Anda di halaman 1dari 9

Brawijaya University

Praktikum Pengantar Ekonomi


Pertanian

Pengantar Ekonomi Pertanian

2014

PERKEMBANGAN DAN PRODUKSI PANGAN


INDONESIA
Danang Permadhi; Nurul Anisyah; Dr.Ir. Rini Dwiastuti, MS
Lab. Agriculrure Economics, Faculty of Agriculture, BrawijayaUniversity
Website: http://fp.ub.ac.id/ekonomipertanian
Email : ekonomipertanian@gmail.com

A.
B.
C.
D.

Uraian Materi Praktikum Kegiatan 7


Tujuan Praktikum
Pelaksanaan Praktikum
Laporan Praktikum (Lembar Kerja)

MODUL
MODUL

7
1

a) Swasembada pangan
Swasembada pangan berarti kita mampu untuk mengadakan sendiri
kebutuhan pangan dengan bermacam-macam kegiatan yang dapat menghasilkan
kebutuhan yang sesuai diperlukan masyarakat Indonesia dengan kemampuan
yang dimilki dan pengetauhan lebih yang dapat menjalankan kegiatan ekonomi
tersebut terutama di bidang kebutuhan pangan. Swasembada pangan juga
merupakan salah satu dari empat target utama pembangunan pertanian periode
2010-2014. Program swasembada pangan ini mempunyai arti dan peran yang

sangat penting bagi kehidupan suatu bangsa karena pangan merupakan


kebutuhan tuhan dasar manusia. Pengalaman telah membuktikan bahwa
gangguan pada ketahanan pangan seperti terjadinya krisis beras pada tahun 2008
yang ditandai oleh gejolak harga beras, telah memberikan pelajaran bahwa
melindungi dasar dalam negeri dengan swasembada pangan yang efisien
merupakan hal yang sangat penting.
Upaya pemerintah untuk mewujudkan swasembada pangan dengan berbagai
program masih terkendala oleh lahan pertanian (tinggi alih fungsi atau konversi
lahan pertanian ke non pertanian), jaringan irigasi dan infrastruktur pendukung

serta cuaca yang sering tidak menentu sebagai dampak dari perubahan iklim.
Dari sisi perdagangan berbagai peraturan perundangan yang diimplementasikan,
seperti pemberlakuan aturan berupa terbukanya pasar pangan untuk impor
dengan dibebaskan dari pajak pertambahan nilai (PPN) dan bea masuk atas
impor sebagai upaya untuk menjaga stabilitas harga dan ketahanan pangan
nasional.

UBDistanceLearning
Page 1 of 9

SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT

A. Uraian Materi

Brawijaya University

Pengantar Ekonomi Pertanian

2014

Namun, kebijakan ini belum mampu menstabilkan harga bahan pangan di


dalam negeri, hal ini terlihat dari lonjakan harga berbagai komoditas pangan yang
masih terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia. Fakta ini menunjukkan bahwa
dampak dari kebijakan yang diberlakukan seringkali tidak sesuai dengan tujuan
yang diharapkan. Oleh karena itu, kajian legislasi perdagangan dibidang pertanian
mendukung swasembada pangan perlu dilakukan agar regulasi yang diterapkan
dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi regulasi dan kebijakan swasembada
pangan.

