Anda di halaman 1dari 18

Cost-Volume-Profit Analysis:

Teori dan Aplikasi dalam Bidang Pertanian


Muslim Salam, Ir., M.Ec., Ph.D.1
Mobile Phone: +62-812-411-6858; e-mail: muslimsal@yahoo.com

Professor of Agricultural and Rural Development Economics


Department of Socio-economics of Agriculture, Faculty of Agriculture
Hasanuddin University, Makassar, INDONESIA
2014

1. Pengertian Cost-Volume-Profit Analysis 1


2. Asumsi Dasar CVP Analysis 2
3. Manfaat CVP Analysis 3
4. Konsep Biaya Tetap, Biaya Variabel dan Biaya Total 3
5. Persamaan CVP Analysis dan Profit Contribution 7
6. CVP Analysis dan Volume Produksi 8
7. CVP Analysis, Profit Contribution Ratio dan Penerimaan 9
8. CVP Analysis dan Harga Penjualan 10
9. CVP Analysis dan Analisis Titik Impas 11
10. CVP Analysis dan Pajak Pendapatan 11
11. Comparative Breakeven Analysis 13

1. Pengertian Cost-Volume-Profit Analysis

Cost-Volume-Profit (CVP) Analysis, yang kadang disebut dengan istilah


breakeven analysis (Hirschey & Pappas, 1998:345), adalah salah satu teknik
analisis penting yang digunakan untuk mengkaji hubungan antara biaya
(costs), penerimaan (revenues) dan keuntungan (profits). Dalam literatur
berbahasa Indonesia, khususnya dalam literatur ekonomi pertanian dan
manajemen usahatani, pemakaian istilah CVP Analysis masih asing. Istilah
pengganti yang banyak digunakan adalah breakeven analysis. Terjemahan
istilah terakhir ini yang sering dijumpai adalah “analisis pulang-pokok”.
Namun terjemahan tersebut belum disepakati sebagai satu-satunya terjemahan
baku dalam Bahasa Indonesia. Masing-masing penulis menerjemahkannya
sesuai selera dan rasa bahasa yang disukainya. Terjemahan lain istilah
breakeven analysis yang juga dijumpai dalam kepustakaan berbahasa
Indonesia misalnya analisis silang-imbang, analisis kembali pokok, dan lain-
lain (lihat Sigit, 1993:1). Dalam tulisan ini, dengan maksud tidak mengurangi
maknanya, maka istilah Cost-Volume-Profit Analysis tetap dipakai, yang
kemudian disingkat menjadi CVP Analysis.

1
Penulis pernah menjadi Visiting Professor (Profesor Tamu) di Ryukoku University, Kyoto, Japan
(September-Desember 2010) dalam rangka penulisan buku “Quantitative Social Research Methodology”,
dan Visiting Professor di School of Economics, Finance and Banking, Universiti Utara Malaysia (UUM),
Kedah Darul Aman, Malaysia (Januari 2011-Februari 2012).
CVP Analysis adalah salah satu pendekatan/ peralatan analisis finansial yang
digunakan oleh para managerial-economists untuk mengetahui berapa jumlah
produksi harus dihasilkan dalam suatu kegiatan usaha, sehingga kegiatan
usaha tersebut tidak menderita kerugian. CVP Analysis juga berfungsi untuk
mengetahui berapa jumlah produksi yang harus dihasilkan untuk memperoleh
keuntungan yang diinginkan (desired profit). Secara teknis, CVP Analysis
dalam aplikasinya tidak lain adalah mengetahui keterkaitan antara, jumlah
produksi/penjualan komoditas yang diproduksi, harga jual, biaya produksi,
profit2 dan kerugian (lihat Elderburg & Wolcott, 2004:89, Hirschey & Pappas,
1998:345, Keat & Young, 2000:421).

Dalam bidang pertanian, aplikasi CVP Analysis untuk analisis ekonomi


usahatani belum banyak ditemukan, khususnya di Universitas Hasanuddin.
Bahkan penggunaan istilah tersebut masih terasa asing. Penulis berharap
tulisan ini bisa bermanfaat bagi mahasiswa dan teman sejawat dalam disiplin
ilmu ekonomi pertanian.

2. Asumsi Dasar CVP Analysis

Seperti halnya analisis finansial lainnya, CVP Analysis memerlukan asumsi


dasar yang menjadi syarat agar dapat digunakan secara tepat. Jika asumsi
dasar yang digunakan tidak terpenuhi, maka harus diperlakukan seperti yang
dipersyaratkan. Dengan kata lain harus dinyatakan bahwa asumsi yang
menjadi syarat operasionalisasinya terpenuhi. Asumsi dasar yang diperlukan
agar para analis finansial dapat menggunakan CVP Analysis dengan tepat
sebagai berikut:3

 biaya-biaya yang digunakan dalam usahatani yang dikelola oleh


seorang petani atau perusahaan pertanian harus dapat dipisahkan
dengan menjadi dua jenis biaya, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan
biaya variabel (variabel cost). Jadi dalam CVP Analysis kita hanya
mengenal dua jenis biaya tersebut. Jika seorang analisis
mengklasifikasikan biaya usahatani lebih detail, misalnya selain
kedua jenis yang telah disebutkan di atas, juga ditambahkan dua
jenis biaya lainnya yaitu semi variabel dan semi tetap, maka masing-
masing biaya tersebut dimasukkan ke dalam “biaya variabel” dan
Chapter: Cost-Volume-Profit Analysis, by Muslim Salam, Ph.D.., 2014.

