Anda di halaman 1dari 22

1

PERAN RENCANA PEMBANGUNAN EKONOMI TERHADAP KINERJA


EKONOMI INDONESIA
Kahfi Giovanni (2010110011)
Gerry Pramudya S. (2010110022)
Dwi Ayu Ferianty (2010110045)
ABSTRAK
Perencanaan pembangunan ekonomi merupakan penjabaran suatu
program dan kebijakan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan
ekonomi masyarakat. Penyusunan rencana pembangunan ekonomi
tidak terlepas dari peran pemerintah dan institusi ekonomi maupun
politik di Indonesia. Pemahaman mengenai aspek kelembagaan dan
kualitasnya akan dijelaskan dalam tulisan ini karena sebagai aspek
yang mempengaruhi tersusunnya rencana pembangunan ekonomi.
Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan sejarah perkembangan
rencana pembangunan ekonomi dan menganalisis perannya
terhadap kinerja ekonomi di Indonesia.

Kata kunci : rencana pembangunan ekonomi, institusi pemerintahan,
kinerja ekonomi.

1. Pendahuluan
Perencanaan adalah suatu proses untuk menyusun dan menentukan kebijakan maupun
tindakan dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Setiap rencana mempunyai tujuan dan
sasaran yang akan dicapai. Efektivitas suatu rencana dilihat dari seberapa tepat rencana tersebut dapat
mencapai tujuan dan sasarannya. Efektivitas suatu rencana bergantung dari kinerja pengelola rencana
tersebut.
Dalam suatu sistem perekonomian, sistem perencanaan digunakan sebagai mekanisme dalam
menyusun rencana pembangunan ekonomi. Rencana pembangunan ekonomi disusun oleh institusi
pemerintahan dan berlandaskan institusi ekonomi maupun institusi politik. Pada dasarnya, tujuan dari
rencana pembangunan ekonomi adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat. Namun, kesejahteraan
rakyat merupakan tujuan yang sulit untuk diukur. Sehingga, rencana harus mempunyai tujuan yang
dapat dikuantifikasi. Tujuan dari rencana pembangunan ekonomi umumnya menggunakan berbagai
indikator ekonomi makro. Menurut Todaro (2011) setiap rencana pembangunan ekonomi umumnya
2

mempunyai tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menurunkan tingkat kemiskinan, dan
mengurangi kesenjangan pendapatan.
Berdasarkan sejarah, Indonesia telah menetapkan lima macam rencana pembangunan
ekonomi. Pada periode orde lama, ada dua rencana yaitu Rencana Urgensi Perekonomian (RUP) dan
Rencana Pembangunan Nasional Semesta Berencana (RPNSB). Di masa orde baru, rencana
pembangunan ekonomi disusun dalam Repelita I-VI. Pada periode reformasi, rencana disusun dalam
Program Pembangunan Nasional (Propenas) 2000-2004 dan pada periode pasca reformasi rencana
pembangunan ekonomi disusun dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN).
Rencana pembangunan ekonomi diupayakan dapat mempengaruhi kinerja ekonomi suatu
negara. Pencapaian tujuan suatu rencana diukur melalui kinerja ekonomi suatu negara. Pencapaian
tujuan setiap rencana pembangunan ekonomi tidak terlepas dari peran kelembagaan (institutional)
sebagai penyusun dan pengelola rencana. Aspek kelembagaan dikategorikan menjadi 3 macam : (1)
Institusi pemerintahan, (2) Institusi ekonomi, (3) Institusi politik. Untuk itu kinerja ekonomi pun tidak
terlepas dari peran kelembagaan sebagai pengelola rencana.

2. Aspek Kelembagaan dalam Rencana Pembangunan Ekonomi
2.1 Institusi Pemerintahan di Indonesia
Perencanaan pembangunan ekonomi tidak terlepas dari peran pemerintah sebagai
pengelola rencana. Institusi pemerintahan di Indonesia menganut sistem demokrasi sebagai
model pemerintahan. Pada dasarnya sistem demokrasi membagi peran pemerintah ke dalam tiga
pembagian kekuasaan (Trias Politica) antara lain lembaga legislatif, lembaga eksekutif, dan
lembaga yudikatif. Lembaga legislatif sebagai penyusun undang-undang, lembaga eksekutif
sebagai lembaga yang menjalankan undang-undang, lembaga yudikatif sebagai lembaga yang
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang. Indonesia sudah melalui
berbagai macam bentuk demokrasi. Berdasarkan sejarahnya, Indonesia telah menerapkan 4
bentuk sistem pemerintahan yaitu:
3

