EKONOMI POLITIK
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat dan
karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Perilaku Organisasi ini tepat pada
waktunya.
Terlepas dari segala hal tersebut, kami sadar sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kami dengan lapang dada
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
TIM PENULIS
DAFTAR ISI
COVER..............................................................................................................................................
KATA PENGANTAR
.......................................................................................................................
DAFTAR ISI .....................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................................
1.1 LATAR BELAKANG................................................................................................................
1.2 RUMUSAN MASALAH.............................................................................................................
1.3 TUJUAN.....................................................................................................................................
BAB II.PEMBAHASAN.................................................................................................................
Bab III
PENUTUP .............................................................................................................................
3.1 KESIMPULAN............................................................................................................................
(PENDAHULUAN)
Teori ekonomi politik telah berkembang pesat karena dianggap relevan dengan
praktik formulasi kebijakan ,aupun kegiatan ekonomi sehari-hari.kajian masalah-masalah
ekonomi dengan instrumen analisis ekonomi politik telah diterima sebagai alternatif yang
cukup kredibel. Salah satu sumber kemajuan teori ekonomi politik juga berasal dari
kenyataan gagalnya ekonomi konvensional untuk memetakan dan mencari solusi
persolan-persoalan ekonomi.Banya kebijakan yang bersumber dari pendekatan ekonomi
konvensional gagal merampungkan masalah yang mengemukakan bahkan.alih-alih soal
ekonomi yang hendak diselesaikan itu bisa sembuh,justru yang terjadi penambahan bobot
masalah atau muncul masalah baru yang tidak kalah rumit Dalam situasi inilah teori
ekonomi politik masuk untuk memberikan alternatif pemecahan.Pada bagian ini akan
diKupas tiga teori ekonomi politik yang cukup populer.
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang terurai diatas, dapat disimpulkan rumusan masalah
sebagai berikut :
Asumsi- Asumsi yang di pakai dalam teori pilihan publik setidaknya bisa di jelaskan
dalam 4 poin berikut :
1.Kecukupan material individu memotivasi adanya perilaku ekonomi
2.Motif kecukupan tersebut lebih muda dipahami dengan menggunakan teori
ekonomi neonklasik
3.Kecukupan kepentingan material individu yang sama memotivasi adanya
4.Dimana asumsi kecukupan tersebut lebih muda dipahami dengan menggunakan
Teori ekonomi neonklasik Oleh karena itu Konsentrasinya terhadap
individu,Teori pilihan publik mengikuti meteodologi individualisme sebagai
pendekatan analisis dan sekaligus menekankan pada manusia yang berorientasi
ekonmi semata.Pada titik inilah bisa di pahami adanya keinginan agar setiap
pejabat publik sebanyak mungkin dipilih langsung olek konsituen ( misalnnya
lewat pemilu) agar mereka sensitif dengan keiginan publik ,seperti yang di
angankan oleh bentuk pemerintahan demokrasi
Teori pilihan publik dapat mentransformasikan lebih jauh konsep dasar ilmu ekonomi
klasik ke dalam bidang politik. Dalam kasus ini konsep pendapatan (income)
ditransformasikan menjadi konsep perburuan rente. Konsep ini sangat penting bagi ilmu
ekonomi politik untuk menjelaskan perilaku pengusaha, politisi, dan kelompok kepentingan
(Rachhini, 2002:118).