“biaya tetap”.

 biaya yang telah ditetapkan sebagai biaya tetap dan biaya variabel
harus dapat diterapkan secara konsisten sesuai definisinya.

 biaya variabel akan tetap sama jika dihitung biaya per unit
produknya, berapapun kuantitas produksi yang dihasilkannya. Jika
kegiatan produksi berubah, maka biaya variabel akan berubah

2
Istilah profit dalam literatur ilmu usahatani (farm management) disebut Net Farm Income (pendapatan
bersih usahatani). Penulis tetap menggunakan istilah profit dalam tulisan ini agar tidak kehilangan jejak
dari judulnya: Cost-Volume-Profit Analysis.
3
Diadaptasi dari Sigit (1993:1-5).

2
secara proporsional sesuai dengan perubahan volume produksi,
sehingga biaya per unitnya akan tetap sama.

 harga jual komoditas yang dihasilkan per unit harus tetap, berapapun
kuantitas produk yang dijual. Harga jual per unit tidak akan
diturunkan, jika misalnya pembeli membeli dalam jumlah banyak.
Begitupula sebaliknya, meskipun pembeli hanya membeli sedikit.
Ringkasnya banyak atau sedikit yang dibeli, harga jual per unit tidak
akan mengalami perubahan.

 jenis usahatani/komoditas yang dianalisis hanya satu jenis


komoditas/cabang usahatani, misalnya usahatani padi saja. Jika
ternyata petani tersebut menghasilkan dan menjual dua jenis produk
dari satu cabang usahatani, misalnya selain menjual gabah juga
jerami, maka kedua produk tersebut harus dianggap satu jenis saja
dengan kombinasi yang selalu tetap.

 ada sinkronisasi dalam kegiatan usahatani yang dikelola antara


kegiatan produksi dan penjualan hasil produksi. Komoditas yang
diproduksi harus terjual/ dihitung terjual secara keseluruhan dalam
satu siklus produksi/ satu periode waktu tertentu. Jadi tidak ada sisa
produksi atau persediaan awal untuk masa produksi berikutnya.

3. Manfaat CVP Analysis

CVP Analysis, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, merupakan salah


satu peralatan ekonomi (economic tool) yang dapat diaplikasikan oleh para
manajer pada berbagai bidang usaha, termasuk bidang pertanian. Sebagai
economic tool, dalam bidang pertanian CVP Analysis dapat dimanfaatkan oleh
para petani dan manajer perusahaan pertanian dalam mengambil keputusan
tentang jumlah produksi minimal yang harus diproduksi dan harga jual minimal
agar usahatani yang dikelolanya dapat mendatangkan keuntungan finansial.
CVP Analysis juga dapat membantu para petani dan manajer perusahaan
pertanian dalam menentukan keuntungan usahatani atau laba perusahaan
(profit planning). Selain itu, CVP Analysis juga dapat berfungsi sebagai alat
pengendali (controlling) dalam mengendalikan kegiatan usahatani yang
Chapter: Cost-Volume-Profit Analysis, by Muslim Salam, Ph.D.., 2014.

sedang berjalan. Sebagai alat pengendali, para petani dan manajer


perusahaan pertanian dapat mencocokkan realisasi produksi dengan angka-
angka yang digunakan dalam perhitungan CVP Analysis. Singkatnya, secara
umum CVP Analysis dapat digunakan untuk mengetahui hal-hal di bawah ini:

 Produk apa, di antara dua produk yang dihasilkan, yang perlu


ditingkatkan untuk mencapai keuntungan yang lebih tinggi.
 Berapa jumlah produksi yang harus dihasilkan untuk mencapai target
keuntungan yang direncanakan.
 Jumlah penerimaan yang dibutuhkan untuk menghindari kerugian.
 Mengontrol kinerja usahatani dan atau perusahaan pertanian agar tetap
berjalan sesuai dengan perencanaan.

3
 Berapa harga jual per unit yang harus ditetapkan agar bisa mencapai
keuntungan tertentu yang direncanakan.
 Berapa jumlah produksi dan harga jual per unit minimal agar kegiatan
usahatani dan atau suatu perusahaan pertanian memperoleh zero profit
(tidak untung dan tidak rugi).

4. Konsep Biaya Tetap, Biaya Variabel dan Biaya Total

Perbedaan antara biaya tetap (fixed cost)4 dan biaya variabel (variable cost)
sangat fundamental dalam ilmu ekonomi, [tak terkecuali dalam kajian
usahatani]. Sayangnya, perbedaan ini sering merupakan satu dari yang paling
kurang dipahami dan paling sering salah dalam penggunaan dan
perbedaannya (Harsh, Connor & Schwab, 1981:47). Klasifikasi biaya usahatani
dalam CVP Analysis, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, hanya dikenal
dua macam, yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah semua
jenis biaya yang jumlahnya tidak mengalami perubahan selama satu siklus
produksi dan tidak terpengaruh oleh besar kecilnya produksi. Jika periode
waktu yang dihitung adalah satu musim tanam, maka jumlah biaya tersebut
tidak mengalami perubahan selama musim tanam tersebut. Begitupula jika
periode perhitungan adalah satu tahun. Biaya tetap secara umum berkaitan
dengan waktu dan perjanjian. Contoh biaya tetap dalam usahatani adalah sewa
lahan, pajak tanah, iuran pemakaian air irigasi, penyusutan alat, bunga modal,
dan lain-lain. Kelima contoh yang telah disebutkan terkait dengan waktu dan
perjanjian. Iuran pemakaian air irigasi, sebagai contoh, biasanya tidak
berubah dalam selama setahun. Demikian juga sewa lahan dan masa sewa
terkait dengan waktu dan perjanjian yang disepakati antara petani penyewa
dan pemilik lahan. Jika digambarkan dalam bentuk grafik, biaya tetap
merupakan garis datar horisontal seperti disajikan pada Gambar 1.

125
Biaya produksi bawang merah

Chapter: Cost-Volume-Profit Analysis, by Muslim Salam, Ph.D.., 2014.