1) Demokrasi Parlementer/liberal (1950-1959), menitikberatkan peran parlemen dengan
komposisi sejumlah individu, organisasi, dan partai-partai politik yang dipilih melalui
pemilihan umum sebagai instrumen dalam pengambilan keputusan.
2) Demokrasi Terpimpin (1959-1966), mengedepankan asas presidensial dan terpusat dalam
menjalankan aktivitas pemerintahan. Berdasarkan sejarah, pengambilan keputusan pada
masa ini cederung bersifat terpusat, yaitu hanya berada di tangan presiden.
3) Demokrasi Presidensil (1966-1998), pelaksanaannya mengikutsertakan parlemen dalam
proses pembuatan kebijakan dengan sejumlah hak kontrol yang diberikan pemerintah.
Sistem pemilu dilaksanakan dengan sejumlah kontrol dalam bentuk penyederhanaan partai,
serta pengangkatan presiden berdasarkan keputusan MPR.
4) Demokrasi Liberal (1999-2010), sistem ini memiliki kesamaan dengan sistem Demokrasi
Parlementer, yang berbeda ialah, pasangan Presiden dan Wakil Presiden dipilih langsung
oleh masyarakat dan memiliki jabatan maksimal sepuluh tahun untuk dua periode pemilihan
umum.
Kualitas demokrasi di setiap periode diukur menggunakan kualitas institusi
pemerintahan, seperti lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Institusi pemerintahan
mempunyai peran dalam mengelola rencana pembangunan ekonomi. Khusus dalam aspek
perencanaan, pemerintah mempunyai peran untuk menetapkan sejumlah sasaran pembangunan
ekonomi di dalam sistem perencanaan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan
masyarakatnya. Kualitas institusi pemerintahan yang baik akan mampu menciptakan rencana
pembangunan ekonomi yang relatif lebih efektif dan efisien. Dalam sistem demokrasi kualitas
institusi pemerintahan menjadi komponen penting dalam mengukur kinerja sistem
perekonomian yang baik. Tidak hanya salah satu komponen dalam Trias Politica namun
merujuk pada integrasi ketiga lembaga tersebut dalam mengelola rencana pembangunan
ekonomi dan mempengaruhi kinerja ekonomi.
Kualitas institusi pemerintahan diukur menggunakan indikator good governance. Good
governance mencerminkan kemampuan institusi pemerintah dalam menunjang kesejahteraan
negaranya melalui sejumlah aturan main berupa hukum, kebijakan dan program yang dapat
4

mencerminkan situasi dan kebutuhan faktual masyarakat, serta mampu dikemas untuk
menjawab suatu masalah (Basri & Munandar, 2009). Kaufmann et al. (2011) menjelaskan
bahwa kualitas institusi pemerintahan diukur melalui sejumlah indikator good governance,
antara lain :
1. Keterwakilan suara dan pertanggungjawaban kepada public (VA)
2. Stabilitas politik (PS)
3. Efektivitas pemerintahan (GE)
4. Kualitas pengawasan (RQ)
5. Penegakan hukum (RoL)
6. Kemampuan mereduksi tindakan korupsi (CoC)
Kaufmann et al. (2011) memberikan nilai -2,5 sebagai kinerja terendah dan 2,5 sebagai
kinerja tertinggi. Perkembangan kualitas institusi pemerintahan Indonesia sepanjang tahun
1996-2010 dapat dilihat dalam Gambar 1.
Gambar 1. Perkembangan Kinerja Institusi Pemerintahan Indonesia 1996-2010

Indikator keterwakilan suara dan pertanggungjawaban publik (VA) mengindikasikan
relasi antara pemerintah dan masyarakat. Peningkatan dalam grafik (VA) mengindikasikan
5

bahwa ada peningkatan kualitas maupun kuantitas relasi antara pemerintah dan masyarakat.
Menurut Kaufmann et al. (2011) relasi antara pemerintah dan masyarakat yang semakin dekat
umumnya disebabkan oleh transparansi publik dan proses demokrasi yang semakin melibatkan
masyarakat dalam proses pembangunan nasional contohnya dengan diselenggarakannya pemilu
langsung dan kebebasan media dalam meningkatkan mobilitas informasi.
Indikator stabilitas politik (PS) merupakan ukuran atas kemampuan pemerintah dalam
menyelesaikan masalah-masalah sosial, politik, dan keamanan. Institusi pemerintahan dituntut
untuk mampu menciptakan produk hukum yang dapat menjamin keamanan dan ketahanan
nasional. Kondisi politik yang tidak stabil dapat memicu kualitas rencana pembangunan
ekonomi.
Indikator efektivitas pemerintahan (GE) merupakan ukuran atas kemampuan suatu
pemerintahan dalam memberikan pelayanan publik, diukur melalui kualitas perumusan dan
pelaksanaan kebijakan publik. Kasus di Indonesia, proses penerapan kebijakan publik di dalam
sistem demokrasi Indonesia cukup rumit, kompleks, dan sulit diprediksi akibat lemahnya sistem
perencanaan, hukum dan peradilan yang membuat lemahnya perlindungan terhadap
kepentingan publik (Indrawati, 2002). Kawamura (2010) menambahkan bahwa rumusan
kebijakan publik yang diajukan oleh lembaga eksekutif diproses kembali oleh parlemen dan
mampu menghabiskan waktu sekitar 600 hari untuk mempertmbangkan kebijakan tersebut. Hal
tersebut menyebabkan peningkatan beban biaya sosial yang ditanggung oleh masyarakat akibat
kebijakan publik yang lama proses penerapannya.
Indikator kualitas pengawasan (RQ) merupakan ukuran atas kemampuan pemerintah
dalam mengelola rencana dan mengawasi program-program maupun kebijakan dari rencana
yang sudah ditetapkan. Hal tersebut berpengaruh terhadap kualitas rencana dalam menghasilkan
kinerja ekonomi.
Indikator penegakan hukum (RoL) merupakan kemampuan pemerintah dalam
memberikan kepastian dan peradilan hukum. Indikator tersebut erat kaitannya dengan indikator
pengendalian korupsi (CoC). Dalam bidang ekonomi, penegakan hukum mempengaruhi
seberapa besar korupsi dapat ditangani sehingga tidak mengganggu rencana dan pelaksanaan
6

