2014
A.
B.
C.
D.
MODUL
MODUL
7
1
a) Swasembada pangan
Swasembada pangan berarti kita mampu untuk mengadakan sendiri
kebutuhan pangan dengan bermacam-macam kegiatan yang dapat menghasilkan
kebutuhan yang sesuai diperlukan masyarakat Indonesia dengan kemampuan
yang dimilki dan pengetauhan lebih yang dapat menjalankan kegiatan ekonomi
tersebut terutama di bidang kebutuhan pangan. Swasembada pangan juga
merupakan salah satu dari empat target utama pembangunan pertanian periode
2010-2014. Program swasembada pangan ini mempunyai arti dan peran yang
serta cuaca yang sering tidak menentu sebagai dampak dari perubahan iklim.
Dari sisi perdagangan berbagai peraturan perundangan yang diimplementasikan,
seperti pemberlakuan aturan berupa terbukanya pasar pangan untuk impor
dengan dibebaskan dari pajak pertambahan nilai (PPN) dan bea masuk atas
impor sebagai upaya untuk menjaga stabilitas harga dan ketahanan pangan
nasional.
UBDistanceLearning
Page 1 of 9
A. Uraian Materi
Brawijaya University
2014
b) Kemandirian pangan
Kemandirian pangan adalah hak Negara dan bangsa yag secara mandiri
menentukan kebijakan pangan yang menjamin hak atas pangan bagi rakyat dan
yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menetukan system pangan yang
sesuai dengan potensi sumberdaya lokal (UU No. 18 Tahun 2012). Lima komponen
dalam mewujudkan kemandirian pangan yaitu ketersedian yang cukup, stabilitas
ketersediaan, keterjangkauan, mutu/ keamanan pangan yang baik, dan tidak ada
ketergantungan pada pihak luar.
Membangun kemandirian pangan merupakan strategi terbaik untuk keluar
dari krisis pangan. Sebagai negara agraris dengan keberagaman sumber daya hayati
(biodiversity), Indonesia berpotensi besar untuk memproduksi pangan dalam
jumlah yang cukup. Selain itu, Indonesia mempunyai aneka pangan lokal untuk
mendukung diversifikasi pangan nasional (Dewa Ketut Sadra Swastika, 2011).
c) Kedaulatan pangan
Berdasakan UU No. 18 Tahun 2012 kedaulatan pangan adalah hak Negara
dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan pangan yang menjamin hak
atas pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk
menentukan system pangan yang sesuai dengan potensi sumberdaya lokal. Dalam
paradigma ini, tiap negara berhak menentukan dan mengendalikan system produksi,
distribusi, dan konsumsi pangan sendiri, sesuai dengan kondisi ekologis, sosial,
ekonomi, dan budaya lokal, serta tidak ada campur tangan negara lain.
Konsep dan strategi kedaulatan pangan ini sudah diterapkan oleh beberapa
negara, seperti Kuba, Mali, Mozambik, Venezuela, dan Bolivia (Sulistyowati 2003
dalam Dewa Ketut Sadra Swastika 2011). Kuba adalah salah satu negara yang
berhasil menerapkan kedaulatan pangan. Untuk menerapkan kedaulatan pangan,
Page 2 of 9
Brawijaya University
2014
Kuba melakukan reformasi kebijakan pertanian yang mencakup tiga bidang, yaitu
kebijakan teknologi, produksi, dan distribusi (Sulistyowati 2003 dalam Dewa Ketut
Sadra Swastika 2011). Dengan sumberdaya hayati yang beragam dan dukungan
teknologi yang memadai, Indonesia akan mampu menjadi produsen pangan halal,
sehat, dan dapat bersaing dengan Thailand, Malaysia, dan Vietnam.
d) Ketahanan pangan
Ketahanan pangan menurut Undang-undang No. 7 Tahun 1996 adalah kondisi
terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari: (1) tersedianya
pangan secara cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya; (2) aman; (3) merata;
dan (4) terjangkau. Dengan pengertian tersebut, mewujudkan ketahanan pangan
dapat lebih dipahami sebagai berikut:
a) Terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup, diartikan
ketersediaan pangan dalam arti luas, mencakup pangan yang berasal dari
tanaman, ternak, dan ikan untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat,
protein, lemak, vitamin dan mineral serta turunannya, yang bermanfaat
bagi pertumbuhan kesehatan manusia.
b) Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang aman, diartikan bebas dari
cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu,
merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia, serta aman dari
kaidah agama.
c) Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, diartikan pangan
yang harus tersedia setiap saat dan merata di seluruh tanah air.
d) Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau, diartikan pangan
mudah diperoleh rumah tangga dengan harga yang terjangkau.
Sub sistem ketahanan pangan terdiri dari tiga sub sistem utama yaitu
ketersediaan, akses, dan penyerapan pangan, sedangkan status gizi merupakan
outcome dari ketahanan pangan. Ketersediaan, akses, dan penyerapan pangan
merupakan sub sistem yang harus dipenuhi secara utuh. Salah satu sub sistem
tersebut tidak dipenuhi maka suatu negara belum dapat dikatakan mempunyai
ketahanan pangan yang baik. Walaupun pangan tersedia cukup di tingkat nasional
dan regional, tetapi jika akses individu untuk memenuhi kebutuhan pangannya
tidak merata, maka ketahanan pangan masih dikatakan rapuh (Nuhfil Hanani AR.,
2011).
