1
Penulis pernah menjadi Visiting Professor (Profesor Tamu) di Ryukoku University, Kyoto, Japan
(September-Desember 2010) dalam rangka penulisan buku “Quantitative Social Research Methodology”,
dan Visiting Professor di School of Economics, Finance and Banking, Universiti Utara Malaysia (UUM),
Kedah Darul Aman, Malaysia (Januari 2011-Februari 2012).
CVP Analysis adalah salah satu pendekatan/ peralatan analisis finansial yang
digunakan oleh para managerial-economists untuk mengetahui berapa jumlah
produksi harus dihasilkan dalam suatu kegiatan usaha, sehingga kegiatan
usaha tersebut tidak menderita kerugian. CVP Analysis juga berfungsi untuk
mengetahui berapa jumlah produksi yang harus dihasilkan untuk memperoleh
keuntungan yang diinginkan (desired profit). Secara teknis, CVP Analysis
dalam aplikasinya tidak lain adalah mengetahui keterkaitan antara, jumlah
produksi/penjualan komoditas yang diproduksi, harga jual, biaya produksi,
profit2 dan kerugian (lihat Elderburg & Wolcott, 2004:89, Hirschey & Pappas,
1998:345, Keat & Young, 2000:421).
“biaya tetap”.
biaya yang telah ditetapkan sebagai biaya tetap dan biaya variabel
harus dapat diterapkan secara konsisten sesuai definisinya.
biaya variabel akan tetap sama jika dihitung biaya per unit
produknya, berapapun kuantitas produksi yang dihasilkannya. Jika
kegiatan produksi berubah, maka biaya variabel akan berubah
2
Istilah profit dalam literatur ilmu usahatani (farm management) disebut Net Farm Income (pendapatan
bersih usahatani). Penulis tetap menggunakan istilah profit dalam tulisan ini agar tidak kehilangan jejak
dari judulnya: Cost-Volume-Profit Analysis.
3
Diadaptasi dari Sigit (1993:1-5).
2
secara proporsional sesuai dengan perubahan volume produksi,
sehingga biaya per unitnya akan tetap sama.
harga jual komoditas yang dihasilkan per unit harus tetap, berapapun
kuantitas produk yang dijual. Harga jual per unit tidak akan
diturunkan, jika misalnya pembeli membeli dalam jumlah banyak.
Begitupula sebaliknya, meskipun pembeli hanya membeli sedikit.
Ringkasnya banyak atau sedikit yang dibeli, harga jual per unit tidak
akan mengalami perubahan.
3
Berapa harga jual per unit yang harus ditetapkan agar bisa mencapai
keuntungan tertentu yang direncanakan.
Berapa jumlah produksi dan harga jual per unit minimal agar kegiatan
usahatani dan atau suatu perusahaan pertanian memperoleh zero profit
(tidak untung dan tidak rugi).
Perbedaan antara biaya tetap (fixed cost)4 dan biaya variabel (variable cost)
sangat fundamental dalam ilmu ekonomi, [tak terkecuali dalam kajian
usahatani]. Sayangnya, perbedaan ini sering merupakan satu dari yang paling
kurang dipahami dan paling sering salah dalam penggunaan dan
perbedaannya (Harsh, Connor & Schwab, 1981:47). Klasifikasi biaya usahatani
dalam CVP Analysis, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, hanya dikenal
dua macam, yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah semua
jenis biaya yang jumlahnya tidak mengalami perubahan selama satu siklus
produksi dan tidak terpengaruh oleh besar kecilnya produksi. Jika periode
waktu yang dihitung adalah satu musim tanam, maka jumlah biaya tersebut
tidak mengalami perubahan selama musim tanam tersebut. Begitupula jika
periode perhitungan adalah satu tahun. Biaya tetap secara umum berkaitan
dengan waktu dan perjanjian. Contoh biaya tetap dalam usahatani adalah sewa
lahan, pajak tanah, iuran pemakaian air irigasi, penyusutan alat, bunga modal,
dan lain-lain. Kelima contoh yang telah disebutkan terkait dengan waktu dan
perjanjian. Iuran pemakaian air irigasi, sebagai contoh, biasanya tidak
berubah dalam selama setahun. Demikian juga sewa lahan dan masa sewa
terkait dengan waktu dan perjanjian yang disepakati antara petani penyewa
dan pemilik lahan. Jika digambarkan dalam bentuk grafik, biaya tetap
merupakan garis datar horisontal seperti disajikan pada Gambar 1.