kegiatan ekonomi. Secara keseluruhan indikator good governance memberikan gambaran
seberapa baik kualitas institusi pemerintahan dalam menyusun dan mengelola rencana dalam
menetapkan kebijakan public dan produk hukum lainnya.
2.2 Institusi Ekonomi dan Institusi Politik dalam Rencana Pembangunan Ekonomi
Dalam pembentukan rencana pembangunan ekonomi terdapat dua institusi yang saling
berintegrasi satu sama lain, yaitu institusi ekonomi dan institusi politik. Institusi ekonomi dan
institusi politik merupakan produk hukum yang disusun oleh institusi pemerintahan yang
berfungsi untuk mengatur tata kelola aktivitas perekonomian dan kenegaraan. Institusi ekonomi
dan institusi politik menjadi landasan dalam menyusun rencana pembangunan ekonomi.
Acemoglu dan Robinson (2012) menyatakan bahwa institusi ekonomi memiliki peran dalam
mengalokasikan sumber daya agar efisien, sedangkan institusi politik memiliki peran untuk
mendistribusikan sumber daya tersebut kepada masyarakat yang berhak mendapatkannya.
Kedua institusi tersebut saling berintegrasi satu sama lain sehingga menjadi landasan dalam
menyusun rencana pembangunan ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja ekonomi
dan akan menentukan tingkat kesejahteraan masyarakat. Integrasi antara institusi ekonomi dan
institusi politik tertuang dan dirangkum ke dalam rencana pembangunan ekonomi. Indonesia
telah menetapkan empat institusi ekonomi, yaitu :
1. Orde lama: Pasal 33 UUD 1945 yang menjadi landasan dalam Rencana Urgensi
Perekonomian (RUP) dan Rencana Pembangunan Nasional Semesta Berencana (RPSNB).
2. Orde baru: GBHN 1966 yang menjadi landasan Rencana Pembangunan Lima Tahun
(Repelita) I-VI.
3. Reformasi : GBHN 1999-2004 yang menjadi landasan Program Pembangunan Nasional
(Propenas).
4. Pasca reformasi : Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2005-2025 yang menjadi
landasan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) I-IV.
7

Penyusunan institusi ekonomi yang telah ditetapkan di Indonesia, tidak terlepas dari
keterlibatan institusi politik yang ada. Institusi politik yang telah diterapkan di Indonesia antara
lain :
1. Undang-Undang Dasar Semesta (UUDS) 1950 di masa demokrasi liberal orde lama dengan
sistem kekuasaan yang dijalankan bersifat desentralisasi.
2. UUD 1945 sentralisasi di masa demokrasi terpimpin orde lama dan orde baru, dengan sistem
kekuasaan yang dijalankan terpusat.
3. UUD 1945 desentralisasi serta Amanademen UUD 1945 di masa reformasi dan pasca
reformasi dengan sistem kekuasaan desentralisasi.
Institusi ekonomi dan institusi politik merupakan wujud dari kerangka kelembagaan
(Institutional framework) dalam menunjang aktivitas perekonomian negara. Menurut North
(1990), kerangka kelembagaan merupakan aturan main di dalam masyarakat untuk menciptakan
aktivitas yang lebih terarah. Kerangka kelembagaan mencerminkan peran pemerintah sebagai
real hand dalam sistem perekonomian. Kerangka kelembagaan dikembangkan oleh kalangan
neo-klasik yang menitikberatkan perlu adanya peran pemerintah dalam perekonomian untuk
mengatasi kegagalan pasar. Kualitas kelembagaan yang baik akan mampu mengalokasikan
sumber daya secara efisien, sehingga mampu menciptakan kebijakan ekonomi dan kinerja
ekonomi yang baik.
The Global Competitiveness Report 2011 memasukkan Kerangka kelembagaan sebagai
pilar utama dari 11 pilar lain dalam meningkatkan daya saing suatu negara. GCI menilai
kualitas institusi di Indonesia sepanjang 2005-2010 masih di bawah rata-rata. Rendahnya
kualitas institusi sebagai pilar yang utama memicu rendahnya kualitas 11 pilar yang lain.
Rendahnya kualitas institusi akam memicu rendahnya kualitas perencanaan, dan rendahnya
kualitas perencanaan menciptakan tingginya ketidakpastian dalam penerapan kebijakan.
3. Perkembangan Rencana Pembangunan Ekonomi di Indonesia
Sistem perencanaan pembangunan nasional adalah satu kesatuan tata cara perencanaan
pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka
8