100
(Rp000.000/ha)

75

50
Biaya Tetap
25

O
10 20 30 40 50 kuantitas Q
Gambar 1. Kurva Biaya Tetap Komoditas Bawang Merah bawang merah (ton)

4
Istilah lain dari biaya tetap (fixed costs) yang biasa dijumpai dalam literatur adalah “overhead costs”,
“common costs” dan “unallocatable costs” (Norman & Coote, 1971:69)

4
Pada Gambar 1 terlihat dengan jelas bahwa berapapun jumlah produksi
bawang merah yang dihasilkan, biaya tetapnya tidak mengalami perubahan
(konstan), Rp50.000.000,00 per hektar. Oleh karena itu, semakin besar jumlah
produksi yang dihasilkan, maka semakin menurun biaya tetap per unitnya.
Sebagai contoh, pada saat produksi bawang yang dihasilkan 10 ton, biasanya
produksi per ton adalah Rp25.000.000,00 dibagi 10 ton sama dengan
Rp2.500.000,00 per ton. Kemudian jika produksi yang dihasilkan mencapai 50
ton, maka biaya tetap per unit adalah Rp500.000,00 per ton.

Jenis biaya lainnya adalah biaya variabel (variable cost). Biaya ini berbeda
dengan biaya tetap. Jika biaya tetap konstan selama satu masa produksi atau
tidak dipengaruhi oleh besarnya produksi yang dihasilkan, maka biaya
variabel sebaliknya. Jenis biaya berubah-ubah sesuai dengan volume
produksi. Apabila produksi yang dihasilkan oleh suatu kegiatan usahatani
volume kecil, maka biaya variabelnya juga kurang. Peningkatan volume
produksi akan mendorong peningkatan biaya variabel. Namun perlu
dikemukan di sini bahwa dalam CVP Analysis asumsi yang digunakan yaitu
naik turunnya biaya variabel berbanding lurus/proporsional dengan volume
produksi. Asumsi ini dalam bidang pertanian tidak mudah diaplikasikan,
karena pada umumnya setiap kegiatan usatani berlaku the law of deminishing
return (hukum kenaikan yang semakin berkurang). Hukum ini secara
substansial menyatakan bahwa penambahan input/biaya pada suatu kegiatan
produksi suatu komoditas pertanian, pada awalnya mengakibatkan
penambahan produksi yang semakin menaik. Tetapi situasi ini tidak
berlangsung seterusnya. Pada suatu saat ada waktu jika input/biaya
ditambahkan justru akan menurunkan produksi total. Sebagai illustrasi, jika
seorang petani menambah terus pemberian pupuk pada usahatani padinya,
maka pada saat tertentu tambahan pupuk yang diberikan tidak lagi mampu
menaikkan produksi. Bahkan jika ditambahkan terus-menurus, justru pupuk
tersebut bisa meracuni tanaman padi, yang pada akhirnya justru produksi total
akan menurun.

Dalam kegiatan usahatani, biaya tenaga kerja dan biaya sarana produksi
seperti pupuk, pestisida merupakan contoh-contoh biaya variabel. Perlu
Chapter: Cost-Volume-Profit Analysis, by Muslim Salam, Ph.D.., 2014.

dicatat bahwa untuk perusahaan pertanian, biaya tenaga kerja biasanya


terbagi dua. Ada yang diklasifikasikan sebagai biaya tetap, ada pula biaya
variabel. Biaya tenaga yang berhubungan langsung dengan proses produksi
dimasukkan sebagai biaya variabel. Sedangkan tenaga kerja yang tidak
berhubungan langsung dengan proses produksi dimasukkan ke dalam biaya
tetap, misalnya staf yang bekerja di kantor perkebunan. Namun demikian,
dalam kasus perusahaan pertanian khususnya yang berkaitan dengan tenaga
kerja yang berhubungan langsung dengan proses, masih perlu kehati-hatian
dalam memisahkan kedua jenis biaya ini. Karena ada beberapa jenis tenaga
kerja di dalamnya. Ada tenaga kerja harian lepas, ada pula tenaga kerja tetap.
Jadi pengklasifikasiannya memerlukan kehati-hatian. Selanjutnya, secara
grafis, biaya variabel digambarkan oleh sebuah garis lurus yang

5
peningkatannya berbanding secara proporsional dengan volume produksi,
seperti tertera pada Gambar 2.

Berbeda dengan konsep biaya tetap yang telah ditunjukkkan pada Gambar 1,
pada Gambar 2 terlihat jelas kenaikan produksi bawang akan mendorong lebih
banyak penggunaan biaya variabel. Seperti yang telah dikemukan sebelumnya
bahwa semakin besar jumlah produksi yang dihasilkan, maka biaya
variabelnya juga akan meningkat. Pada Gambar 2 terlihat bahwa biaya
produksi per unit bawang merah meningkat secara proporsional/berbanding
lurus dengan kenaikan volume produksi. Pada saat produksi bawah merah 10
ton maka biaya variabel per unitnya sama dengan Rp2.500.000,00 per ton,
yang diperoleh dari hasil pembagian biaya produksi Rp25.000.000,00 dibagi
dengan volume produksi 10 ton. Ketika produksi meningkat menjadi 50 ton,
maka biaya variabel per unit tetap konstan sebesar Rp2.500.000,00 per ton
(Rp125.000.000,00 dibagi 50 ton). Asumsi ini pula yang digunakan dalam CVP
Analysis bahwa biaya variabel meningkat secara proporsional (konstan).
Biaya produksi bawang merah

Kurva
125 Biaya Variabel
(Rp000.000/ha)

100

75

50

25

O
10 20 30 40 50 kuantitas Q
Gambar 2. Kurva Biaya Variabel Komoditas Bawang Merah bawang merah (ton)

Secara matematis, konsep biaya total (total costs) (TC) merupakan


penjumlahan antara biaya tetap total (TFC) dengan biaya variabel total (TVC),
Chapter: Cost-Volume-Profit Analysis, by Muslim Salam, Ph.D.., 2014.

yang digambarkan pada Persamaan (1) dan Gambar 3.

