DISUSUN OLEH
MAGISTER AKUNTANSI
UNIVERSITAS INDONESIA
2014
STATEMENT OF AUTHORSHIP
I. LATAR BELAKANG
Selaras dengan tujuan utama dari sistem ekonomi nasional yaitu mencapai
kesejahteraan baik material maupun non material, maka tujuan kebijakan fiskal
tentu saja dijadikan sebagai salah satu instrumen dalam mencapai tujuan ekonomi
nasional tersebut. Secara lebih khusus, kebijakan fiskal bertujuan sebagai berikut:
Peningkatan laju investasi dapat dilakukan oleh sektor privat maupun pemerintah.
Pemerintah dapat mendorong tingkat investasi melalui pengeluaran pada pos-pos
anggaran yang berkesesuaian dengan kebutuhan masyarakat. Peningkatan
investasi sektor pemerintah diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan
ekonomi ketika investasi disektor swasta mengalami kelesuan.
Salah satu prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi adalah kondisi ekonomi yang
stabil. Adanya guncangan baik bersifat eksternal seperti kondisi perekonomian
global yang tidak stabil, maupun kondisi internal seperti tekanan inflasi harus
dapat diantisipasi oleh pemerintah. Salah satu bentuk antisipasi tersebut adalah
desain kebijakan fiskal yang harus dapat meningkatkan usaha mempertahankan
stabilitas ekonomi menghadapi terhadap siklus ekonomi jangka pendek. Selain
itu, kebijakan fiskal harus diupayakan untuk memantapkan kesinambungan fiskal
melalui peningkatan kemandirian fiskal (penurunan defisit anggaran) dengan cara
peningkatan pendapatan negara dan peningkatan efektivitas dan efisiensi
pengeluaran negara.
Merujuk Pasal 3 Ayat (4) UU No. 17/2003, kebijakan fiskal terkait anggaran
(APBN) mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi,
distribusi dan stabilisasi. Fungsi otorisasi menjelaskan bahwa anggaran negara
menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang
bersangkutan. Hal ini sesuai dengan UUD 1945 pasal 23 ayat 1 yang berbunyi
“Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ditetapkan setiap tahun”.
Inflasi adalah fenomena ekonomi yang tak pernah basi dalam sejarah panjang
ekonomi. Inflasi menjadi pembahasan yang kursial karena mempunyai dampak
yang amat luas dalam perekonomian makro. Inflasi yang tinggi akan
menyebabkan memburuknya distribusi pendapatan, menambah angka kemiskinan,
mengurangi tabungan domesrik, menyebabkan defisit neraca perdagangan,
menggelembungkan besaran utang luar negeri serta menimbulkan ketidakstabilan
politik. Mengingat begitu kursialnya inflasi ini, Bank Sentral dalam tugasnya
menjaga stabilitas ekonomi menetapkannya sebagai tujuan utama dalam
pelaksanaan kebijakan moneternya. Dalam melaksanakan tugasnya, Bank
Indonesia telah menyusun berbagai kerangka kebijakan moneter yang menjadi
pedoman dalam langkah stabilisasi ini. Kebijakan ini tentunya selalu disesuaikan
dengan perkembangan dinamika ekonomi nasional dan global beberapa tahun
terakhir ini telah memfokuskan perhatian BI kepada masalah pengendalian inflasi.
Hal ini juga didukung oleh perkembangan teori ekonomi dalam literatur dan
temuan empiris di beberapa negara bahwa kebijakan moneter dalam jangka
menengah panjang berpengaruh pada inflasi, bukan pada pertumbuhan ekonomi
(Perry Warjiyo dan Solikin, 2004).
Stabilitas ekonomi makro dapat dilihat dari pengaruh guncangan kebijakan harga
pangan atau variabel ekonomi makro lainnya terhadap variabel kunci indicator
ekonomi makro. Jika suatu guncanganmenimbulkan fluktuasi yang besar pada
variabel ekonomi makro, maka dapat dikatakan stabilitas ekonomi makro rentan
terhadap guncangan tersebut. Sebaliknya, jika dampaknya menimbulkan fluktuasi
yang kecil, maka dapat dikatakan stabilitas ekonomi makro stabil. Variable
ekonomi makro yang menjadi isu utama adalah pertumbuhan output, laju inflasi,
pengangguran, dan neraca pembayaran (stigliz, 1997; Dornbusch et al, 1998).
Variabel ekonomi makro tesebut saling terkait melalui pasar barang, pasar uang,
pasar tenaga kerja, dan pasar saham yang membentuk keseimbangan internal
(macro equilibrium) dan keseimbangan eksternal (Ilham dan Siregar).
Model IS-LM
Perpotongan Keynesian
Secara ringkas, kurva IS menunjukkan kombinasi dari tingkat bunga dan tingkat
pendapatan yang konsisten dengan ekuilibrium dalam pasar barang dan jasa.
Kurva IS digambar untuk kebijakan fiskal tertentu. Perubahan-perubahan
kebijakan fiskal yang meningkatkan permintaan terhadap barang dan jasa akan
menggeser kurva IS ke kanan, perubahan-perubahan kebijakan fiskal yang
mengurangi permintaan terhadap barang dan jasa akan menggeser kurva IS ke
kiri.
III. PEMBAHASAN
Pada saat suku bunga menurun, maka jumlah uang beredar akan meningkat dan
menyebabkan inflasi, untuk mencegah melonjaknya inflasi, maka kebijakan
moneter yang diambil pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia dalam rangka
menjaga stabilitas ekonomi sebagai dampak dari pengurangan subsidi BBM
adalah menaikkan suku bunga Bank Indonesia menjadi 7,75% atau naik 25 point
dari sebelumnya sebesar 7,5%. Kenaikan suku bunga tersebut diharapkan dapat
mengurangi jumlah uang beredar dan menekan inflasi. Kebijakan menurunkan
jumlah uang beredar disebut juga Monetary Contraction atau Monetary
Tightening.
IV. KESIMPULAN