menengah, dan tahunan. Sistem perencanaan pembangunan ekonomi dilaksanakan oleh institusi
pemerintahan dan masyarakat di tingkat pusat dan daerah. Perencanaan pembangunan ekonomi
merupakan proses penjabaran rencana yang diwujudkan melalui program-program dan kebijakan-
kebijakan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat. Sistem perencanaan
diupayakan dapat menyusun rencana-rencana yang sesuai dengan kebutuhan faktual masyarakat
dengan mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki. Menurut Bintoro Tjokroamidjojo, di dalam
Suroso (1995), ada delapan manfaat dari perencanaan, antara lain :
1. Dengan adanya perencanaan diharapkan terdapat suatu pengarahan kegiatan yang ditujukan kepada
pencapaian tujuan pembangunan.
2. Dengan perencanaan maka dilakukan suatu perkiraan terhadap hal-hal dalam masa pelaksanaan
yang akan dilalui. Perkiraan dilakukan tidak hanya dengan melihat potensi-potensi dan prospek-
prospek perkembangan, tetapi juga melihat hambatan-hambatan dan resiko-resiko yang mungkin
dihadapi. Perencanaan mengusahakan agar ketidakpastian dapat dibatasi sedikit mungkin.
3. Perencanaan memberikan kesempatan untuk memilih berbagai macam alternatif tentang cara yang
terbaik atau kesempatan untuk memilih kombinasi yang tepat.
4. Dengan perencanaan dilakukan penyusunan skala prioritas dengan memilih urutan-urutan dari segi
pentingnya suatu tujuan, sasaran, maupun kegiatan usahanya.
5. Dengan adanya rencana, maka akan ada alat ukur selama melakukan pengawasan dan evaluasi.
6. Penggunaan dan alokasi sumber-sumber pembangunan yang terbatas dilakukan dengan lebih efektif
dan efisien, disamping itu menghindari keborosan-keborosan agar mencapai hasil yang optimal.
7. Dengan perencanaan, perkembangan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dapat
ditingkatkan.
8. Dengan perencanaan dapat dicapai stabilitas ekonomi.
Sejak orde lama sampai pasca reformasi, Indonesia mengalami berbagai macam transformasi
dalam aspek perencanaan pembangunan ekonomi. Berikut adalah macam-macam rencana
pembangunan ekonomi di Indonesia sesuai periode pemerintahan :
9

1. Orde lama (1950-1966) : Rencana Urgensi Perekonomian (RUP) dan Rencana Pembangunan
Nasional Semesta Berencana (RPNSB).
Dalam periode orde lama terdapat dua macam sistem demokrasi yaitu demokrasi parlementer
dan demokrasi terpimpin, walaupun di dalam satu periode yang sama perencanaan pembangunan
ekonomi yang digunakan berbeda. Pada demokrasi parlementer perencanaan yang digunakan
adalah Rencana Urgensi Perekonomian yang berlandaskan institusi ekonomi pasal 33 UUD 1945
dan institusi politik UUDS 1950. RUP (1950-1959) bertujuan untuk meningkatkan perekonomian
Indonesia melalui sektor perdagangan melalui peningkatan peran industri kecil dan menengah,
khususnya badan usaha milik pribumi sebagai instrumen dalam meningkatkan kesejahteraan
ekonomi masyarakat.
Di masa demokrasi terpimpin rencana pembangunan ekonomi direpresentasikan melalui
RPNSB (1959-1966) yang berlandaskan institusi ekonomi pasal 33 UUD 1945 dan institusi politik
UUD 1945 sentralisasi. RPNSB bertujuan meningkatkan perekonomian dengan asas terpimpin.
Pada periode ini Indonesia memutus tali hubungan dengan negara-negara barat yang menjadi
pangsa pasar ekspor bahan baku dan menjalin hubungan dengan Cina dan Uni Soviet yang
khususnya memberikan bantuan di bidang pertahanan dan keamanan. Pada periode ini juga
Indonesia tidak terlalu fokus terhadap pembangunan ekonomi karena lebih mementingkan urusan
politik luar negeri.
2. Orde baru (1966-1998) : Repelita I-VI
Pada masa orde baru, rencana pembangunan ekonomi dituangkan dalam Rencana
Pembangunan Lima Tahun (Repelita) I-VI. Repelita I-VI disusun berlandaskan institusi ekonomi
GBHN dan institusi politik UUD 1945 sentralisasi.
Pada pelaksanaan Repelita I sasaran pembangunan ekonomi diarahkan untuk
meningkatkan produksi nasional melalui pembangunan investasi di sektor pertanian dan industri.
Repelita I juga mengeluarkan kebijakan mengenai peminjaman luar negeri demi menutupi
kekurangan anggaran dan memancing investasi dari luar negeri untuk masuk ke Indonesia.
Memasuki Repelita II fokus pembangunan ekonomi diarahkan dengan meningkatkan peran sektor
industri. Repelita III mengarahkan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi disertai
10