TC = TFC + TVC …(1)

Gambar 3 sesungguhnya adalah gabungan dari Gambar 1 dan Gambar 2.


Karena biaya variabelnya merupakan garis lurus linear, maka kurva biaya
totalnya juga demikian. Biaya total per unit akan mengalami penurunan seiring
dengan perkembangan jumlah volume produksi. Hal ini disebabkan oleh
perilaku biaya tetap per unit, yang semakin kecil seiring dengan semakin
banyaknya hasil produksi. Sebagai contoh: pada saat produksi masih 10 ton,
biaya total per unit sama dengan Rp7.500.000,00 per ton (Rp75.000.000,00
dibagi 10 ton). Setelah produksi bawang merah mencapai 50 ton, maka biaya

6
total per unit menjadi Rp3.500.000,00 per ton (Rp175.000.000,00 dibagi 50 ton).

175

150
Kurva Biaya Total

Biaya Variabel
125
Biaya produksi bawang merah

100
(Rp000.000)

75

50
Kurva Biaya Tetap
Biaya Tetap
25

O
10 20 30 40 50 kuantitas Q
Gambar 3. Kurva Biaya Total Komoditas Bawang Merah bawang merah (ton)

5. Persamaan CVP Analysis dan Profit Contribution

Banyak financial analyst lebih senang menggunakan grafik untuk


menggambarkan hubungan antara biaya, volume produksi dan keuntungan
dalam CVP Analysis. Namun demikian teknik persamaan aljabar, bagi
sebagian financial analyst, dianggap lebih efisien dalam menganalisis
permasalahan yang berkaitan dengan ketiga hubungan di atas. CVP Analysis
Chapter: Cost-Volume-Profit Analysis, by Muslim Salam, Ph.D.., 2014.

dimulai dengan persamaan keuntungan (profit equation) seperti tertera pada


Persamaan (2):

Profit = Total Revenue – Total Cost … (2)

Jika biaya dibedakan menjadi biaya tetap dan biaya variabel maka profit
equation di atas menjadi:

Profit = Total Revenue – Total Variable Cost – Total Fixed Cost … (3)

7
Selain istilah profit, juga dikenal istilah profit contribution. Profit contribution5,
πC, adalah perbedaan antara penerimaan dan biaya variabel (Hirschey &
Pappas, 1998:346). Sementara profit contribution per unit adalah harga jual per
unit dikurangi dengan biaya variabel per unit. Secara matematis, πC dituliskan
pada Persamaan (4).

πC = Total Revenue – Total Variable Cost … (4)

Konsep profit dan profit contribution adalah peralatan penting ketika


menganalisis efek volume produksi terhadap keuntungan. Profit contribution
per unit menjelaskan berapa banyak penerimaan dari setiap unit yang terjual
dapat menutupi biaya tetap. Dengan kata lain, profit contribution dapat
diaplikasikan untuk menutupi biaya tetap dan mengetahui keuntungan. Sekali
jumlah unit terjual dapat menutupi semua biaya tetap, maka semua profit
contribution per unit dari keseluruhan penjualan yang tertinggal akan menjadi
keuntungan.

Jika diasumsikan bahwa harga penjualan dan biaya variabel per unit adalah
konstan, penerimaan total sama dengan harga jual dikalikan dengan kuantitas,
dan biaya variabel total adalah biaya variabel per unit dikalikan dengan
kuantitas, maka profit equation pada Persamaan (3) di atas dapat ditulis
kembali dalam artian profit contribution per unit, seperti pada Persamaan (5).

Profit = P x Q – V x Q – F
= (P – V) x Q – F … (5)
di mana:
P = Harga jual per unit
V = Biaya variabel per unit
(P - V) = Profit contribution per unit
Q = Kuantitas produksi yang terjual
F = Biaya tetap total

6. CVP Analysis dan Volume Produksi

Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa salah satu manfaat CVP Analysis
Chapter: Cost-Volume-Profit Analysis, by Muslim Salam, Ph.D.., 2014.

adalah menentukan berapa volume produksi yang dibutuhkan untuk


mendapatkan target keuntungan yang ditentukan. Kita mulai dengan
menggunakan profit equation pada Persamaan (5). Dengan mengasumsikan
bahwa biaya tetap konstan, kita akan mendapatkan jumlah volume produksi
yang dibutuhkan untuk target keuntungan (profit) yang diinginkan, seperti
disajikan pada Persamaan (6).

Profit = (P – V) x Q – F

5
Istilah “profit contribution” pada literatur lain disebut juga “contribution margin” (lihat Elderburg &
Wolcott, 2004:89) dan “gross margin”. Kemudian dalam literatur berbahasa Indonesia istilah terakhir,
gross margin, diterjemahkan menjadi “pendapatan kotor”.

8
maka:

F  Pr ofit
Q … (6)
(P  V )

Sebagai contoh: seorang petani kentang di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi


Selatan, akan mengembangkan usahatani kentang dengan menanam bibit
kentang hasil persilangan baru. Informasi yang dihimpun sekaitan dengan
rencana tersebut, sebagai berikut:

Harga jual kentang = Rp15.000/kg


Biaya variabel per unit = Rp7.500/kg
Biaya tetap yang dibutuhkan = Rp75.000.000
Target keuntungan = Rp50.000.000
Estimasi produksi kentang = 20.000 kg

Pertanyaannya: berapa banyak kentang (Q) yang harus diproduksi untuk


mendapatkan keuntungan sebesar Rp50.000.000.

Rp75.000.000  Rp50.000.000
Q
( Rp15.000  Rp7.500)
Rp125.000.000
Q
Rp7.500
Q  16.666,67

Jadi petani tersebut harus memproduksi sebanyak 16.666,67 kg untuk dapat


mencapai target keuntungan sebesar Rp50.000.000.

