmak & Okur (2018) menyelidiki hubungan antara
pertumbuhan ekonomi dan pengangguran di beberapa negara Eropa Timur untuk periode 1992-
2014 dalam konteks hukum Okun. Hasilnya menunjukkan bukti kointegrasi di antara variabel-
variabel tersebut, sementara pengangguran secara positif mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi. Demikian pula, Pal'ová & Vejačka (2018) menganalisis dan mengevaluasi
keberhasilan dalam mencapai strategi Eropa 2020 dari tingkat ketenagakerjaan 75% di antara
populasi pekerja (24-60) di semua negara UE dengan data dari tahun 2004 hingga 2016.
Hasilnya menunjukkan dampak positif dari PDB pada lapangan kerja. Baru-baru ini, Fil-alana,
Skare & Buri (2019) menyelidiki hubungan pengangguran-PDB menggunakan data untuk 24
negara untuk menguji asumsi Okun yang mendasari dengan mengetahui keadaan ekonomi saat
ini dengan spesifikasi metodologis baru. Mereka menemukan bahwa pengangguran dan
pertumbuhan output menunjukkan beberapa derajat hubungan jangka panjang untuk sebagian
besar negara sambil menantang stabilitas koefisien Okun karena variasinya sangat drastis.

14
Mauro (1997) adalah orang pertama yang melakukan studi tentang korupsi, ketika ia
mencoba menyelidiki apakah korupsi memacu pertumbuhan dan investasi. Ia menemukan
bahwa korupsi menurunkan pertumbuhan ekonomi. Sejak itu, beberapa studi (misalnya
Aigheyisi 2015; Mauro 1997; Méon & Sekkat 2005; Olarewaju 2016; Osei-Tutu et al. 2010;
Ovat & Bassey 2014; Timofeyev 2011; Treisman 2000) juga telah dilakukan. Hasil mereka
konsisten dan sesuai dengan hasil Mauro. Beberapa peneliti (misalnya Aluko 2009; Dukku
2012; Duru 2012; Ikubaje 2014) memeriksa kebijakan yang dirancang oleh pemerintah untuk
memberantas korupsi, dan menyimpulkan bahwa semua upaya telah gagal untuk memberantas
korupsi dan memperburuk kemiskinan. Ini juga dikuatkan oleh Fokuoh (2008) dan Omagbon
et al. (2016), yang berpendapat bahwa korupsi secara langsung menghambat pertumbuhan
ekonomi dan ada hubungan positif yang tidak signifikan antara korupsi dan pengangguran di
Nigeria. Dalam hal stabilitas politik, negara ini tidak stabil karena aktivitas militan Delta Niger,
Boko Haram, aktivitas penggembala dan penggembala sapi yang telah melumpuhkan sebagian
besar aktivitas ekonomi di sektor pertanian dan mineral, yang bersama-sama membentuk
persentase PDB yang signifikan (Ibrahim & Cheri 2013).

Kerangka Konsep
Kerangka konsep dibangun berdasarkan hukum Okun (Okun’s Law) dan hasil penelitian
empiris. Berdasarkan hukum Okun bahwa terdapat hubungan negatif antara pertumbuhan
dengan pengangguran. Hal tersebut didukung oleh beberapa penelitian empiris pada batas
waktu tertentu. Namun penelitian lain menunjukkan bahwa hubungan pertumbuhan dan
pengagguran bersifat searah. Beberapa penelitian juga menemukan bahwa korupsi
menghambat pertumbuhan dan menngkatkan pengangguran. Pada sisi lain pertumbuhan dapat
dihambat oleh stabilitas politik dan memperburuk pengangguran. Atas dasar tersebut dibangun
konsep bahwa pertumbuhan ditentukan oleh tingkat pengangguran, indeks korupsi, dan
stabilitas politik.

Metode Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Produk Domestik Bruto (PDB) dalam
konstanta $US 2010, jumlah pengangguran (UENMP) sebagai persentase dari total angkatan
kerja (dimodelkan menggunakan estimasi ILO), pengendalian perkiraan korupsi (CCORR),
yang menunjukkan skor negara dalam hal persepsi korupsi dan sejauh mana jabatan publik
digunakan untuk keuntungan pribadi. Pengendalian korupsi berkisar dari –2,5 hingga 2,5
(dengan –2,5 sebagai yang paling korup dan 2,5 yang paling bersih). Terakhir, stabilitas politik
dan ketiadaan kekerasan (PSV), yang merupakan ukuran probabilitas ketidakstabilan politik,
terorisme, dan krisis yang didorong oleh politik, yang juga berkisar antara -2,5 hingga 2,5
(dengan -2,5 adalah yang sangat tidak stabil dan 2,5, sangat stabil). Semua data bersumber dari
World Development Indicators (WDI) dan World Governance Indicators (WGI), keduanya
dari World Bank Group (World Bank 201 8a). Dimasukkannya CCORR dan PSV adalah untuk
mengukur dampak kualitas kelembagaan. Variabel GDP dan UEMP dicatat secara langsung,
sedangkan CCORR dan PSV, karena dapat memiliki nilai negatif, terlebih dahulu
dikonversikan ke bilangan positif sebelum dilakukan login menggunakan rumus log (x + 3)
(Wicklin 2011).
Model yang digunakan merupakan bentuk adaptasi dari model Okun (1962) dengan
memasukkan pengendalian korupsi dan stabilitas politik sebagai variabel independen. Hukum
Okun asli menyatakan:
(∆G⁄G)t = β0 – β1 ∆UEMP + εt (1)
(∆G⁄G)t: perubahan output pada periode t,. ∆UEMP adalah perubahan pengangguran (Noor et
al. 2007). Jadi, model hubungan Okun yang dimodifikasi adalah:

15
GDPt = f (UEMP, CCORR, PSV) (2)
Persamaan (2) di atas menunjukkan bahwa PDB adalah fungsi dari pengangguran dan variabel
kontrol, seperti pengendalian korupsi dan stabilitas politik, yang secara eksplisit dapat
digambarkan sebagai: perubahan pertumbuhan ekonomi yang disebabkan oleh perubahan
pengangguran, pengendalian korupsi dan stabilitas politik.
Persamaan di atas (2) diubah menjadi fungsi regresi berikut:
lGDPt = α0 + β1lUEMPt + β2lCCORRt + β3lPSVt + Ԑt (3)
Dimana: PDB adalah produk domestik bruto, UEMP adalah tingkat pengangguran, CCORR
adalah pengendalian korupsi, PSV adalah stabilitas politik.
Tujuan utama dari studi ini adalah untuk memastikan apakah hukum Okun berlaku di
Nigeria, dalam hal variasi dalam output yang mungkin dihasilkan dari pengurangan
pengangguran selama periode 22 tahun (1996-2017). Kami menggunakan Pesaran et al. (2001)
Uji terikat ARDL, dengan mengingat tepi periode dan keandalan penduga koefisien jangka
panjang, bahkan jika ukuran sampelnya kecil. Oleh karena itu, model ARDL dari hubungan
jangka panjang mengambil bentuk berikut:
∆lGDPt = α0 + β1∆lGDPt – 1 + β2∆lUEMPt + β3∆lCCORRt + β4∆lPSVt + ϕ1lGDPt – 1 +
ϕ2lUEMPt – 1 + ϕ3lCCORRt – 1 + ϕ4lPSVt – 1 + εt (4)
Dalam persamaan ini, βi adalah koefisien jangka pendek, ϕi, mewakili koefisien ARDL
jangka panjang, sedangkan εt adalah faktor kesalahan (white noise murni). Namun, GDP dan
UEMP dicatat secara langsung, tetapi CCORR dan PSV adalah bilangan bulat negatif, jadi
mereka pertama kali dikonversi ke bilangan bulat positif dengan melakukan rebasing sebelum
mereka dicatat. Ini dilakukan dengan menambahkan 3 ke semua nilai, sehingga memiliki
bilangan bulat positif. Studi dimulai oleh melakukan uji unit root untuk memastikan bahwa
tidak ada variabel yang I (2), atau ARDL tidak dapat digunakan. Tes Augmented Dickey Fuller
(ADF) dan Philips Perron (PP) diterapkan untuk tujuan ini dan untuk memastikan bahwa semua
variabel stasioner di I (0) atau I (1), setelah itu ARDL digunakan untuk memastikan hubungan
jangka panjang sebagai serta estimasi koefisien jangka pendek dan jangka panjang. Kemudian
dilanjutkan dengan uji diagnostik residual berupa uji korelasi serial, heteroskedastisitas,
normalitas dan uji stabilitas - CUSUM. Terakhir, Error Correction Model (ECM) diperkirakan
untuk memastikan kecepatan penyesuaian variabel dependen, jika ada perubahan di salah satu
variabel penjelas.

Saran
Pemerintah Nigeria harus meningkatkan upaya pemberatasan korupsi, terlepas dari
afiliasi etnis atau agama. Selain itu, harus membuat negara lebih stabil dengan mengadopsi
langkah-langkah keamanan dan politik yang akan mengurangi aktivitas pencuri ternak,
merancang cara untuk menyelesaikan sengketa petani penggembala, membatasi serangan
teroris Boko Haram terhadap petani seminimal mungkin dan, akhirnya, melibatkan pemuda
Delta Niger dalam pekerjaan yang berarti. Ini karena korupsi dan ketidakstabilan politik
meningkatkan pengangguran di suatu negara. Setelah semua ini diterapkan, negara akan
mengalami pertumbuhan ekonomi yang stabil dan menguntungkan.
Studi lebih lanjut tentang topik ini dapat dilakukan dengan menggunakan data dan teknik
analisis yang berbeda untuk mendukung hasil ini

16
Judul : Economic Factors Influencing The Dynamics Of Unemployment In The G10
Countries: Empirical Evidence From Panel Data Modeling
Nama Jurnal : Journal Of Business, Economics And Finance (JBEF)
Volume : Volume 6, Issue 1
Tahun terbit : 2017
Penulis : Oguzhan Ozcelebi, dan Seval Ozkan
Abstrak
Purpose- The purpose of the study is to determine which macroeconomic factors and
economic policy changes may affect unemployment in the G10 countries.
Methodology- Panel least squares approach is employed to estimate the role of economic
factors inflencing unemployment in the G10 countries.
Findings- Our findings are in line with the Phillips curve approach, exposing the importance
of expansionary macroeconomic policies triggering the aggregate demand along with
maintaining economic and financial stability to reduce unemployment. Expansionary
economic policies play a major role in providing an improvement in the labor market in the
long run. An increase in the level of financial and economic integration and development may
decrease unemployment in the G10 countries. An increase in the total value-added industry
and education expenditures may lead to a decrease in the unemployment rates in these
countries.
Conclusion- We suggest that these countries should focus on sustaining their financial stability
and development to improve the conditions of the labor market permanently. Liberalization of
foreign trade, financial flows and market capitalization are crucial factors for the development
of productivity of production factors, technology and organizational capacity in the G10
countries. Policy makers in the G10 countries should identify the channels through which
technology, human capital, government spending, investment-specific, foreign and other
shocks and taxes affect unemployment.