dengan pemerataan pembangunan sesuai dengan konsep trilogi pembangunan. Dalam Repelita IV,
sasaran pembangunan mulai diarahkan untuk meningkatkan penerimaan ekspor non-migas.
Pada repelita V sasaran pembangunan ekonomi diarahkan dengan perluasan lapangan kerja
produktif serta menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5% melalui peran sektor pertanian dan
industri. Pada periode ini juga diharapan terjadi transformasi pertanian menjadi industri. Memasuki
repelita VI sasaran pembangunan ekonomi diarahkan untuk meningkatkan peran sektor pertanian,
industri dan kualitas pembangunan manusia.
4. Reformasi (1998-2004) : Propenas 2000-2004
Propenas merupakan penjabaran dari GBHN 1999-2004 yang merupakan institusi ekonomi
pada saat reformasi. Propenas mempunyai tujuan untuk memulihkan perekonomian pasca krisis
1998. Propenas memiliki lima prioritas pembangunan, yaitu :
Membangun sistem politik yang demokratis
Mewujudkan supremasi hukum
Meningkatkan kesejahteraan rakyat
Mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat landasan pembangunan berkelanjutan.
Meningkatkan pembangunan daerah
5. Pasca reformasi (2004-sekarang) : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) yang ditetapkan melalui UU no. 24 tahun
2004 tentang perencanaan pembangunan nasional menjadi landasan lahirnya RPJMN I (2004-
2009), RPJMN II (2010-2014), RPJMN III (2015-2019) dan RPJMN IV (2020-2024). Tujuan
RPJMN I adalah terciptanya perekonomian yang mampu menyediakan lapangan pekerjaan dan
kehidupan yang layak bagi rakyat miskin, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat
miskin. Tujuan RPJMN II adalah peningkatan kesejahteraan rakyat melalui pertumbuhan ekonomi
yang berkelanjutan, serta didukung oleh stabilitas ekonomi yang kokoh.
4. Rencana Pembangunan Ekonomi dan Kinerja Ekonomi Indonesia
Kinerja ekonomi merupakan ukuran atas kualitas ekonomi di dalam suatu negara sebagai hasil
dari rencana yang ditetapkan. Salah satu indikator yang menentukan kualitas ekonomi suatu negara
11

adalah pertumbuhan ekonomi. Disamping itu perlu juga melihat aktivitas di dalam pertumbuhan
ekonomi dan perannya terhadap kesejahteraan masyarakat, diantaranya tingkat kemiskinan, tingkat
inflasi dan tingkat pengangguran. Berikut adalah perkembangan kinerja ekonomi Indonesia :
4.1 Pertumbuhan ekonomi
Gambar 2. Pertumbuhan ekonomi Indonesia 1950-2010

Sumber : World Bank
Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator kemampuan suatu negara dalam memproduksi
barang dan jasa. Pada periode orde lama, RUP menitikberatkan pada sektor pengembangan sektor
perdagangan melalui peningkatan peran industri kecil dan menengah. Rata-rata laju pertumbuhan
ekonomi Indonesia tahun 1950-1959 mencapai 4% per tahun yang diperoleh sebagian besar
melalui peran sektor agrikultur dan manufaktur, namun hal tersebut tidak diikuti oleh baiknya
kualitas kebijakan moneter khususnya pada pengendalian harga-harga (Linblad, 2010), sehingga
tingkat kesejahteraan masyarakat relatif rendah. Menurut Suroso (1995) tingkat kesejahteraan pada
periode orde lama tidak lebih baik dari tahun 1938, hal tersebut disebabkan oleh kebijakan
pemerintah yang masih memprioritaskan kepada aspek politik seperti menasionalisasi perusahaan-
perusahaan belanda. Disamping itu pertumbuhan ekonomi di periode orde lama mengalami
penurunan (Gambar 2).
12

Di masa demokrasi terpimpin, RPNSB bertujuan meningkatkan perekonomian dengan asas
terpimpin. Pada periode ini Indonesia tidak terlalu fokus terhadap pembangunan ekonomi karena
lebih mementingkan urusan politik luar negeri. Rata-rata pertumbuhan ekonomi pada masa
RPNSB lebih rendah dibandingkan RUP yaitu sebesar 3%. Menurut Linblad (2010) hal tersebut
disebabkan oleh pemberhantian ekspor bahan baku ke negara-negara barat. Hal tersebut memicu
penurunan nilai nett ekspor, disamping itu kebijakan yang diberlakukan cenderung fokus terhadap
sektor-sektor yang kurang produktif seperti sektor pertahanan. Pada periode ini Indonesia menjalin
hubungan dengan Cina dan Uni Soviet yang mampu memberikan bantuan di bidang pertahanan
dan keamanan.
Pada orde baru, fokus kebijakan Repelita I-VI diarahkan untuk menciptakan pembangunan
ekonomi yang berkelanjutan dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi disertai pemerataan
pembangunan dan stabilitas ekonomi yang dinamis, mengacu pada konsep trilogi pembangunan.
Rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 7,5% per tahun. Hal tersebut disebabkan oleh
sejumlah kebijakan di bidang investasi, perdagangan, dan perbankan. Pembangunan investasi pada
masa orde baru mengalami peningkatan pesat, khususnya pembangunan modal asing (Gambar 3).
Gambar 3. Penanaman modal asing 1981-2010