7. CVP Analysis, Profit Contribution Ratio dan Penerimaan

Sebelum menguraikan penggunaan CVP Analysis dalam penerimaan, akan


dijelaskan dulu apa itu Profit Contribution Ratio (PCR)6. PCR adalah persentase
di mana harga jual per unit melebihi biaya variabel per unit. Persamaan
Chapter: Cost-Volume-Profit Analysis, by Muslim Salam, Ph.D.., 2014.

matematis untuk produk tunggal seperti tertera pada Persamaan (7).

P V
PCR  … (7)
P

Untuk menganalisis biaya, volume dan profit dalam pengertian penerimaan


total sebagai pengganti unit, kita mengganti profit contribution dengan PCR.
Oleh karena itu, persamaan penerimaan seperti pada Persamaan (8).

6
Istilah Profit Contribution Ratio (PCR) dalam literatur lain disebut juga dengan istilah Contribution Margin
Ratio (CMR) (lihat Elderburg & Wolcott, 2004:90)

9
F  Pr ofit F  Pr ofit
Re venue   … (8)
(P  V ) / P PCR

Menjawab pertanyaan berapa penerimaan yang dibutuhkan untuk mencapai


target keuntungan Rp50.000.000 pada usahatani kentang di Kabupaten
Bantaeng, maka langkah pertama yang dilakukan adalah menghitung PCR,
sebagaimana berikut ini:

PCR = (Rp15.000 – Rp7.500)/ Rp15.000 = 0,50

Profit Contribution Ratio (PCR) sebesar 0.50 berarti bahwa 50,0% dari
penerimaan dari setiap kg kentang yang terjual memberi kontribusi kepada
biaya tetap dan keuntungan setelah semua biaya tetap tertutupi. Kemudian
total penerimaan yang akan diterima petani kentang tersebut sebagai berikut:

Revenue = (Rp75.000.000 + Rp50.000.000)/ 0,50 = Rp250.000.000

Jika kuantitas yang akan diproduksi, Q, sebanyak 16.666,67 kg untuk mendapat


target keuntungan Rp50.000.000 dikalikan dengan harga jual kentang per unit,
P, Rp15.000/kg, maka penerimaan (revenue) yang akan diterima oleh petani
kentang tersebut relatif persis sama dengan hasil perhitungan di atas, yaitu
Rp249.999.999.7

Profit contribution ratio dapat juga diperoleh dengan menggunakan


pendekatan Total Revenues (TR) dan Total Variable Costs (TVC). Oleh karena
itu, untuk produk tunggal, PCR adalah sama “apakah kita menghitungnya
dengan menggunakan harga penjualan dan biaya variabel per unit atau
menggunakan TR dan TVC”. Dengan demikian Persamaan (7) dapat ditulis
dengan versi lain seperti pada Persamaan (9).

F  Pr ofit
Re venue  … (9)
(TR  TVC) / TR Chapter: Cost-Volume-Profit Analysis, by Muslim Salam, Ph.D.., 2014.

Jika Persamaan (6) dan Persamaan (7) dikaitkan, maka nampak jelas bahwa:

PCR = (TR – TVC)/TR … (9)

Aplikasi Persamaan (9) dapat digunakan dengan menggunakan informasi


perkiraan penerimaan dan biaya usahatani kentang di atas untuk menentukan
PCR-nya.

Total revenue = Rp15.000 x 20.000 kg = Rp300.000.000


Total variable cost = Rp7.500 x 20.000 kg = Rp150.000.000

7
Perbedaan sedikit tersebut disebabkan oleh pembulatan angka.

10
PCR = (Rp300.000.000 - Rp150.000.000)/ Rp300.000.000 = 0,50

8. CVP Analysis dan Harga Penjualan

CVP Analysis selain berfungsi dalam menentukan berapa volume produksi dan
penerimaan yang dibutuhkan untuk memperoleh tingkat keuntungan yang
diinginkan, juga dapat digunakan untuk menghitung berapa harga jual yang
dapat ditetapkan untuk mencapai tingkat keuntungan tersebut. Penggunaan
CVP Analysis dalam penentuan harga jual sangat bermanfaat jika parameter
yang belum diketahui adalah parameter harga. Formula yang digunakan
adalah formula hasil modifikasi dari Persamaan (5), yaitu:

F  Pr ofit
P  V … (10)
Q

Aplikasi Persamaan (10) dapat dilakukan dengan menggunakan data-data yang


ada pada kasus petani kentang di Bantaeng. Dalam kasus tersebut si-petani
belum mengetahui berapa harga jual yang ditetapkan nanti setelah panen
kentang. Namun demikian ia sudah memperkirakan volume produksi kentang,
Q, yang dapat dihasilkan dari usahataninya. Jika ia menginginkan profit
sebesar Rp50.000.000, maka berapa harga jual yang harus ditetapkan?

Rp75.000.000  Rp50.000.000
P  Rp7.500
20.000 kg
Rp125.000.000
P  Rp7.500
20.000 kg
P  Rp13.750 / kg

Jadi, jika petani tersebut menetapkan keuntungan yang diharapkan sebesar


Rp50.000.000, maka harga jual per unit produk yang harus ditetapkannya
adalah Rp13.750/kg.

9. CVP Analysis dan Analisis Titik Impas


Chapter: Cost-Volume-Profit Analysis, by Muslim Salam, Ph.D.., 2014.

Analisis Titik Impas (ATI) dalam tulisan ini diterjemahkan dari istilah breakeven
point analysis. Dalam bidang pertanian, suatu kegiatan usahatani dikatakan
“impas”, jika dalam analisis pendapatan cabang usahatani bersihnya (net farm
enterprise income) diperoleh hasil dimana penerimaan dan biaya usahatani
tersebut sama dengan nol. Dengan kata lain, penerimaan yang diperoleh dari
kegiatan usahatani tersebut hanya dapat menutupi semua biaya tetap dan biaya
variabel yang digunakan dalam proses produksi. Oleh karena itu, kegiatan
usahatani tersebut tidak memperoleh profit, tetapi juga tidak menderita
kerugian (zero profit).