Teori
Menurut pendekatan kurva Phillips (1958), Samuelson dan Solow (1960), faktor
makroekonomi utama yang mempengaruhi pengangguran adalah tingkat inflasi. Studi dalam
literatur telah mengkonfirmasi validitas pendekatan kurva Philips (Henzel dan
Wollmershäuser, 2008; Kim dan Ahn, 2008; Zhang dan Clovis, 2010; Basarac et al., 2011;
Malikane dan Mokoka, 2014). Kim dan Ahn (2008) menunjukkan bahwa kurva standar New
Keynesian Phillips (NKPC) yang menggabungkan biaya input menengah, perubahan dalam
struktur pasar dan pergerakan harga relatif bahan impor dalam membangun ukuran biaya
marjinal relevan dengan ekonomi Korea, terutama untuk periode antara awal 1980-an dan krisis
mata uang. Zhang dan Clovis (2010), Henzel dan Wollmershäuser (2008) menggunakan
pengukuran ekspektasi inflasi secara langsung untuk menguji konsistensi kurva hybrid New
Keynesian Phillips untuk negara-negara zona euro tertentu, AS dan Inggris. Terungkap bahwa
kurva Phillips berwawasan ke depan dapat ditolak untuk mendukung kurva hybrid New
Keynesian Phillips dan ukuran kesenjangan keluaran tidak dapat digunakan sebagai proksi
untuk biaya marjinal yang sebenarnya. Phillips, Malikane dan Mokoka (2014) menemukan
bukti validitas empiris NKPC dari lima negara maju dan lima negara pasar berkembang.
Namun, bukti empiris juga telah disajikan dalam literatur yang menentang validitas pendekatan
kurva Philips (Martins dan Gabriel, 2009; Abbas dan Sgro, 2011; Mazumder, 2011). Selain itu,
pernyataan Bowdler (2009) bahwa kemiringan kurva Phillips tidak terkait dengan keterbukaan
dalam rezim nilai tukar tetap karena kemiringan tersebut mungkin meningkat dengan
keterbukaan perdagangan di antara negara-negara yang mempertahankan rezim nilai tukar
fleksibel dapat dianggap penting.

17
Guncangan suku bunga riil merupakan salah satu variabel makroekonomi yang
meningkatkan pengangguran sebagai akibat dari efek negatifnya terhadap akumulasi modal
dan produktivitas tenaga kerja (Bassanini dan Duval, 2006; Feldmann, 2012). Kenaikan tingkat
bunga riil atau harga minyak sebenarnya menurunkan upah dan meningkatkan tingkat
pengangguran (Carruth dkk, 1998; Dogrul dan Soytas, 2010). Di sisi lain interaksi antara
pertumbuhan uang dan friksi nominal, menunjukkan bahwa penurunan pertumbuhan uang
menyebabkan peningkatan pengangguran permanen, sedangkan penurunan pertumbuhan uang
menyebabkan peningkatan pengangguran permanen (Karanassou et al. (2008). Guncangan
kebijakan moneter dapat menyebabkan peningkatan lapangan kerja (Ciccarone dkk., (2014;
Barigozzi dkk. (2014; Perry et al., 2015).
Efek yang mungkin terjadi pada stimulus fiskal dan kebijakan moneter penting dalam
mengatasi pengangguran (Faia et al., 2013; Matsui dan Yoshimi (2015). Cheng (2014), yang
menggunakan model ekonomi terbuka kecil dengan kekakuan nominal dan friksi pencocokan
pencarian, mengungkapkan bahwa aturan kebijakan yang optimal memberikan arti penting
pada penargetan pengangguran serta penargetan inflasi, sedangkan perolehan kesejahteraan
dari respons terhadap fluktuasi pengangguran berkurang seiring dengan turunnya nilai tukar
yang melewati harga impor. Pendekatan teoritis oleh Rocheteau dan Rodriguez-Lopez (2014),
menemukan bahwa desakan likuiditas publik dan likuiditas swasta menyebabkan peningkatan
pengangguran, sementara likuiditas yang langka dapat menyebabkan penciptaan lapangan
kerja.
Secara umum diterima oleh para ekonom bahwa keterbukaan terhadap perdagangan
menjadi faktor penting dalam meningkatkan daya saing dan pertumbuhan ekonomi dalam
jangka panjang (Attanasio et. Al., 2004; Dutt et al., 2009; Gamberoni et al., 2010; Felbermayr
et al., 2011; Gozgor, 2014; Gaston dan Rajaguru, 2013; Cooke, 2010). Sementara Topalova
(2010) menyatakan bahwa sektor-sektor di daerah pedesaan yang lebih terpapar liberalisasi
mengalami trend penurunan pengangguran mungkin relatif lebih lambat di wilayah ini.
Produktivitas dan daya saing juga merupakan faktor kunci dalam hubungan antara liberalisasi
perdagangan luar negeri dan pengangguran (Felbermayr et al., 2011b). Michaelis dan de Pinto
(2014) mengimplikasikan bahwa liberalisasi perdagangan berdampak positif pada pekerja
berketerampilan tinggi tetapi berdampak negatif pada pekerja berketerampilan rendah.
.
Kerangka Konsep
Kerangka konsep dibangun berdasarkan kurva Phillips yang menyatakan terdapat
hubungan negatif antara inflasi dan pengangguran. Hal tersebut didukung beberapa penelitian
empiris, namun beberapa penelitian lain mengungkap hal berbeda. Penelitian lain yang
dilakukan dengan memasukkan beberapa variabel diantaranya pengeluaran konsumsi,
investasi, keterbukaan perdagangan, investasi asing, tingkat upah, usia pekerja, kontribusi
sosial, kebijakan moneter serta stimulus kebijakan fiskal dapat mempengaruhi tingkat
pengabgguran. Atas hal tersebut, maka dibangun konsep bahwa pengeluaran konsumsi akhir
berpengaruh negatif, pertumbuhan pembentukan modal tetap berpengaruh negatif, derajat
keterbukaan perdagangan berpengaruh negatif, penanaman modal asing berpengarih negatif,
kapitalisasi pasar perusahaan berpengaruh negatif, tingkat upah pekerja berpengaruh negatif,
nilai tambah industri dapat berpengaruh negatif dan positif, kontribusi sosial berpengaruh posit,
usia pekerja berpengaruh positif, pengeluaran pendidikan dapat berpengaruh negatif dan
positif, tarf pajak berpengaruh positif, tarif pajak keuntungan perusahaan berpengaruh positif.