Pada masa reformasi (1998-2004) rata-rata pertumbuhan ekonomi mencapai 1,5%. Rata-rata
pertumbuhan yang cukup rendah disebabkan oleh prioritas pembangunan yang dirancang dalam
propenas lebih menitikberatkan pada pemulihan kondisi perekonomian pasca krisis 1998 dan
13

menekan angka inflasi. Krisis 1998 mengakibatkan tingginya laju capital outflow, rendahnya
kepercayaan pasar internasional terhadap Indonesia, hilangnya sejumlah lapangan pekerjaan,
hingga meningkatnya angka pengangguran dan kemiskinan. Pada Gambar 3, laju penanaman
modal asing Indonesia pada tahun 2000 sangat rendah sehingga mempengaruhi kapasitas produksi
nasional. Namun, pada masa reformasi, peran sektor UMKM cukup penting, karena sektor ini
mampu menyediakan lapangan kerja bagi pengangguran akibat krisis moneter 1998. Sehingga
sektor UMKM merupakan sektor yang berkontribusi dalam rangka revitalisasi kondisi
perekonomian.
Pada periode pasca reformasi (2004-2010) rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia terus
meningkat sampai 5,9%. Hal tersebut didukung melalui sejumlah kebijakan-kebijakan
pengembangan UMKM dalam meningkatkan penyediaan lapangan pekerjaan, disamping itu
program-program pembangunan investasi di sektor pertanian, industri, dan jasa terus dilakukan
dalam rangka meningkatkan kembali tingkat kepercayaan pasar internasional terhadap Indonesia.
Pada Gambar 3, penanaman modal asing sejak tahun 2004-2010 meningkat pesat. Perbaikan
kinerja pemerintahan dan dilakukannya amandemen-amandemen dalam institusi ekonomi dan
politik melatarbelakangi peningkatan kinerja ekonomi Indonesia pada masa pasca reformasi.
4.2 Pengendalian Inflasi
Gambar 4. Perkembangan tingkat inflasi Indonesia 1951-2009

14

Tinggi rendahnya tingkat inflasi di suatu negara mencerminkan kemampuan suatu negara
dalam menciptakan keseimbangan antara peredaran arus uang dan arus barang. Disisi lain, tingkat
inflasi pun mempunyai dampak terhadap daya beli masyarakat, sehingga hal tersebut dapat
mencerminkan kesejahteraan ekonomi masyarakat. Dalam mengendalikan tingkat inflasi,
perekonomian Indonesia juga bergantung pada aktivitas perekonomian internasional sebagai
dampak dari sistem perekonomian terbuka.
Berdasarkan Gambar 4, dapat dilihat perkembangan tingkat inflasi Indonesia dari tahun
1951-2009. Pada masa orde lama tingginya tingkat inflasi disebabkan oleh peningkatan
pengeluaran di sektor pertahanan dan keamanan, serta pengeluaran pada sejumlah proyek yang
tidak menghasilkan barang (Suroso, 1995). Tingginya tingkat inflasi sepanjang periode orde lama
memberikan dampak terhadap menurunnya daya beli masyarakat. Pada tanggal 25 Agustus 1959
pemerintah mengeluarkan strategi paket kebijakan moneter ketat yang bertujuan untuk menekan
laju inflasi. Isi paket kebijakan tersebut terdiri atas devaluasi nilai rupiah, sanering, dan
penyempurnaan kebijakan devisa serta ketentuan-ketentuan perdagangan internasional. Kebijakan
devaluasi memang mampu meningkatkan ekspor, namun juga mengakibatkan kenaikan inflasi.
Puncak distorsi ekonomi terjadi pada tahun 1965/1966 melalui hyperinflation sebesar 650%.
Pada masa orde baru (1966-1998) Repelita bertujuan untuk menciptakan program-
program rehabilitasi dan stabilisasi perekonomian, serta mengubah struktur perekonomian ke
dalam sistem pasar bebas agar dapat mengundang modal asing masuk. Sepanjang Repelita I-VI,
tingkat inflasi diturunkan secara bertahap menjadi 165% di tahun 1967, 120% di tahun 1968, 20%
di tahun 1969, hingga 13% di tahun 1970. Inflasi baru bisa dikendalikan pada tahun 1971 yaitu
sebesar 2,7%. Pada tahun 1978 terjadi gejolak perekonomian internasional sehingga menurunkan
penerimaan ekspor non-migas Indonesia. Kebijakan devaluasi mata uang yang semula Rp
415/US$ 1 menjadi Rp 625/US$ 1 diberlakukan untuk meningkatkan ekspor, namun juga
meningkatkan inflasi hingga 33%. Tingkat inflasi berhasil dijaga pada kisaran 15% sepanjang
tahun 1981-1996, sampai akhirnya terjadi krisis financial yang mengakibatkan tingkat inflasi
75%.
15