Teori rent-seeking sendiri diperkenalkan pertama kali oleh Krueger (1974), yang
kemudian dikembangkan oleh Bhagwati (1982) dan Srinivasan (l99l). Pada saat itu Krueger
membahas tentang praktik untuk memperoleh kuota impor, di mana kuota dimaknai sebagai
perbedaan antara harga batas dan harga domestik. Secara teoritis, kegiatan mencari rente
(rent-seeking) harus dimaknai secara netral, karena individu (kelompok) bisa memeroleh
keuntungan dari aktivitas ekonomi yang legal (sah), seperti menyewakan tanah, modal
(mesin), dan lain-lain. Konsep rent-seeking dalam teori ekonomi klasik tidak dimaknai
secara negatif sebagai kegiatan ekonomi yang menimbulkan kerugian, bahkan bisa berarti
positif karena dapat memacu kegiatan ekonomi secara simultan, seperti halnya seseorang
yang ingin mendapatkan laba maupun upah. Dalam literatur ekonomi politik, konsep rent-
seeking tidak dimaknai netral karena pendekatan ilmu ekonomi politik cenderung melihat
perilaku mencari rente dari kacamata negatif.
Terlepas dari cara perilaku mencari yang postif atau negatif intinya kegiatan mencari
rente bisa didefinisikan sebagai upaya individual atau kelompok untuk meningkatkan
pendapatan melalui pemanfaatan regulasi pemerintah. Prasad (2003:755)
mendefinisikan rent-seeking sebagai proses di mana individu memeroleh pendapatan tanpa
secara aktual meningkatkan produktivitas, atau malah mengurangi produktivitas tersebut.
Krueger menerangkan bahwa aktivitas mencari rente seperti lobi untuk mendapatkan
lisensi atau surat izin, akan mendistorsi alokasi sumber daya sehingga membuat ekonomi
menjadi tidak efisien. Dari argument tersebut Krueger, merekomendasikan mengganti
kebijakan lisensi impor menjadi kebijakan tarif untuk meminimalkan munculnya perilaku
mencari rente. Apabila kebijakan lisensi impor yang digunakan, maka proses pembuatan
kebijakan tersebut akan mudah dimasuki oleh pemburu rente, sehingga hanya individu yang
memiliki akses terhadap pembuat kebijakan yang akan mendapat keuntungan dari kebijakan
tersebut, seperti mendapatkan izin lisensi impor. Lisensi impor juga berpotensi untuk
mengagalkan tujuan dari kebijakan tersebut (misalnya menyediakan barang dengan jumlah
dan harga tertentu) akibat pemilik lisensi yang tidak kompeten untuk menjalankannya.
Sebaliknya, bila kebijakan tarif impor yang digunakan, maka setiap pelaku ekonomi
memiliki peluang yang sama untuk melakukan impor sesuai dengan kebijakan (tarif) yang
telah ditentukan pemerintah. Dengan kata lain, kebijakan tarif tidak memberi kesempatan
pemburu rente untuk memasuki wilayah kebijakan itu.
Dari penjelasan tentang perilaku mencari rente dari Krueger tersebut dapat disimpulkan :
Pertama, masyarakat akan mengalokasikan sumber daya untuk menangkap peluang hak
milik (property rights) yang ditawarkan oleh pemerintah. Pada titik ini, kemungkinan
munculnya perilaku mencari rente sangat besar. Kedua, setiap kelompok atau individu pasti
akan berupaya mempertahankan posisi mereka yang menguntungkan. Implikasinya,
keseimbangan politik (political equilibrium) mungkin tidak dapat bertahan dalam jangka
panjang karena akan selalu muncul kelompok penekan baru yang mencoba mendapatkan
fasilitas istimewa pula. Ketiga, kepentingan pemerintah tidaklah tunggal atau dapat disebut
juga di dalam pemerintah sendiri terdapat kepentingan yang berbeda-beda. Misalnya, setiap
pemerintah cenderung akan memperbesar pengeluaran (government expenditure) untuk
melayani kelompok-kelompok kepentingan, sementara kementerian keuangan justru
berkonsentrasi meningkatkan pendapatan (revenue). Dalam konteks ini, ideologi menjadi
determinan penting yang akan menuntun bentuk kepentingan pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA
Yustika, Ahmad Erani. 2009. Ekonomi Politik: kajian teoretis dan analisis empiris. Malang :
Pustaka pelajar.