11
Para manajer usahatani atau bisnis lainnya sering berkeinginan untuk
mengetahui level kegiatan yang menjadikan usaha mereka impas. CVP
Analysis dapat digunakan dalam menentukan titik impas (breakeven point),
yang kemudian disingkat BEP. Kita dapat menghitung titik impas dari formula-
formula sebelumnya dengan memperlakukan profit sama dengan nol (setting
profit to zero). Tergantung dari formula yang kita gunakan apakah
menggunakan CVP Analysis in Unit (Persamaan (4)) untuk menghitung BEP
Quantity (BEP-Q), CVP Analysis in Revenues (Persamaan (6)) untuk menghitung
BEP Revenues (BEP-R) atau CVP Analysis in Selling Price (Persamaan (9)) untuk
menghitung BEP-Selling Price (BEP-S). Dalam kasus usahatani kentang di
Bantaeng titik impas usahatani masing-masing:

BEP-Q = (Rp75.000.000 + Rp0)/ (Rp15.000 – Rp7.500) = 10.000 kg


BEP-R = (Rp75.000.000 + Rp0)/ 0,50 = Rp150.000.000
BEP-S = (Rp75.000.000 + Rp0)/ (20.000 kg) + Rp7.500 = Rp11.250/kg

Analisis titik impas selain dapat dilakukan dengan persamaan matematis, juga
dapat ditunjukkan dalam bentuk grafik seperti tertera pada Gambar 4.

10. CVP Analysis dan Pajak Pendapatan

Sampai di sini, perhitungan CVP Analysis yang kita gunakan tidak


memperdulikan pajak pendapatan (income taxes). Perhitungan pajak
pendapatan dalam analisis profitabilitas sangat penting artinya terutama bagi
perusahaan, tak terkecuali perusahaan pertanian. Profit setelah pajak (aftertax
profit) dihitung dengan mengurangi pajak pendapatan dari keuntungan
sebelum pajak (pretax profit). Kemudian pajak biasanya dihitung sebagai
persentase dari pretax profit.
Aftertax Profit = Pretax Profit – Taxes
= Pretax Profit – (Tax Rate X Pretax Profit)
= Pretax Profit X (1 – Tax Rate) … (11)

(Rp000.000)
keuntungan
Chapter: Cost-Volume-Profit Analysis, by Muslim Salam, Ph.D.., 2014.

75 bersih
UNTUNG
250

200 biaya
variabel
150

100 RUGI

50 biaya tetap

O
5 10 15 20 25 kuantitas Q
Gambar 4. Kurva Titik Impas Komoditas Bawang Merah bawang merah (000 kg)

12
Jika kita ingin mengetahui jumlah keuntungan sebelum pajak (pretax profit)
yang dibutuhkan untuk mencapai target keuntungan setelah pajak (aftertax
profit), kita memodifikasi Persamaan (11) menjadi:

Aftertax Pr ofit
Pr etax Pr ofit  … (12)
(1  TaxRate)

Misalkan petani kentang di Bantaeng merencanakan aftertax profit sebesar


Rp50.000.000 dan tingkat pajak (tax rate) pendapatan sebesar 30%, maka
pretax profit yang harus ditargetnya adalah:

Rp50.000.000
Pr etax Pr ofit   Rp71.428.571
(1  0,30)

Jadi petani kentang tersebut membutuhkan pretax profit sebesar Rp71.428.571


untuk mendapatkan aftetax profit sebesar Rp50.000.000.

11. Comparative Breakeven Analysis

Petani maju/manajer usahatani yang mengelola dua cabang usahatani yang


bersaing satu sama lain dalam hal penggunaan lahan biasanya diperhadapkan
masalah/pertanyaan seperti ini: berapa luas lahan yang diperuntukkan
komoditas jagung dan berapa kacang tanah? Bisakah saya mengurangi luas
lahan tanaman jagung untuk menambah luas lahan kacang tanah? Berapa
produksi minimal tanaman kacang tanah yang harus dipenuhi untuk menutupi
kerugian akibat peralihan lahan dari tanaman jagung ke kacang tanah? Berapa
harga jual minimal hasil produksi kacang tanah, sehingga lebih
menguntungkan?

Pertanyaan-pertanyaan di atas pada prinsipnya berkaitan dengan peruntukkan


lahan dua komoditas yang saling bersaing (competing crops). Jika
disederhanakan dalam bahasa yang lebih konkrit, pertanyaan-pertanyaan
tersebut pada dasarnya seperti ini: “bisakah saya merealokasi 0,25 ha lahan
usahatani yang diperuntukkan bagi tanaman jagung sekarang untuk menambah
luas lahan bagi tanaman kacang tanah?” Pertanyaan ini tentunya memerlukan
Chapter: Cost-Volume-Profit Analysis, by Muslim Salam, Ph.D.., 2014.

re-evaluasi dari sisi finansial sebelum mengambil keputusan.

Para ahli ekonomi khususnya yang berkecimpungan dalam bidang pertanian


telah mengembangkan peralatan ekonomi-manajerial untuk menjawab
pertanyaan tersebut di atas, yang disebutnya dengan istilah “comparative
breakeven analysis (CBA)”. Penggunaan CBA terutama digunakan menjawab
dua pertanyaan (Hilker, Black & Hesterman, 1987:5).

 Pertama, jika hasil produksi per hektar dan biaya variabel per hektar
dua komoditas yang bersaing serta harga jual komoditas pertama
diketahui, maka “berapa harga jual komoditas kedua” yang dapat
menghasilkan pengembalian bersih (net return) yang sama dengan

13
komoditas pertama untuk menutupi biaya tetap (fixed costs). Kemudian
ini disebut breakeven price.
 Kedua, jika harga jual dan biaya variabel per hektar dua komoditas yang
bersaing serta hasil produksi per hektar komoditas pertama diketahui,
maka “berapa hasil produksi komoditas kedua” yang dapat menghasilkan
pengembalian bersih (net return) yang sama dengan komoditas pertama
untuk menutupi biaya tetap (fixed costs). Kita menyebut hal ini dengan
istilah breakeven yield.