Metode Penelitian
Untuk menentukan jenis model data panel yang sesuai, kami menggunakan pengujian
root unit panel dengan pengujian root unit data deret waktu tunggal. Tes akar unit panel

18
diterapkan dengan mengasumsikan bahwa parameter persistensi umum di lintas-bagian,
sementara itu diasumsikan bahwa parameter persistensi bervariasi di semua crosssection di root
unit panel uji Im,.Di sisi lain, ketergantungan cross-sectional dipertimbangkan dengan
menerapkan uji akar unit panel diterapkan pada variabel yang termasuk dalam latihan empiris
kami.
Varibel penelitian adalah inflasi harga konsumen (cpi), pertumbuhan tahunan tingkat
pengeluaran konsumsi akhir (fce), tingkat pertumbuhan tahunan pembentukan modal tetap
bruto (gfcf), derajat keterbukaan (open), penanaman modal asing (fdi), kapitalisasi pasar
perusahaan yang terdaftar di bursa saham negara pada akhir tahun - sebagai persentase bagian
dari PDB (mark), pekerja upahan dan gaji - sebagai persentase bagian dari total lapangan kerja
(wage), nilai tambah dalam industri - sebagai persentase bagian dari PDB (vind), kontribusi
sosial - sebagai persentase pendapatan (soci), tarif pajak - sebagai persentase bagian dari PDB
(tax), tarif pajak - sebagai persentase bagian dari total keuntungan (taxi), pengeluaran
pendidikan - sebagai bagian persentase dari PNB (edu) dan rasio ketergantungan usia - orang
yang bergantung lebih muda dari 15 atau lebih tua dari 64 sebagai persentase dari populasi usia
kerja (age) pada pengangguran - sebagai persentase bagian dari total pekerjaan (unemp) karena
ketersediaan data. Analisis empiris dilakukan untuk negara-negara G10 (Belgia, Kanada,
Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Belanda, Inggris, Amerika Serikat dan Swedia untuk periode
1995 hingga 2014.7) kecuali Swiss karena perannya kecil di dalam kerangka Keynesian.
Diasumsikan bahwa kenaikan/penurunan cpi, fce, gfcf, open, fdi, mark, dan wage memiliki
dampak penurunan/kenaikan pada tingkat pengangguran, sedangkan peningkatan age, soci,
tax, dan taxi, miliki dampak yang meningkat pada tingkat pengangguran karena meningkatnya
beban pada bagian produktif penduduk. Diasumsikan pula bahwa pengaruh perubahan
pengeluaran pendidikan dan produktivitas (diproksikan dengan nilai tambah industri) terhadap
pengangguran dapat bervariasi, baik yang meningkatkan maupun menurunkan permintaan dan
penawaran tenaga kerja. Model yang dibangun sebagaimana persamaan berikut:

− − − − − − − −,+ + + −,+ + +
𝒖𝒏𝒆𝒎𝒑 = 𝒇( 𝒄𝒑𝒊 , 𝒇𝒄𝒆, 𝒈𝒇𝒄𝒇, 𝒐𝒑𝒆𝒏, 𝒇𝒅𝒊, 𝒎𝒂𝒓𝒌, 𝒘𝒂𝒈𝒆, 𝒗𝒊𝒏𝒅, 𝒂𝒈𝒆, 𝒔𝒐𝒄𝒊, 𝒆𝒅𝒖, 𝒕𝒂𝒙, 𝒕𝒂𝒙𝒊)

Saran
Negara-negara ini harus mempertahankan stabilitas keuangan dan pembangunan untuk
memperbaiki kondisi pasar tenaga kerja secara permanen.
Liberalisasi perdagangan luar negeri, aliran keuangan dan kapitalisasi pasar dapat diekspos
sebagai faktor krusial bagi perkembangan produktivitas faktor produksi, teknologi dan
kapasitas organisasi di negara-negara G10, yang perlu dikaji secara singkat.
Penting untuk mempertahankan stabilitas permintaan dan penawaran agregat dalam hal
penurunan tingkat pengangguran dalam jangka panjang sebagai stabilisator otomatis,
kontribusi pada sistem jaminan sosial dan perpajakan juga penting.
Kenaikan upah riil para pekerja penting untuk penurunan tingkat pengangguran dalam jangka
panjang. Untuk penentuan tingkat upah, produktivitas tenaga kerja merupakan masalah penting
lainnya yang harus dipertimbangkan.
Perlu untuk meningkatkan total nilai tambah industri dan pengeluaran pendidikan dapat
menyebabkan penurunan tingkat pengangguran di negara-negara G10, menyiratkan bahwa
peningkatan produktivitas faktor total tenaga kerja meningkatkan penawaran dan output
agregat, yang pada gilirannya menyebabkan penurunan tingkat pengangguran di negara-negara
G10.

19
Judul : Factors that Influence the Rate of Unemployment in Indonesia
Nama Jurnal : International Journal of Economics and Finance
Volume : Vol. 10, No. 1
Tahun terbit : 2018
Penulis : Erna A. R. Puspadjuita
Abstrak
This research was aimed at analyzing the effect of urbanization, industrialization, labor force
level, the elasticity of labor force and minimum regional wage rate in Indonesia. The analysis
technique used were descriptive and multiple linear regression. The result on α = 5% shows
that the labor force variable was significant to unemployment level in Indonesia.
Industrialization shows a positive effect and non-significant to unemployment level, it means
that the capability of industrial sector is lower in reducing unemployment compared with
agricultural sector and service sector. The elasticity of labor force is negative and non-
significant to unemployment sector. The result of regression shows that the elasticity of labor
force is non-significant to unemployment level. The variable of minimum regional wage rate
shows negative effect and non-significant to unemployment level means that the wage rate is
not invisible.