b) Kemandirian pangan
Kemandirian pangan adalah hak Negara dan bangsa yag secara mandiri
menentukan kebijakan pangan yang menjamin hak atas pangan bagi rakyat dan
yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menetukan system pangan yang
sesuai dengan potensi sumberdaya lokal (UU No. 18 Tahun 2012). Lima komponen
dalam mewujudkan kemandirian pangan yaitu ketersedian yang cukup, stabilitas
ketersediaan, keterjangkauan, mutu/ keamanan pangan yang baik, dan tidak ada
ketergantungan pada pihak luar.
Membangun kemandirian pangan merupakan strategi terbaik untuk keluar
dari krisis pangan. Sebagai negara agraris dengan keberagaman sumber daya hayati
(biodiversity), Indonesia berpotensi besar untuk memproduksi pangan dalam
jumlah yang cukup. Selain itu, Indonesia mempunyai aneka pangan lokal untuk
mendukung diversifikasi pangan nasional (Dewa Ketut Sadra Swastika, 2011).
c) Kedaulatan pangan
Berdasakan UU No. 18 Tahun 2012 kedaulatan pangan adalah hak Negara
dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan pangan yang menjamin hak
atas pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk
menentukan system pangan yang sesuai dengan potensi sumberdaya lokal. Dalam
paradigma ini, tiap negara berhak menentukan dan mengendalikan system produksi,
distribusi, dan konsumsi pangan sendiri, sesuai dengan kondisi ekologis, sosial,
ekonomi, dan budaya lokal, serta tidak ada campur tangan negara lain.
Konsep dan strategi kedaulatan pangan ini sudah diterapkan oleh beberapa
negara, seperti Kuba, Mali, Mozambik, Venezuela, dan Bolivia (Sulistyowati 2003
dalam Dewa Ketut Sadra Swastika 2011). Kuba adalah salah satu negara yang
berhasil menerapkan kedaulatan pangan. Untuk menerapkan kedaulatan pangan,
Page 2 of 9

Brawijaya University

Pengantar Ekonomi Pertanian

2014

Kuba melakukan reformasi kebijakan pertanian yang mencakup tiga bidang, yaitu
kebijakan teknologi, produksi, dan distribusi (Sulistyowati 2003 dalam Dewa Ketut
Sadra Swastika 2011). Dengan sumberdaya hayati yang beragam dan dukungan
teknologi yang memadai, Indonesia akan mampu menjadi produsen pangan halal,
sehat, dan dapat bersaing dengan Thailand, Malaysia, dan Vietnam.

d) Ketahanan pangan
Ketahanan pangan menurut Undang-undang No. 7 Tahun 1996 adalah kondisi
terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari: (1) tersedianya
pangan secara cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya; (2) aman; (3) merata;
dan (4) terjangkau. Dengan pengertian tersebut, mewujudkan ketahanan pangan
dapat lebih dipahami sebagai berikut:
a) Terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup, diartikan
ketersediaan pangan dalam arti luas, mencakup pangan yang berasal dari
tanaman, ternak, dan ikan untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat,
protein, lemak, vitamin dan mineral serta turunannya, yang bermanfaat
bagi pertumbuhan kesehatan manusia.
b) Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang aman, diartikan bebas dari
cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu,
merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia, serta aman dari
kaidah agama.
c) Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, diartikan pangan
yang harus tersedia setiap saat dan merata di seluruh tanah air.
d) Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau, diartikan pangan
mudah diperoleh rumah tangga dengan harga yang terjangkau.
Sub sistem ketahanan pangan terdiri dari tiga sub sistem utama yaitu
ketersediaan, akses, dan penyerapan pangan, sedangkan status gizi merupakan
outcome dari ketahanan pangan. Ketersediaan, akses, dan penyerapan pangan
merupakan sub sistem yang harus dipenuhi secara utuh. Salah satu sub sistem
tersebut tidak dipenuhi maka suatu negara belum dapat dikatakan mempunyai
ketahanan pangan yang baik. Walaupun pangan tersedia cukup di tingkat nasional
dan regional, tetapi jika akses individu untuk memenuhi kebutuhan pangannya
tidak merata, maka ketahanan pangan masih dikatakan rapuh (Nuhfil Hanani AR.,
2011).

Page 3 of 9

Brawijaya University

Pengantar Ekonomi Pertanian

2014

2. Perbedaan Indikator Dalam Swasembada, Kemandirian, Kedaulatan Dan


Ketahanan Pangan
Tabel 1. Perbedaan Ketahanan dan Kemandirian Pangan
Indikator
Lingkup
Sasaran
Strategi

Output

Swasembada
Pangan
Nasional
Komoditas
pangan
Substitusi
impor

Kemandirian
Pangan
Nasional/wilayah
Komoditas
pangan
Peningkatan
daya saing
(promosi ekspor)