Memasuki masa reformasi (1998-2004), pemulihan kondisi perekonomian dilaksanakan
melalui kebijakan moneter ketat dengan mengendalikan nilai tukar rupiah agar dapat menekan
laju inflasi. Inflasi berhasil diturunkan pada tahun 1999 menjadi 14%. Memasuki periode pasca
reformasi (2004-2010) angka inflasi meningkat kembali akibat kenaikan harga minyak dunia dan
krisis global di akhir tahun 2008. Pada tahun 2010, inflasi sebesar 7,0% dapat diturunkan pada
tahun 2011 menjadi 3,8%.
4.3 Tingkat kemiskinan
Kemiskinan merupakan salah satu indikator ekonomi makro yang ditetapkan untuk
melihat seberapa baik pertumbuhan ekonomi dapat menciptakan pemerataan. Di satu sisi,
sistem demokrasi yang dianut di dalam sebuah negara akan memberikan dampak yang
menguntungkan bagi masyarakat miskin untuk meningkatkan kesejahteraannya melalui
sejumlah program pelayanan publik dan peningkatan produktifitas masyarakat miskin yang
ditetapkan oleh pemerintah. Sepanjang tahun 1970-1996 terjadi penurunan jumlah masyarakat
miskin dari 60% di tahun 1970 menjadi 11% di tahun 1996, namun semenjak krisis yang
terjadi di tahun 1998 jumlah masyarakat miskin semakin meningkat secara signifikan menjadi
24% (Gambar 5)
Gambar 5. Perkembangan penduduk miskin di Indonesia 1970-2010

16

Berdasarkan Gambar 5, persentase penduduk miskin pada masa orde lama diprediksi
cukup tinggi akibat terjadi hyperinflation yang mempengaruhi penurunan daya beli
masyarakat. Pada masa orde baru, Repelita I dan Repelita IV mempunyai fokus kebijakan
untuk meningkatkan stabilitas perekonomian dan meningkatkan peran sektor pertanian dan
industri substitusi impor. Disamping itu, kebijakan untuk melaksanakan liberalisasi
perekonomian memicu peningkatan laju investasi di Indonesia, sehingga pengembangan
sektor pertanian dan industri dapat terealisasi untuk menyerap tenaga kerja dan meningkatkan
kapasitas produksi nasional. Tingkat kemiskinan dari tahun 1970-1996 mengalami penurunan
drastis dari 60% menjadi 13%, penurunan tingkat kemiskinan merepresentasikan peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
Semenjak memasuki periode reformasi, terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin
mencapai 24% akibat krisis 1998. Memasuki periode pasca reformasi, pengentasan
kemiskinan terus menjadi prioritas utama dalam tujuan rencana pembangunan ekonomi.
Sejumlah program dikeluarkan oleh pemerintah untuk menangani masalah kemiskinan
melalui peningkatan kualitas manusia dalam jangka panjang. Dalam era pasca reformasi,
program pembangunan manusia dilakukan melalui kebijakan peningkatan kualitas dan
kuantitas infrastruktur sosial seperti pendidikan, pelayanan kesehatan, dan perumahan.
Penanggulangan kemiskinan merupakan prioritas utama dalam RPJMN I. Program dan
kebijakan yang mendukung rencana dalam menanggulangi kemiskinan adalah pemberian
subsidi bahan pangan pokok, bantuan tunai bagi rumah tangga miskin, peningkatan akses
masyarakat terhadap pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar.
Tingkat kemiskinan mengalami penurunan dari 17,75% di tahun 2006 menjadi
16,58% di tahun 2007 , dan terus berlanjut mengalami penurunan menjadi 15,42% di tahun
2008. Namun, tingkat kemiskinan tersebut belum mencapai target RPJMN I yaitu 8,46%.
Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS persentase penduduk miskin di Indonesia sejak
periode pasca reformasi terus mengalami penurunan (Gambar 6).
Gambar 6. Perkembangan penduduk miskin Indonesia 2004-2013
17


Sumber: BPS
Disamping pengentasan kemiskinan melalui pemberian subsidi untuk masyarakat
miskin dan penyediaan infrastruktur sosial dalam menunjang program pembangunan manusia,
RPJMN melakukan kebijakan untuk meningkatkan iklim usaha dengan mengembangkan
sektor UMKM. Kebijakan untuk mengembangkan sektor UMKM dapat menyerap tenaga
kerja, sehingga mempunyai dampak terhadap penurunan tingkat pengangguran. Kebijakan
dan beberapa program yang dilakukan pemerintah dalam upaya mencipatakan lapangan kerja,
membuat angka partisipasi kerja meningkat, pada tahun 2006 sebesar 66,16% meingkat
menjadi 66,99% pada tahun 2007 dan menjadi 67,33 pada tahun 2008. Peningkatan tersebut
juga diiringi oleh penurunan tingkat pengangguran terbuka yaitu 10,28% pada tahun 2006
menjadi 9,11 pada tahun 2007 dan menjadi 8,46% pada tahun 2008. Berikut adalah tabel
pencapaian RPJMN II (Tabel 1)