Teori
Dalam literatur ekonomi sebelum depresi besar 1930 (Todaro, 2000, hlm. 254)
pengangguran biasanya dianggap sebagai kondisi yang tidak dapat disesuaikan daripada
penawaran dan permintaan sementara dari pekerja. Pengangguran bisa dilihat dari sisi
permintaan dan sisi penawaran. Pertama, sisi permintaan pengangguran yang disebabkan oleh
kurangnya permintaan agregat, tidak membutuhkan tenaga kerja yang banyak. Kedua, sisi
penawaran adalah hasil dari ketidaksempurnaan pasar tenaga kerja. Selain itu, sisi penawaran
pengangguran dapat terjadi karena adanya posisi atau mobilitas geografis. Hal ini disebabkan
oleh informasi yang kurang baik tentang peluang kerja, yang menyebabkan seseorang
membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan pekerjaan, dan akibatnya menambah
pengangguran.
Negara berkembang perlu mengubah kebijakan domestiknya dengan melibatkan
penciptaan lapangan kerja sebagai tujuan pembangunan ekonomi dan sosial terpenting mereka.
Sedangkan negara maju perlu mengkaji dan mengubah kebijakan ekonomi tradisionalnya
kepada masyarakat dunia ketiga, terutama di bidang perdagangan, bantuan luar negeri, dan
transfer teknologi (Todaro, 2000).
Post Keynesian menganggap pengangguran tersembunyi juga hadir di negara
berkembang terutama di sektor pertanian. Menurut Lewis proses pembangunan dimulai dan
berlanjut terus menerus sebagai hasil dari penanaman kembali keuntungan yang tercipta di
sektor kapitalis atau sektor industri perkotaan modern dengan produktivitas tinggi. Jika sektor
kapitalis memperoleh keuntungan, maka dana tersebut akan diinvestasikan kembali oleh para
pengusaha. Kegiatan ini akan menciptakan banyak lapangan kerja di sektor kapitalis. Produksi
sektor ini meningkat sehingga tercipta pembangunan ekonomi. Tenaga kerja sektor kapitalis
meningkat jumlahnya. Selanjutnya pertumbuhan sektor kapitalis akan menarik tenaga kerja
dan sektor subsisten pedesaan tradisional. Proses ini akan terus berlanjut sehingga tidak ada
lagi tenaga kerja (Todaro, 2000, p. 326).
Model dua sektor dari Lewis di atas memberikan panduan dan pedoman kebijakan
terbatas untuk menyelesaikan masalah ketenagakerjaan dan migrasi di negara berkembang,
termasuk Indonesia. Hal ini disebabkan fakta bahwa di negara berkembang hampir semua
perubahan teknologi modern, cenderung hemat tenaga kerja, tidak adanya surplus tenaga kerja
di perdesaan, surplus tenaga kerja perkotaan terus meningkat, dan tingkat upah perkotaan

20
cenderung meningkat pesat dan meningkatkan pengangguran di perkotaan (Arsyad, 1992, hlm.
241).
Ranis d& Fei yang mengembangkan teori Lewis lebih jauh membedakan proses
pembangunan ekonomi dalam tiga tahap. Tahap pertama, jumlah tenaga kerja masih berlebih
dan kondisi ini mengakibatkan produktivitas marjinal di sektor pertanian nol. Tahap kedua
adalah tahap dimana tenaga kerja berlebih sudah tidak tersedia lagi, namun masih ada
pengangguran. Pada tahap pertama dan kedua, pekerja menerima kelembagaan. Pada tahap
ketiga, produktivitas marjinal sektor pertanian telah melebihi tingkat upah kelembagaan dan
menyebabkan tenaga kerja di sektor pertanian menerima upah yang lebih tinggi. Pada tahap
ini, upah yang diterima sama dengan produktivitas marjinal sektor tersebut. Tahap ketiga
adalah akhir dari take-off dan kemudian perekonomian akan mengalami pertumbuhan yang
berkelanjutan.
Baik teori Lewis maupun Ranis dan Pei melihat pengangguran dari sisi surplus tenaga
kerja di sektor pertanian, sedangkan di sisi lain sektor industri perkotaan dengan akumulasi
modal yang tinggi dapat menyerap tenaga kerja. Pengangguran juga bisa disebabkan oleh
masalah pendidikan (Santosa, 1987). Model ini memiliki tiga asumsi dasar (Arsyad, 1992, p.
239).
Pertama, model tersebut secara implisit mengasumsikan bahwa tingkat migrasi tenaga
kerja dan tingkat penciptaan lapangan kerja di sektor perkotaan sebanding dengan tingkat
akumulasi modal di daerah perkotaan. Semakin cepat laju akumulasi modal, semakin tinggi
laju pertumbuhan sektor modern dan semakin tinggi pula laju penciptaan tenaga kerja baru.
Surplus keuntungan para pemilik modal selalu diinvestasikan kembali.
Kedua, model ini mengasumsikan “surplus” tenaga kerja terjadi di perdesaan sedangkan
di perkotaan terdapat banyak kesempatan kerja. Hampir semua penelitian saat ini menunjukkan
hal sebaliknya yang terjadi yaitu banyak pengangguran terbuka terjadi di perkotaan tetapi
surplus tenaga kerja di perdesaan hanya sedikit.
Ketiga, asumsi bahwa upah riil di perkotaan akan selalu sama sampai pada titik di mana
kelebihan pasokan tenaga kerja habis. Salah satu ciri menarik dari pasar tenaga kerja perkotaan
dan penentuan tingkat upah di hampir semua negara berkembang adalah kecenderungan bahwa
tingkat upah meningkat secara signifikan dari waktu ke waktu, baik dalam nilai absolut maupun
dalam perbandingan dengan pendapatan pedesaan rata-rata, meskipun tingkat pengangguran
meningkat .
Model Todaro (Arsyad, 1992, hlm. 243) menyebutkan bahwa perpindahan pekerja dari
pedesaan ke perkotaan bukan karena adanya kesempatan kerja di kota, tetapi karena persepsi
bahwa upah di kota lebih besar daripada di desa. Semakin besar perbedaan upah antara desa
dan kota, maka semakin berani mereka mengambil resiko untuk pindah ke kota dengan harapan
mendapatkan kehidupan yang lebih baik daripada di desa.

Kerangka Konsep
Berdasarkan teori Lewis, Ranis & dan Fei, dan Todaro dibangun konsep tentang faktor-
faktor yang dapat mempengaruhi tingkat pengangguran. Bahwa industrialisasi telah
mendorong terjadinya migrasi dari pedesaan ke perkotaan. Industrialisasi yang menyerap
banyak tenaga dapat menurunkan tingkat pengangguran. Perpindahan tenaga kerja dari sektor
pertanian menyebabkan surplus tenaga kerja di perkotaan. Faktor lain yang mendorong
perpindahan tenaga kerja dari sektor tradisional ke sektor modern adalah adanya harapan
tingkat upah yang lebih tinggi di sektor modern. Faktor lain yang yang berkaitan dengan
pengangguran adalah masalah pendidikan. Berdasarkan kerangka pikir di atas, maka dibangun
konsep bahwa tingkat pengagguran dipengaruhi oleh laju urbanisasi, industrialisasi, serapan
tenaga kerja, tingkat upah dan pendidikan pekerja.