Peningkatan
produksi
pangan (dengan
perlindungan
pada petani)

Peningkatan
produksi pangan
yang berdaya
saing

Ketersediaan
Ketersediaan
pangan oleh
pangan oleh
produk
produk domestic
domestic (tidak (impor hanya
impor)
pelengkap)
Sumber: Nuhfil Hanani AR., 2011
Outcome

Kedaulatan
Pangan
Nasional
Petani

Ketahanan
Pangan
Individu
Manusia

Pelarangan
impor

Peningkatan
ketersediaan
pangan, akses
pangan dan
penyerapan
pangan
Peningkatan
Status gizi
produksi pangan (mutu pangan,
(dengan
penurunan:
perlindungan
kelaparan, gizi
pada petani)
kurang dan gizi
buruk)
Kesejahteraan
Manusia sehat
petani
dan produktif
(angka harapan
hidup tinggi)

DAFTAR PUSTAKA
Badan Ketahanan Pangan. 2011. Revisi Rencana Strategi Badan Ketahanan Pangan Tahun
2012-2014. Badan Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian: Jakarta.
Hanani AR, Nuhfil. 2011. Ketahanan Pangan: Sub Sistem Ketersediaan. Makalah
Workshop I Ketahanan Pangan di Wilayah Jawa Timur, 2009.
Swastika, Dewa Ketut Sadra. 2011. Membangun Kemandirian dan Kedaulatan Pangan
Untuk Mengentas Petani dari Kemiskinan Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian
4 (2), 2011: 103-117: Bogor.

B. Tujuan Praktikum
Setelah mempelajari Modul ini, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Memahami konsep swasembada, kemandirian, kedaulatan dan ketahanan pangan.
Page 4 of 9

Brawijaya University

Pengantar Ekonomi Pertanian

2014

2. Mengidentifikasi variable swasembada, kemandirian, kedaulatan dan ketahanan


pangan.
3. Menemukenali dan memahami kondisi ketersediaan pangan di Indonesia
berdasarkan data sekunder terbaru.

C. Pelaksanaan Praktikum
1. Praktikan telah memiliki Modul 7 seminggu sebelum pelaksanaan praktikum.
2. Pada pertemuan Modul 6, asisten mengarahkan kepada praktikan untuk mencari
literature (artikel yang berasal dari Koran atau majalah) secara individu dan
dapat dipertanggungjawabkan sumbernya sesuai dengan ketentuan berikut:
a) Setiap kelas terdapat 4 kelompok (10 praktikan) dengan masing-masing
kelompok mengangkat sebuah literatur dengan Topik sebagai berikut; (1)
swasembada pangan, (2) kemandirian pangan, (3) kedaulatan pangan dan
(4) ketahanan pangan.
b) Judul literature setiap praktikan tidak boleh sama.
c) Literature berbentuk hardcopy dan dibawa ketika praktikum.
3. Asisten menjelaskan materi agar praktikan paham sehingga dapat mengerjakan
tugas pada Modul 7.
4. Terkait dengan artikel yang telah didapat, praktikan membuat review dari artikel
tersebut yang terdiri dari 200 250 kata serta dituliskan sesuai dengan format
pada Laporan/ Lembar Kerja Praktikum Kegiatan 7 pada saat praktikum di
kelas.
5. Hasil laporan/ lembar kerja individu dan literature dikumpulkan diakhir praktikum
Modul 7 ke asisten kelas masing-masing.

6. Sebelum praktikum berakhir asisten menjelaskan tugas praktikum selanjutnya.

Page 5 of 9

Brawijaya University

Pengantar Ekonomi Pertanian

2014

D. Contoh Literature (Artikel) Bahan Analisa Tugas Kerja


Praktikum Kegiatan 7
menjadi angka konversi baru, yakni
83,12 persen.
Dengan angka konversi ini,
produksi padi dalam kualitas
GKG akan terkoreksi negatif
2,90 persen. Namun, BPS
menangguhkan perbelakuan
angka konversi tersebut
dengan
alasan
survei
dilakukan
satu
paket
dengan survei lain yang
hasilnya
harus
diberlakukan bersamaan.

