Anda di halaman 1dari 3

Bawang Putih dalam Perspektif Ekonomi Mikro

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertanian mempunyai visi mewujudkan


Indonesia sebagai lumbung pangan tahun 2045. Berbagai upaya untuk mewujudkan visi tersebut
telah dituangkan dalam regulasi kebijakan diantaranya swasembada pangan pada berbagai
komoditas penting pada sub sektor tanaman pangan dan hortikultura, misalnya target tahun 2019
adalah swasembada komoditas bawang putih.
Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian1 produksi bawang putih selama periode 1981
sampai 2016 mengalami kenaikan dan penurunan. Indonesia pernah memproduksi bawang putih
dan puncaknya terjadi tahun 1995, setelahnya produksi bawang putih cenderung turun. Jika
dilihat periode tahun 2012 hingga 2016 produksi bawang putih tumbuh tidak menggembirakan,
dimana produksi tahun 2012 hanya sebesar 17,64 ribu ton, sedangkan tahun 2016 produksi
bawang putih meningkat namun produksinya hanya sebesar 21,15 ribu ton.

Gambar 1. Perkembangan Produksi Bawang Putih Tahun 1981-2016


Sumber : Kementerian Pertanian, 2017.

1
Kementerian Pertanian. 2017. Tanaman Pangan dan Hortikultura. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian.
Jakarta
Bawang Putih dalam Perspektif Ekonomi Mikro

Gambar 2. Perkembangan Konsumsi Bawang Putih Tahun 1996-2016


Sumber : Kementerian Pertanian, 2017.

Berbeda dengan produksi bawang putih, data konsumsi bawang putih di Indonesia
menunjukkan kecenderungan meningkat. Pada tahun 2012 konsumsi bawang putih sebesar
432,37 ribu ton, dan meningkat 465,10 ribu ton pada tahun 2016 dengan rata-rata pertumbuhan
mencapai 1,60% per tahun. Konsumsi bawang putih domestik tertinggi terjadi pada tahun 2014
yaitu sebesar 507,77 ribu ton atau naik 11,45% terhadap tahun sebelumnya.
Meningkatnya konsumsi bawang putih di Indonesia dan kecilnya nilai produksi bawang
putih menimbulkan kondisi disequilibrium dalam pasar bawang putih dalam negeri. Semakin
menurunnya produksi bawang putih antara lain disebabkan oleh berkurangnya minat petani
terhadap usahatani bawang putih, semakin terbatasnya lahan, banyaknya alih fungsi lahan
pertanian karena cuaca dan kondisi tanah yang tidak produktif juga ikut memengaruhi. Belum
lagi kurangnya insentif untuk petani dalam menanam bawang putih. Selain itu, membanjirnya
produk bawang putih impor yang memiliki harga murah, dan ukurun umbi yang besar diduga
menjadi salah satu penyebab menurunnya minat petani untuk mengusahakan bawang putih.
Kondisi ini merupakan penyebab utama meningkatnya volume permintaan impor bawang putih
Bawang putih yang beredar di Indonesia terdiri dari bawang putih impor dan lokal. Perbedaan
mutu yang mencolok dari kedua jenis bawang putih tersebut adalah ukuran umbi yang besar dan tingkat
kekeringannya. Walaupun ada kecenderungan harga impor bawang putih menurun, tetapi hal tersebut
tidak mampu medorong peningkatan pangsa pasar bawang putih lokal yang pada akhirnya dapat
Bawang Putih dalam Perspektif Ekonomi Mikro

mendorong peningkatan produksi. Menurut Sastrosiswojo dkk, (2002), hal tersebut selain disebabkan
faktor preferensi konsumen, diduga juga terdapat praktek monopoli pada pemasaran bawang putih. Pada
struktur pasar monopoli tersebut produsen bawang putih lokal sulit untuk memasuki pasar. Walaupun
secara umum diketahui bahwa pasar bawang putih seringkali dianggap beroperasi berdasarkan kekuatan
penawaran dan permintaan.
Volume impor bawang putih tertinggi dicapai pada tahun 2014 sebesar 491,10 ribu ton
atau nilai impor sebesar US$ 349,58 ribu. Pada tahun-tahun berikutnya, volume impor bawang
putih mengalami penurunan hingga mencapai 444,30 ribu ton di tahun 2016. Semakin
menurunnya volume impor bawang putih tersebut merupakan usaha bersama dari pemerintah
dan petani untuk meningkatkan produksi bawang putih dalam negeri yang diimbangi dengan
perbaikan kualitas sesuai permintaan pasar bawang putih baik di dalam maupun di luar negeri
guna tercapainya swasembada bawang putih nasional tahun 2019. Selain itu, pemerintah melalui
Kementan berupaya memaksimalkan penanaman bawang putih dengan melakukan database
potensi lahan yang sesuai untuk bawang putih. Untuk verifikasi kebenaran di lapangan, juga
sudah disiapkan sistem pemetaan digital melalui teknologi berbasis android sehingga lebih
praktis dan akurat. Benih bawang putih juga sudah banyak tersedia, karena seluruh hasil panen
akhir tahun lalu akan dijadikan benih pada tahun ini. Jika kurang, akan didorong impor benih
dari Taiwan, Mesir dan India yang secara uji DNA sama persis dengan jenis bawang lokal
Sangga Sembalun dan Lumbu Hijau
Impor bawang putih dengan besaran yang terus meningkat dari tahun ke tahun pun tidak
menjamin harga menjadi lebih murah, bahkan diduga bahwa komoditas ini akan menjadi salah
satu penyebab inflasi. Hal ini mendorong adanya revisi Permentan No. 86 Tahun 2013 menjadi
No. 16 Tahun 2017 dimana bawang putih termasuk sebagai komoditas yang diatur izin
impornya. Semula swasembada bawang putih diproyeksikan akan tercapai pada tahun 2033.
Namun melihat perkembangan gejolak harga bawang putih yang terjadi belakangan ini,
pemerintah pun mempercepat target swasembada komoditas tersebut menjadi tahun 2019.

Anda mungkin juga menyukai