21
Metode Penelitian
Data yang digunakan adalah data sekunder yang diambil dari sensus penduduk angkatan
kerja (BPS) di 2000, data PDRB menurut provinsi tahun 2000 dan Upah Minimum masing-
masing Provinsi tahun 2000. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode kuantitatif dengan menggunakan teknik analisis regresi linier berganda untuk melihat
tingkat pengangguran antar provinsi dan kecenderungan hubungan antar variabel terikat. dan
variabel independen. Model persamaannya adalah sevagai berikut:
Y = f (X1, X2, X3, X4, X5)
Jika dinyatakan dengan model persamaan garis regresi menjadi:
Y = bo + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + e
Deskripsi:
Y = Tingkat pengangguran
X1 = Laju urbanisasi
X2 = Laju industrialisasi
X3 = Proporsi Angkatan Kerja Sekolah Menengah Atas ke atas
X4 = Elastisitas serapan tenaga kerja
X5 = Upah Minimum Provinsi
b, b1, b2, b3, b4, b5 = parameter, e = faktor kesalahan
Parameter model ini dihitung dengan menggunakan model OLS (Ordinary Least Square) dan
perlu dilakukan uji statistik dengan uji-t dan uji-F. Uji-t digunakan untuk mengetahui koefisien
regresi parsial yang signifikan dan uji-F untuk mengetahui koefisien regresi secara total.

Saran
Saran dari penelitian ini adalah: Untuk mengatasi angka pengangguran di Indonesia selain
peran pemerintah juga peran swasta dapat berperan dalam menanggulangi masalah
pengangguran. Dalam hal ini sektor publik dan swasta dapat memberikan informasi tentang
jenis pekerjaan yang dibutuhkan pasar kerja. Upaya untuk mencegah atau mengurangi arus
pekerja urbanisasi ke kota dapat dilakukan dengan memperluas atau membuka lapangan kerja
baru di desa, untuk itu diperlukan kebijakan pemerintah dalam membangun desa.

22
Judul : A Modified Human Development Index, Democracy and Economic Growth In
Indonesia
Nama Jurnal : Humanities & Social Sciences Reviews
Volume : Vol 8, No 2, 2020, pp 732-743
Tahun terbit : 2020
Penulis : Erly Leiwakabessy, Amaluddin Amaluddin
Abstrak
Purpose of the study: Firstly, to construct a modified human development index by
incorporating new dimensions (democracy and employment). Secondly, to measure and
compare human development progress in Indonesian provinces. Thirdly, to examine the nexus
between human development, economic growth, and democracy during the period 2010-2017.
Methodology: Principle Component Analysis (PCA) method is employed to combining
components into one index (composite index) which we call MHDI. The panel simultaneous
equation model is applied to examine the nexus between human development, economic
growth, and democracy.
Main Findings: There were significant ranking differences between MHDI and HDI-UNDP
in 24 provinces of 33 Indonesian provinces. The most significant ranking differences were
found in several provinces, especially Maluku, West Java, Central Java, East Java, and Central
Kalimantan. The study found a strong two-way relationship between human development and
economic growth as well as between human development and democracy.
Applications of this study: This study recommends that human development policies
supported by rapid economic growth and democratic stability should be one of the
development priorities through government spending and support from private investment (the
private sector) which focuses on the development of education and health infrastructure
throughout the Indonesian province.
Novelty/Originality of this study: This study employs different methods for constructing a
human development index by incorporating a new dimension (democracy and employment).

Teori
IPM pertama kali dipopulerkan dan dipublikasikan oleh UNDP pada tahun 1990. IPM
adalah ringkasan ukuran pencapaian dalam dimensi kunci pembangunan manusia: untuk hidup
sehat dan kreatif, akses ke pengetahuan, dan standar hidup yang layak. IPM adalah rata-rata
geometris dari tiga dimensi. Indeks mengukur dari 0-1 dengan 1 sebagai perkembangan
maksimum. Aspek kesehatan dari perkembangan manusia diukur dari angka harapan hidup.
Aspek pendidikan diukur dengan rata-rata lama sekolah bagi penduduk suatu negara dan tahun
sekolah yang diharapkan. Aspek ekonomi sebagai standar hidup diukur dengan PNB per kapita
berdasarkan paritas daya beli (PPP) (Kovacevic, 2010).
Dalam literatur ekonomi pembangunan, akumulasi modal manusia (pendidikan dan
kesehatan) merupakan salah satu mesin penggerak pertumbuhan sebagaimana (Solow dan teori
pertumbuhan endogen dalam Todaro dan Smith, 2015). Pendidikan dapat merangsang
pertumbuhan ekonomi melalui beberapa saluran dan modal manusia merupakan kontributor
langsung yang penting bagi terciptanya ide baru dan kemajuan teknologi (Van Den Berg,
2012). Studi sebelumnya menunjukkan bahwa ada hubungan dua arah antara pendidikan dan
pertumbuhan ekonomi (Sala-i-Martin et al., 2004; Baladacci et al., 2008; Lawal dan Whab,
2011; Tsamadias dan Prontzas, 2012; Hanushek dan Kimko, 2000; Reza dan Valeecha, 2012).
Faktor kesehatan dari pembangunan manusia juga ditemukan berdampak pada pertumbuhan
ekonomi Weil (2007). Temuan empiris juga menunjukkan keterkaitan antara pertumbuhan
ekonomi dan pembangunan manusia melalui hubungan dua arah.
Terkait hubungan pertumbuhan-demokrasi, Klomp dan Haan (2013) menyimpulkan
bahwa human capital dipengaruhi secara positif oleh demokrasi sedangkan instabilitas politik

23
(rezim) berhubungan negatif dengan basic human capital. Annaka dan Higashijima (2017)
menegaskan bahwa demokratisasi memiliki efek jangka panjang dalam menurunkan angka
kematian bayi sebagai proksi dari pembangunan manusia. Rock (2009) dan Knutsen (2013)
menemukan pengaruh yang kuat dan positif dari demokrasi terhadap pertumbuhan ekonomi.
Sebaliknya, pandangan lain menegaskan bahwa demokrasi berdampak negatif pada
pertumbuhan (You, 201 1; Rachdi dan Saidi, 2015). Mereka berpendapat bahwa demokrasi
memicu tingkat korupsi dan berdampak negatif terhadap kinerja perekonomian. Aisen dan
Veiga (2013) mengemukakan bahwa demokrasi juga berpengaruh negatif terhadap kinerja
ekonomi, dan berhubungan positif dengan pembangunan manusia, namun pengaruhnya
ditentukan oleh proses demokratisasi dan tingkat pembangunan ekonomi suatu negara (Saha
dan Zhang, 2017).