ANGKA PRODUKSI
DAN KONSUMSI
BERAS
(Oleh Suwadi).
OPINI KOMPAS, 20 Maret 2014

adan Pusat Statistik


mengumumkan angka
sementara produksi padi
2013 mencapai 71,29 juta
ton gabah kering giling.
Angka
produksi
tersebut secara kasar
setara dengan beras untuk
konsumsi penduduk 40,08
juta ton. Dengan menggunakan angka
ketersediaan beras
untuk konsumsi
perkapita 139,15 kg/tahun., indonesia
seolah mengalami surplus 5,46 juta ton.
Benarkah demikian?
Angka produksi padi yang dirilis
BPS adalah perkiraan produksi dalam
kualitas gabah kering giling (GKG) yang
diperoleh dari pengukuran produktifitas
di lahan sawah dan dilahan bukan sawah
dalam kualitas gabah kering panen
(GKP).
Produksi
GKP
tersebut
kemudian dikaitkan dengan angka
konversi hingga diperoleh angka
produksi dalam kualitas GKG.
Berbagai kajian
Sejak 2009 hingga kini, angka
konversi GKP dan GKG yang digunakan
86,02 persen yang merupakan hasil
survei susut panen dan pasca panen padi
2005-2007.
Angka
konversi
itu
sebenarnya telah dipernaharui pada 2012
melalui survei konversi gabah keberas

Untuk
memperoleh
produksi beras dari angka
produksi GKG, digunakan angka
rendemen penggilingan. Hingga kini
BPS menggunakan angka rendemen
62,74 persen yang juga merupakan hasil
survei susut panen dan pasca panen
2005-2007.
Angka
inipun
telah
dimutakhirkan dan menghasilkan angka
rendemen 62,85 persen.
Walau terlihat lebih besar dari
pada rendemen sebelumnya, penurunan
konversi GKP ke GKG yang jauh lebih
besar akan tetap memberikan koreksi
negatif terhadap produksi beras. Jika
kedua angka tersebut digunakan,
produksi beras akan terkoreksi menjadi
38,80 juta ton atau surplus 4,18 juta ton.
Namun, perlu dicatat, BPS tidak merilis
produksi dalam kualitas beras secara
resmi.
Perlu
dipahami,
perkiraan
produksi beras sebanyak itu diperoleh
dari hitung-hitungan yang melibatkan
sekumpulan angka konversi yang sudah
tua, seperti angka penggunaan GKG
untuk nonpangan (pakan ternak, industri

Page 6 of 9

Brawijaya University

Pengantar Ekonomi Pertanian


non makanan dan susut) 3,33 persen.
Angka-angka tersebut diambil dari
neraca bahan makanan (NBM) terbitan
Badan Ketahanan Pangan yang juga
perlu
dievaluasi
asal-usul
dan
kemutakhirannya.
Angka konversi lain yang sudah
usang adalah konversi galengan.
Konversi
ini
digunakan
untuk
memperoleh luasan bersih dari data
luasan, seperti luas panen dan luas
tanam, untuk proses produksi pangan
dilahan sawah. Konversi galengan yang
digunakan saat ini diestimasi pada level
kabupaten dan merupakan data yang
diperoleh dari survei pertanian yang
pelaksanaannya diintegrasikan dengan
Survei Sosial Ekonomi Nasional
(Susenas) Tahun 1969/1970. Angka
tersebut belum pernah di perbaharui,
padahal kondisi di lapangan berubah.
Gambaran kebutuhan beras untuk
konsumsi penduduk sangat erat terkait
angka konsumsi beras perkapita. Hingga
saat ini, angka konsumsi beras yang
benar masih misteri. Angka ini
merupakan angka yang cukup ruwet
dalam estimasi dan penggunaannya.
Angka konsumsi beras pada 2012 hasil
Susenas sebesar 97,65 kg per kapita per
tahun. Akan tetapi, banyak pihak yang
menganggap
angka
tersebut
underestimate karena hanya mencakup
konsumsi beras yang diolah dalam
rumah tangga dan tidak mencakup
konsumsi dalam bentuk makanan jadi
diluar rumah tangga.
Hingga saat ini, konsumsi beras
perkapita yang digunakan secara resmi
oleh pemerintah 139,15 persen. Angka
keramat ini sering digunakan dengan
penuh kegalauan akibat ketidakpahaman
asal-usulnya. Angka 139,15 persen
sebenarnya bukan angka konsumsi rill