Page 3 of 9
Brawijaya University
2014
Output
Swasembada
Pangan
Nasional
Komoditas
pangan
Substitusi
impor
Kemandirian
Pangan
Nasional/wilayah
Komoditas
pangan
Peningkatan
daya saing
(promosi ekspor)
Peningkatan
produksi
pangan (dengan
perlindungan
pada petani)
Peningkatan
produksi pangan
yang berdaya
saing
Ketersediaan
Ketersediaan
pangan oleh
pangan oleh
produk
produk domestic
domestic (tidak (impor hanya
impor)
pelengkap)
Sumber: Nuhfil Hanani AR., 2011
Outcome
Kedaulatan
Pangan
Nasional
Petani
Ketahanan
Pangan
Individu
Manusia
Pelarangan
impor
Peningkatan
ketersediaan
pangan, akses
pangan dan
penyerapan
pangan
Peningkatan
Status gizi
produksi pangan (mutu pangan,
(dengan
penurunan:
perlindungan
kelaparan, gizi
pada petani)
kurang dan gizi
buruk)
Kesejahteraan
Manusia sehat
petani
dan produktif
(angka harapan
hidup tinggi)
DAFTAR PUSTAKA
Badan Ketahanan Pangan. 2011. Revisi Rencana Strategi Badan Ketahanan Pangan Tahun
2012-2014. Badan Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian: Jakarta.
Hanani AR, Nuhfil. 2011. Ketahanan Pangan: Sub Sistem Ketersediaan. Makalah
Workshop I Ketahanan Pangan di Wilayah Jawa Timur, 2009.
Swastika, Dewa Ketut Sadra. 2011. Membangun Kemandirian dan Kedaulatan Pangan
Untuk Mengentas Petani dari Kemiskinan Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian
4 (2), 2011: 103-117: Bogor.
B. Tujuan Praktikum
Setelah mempelajari Modul ini, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Memahami konsep swasembada, kemandirian, kedaulatan dan ketahanan pangan.
Page 4 of 9
Brawijaya University
2014
C. Pelaksanaan Praktikum
1. Praktikan telah memiliki Modul 7 seminggu sebelum pelaksanaan praktikum.
2. Pada pertemuan Modul 6, asisten mengarahkan kepada praktikan untuk mencari
literature (artikel yang berasal dari Koran atau majalah) secara individu dan
dapat dipertanggungjawabkan sumbernya sesuai dengan ketentuan berikut:
a) Setiap kelas terdapat 4 kelompok (10 praktikan) dengan masing-masing
kelompok mengangkat sebuah literatur dengan Topik sebagai berikut; (1)
swasembada pangan, (2) kemandirian pangan, (3) kedaulatan pangan dan
(4) ketahanan pangan.
b) Judul literature setiap praktikan tidak boleh sama.
c) Literature berbentuk hardcopy dan dibawa ketika praktikum.
3. Asisten menjelaskan materi agar praktikan paham sehingga dapat mengerjakan
tugas pada Modul 7.
4. Terkait dengan artikel yang telah didapat, praktikan membuat review dari artikel
tersebut yang terdiri dari 200 250 kata serta dituliskan sesuai dengan format
pada Laporan/ Lembar Kerja Praktikum Kegiatan 7 pada saat praktikum di
kelas.
5. Hasil laporan/ lembar kerja individu dan literature dikumpulkan diakhir praktikum
Modul 7 ke asisten kelas masing-masing.
Page 5 of 9
Brawijaya University
2014
ANGKA PRODUKSI
DAN KONSUMSI
BERAS
(Oleh Suwadi).
OPINI KOMPAS, 20 Maret 2014
Untuk
memperoleh
produksi beras dari angka
produksi GKG, digunakan angka
rendemen penggilingan. Hingga kini
BPS menggunakan angka rendemen
62,74 persen yang juga merupakan hasil
survei susut panen dan pasca panen
2005-2007.
Angka
inipun
telah
dimutakhirkan dan menghasilkan angka
rendemen 62,85 persen.
Walau terlihat lebih besar dari
pada rendemen sebelumnya, penurunan
konversi GKP ke GKG yang jauh lebih
besar akan tetap memberikan koreksi
negatif terhadap produksi beras. Jika
kedua angka tersebut digunakan,
produksi beras akan terkoreksi menjadi
38,80 juta ton atau surplus 4,18 juta ton.
Namun, perlu dicatat, BPS tidak merilis
produksi dalam kualitas beras secara
resmi.
Perlu
dipahami,
perkiraan
produksi beras sebanyak itu diperoleh
dari hitung-hitungan yang melibatkan
sekumpulan angka konversi yang sudah
tua, seperti angka penggunaan GKG
untuk nonpangan (pakan ternak, industri
Page 6 of 9
Brawijaya University
2014
Page 7 of 9
Brawijaya University
2014
Page 8 of 9
ISWADI
Kepala Seksi Evaluasi dan Pelaporan
Statistik Tanaman Pangan BPS;
Alumnus The University Queensland,
Australia
Brawijaya University
PRAKTIKUM VII
Tanggal
Nama Praktikan :
NIM
Kelas
Nilai
Nama Asisten
Tanda Tangan
Page 9 of 9
2014