Breakeven yield, khususnya, adalah konsep yang bermanfaat jika petani belum
menanam tanaman dan ingin mengetahui berapa hasil produksi yang harus
dihasilkannya sehingga tanaman yang akan ditanam akan kompetitif.
Ringkasnya, CBA akan memberikan jawaban terhadap pertanyaan “berapa
kombinasi harga penjualan/hasil produksi yang dibutuhkan bagi komoditas
alternatif agar bisa meninggalkan komoditas asal (original crop)?” Perlu pula
dijelaskan bahwa biaya yang dihitung dalam CBA ini adalah biaya variabel,
karena analisis ini diperuntukkan untuk analisis jangka pendek (short-run).
Dengan kata lain, penggunaan fixed cost sebagai dasar perhitungan dalam CBA
tidak relevan (lihat Hilker, Black & Hesterman, 1987:5).

Contoh Penggunaan: Menurut Hilker, Black & Hesterman (1987:5) “the best way
to explain a concept is to present an example”. Jadi untuk menjelaskan konsep
CBA ini akan disajikan contoh yang diberikan oleh Hilker, Black & Hesterman
(1987:5-7).8 Diandaikan anda sekarang sedang membudidayakan dua tanaman
palawija, soybeans (kacang kedele) dan navy beans9 dan sekarang sedang
memikirkan apakah sebagian lahan yang ditanami kacang kedele harus
dialihkan untuk tanaman navy beans. Untuk itu, dalam kasus ini tanaman kacang
kedele disebut “defender” dan navy beans di sebut “challenger”. Selanjutnya,
diandaikan anda mengharapkan hasil produksi dan biaya variabel dari kedua
tanaman tersebut seperti disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1.
Hasil Produksi dan Biaya Variabel Tanaman Kacang Kedele dan Navy Beans10
Uraian Biaya Kacang Kedele Navy Beans
Hasil produksi (yields) 35.00 bu./acre 13.50 cwt/acre
Biaya sebelum panen (preharvest costs) $60.75/acre $64.75/acre
Chapter: Cost-Volume-Profit Analysis, by Muslim Salam, Ph.D.., 2014.

Biaya panen (harvest costs) $6.00/acre $9.00/acre


Biaya angkutan dan pemasaran (hauling and $0.20/bu. $0.33/cwt
marketing costs)

Mari kita mulai dengan menanyakan “jika anda mengharapkan harga kacang
kedele adalah $5.00/bu., berapa breakeven price untuk tanaman navy beans

8
Penulis tidak mengadapsi kasus yang di tulis oleh Hilker, Black & Hesterman (1987:5-7) tersebut
dengan maksud agar mahasiswa dapat menjadi lebih familiar dengan istilah/terminologi
berbahasa Inggeris.
9
Penulis belum mengetahui jenis tanaman navy beans dalam Bahasa Indonesia. Dalam Bahasa Inggeris
disebutkan bahwa navy beans is a small white bean which is cooked and eaten.
10
Keterangan: 1 acre = 0,4646 ha; bu. = bushel (gantang), yang setara dengan 8 galon atau 36,4 liter;
cwt = singkatan dari hundredweight, yaitu ukuran berat 50 kg.

14
per cwt?” Harga navy beans/cwt ini akan memberikan pengembalian (return)
yang sama untuk menutupi fixed costs, yang senilai harga kacang kedele
$5.00/bu. Pertanyaan berikutnya “jika anda mengharapkan harga kacang
kedele $5.00/bu. dan harga navy beans $15.00/cwt., berapa breakeven yield
per acre untuk navy beans? Apakah hasil produksi navy beans per acre, pada
harga $15.00/cwt, akan memberikan pengembalian (return) yang sama untuk
menutupi fixed costs, sebagaimana pada kacang kedele dengan hasil produksi
35 bu./acre pada harga $5.00/bu?

Illustrasi perhitungan. Untuk menghitung “the challenger’s breakeven price”,


anda harus menghitung “the defender’s return to fixed costs” dengan mengikuti
enam langkah berikut ini. Anda juga dapat mengikuti dan menghubungkan
perhitungan ini pada lembar kerja (worksheet) Tabel 2.

Langkah 1. Hitung penerimaan total (total revenue) per acre tanaman defender,
yaitu hasil produksi per acre (Baris 1) dikalikan dengan harga
per unit (Baris 2). Dalam contoh kami tanaman defender adalah
kacang tanah dan Gross Revenue (penerimaan kotor) tanaman
defender:

Baris 3. Gross Revenue = (35 bu./acre X ($5.00/bu.) = $175.00

Langkah 2. Jumlah biaya variabel the defender per acre (Baris 4,5 dan 6b).
Dalam contoh kami biaya variabel tanaman defender adalah:

Baris 7. Variable Costs = $60.75 + $6.00 + $7.00 = $73.75

Langkah 3. Kurangkan biaya variabel tanaman defender dari penerimaan total


(total revenue) untuk memperoleh pengembalian bersih (net
returns) tanaman defender terhadap fixed costs-nya per acre (Baris
3 – Baris 7). Dalam contoh kami, Return to Fixed Costs (RTFC)
tanaman defender:

Baris 8. Return to Fixed Costs = $175.00 - $73.75 = $101.25


Chapter: Cost-Volume-Profit Analysis, by Muslim Salam, Ph.D.., 2014.

Jumlah pengembalian inilah (atau lebih) yang harus dipenuhi oleh tanaman
challenger (navy beans) untuk mengalihkan penggunaan lahan dari tanaman
defender (kacang kedele).