2014

beras perkapita, lebih tepat jika disebut


angka
ketersediaan
beras
untuk
konsumsi (perkapita) pada 2005.
Angka tersebut dihitung dari
NBM. Besaran diperoleh dengan
menghitung rata-rata ketersediaan beras
untuk konsumsi penduduk dari 2001
sampai 2004 (saat itu masih angka
sementara).
Untuk
mengantisipasi
ketidaktersediaan
angka
konsumsi
perkapita yang dapat diterima semua
pihak, rapat koordinasi pangan pada 15
Desember 2005 di kantor Badan
Ketahanan
Pangan
menyepakati
penggunaan angka 139,15 persen
sebagai angka konsumsi beras per
kapita.
Angka konsumsi beras perkapita
lain yang beredar tanpa kepastian adalah
114,80 kilogram per tahun. Awalnya
angka itu berupa informasi dalam usaha
penyempurnaan angka konsumsi beras
per kapita hasil Susenas yang dianggap
underestimate.
Kajianpun dilakukan dengan
mencoba mengumpulkan data konsumsi
beras yang diolah diluar rumah tangga,
seperti industri, hotel, restoran dan jasa
penyediaan makanan/minuman lainnya,
jasa angkutan air, jasa kesehatan dan jasa
lain pada 2012. Angka tersebut sejatinya
merupakan angka pembahasan dalam
lingkungan terbatas sebagai bahan
pembanding untuk kajian sebelum
akhirnya menjadi official statistic.
Namun, dalam perjalannannya banyak
pihak cenderung percaya pada angka
tersebut dan menggunakannya dalam
analisis.
Pembenahan data statistik
Pembenahan data statistik beras
merupakan keniscayaan. Pembenahan

Page 7 of 9

Brawijaya University

Pengantar Ekonomi Pertanian


harus dilakukan secara komprehensif,
baik dari sisi data produksi, konsumsi,
maupun penggunaan. Angka konversi
dan penggunaan beras yang sudah
usang harus segera sirevitalisasi.
Agar dapat digunakan secara
apple to apple, pembenahan data harus
dilakukan secara terintegrasi dalam
koordinasi dan pengawasan yang ketat,
perbaikan data harus disandarkan pada
kondisi nol yang netral tanpa
pertimbangan
kepentingan
politik
ataupun penilaian kinerja kementerian
teknis terkait. Pembenahan data harus
melalui perencanaan yang matang dan
melibatkan ahli statistik dalam dan luar
negeri.

2014

pembenahan berada jauh dari garis tren


data yang sudah ada.

Data hasil pembenahan bukan


tidak mungkin akan berada pada level
yang jauh dari data yang selama ini
digunakan. Jika hal ini terjadi, banyak
hasil penelitian, laporan kinerja, dan
indikator ekonomi lain yang akan terlihat
valid.
Akan tetapi, masa depan ketahanan
pangan bangsa ini harus menjadi
prioritas. Banyak adjustment yang bisa
dilakukan jika memang kenyataan
menunjukkan
level
data
hasil

Page 8 of 9

ISWADI
Kepala Seksi Evaluasi dan Pelaporan
Statistik Tanaman Pangan BPS;
Alumnus The University Queensland,
Australia

Brawijaya University

Pengantar Ekonomi Pertanian

E. Laporan/ Lembar Kerja Praktikum Kegiatan 7


Review literature (artikel) swasembada/ kemandirian/ kedaulatan/ ketahanan pangan

PRAKTIKUM VII
Tanggal

Nama Praktikan :
NIM

Kelas

Nilai

Nama Asisten

Tanda Tangan

Page 9 of 9

2014

Anda mungkin juga menyukai