125
Biaya produksi bawang merah
100
(Rp000.000/ha)
75
50
Biaya Tetap
25
O
10 20 30 40 50 kuantitas Q
Gambar 1. Kurva Biaya Tetap Komoditas Bawang Merah bawang merah (ton)
4
Istilah lain dari biaya tetap (fixed costs) yang biasa dijumpai dalam literatur adalah “overhead costs”,
“common costs” dan “unallocatable costs” (Norman & Coote, 1971:69)
4
Pada Gambar 1 terlihat dengan jelas bahwa berapapun jumlah produksi
bawang merah yang dihasilkan, biaya tetapnya tidak mengalami perubahan
(konstan), Rp50.000.000,00 per hektar. Oleh karena itu, semakin besar jumlah
produksi yang dihasilkan, maka semakin menurun biaya tetap per unitnya.
Sebagai contoh, pada saat produksi bawang yang dihasilkan 10 ton, biasanya
produksi per ton adalah Rp25.000.000,00 dibagi 10 ton sama dengan
Rp2.500.000,00 per ton. Kemudian jika produksi yang dihasilkan mencapai 50
ton, maka biaya tetap per unit adalah Rp500.000,00 per ton.
Jenis biaya lainnya adalah biaya variabel (variable cost). Biaya ini berbeda
dengan biaya tetap. Jika biaya tetap konstan selama satu masa produksi atau
tidak dipengaruhi oleh besarnya produksi yang dihasilkan, maka biaya
variabel sebaliknya. Jenis biaya berubah-ubah sesuai dengan volume
produksi. Apabila produksi yang dihasilkan oleh suatu kegiatan usahatani
volume kecil, maka biaya variabelnya juga kurang. Peningkatan volume
produksi akan mendorong peningkatan biaya variabel. Namun perlu
dikemukan di sini bahwa dalam CVP Analysis asumsi yang digunakan yaitu
naik turunnya biaya variabel berbanding lurus/proporsional dengan volume
produksi. Asumsi ini dalam bidang pertanian tidak mudah diaplikasikan,
karena pada umumnya setiap kegiatan usatani berlaku the law of deminishing
return (hukum kenaikan yang semakin berkurang). Hukum ini secara
substansial menyatakan bahwa penambahan input/biaya pada suatu kegiatan
produksi suatu komoditas pertanian, pada awalnya mengakibatkan
penambahan produksi yang semakin menaik. Tetapi situasi ini tidak
berlangsung seterusnya. Pada suatu saat ada waktu jika input/biaya
ditambahkan justru akan menurunkan produksi total. Sebagai illustrasi, jika
seorang petani menambah terus pemberian pupuk pada usahatani padinya,
maka pada saat tertentu tambahan pupuk yang diberikan tidak lagi mampu
menaikkan produksi. Bahkan jika ditambahkan terus-menurus, justru pupuk
tersebut bisa meracuni tanaman padi, yang pada akhirnya justru produksi total
akan menurun.
Dalam kegiatan usahatani, biaya tenaga kerja dan biaya sarana produksi
seperti pupuk, pestisida merupakan contoh-contoh biaya variabel. Perlu
Chapter: Cost-Volume-Profit Analysis, by Muslim Salam, Ph.D.., 2014.
5
peningkatannya berbanding secara proporsional dengan volume produksi,
seperti tertera pada Gambar 2.