18

Tabel 1. Tabel pencapaian RPJMN II

Sumber : Bappenas
Berdasarkan Tabel 1, target pertumbuhan ekonomi dari RPJMN II belum tercapai,
walaupun mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan status awal saat disusunnya
rencana. Perekonomian yang terus tumbuh memberikan kontribusi pada peningkatan
kesejahteraan rakyat. Hal ini ditunjukan dengan semakin menurunnya tingkat pengangguran
dan kemiskinan. Angka pengangguran pada tahun 2010 sebesar 7,14% turun menjadi 6,56%
pada 2011, lalu turun menjadi 6,32%, dan pada akhirnya mencapai 6,32% pada 2012. Tingkat
kemiskinan juga terus menurun sesuai dengan sasaran RPJMN II. Tingkat kemiskinan pada
tahun 2010 adalah 13,3%, turun menjadi 12,49% pada tahun 2011, dan 11,96% pada 2012.
Simpulan
Rencana pembangunan ekonomi merupakan alat dalam menyusun kebijakan dan program-
program pembangunan nasional. Penyusunan rencana pembangunan dilatarbelakangi oleh kondisi
perekonomian pada status awal disusunnya rencana, dan berlandaskan institusi ekonomi dan institusi
politik agar sesuai dengan aturan main yang berlaku. Penyusunan rencana pembangunan ekonomi
dilakukan oleh institusi pemerintahan. Indonesia menggunakan model pemerintahan demokrasi,
sehingga institusi pemerintahan yang menyusun dan mengelola rencana terdiri dari tiga pembagian
kekuasaan (legislative, eksekutif, dan yudikatif).
19

Dalam proses pembangunan ekonomi, sistem perencanaan diterapkan untuk meningkatkan
kualitas kinerja ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Kualitas rencana pembangunan ekonomi
dipengaruhi oleh kualitas institusi pemerintahan. Kualitas insitutsi pemerintahan dapat diukur
menggunakan indikator good governance.
Di Indonesia, format rencana pembangunan ekonomi sudah mengalami perkembangan sesuai
dengan pergantian rezim pemerintahan. Sejak orde lama sampai pasca reformasi, sudah ada 11 macam
format rencana pembangunan ekonomi yang dilaksanakan dan relatif mempunyai visi yang sama
yaitu peningkatan kualitas kinerja ekonomi melalui pertumbuhan ekonomi yang tinggi, penurunan
tingkat kemiskinan, pengendalian inflasi, dan penurunan tingkat pengangguran. Namun, kualitas
institusi pemerintahan Indonesia yang rendah dapat menjadi salah satu faktor yang dapat mengganggu
efektivitas perencanaan pembangunan ekonomi karena kualitas pengelolaan rencana rendah. Sebagai
pengelola rencana, pemerintah pun dituntut untuk menentukan kebijakan ekonomi dan membuat
program-program yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Perkembangan rencana pembangunan ekonomi memang mempunyai dampak positif terhadap
perkembangan kinerja ekonomi Indonesia sejak orde lama hingga pasca reformasi. Variabel ekonomi
yang perlu ditingkatkan kinerjanya akan dianalisis dan disusun strategi pengelolaannya dalam rencana
pembangunan ekonomi. Namun, perlu juga untuk melihat variabel non-ekonomi seperti stabilitas
politik, kepastian hukum, dan kesenjangan pendapatan. Sehingga sejauh mana perencanaan itu dibuat
untuk meningkatkan kualitas kinerja ekonomi suatu negara dengan mempertimbangkan manfaat dan
biaya dari setiap alternatif pilihan yang akan diterapkan dengan sumber daya yang tersedia.
20

Daftar Pustaka
Acemoglu, D. & Robinson, J. A. (2012). Why nations fail. New York : Crown Publisher.
Basri, F. & Munandar, H. (2009). Lanskap ekonomi Indonesia. Jakarta : Kencana.
Djidin, D. A. (1997). The political economy of indonesias new economic policy. Journal of
Contemporary Asia. 27(1), 14-36.
Frankema, E. & Lindblad, J. T. (2006). Technological development and economic growth in
Indonesia and Thailand since 1950. ASEAN Economic Bulletin. 23(3), 303-324.
Ihsanudin, J. (2012). Keterkaitan antara strategi pembangunan ekonomi dengan sistem poltik.
Mini Economica. 57-62.
Indrawati, S. M. (2002). Indonesian economic recovery process and the role of government.
Journal of Asian Economics , 13, 577-596.
Kawamura, K. (2010). Is the Indonesian president strong or weak?. Chiba: Institute of
Developing Economics.
Kuncoro, M. (2011). Pro-growth, pro-job, dan pro-poor di era presiden SBY : Antara
harapan dan kenyataan. Centre for Strategic and International Studies. 40, 310-343.
Kaufmann, D., Kraay, A., & Mastruzzi, M. (2011). The worldwide governance indicators: A
summary of methodology, data and analytical issues. World Bank Policy Research. Di
unduh 2 Maret 2014 dari http://info.worldbank.org/governance/wgi/index.asp.
Lindblad, J. T. (2002). The importance of Indonesianisasi during the transition from the 1930s to
the 1960s. Economic Growth and Institutional Change (pp. 1 - 23). Amsterdam: Leiden
University
North, D. C. (1990). Insitutions, institutuional changes, and economic performance.
Cambridge University Press.
Mietzner, M. (2009). Indonesia in 2008 : Democratic consolidation in soehartos shadow.
Southeast Asian Affairs. 105-123.
Suroso, P. C. (1995). Perekonomian Indonesia. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
21

Todaro, M. P. (2011). Economic Development (11 edition). Boston : Addison-Wesley.
Wie, T. K. (2012). Indonesias Economy Since Independence. Singapore : ISEAS Publishing.
World Bank. (n.d.). World development indicator. Diunduh 10 April 2014, dari
http://databank.worldbank.org/ddp/home.do?Step=3&id=4.
22

Anda mungkin juga menyukai