Kerangka Konsep
Kerangkan konsep sistem persamaan simultan teori dan penelitian empiris sebelumnya.
Pembangunan manusia merupakan fungsi dari pertumbuhan ekonomi (Arisman, 2018; Asmita
et al., 2017; Sangaji, 2016; Ranis et.al, 2004), lag pertumbuhan ekonomi (Bandara, 2014),
pendidikan dan infrastruktur kesehatan (Trunajaya 2015) , angka putus sekolah, ketimpangan
pendapatan (Alvan, 2007) dan kebebasan politik (Klomp dan Haan, 2013).
Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi merupakan fungsi dari pembangunan manusia (Sala-
i-Martin et al., 2004; Reza dan Valeecha, 2012; Lawal dan Whab, 2011), investasi swasta
(Sahoo et.al, 2010; Makuyana dan Odhiambo, 2016), pertumbuhan penduduk (Yao, et.al,
2013), produktivitas tenaga kerja (Kormaz et al., 2017) dan lag pertumbuhan ekonomi
(Bandara, 2014).

Metode Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian, data dan analisis dalam penelitian ini dibagi menjadi dua
kategori. Kelompok data pertama untuk Modified Human Development Index (MHDI) yang
terdiri dari Means years of schooling (MYS), Expected Years of Schooling (EYS), Adjusted
Per Capita Expenditure (AEP), Life Expectancy at Birth (LEP), Democracy Index (DI) dan
Tingkat Ketenagakerjaan (EYR). Kelompok data kedua digunakan untuk menganalisis
hubungan antara pembangunan manusia dan pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan
model persamaan simultan data panel.
Metode Principal Component Analysis (PCA) digunakan untuk menggabungkan
komponen menjadi satu indeks komposit (MHDI. Studi ini menerapkan metode PC untuk
memasukkan 6 komponen terpilih dari pembagunan manusia ke dalam satu indeks. Faktor ke-
j Fj dapat dinyatakan sebagai:
FJ = WJ1X1 + WJ2X2 + WJ3X3 +…………… WJpXp (1)
Fj: estimasi faktor ke-j; Wj: koefisien skor faktor tertimbang, dan P: jumlah variabel.
MHDI non-standar diperoleh dengan menjumlahkan perkalian proporsi varians tiap
komponen terpilih (vc/V) dengan skor komponen utama (skor faktor) (PC) masing-masing
provinsi. Rumus MHDI Non-standar sebagai berikut.:
𝑣𝑐
𝑁𝑀𝐻𝐷𝐼𝑖 = ∑ ( 𝑉𝑘) . (𝑃𝐶𝑖𝑘 ) (2)
NMHDIi: nilai non-standar dari IPM yang dimodifikasi di provinsi i. Vck: persentase varian
dalam komponen utama ke-k. V: persentase total varian dalam komponen utama yang dipilih.
Pcik: skor komponen utama ke-k (skor faktor) di provinsi i. Salah satu solusi untuk komputasi
ini adalah dengan melakukan standarisasi hasil perhitungan persamaan (2), sehingga diperoleh
MHDI. Hasil dari nilai standar dapat berkisar dari 0 sampai 1 00 menggunakan persamaan:
(𝑉𝑎𝑙𝑢𝑒(𝑖)−𝑀𝑖𝑛 𝑉)
𝑁𝑀𝐻𝐷𝐼 = 𝑥100 (3)
(𝑀𝑎𝑥 𝑉−𝑀𝑖𝑛 𝑉)

24
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pembangunan manusia,
kinerja ekonomi, dan demokrasi menggunakan model persamaan simultan data panel.
HD = f(EG, EI, HI, DO, GR) (4)
Pertumbuhan ekonomi merupakan fungsi dari pembangunan manusia:
EG = f(HD, PI, PG, LP, EGt-1) (5)
Demokrasi fungsi dari pembangunan manusia, pertumbuhan ekonomi, dan kebebasan politik:
DC = f(HD, EGit-1, PF) (6)
Model persamaan simultan diterapkan untuk menguji hubungan antara IPM,
pertumbuhan ekonomi, dan demokrasi, yang terbentuk dari persamaan struktural yang terdiri
dari 3 variabel endogen dan 9 variabel eksogen. Spesifikasi model ekonometrik adalah:
HDit = a0 + a11EGit + a12DCit + a13EIit + a14HIit + a15DOit + a16GRit + eit (7)
EGit = β0 + β21HDit + β22DCit + β23PIit + β24PGit + β25LPit + β26EGt-1 + eit (8)
DCit = γ0 + γ31HDit + γ32EGit + β γ33PFit + eit (9)
Pembangunan manusia (HD) diukur dalam angka persen, pertumbuhan ekonomi (EG) diukur
dengan PDRB per kapita (Rp Miliar)., dan demokrasi (DC) adalah variabel endogen diukur
dengan indeks demokrasi (persen). Infrastruktur pendidikan (IE) diukur dengan rasio jumlah
siswa sekolah. Prasarana kesehatan (HI) diukur dari jumlah tempat tidur rumah sakit per 1000
penduduk. Angka putus sekolah (DO) diukur dengan persentase siswa yang tidak
menyelesaikan sekolah tertentu (persen). Ketimpangan pendapatan (GR) diukur dengan
koefisien Gini Rasio. Investasi swasta (PI) diukur dari total pembentukan modal tetap domestik
bruto (juta rupiah). Pertumbuhan penduduk (PG) diukur dengan jumlah penduduk. LP
(produktivitas tenaga kerja) diukur dengan rasio PDRB terhadap pekerja. EGit-1 adalah lag
pertumbuhan ekonomi. PF adalah kebebasan politik (persen). Semua variabel diubah menjadi
logaritma natural (Ln).