Berbeda dengan konsep biaya tetap yang telah ditunjukkkan pada Gambar 1,
pada Gambar 2 terlihat jelas kenaikan produksi bawang akan mendorong lebih
banyak penggunaan biaya variabel. Seperti yang telah dikemukan sebelumnya
bahwa semakin besar jumlah produksi yang dihasilkan, maka biaya
variabelnya juga akan meningkat. Pada Gambar 2 terlihat bahwa biaya
produksi per unit bawang merah meningkat secara proporsional/berbanding
lurus dengan kenaikan volume produksi. Pada saat produksi bawah merah 10
ton maka biaya variabel per unitnya sama dengan Rp2.500.000,00 per ton,
yang diperoleh dari hasil pembagian biaya produksi Rp25.000.000,00 dibagi
dengan volume produksi 10 ton. Ketika produksi meningkat menjadi 50 ton,
maka biaya variabel per unit tetap konstan sebesar Rp2.500.000,00 per ton
(Rp125.000.000,00 dibagi 50 ton). Asumsi ini pula yang digunakan dalam CVP
Analysis bahwa biaya variabel meningkat secara proporsional (konstan).
Biaya produksi bawang merah
Kurva
125 Biaya Variabel
(Rp000.000/ha)
100
75
50
25
O
10 20 30 40 50 kuantitas Q
Gambar 2. Kurva Biaya Variabel Komoditas Bawang Merah bawang merah (ton)
6
total per unit menjadi Rp3.500.000,00 per ton (Rp175.000.000,00 dibagi 50 ton).
175
150
Kurva Biaya Total
Biaya Variabel
125
Biaya produksi bawang merah
100
(Rp000.000)
75
50
Kurva Biaya Tetap
Biaya Tetap
25
O
10 20 30 40 50 kuantitas Q
Gambar 3. Kurva Biaya Total Komoditas Bawang Merah bawang merah (ton)
Jika biaya dibedakan menjadi biaya tetap dan biaya variabel maka profit
equation di atas menjadi:
Profit = Total Revenue – Total Variable Cost – Total Fixed Cost … (3)
7
Selain istilah profit, juga dikenal istilah profit contribution. Profit contribution5,
πC, adalah perbedaan antara penerimaan dan biaya variabel (Hirschey &
Pappas, 1998:346). Sementara profit contribution per unit adalah harga jual per
unit dikurangi dengan biaya variabel per unit. Secara matematis, πC dituliskan
pada Persamaan (4).
Jika diasumsikan bahwa harga penjualan dan biaya variabel per unit adalah
konstan, penerimaan total sama dengan harga jual dikalikan dengan kuantitas,
dan biaya variabel total adalah biaya variabel per unit dikalikan dengan
kuantitas, maka profit equation pada Persamaan (3) di atas dapat ditulis
kembali dalam artian profit contribution per unit, seperti pada Persamaan (5).
Profit = P x Q – V x Q – F
= (P – V) x Q – F … (5)
di mana:
P = Harga jual per unit
V = Biaya variabel per unit
(P - V) = Profit contribution per unit
Q = Kuantitas produksi yang terjual
F = Biaya tetap total
Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa salah satu manfaat CVP Analysis
Chapter: Cost-Volume-Profit Analysis, by Muslim Salam, Ph.D.., 2014.
Profit = (P – V) x Q – F
5
Istilah “profit contribution” pada literatur lain disebut juga “contribution margin” (lihat Elderburg &
Wolcott, 2004:89) dan “gross margin”. Kemudian dalam literatur berbahasa Indonesia istilah terakhir,
gross margin, diterjemahkan menjadi “pendapatan kotor”.