Langkah 4. Jumlahkan biaya variabel tanaman challenger per acre (Baris 9, 10


dan 11b). Dalam contoh kami, biaya variabel tanaman challenger:

Baris 12. Variable Costs = $64.75 + $9.00 + $4.45 = $78.25

Langkah 5. Tambahkan biaya variabel per acre tanaman challenger (Baris 12)
ke Return to Fixed Costs per acre tanaman defender (Baris 8). Biaya

15
ini dianggap sebagai “imputed costs”.11 Ini merupakan “gross
revenue (penerimaan kotor) per acre” yang harus diperoleh dari
tanaman challenger agar dapat menjamin pengalihan lahan dari
tanaman defender (kacang kedele). Kemudian imputed cost (Baris
12 + Baris 8) dibagi dengan hasil yang diharapkan dari tanaman
challenger (Baris 13), yang menunjukkan harga jual per unit
tanaman challenger yang harus ditetapkan untuk memperoleh
pengembalian yang sama terhadap fixed costs yang diperoleh dari
tanaman defender. Dalam contoh kami:

Imputed cost = Baris 14 ($78.20) + Baris 14c ($101.25) = $179.45/acre

dan

Baris 14a. Breakeven Navy Bean Price = ($179.45/acre)/ Baris 14c (13.5
cwt./acre) = $13.29/cwt.

Langkah 6. Perhitungan the challengers’ breakeven yield dilakukan dengan


cara yang relatif sama sebelumnya. Imputed costs dibagi dengan
harga per unit yang diharapkan dari tanaman challenger. Hasil
yang diperoleh dari perhitungan ini merupakan hasil produksi
yang dibutuhkan bagi tanaman challenger untuk menyamai
Returns to Fixed Costs yang diperoleh dari tanaman defender.
Dalam contoh kami:

Baris 16a. Breakeven Navy Bean Yield = ($179.45/acre)/Baris 16d


($15/cwt.) = 12.0 cwt./acre

Chapter: Cost-Volume-Profit Analysis, by Muslim Salam, Ph.D.., 2014.

11
Imputed cost, yang biasa disebut juga implisit cost, adalah biaya yang tidak aktual dikeluarkan.

16
Tabel 2. Breakeven Analysis for Comparing Alternative Crops

WORKSHEET
For Comparative Breakeven Analysis
Perbandingan Tanaman Challenger dan Defender

Tanaman Defender: Kacang Tanah


1. Hasil Produksi: (bu./acre) 35.00
2. Harga jual ($/bu.) $5.00
3. Gross Revenue (GR = Hasil Produksi X Harga Jual
(Baris 1 X Baris 2) $175.00
Biaya Variabel
4. Biaya sebelum panen $60.75
5. Biaya panen ($/acre) $6.00
6. Biaya pengeringan dan pemasaran a. $0.20/bu. b. $7.00 = $0.20 X 35
7. Jumlah Biaya Variabel (VC = Baris 4 + Baris 5 +
Baris 6b) $73.75
8. Return to Fixed Costs (RTFC = GR – VC) $101.25

Tanaman Challenger: Navy Beans


Biaya Variabel
9. Biaya sebelum panen $64.75
10. Biaya panen ($/acre) $9.00
11. Biaya pengeringan dan pemasaran a. $0.33/cwt. b. $4.45 = $0.33 X 13.5
12. Jumlah Biaya Variabel (VC = Baris 9 +
Baris 10 + Baris 11b) $78.20

Untuk Mengalihkan Lahan Tersebut, RTFC (Return to Fixed Costs)Tanaman


Challenger harus lebih besar dari RTFC Tanaman Defender
Menghitung Breakeven Tanaman Challenger:
Breakeven Price = (VC Challenger + RTFC Defender) /
Hasil Produksi Challenger
13. Hasil Produksi Challenger 13.5 cwt./acre
14a. $13.29 = (b. $78.20 + c. $101.25) / d. 13.50 cwt.

Breakeven Yield = (VC Challenger + RTFC Defender) /


Harga Jual Challenger
15. Harga Jual Challenger $15.00 / cwt.
16a. 12.00 cwt. = (b. $78.20 + c. $101.25) / d. $15.00
Sumber: Hilker, Black & Hesterman (1987:7)
RUJUKAN

Elderburg, Leslie G. & Wolcott, Susan K. (2004). Cost Management: Measuring,


Monitoring & Motivating Performance, John Wiley & Sons, Inc.

Harsh, Stephen B., Connor, Larry J., & Schwab, Gerald D. (1981). Managing the
Farm Business, Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs, N.J.

Hilker, James H., Black, J. Roy., Hesterman, Oran B. (1987), Break-Even Analysis
for Competing Alternative Crops, Extension-Bulletin E-2021, Michigan State
University.

Hirschey, Mark & Pappas, James L. (1998). Fundamental of Managerial


Economics, sixth edition, The Dryden Press, Chicago, New York, San
Fransisco, Philadelphia, Montreal, Toronto, London, Sydney, Tokyo.

Keat, Paul G. & Young, Philip K.Y. (2000). Managerial Economics: Economc Tools
for Today’s Decision Makers, third edition, Prentice Hall International, Inc.
New Jersey.

Norman, L., & Coote, R.B. (1971). The Farm Business, Longman Group Limited,
London and New York.

Ross, Stephen A., Westerfield, Randolph W., & Jordan, Bradford D. (1998).
Fundamental of Corporate Finance, fourth edition, McGRAW-HILL
INTERNATIONAL EDITION, Boston.

Sigit, Soehardi, Drs. (1993). Analisa Break Even: Ancangan Linear Secara Ringkas
dan Praktis, edisi ketiga, BFFE, Yogyakarta.

Chapter: Cost-Volume-Profit Analysis, by Muslim Salam, Ph.D.., 2014.

18

Anda mungkin juga menyukai