Saran
Penelitian ini berimplikasi pada dukungan kebijakan pemerintah Indonesia saat ini (Jokowi-
Ma'ruf Amin) yang fokus pada pengembangan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Implikasi lainnya adalah perkembangan statistika dan model ekonometri, penguatan dan
verifikasi teori-teori yang berkaitan dengan hubungan antara pembangunan manusia,
demokrasi, dan pertumbuhan.
Kebijakan pembangunan manusia yang didukung oleh pertumbuhan ekonomi yang pesat dan
stabilitas demokrasi harus menjadi salah satu prioritas pembangunan melalui pengeluaran
pemerintah dan dukungan dari investasi swastayang berfokus pada pembangunan infrastruktur
pendidikan dan kesehatan di seluruh Indonesia.
Cakupan temuan penelitian ini belum menyoroti beberapa dimensi seperti ketimpangan,
lingkungan, tingkat kejahatan, dan kemajuan teknologi. Untuk penelitian selanjutnya,
penggunaan metode three stage least square (3SLS) akan menghasilkan hasil estimasi yang
lebih efisien, akurat, dan presisi tinggi.

25
DRAFT JUDUL DISERTASI BERDASARKAN HASIL REVIEW
ARTIKEL JURNAL INTERNASIONAL
Berdasarkan hasil review delapan artikel jurnal internasional dengan topik pertumbuhan
ekonomi, ketimpangan pendapatan, tingkat pengangguran dan indeks pembangunan manusia,
maka dibuat kerangka konsep dengan mengintegrasikan berbagai model dalam model
persamaan simultan dua tahap yang menghasilkan empat persamaan struktural. Dengan
demikian judul disertasi yang akan diajukan adalah:

“Model Simultan Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Pertumbuhan Ekonomi,


Ketimpangan Pendapatan, Tingkat Pengangguran, dan Indeks Pembangunan Manusia
Provinsi Sulawesi Tenggara”.

Gambar Kerangka Konsep

Mpc Eks Pmt APBD/k Ppd Uak

PE Apend
Kontam
Akes
Kondust
Pkp
Apk KP IPM
Rpm
Ikor
Rpp
Rkma
Ppsma
TP

Inf Up Li Rkp Rsla Lpt

26
Adapun model persamaan strukturral dari model persaman simultan sebagaimana gambar di
atas adalah sebagai berikut:

1. Model Pertumbuhan ekonomi:


PEt = α0 + α11Mpc + α12Eks + α13Pmt + α14APBD/k + α15Ppd + α16Uak +
α17KP + α18TP + α19IPM + Ԑ1…………………………………….(1)

PE = Pertumbuhan ekonomi:
Mpc = Kecenderungan konsumsi marjinal
Eks = Rasio ekspor terhadap PDRB
Pmb = Rasio pembentukan modal tetap terhadap PDRB
APBD/k = APBD perkapita
Ppd = Pertumbuhan penduduk
Uak = Usia angkatan kerja
KP = Ketimpangan pendapatan
TP = Tingkat pengangguran
IPM = Indeks pembangunan manusia

2. Model Ketimpangan pendapatan


KPt = β0 + β21Kontam + β22Kondust + β23Apk + β24Ikor + β25Rkma +
β26PE + β27TP + β28IPM + Ԑ2………………………………………..(2)
KP = Ketimpangan pendapatan
Kontam = Kontribusi sektor pertambangan terhadap PDRB
Kondust = Kontribusi sektor industri terhadap PDRB
Apk = Anggaran pendalian kemiskinan
Ikor = Indeks korupsi
Rkma = Rasio kelas pendapatan menengah ke atas
PE = Pertumbuhan ekonomi
TP = Tingkat pengangguran
IPM = Indeks pembangunan manusia

3. Model Tingkat pengangguran


TPt = γ0 + γ31Inf + γ32Up + γ33LI + γ34Rkp + γ35Rsla + γ36Lpt + γ37PE
γ38KP + γ39IPM + Ԑ3……………………………………………….(3)
TP = Tingkat pengangguran:
Inf = Laju inflasi
Up = Upah minimum provinsi
LI = Laju pertumbuhan sektor industri
Rkp = Rasio ketergantungan penduduk
Rsla - Rasio AK tamat SMA/SLTA/MA/Paket C
Lpt = Laju pertumbuhan tamatan perguruan tinggi
PE = Pertumbuhan ekonomi
KP = Ketimpangan pendapatan
IPM = Indeks pembangunan manusia

27
4. Model Indeks pembangunan manusia
IPMt = ф0 +ф41Apend + ф42Apend + ф43Akes + ф44Pkp + ф45Rpm + ф46Rpp +
ф47PE + ф48KP + ф49TP + Ԑ4…………………………………………….(4)
IPM = Indeks pembangunan manusia
Apend = Anggaran pendidikan
Akes = Anggaran kesehatan
Pkp = Pendapatan perkapita
Rpm = Rasio penduduk miskin
Rpp = Rasio laju pertumbuhan perempuan bekerja terhadap laju pertumbuhan laki-laki bekerja
Ppsma = Persentase perempuan menyelesaikan pendidikan hingga sekolah menegah atas
(SLTA sederajat)
PE = Pertumbuhan ekonomi
KP = Ketimpangan pendapatan
TP = Tingkat pengangguran

Kebaruan dari penelitian ini adalah:


1. Model yang mengintegrasikan faktor pertumbuhan ekonomi, ketimpangan pendapatan,
tingkat pengangguran, dan indeks pembangunan manusia dalam model persamaan
simultan dua tahap yang mengkaji keterkaitan berbagai faktor tersebut.
2. Dalam model IPM dimasukkan dua variabel gender (variabel baru) yaitu Rasio laju
pertumbuhan perempuan bekerja terhadap laju pertumbuhan laki-laki bekerja (Rpp), dan
Persentase perempuan yang menyelesaikan pendidikan hingga sekolah menengah
atas/SLTA sederajat (Ppsma).

28

Anda mungkin juga menyukai