8
maka:
F Pr ofit
Q … (6)
(P V )
Rp75.000.000 Rp50.000.000
Q
( Rp15.000 Rp7.500)
Rp125.000.000
Q
Rp7.500
Q 16.666,67
P V
PCR … (7)
P
6
Istilah Profit Contribution Ratio (PCR) dalam literatur lain disebut juga dengan istilah Contribution Margin
Ratio (CMR) (lihat Elderburg & Wolcott, 2004:90)
9
F Pr ofit F Pr ofit
Re venue … (8)
(P V ) / P PCR
Profit Contribution Ratio (PCR) sebesar 0.50 berarti bahwa 50,0% dari
penerimaan dari setiap kg kentang yang terjual memberi kontribusi kepada
biaya tetap dan keuntungan setelah semua biaya tetap tertutupi. Kemudian
total penerimaan yang akan diterima petani kentang tersebut sebagai berikut:
F Pr ofit
Re venue … (9)
(TR TVC) / TR Chapter: Cost-Volume-Profit Analysis, by Muslim Salam, Ph.D.., 2014.
Jika Persamaan (6) dan Persamaan (7) dikaitkan, maka nampak jelas bahwa:
7
Perbedaan sedikit tersebut disebabkan oleh pembulatan angka.
10
PCR = (Rp300.000.000 - Rp150.000.000)/ Rp300.000.000 = 0,50
CVP Analysis selain berfungsi dalam menentukan berapa volume produksi dan
penerimaan yang dibutuhkan untuk memperoleh tingkat keuntungan yang
diinginkan, juga dapat digunakan untuk menghitung berapa harga jual yang
dapat ditetapkan untuk mencapai tingkat keuntungan tersebut. Penggunaan
CVP Analysis dalam penentuan harga jual sangat bermanfaat jika parameter
yang belum diketahui adalah parameter harga. Formula yang digunakan
adalah formula hasil modifikasi dari Persamaan (5), yaitu:
F Pr ofit
P V … (10)
Q
Rp75.000.000 Rp50.000.000
P Rp7.500
20.000 kg
Rp125.000.000
P Rp7.500
20.000 kg
P Rp13.750 / kg
Analisis Titik Impas (ATI) dalam tulisan ini diterjemahkan dari istilah breakeven
point analysis. Dalam bidang pertanian, suatu kegiatan usahatani dikatakan
“impas”, jika dalam analisis pendapatan cabang usahatani bersihnya (net farm
enterprise income) diperoleh hasil dimana penerimaan dan biaya usahatani
tersebut sama dengan nol. Dengan kata lain, penerimaan yang diperoleh dari
kegiatan usahatani tersebut hanya dapat menutupi semua biaya tetap dan biaya
variabel yang digunakan dalam proses produksi. Oleh karena itu, kegiatan
usahatani tersebut tidak memperoleh profit, tetapi juga tidak menderita
kerugian (zero profit).
11
Para manajer usahatani atau bisnis lainnya sering berkeinginan untuk
mengetahui level kegiatan yang menjadikan usaha mereka impas. CVP
Analysis dapat digunakan dalam menentukan titik impas (breakeven point),
yang kemudian disingkat BEP. Kita dapat menghitung titik impas dari formula-
formula sebelumnya dengan memperlakukan profit sama dengan nol (setting
profit to zero). Tergantung dari formula yang kita gunakan apakah
menggunakan CVP Analysis in Unit (Persamaan (4)) untuk menghitung BEP
Quantity (BEP-Q), CVP Analysis in Revenues (Persamaan (6)) untuk menghitung
BEP Revenues (BEP-R) atau CVP Analysis in Selling Price (Persamaan (9)) untuk
menghitung BEP-Selling Price (BEP-S). Dalam kasus usahatani kentang di
Bantaeng titik impas usahatani masing-masing:
Analisis titik impas selain dapat dilakukan dengan persamaan matematis, juga
dapat ditunjukkan dalam bentuk grafik seperti tertera pada Gambar 4.
(Rp000.000)
keuntungan
Chapter: Cost-Volume-Profit Analysis, by Muslim Salam, Ph.D.., 2014.
75 bersih
UNTUNG
250
200 biaya
variabel
150
100 RUGI
50 biaya tetap
O
5 10 15 20 25 kuantitas Q
Gambar 4. Kurva Titik Impas Komoditas Bawang Merah bawang merah (000 kg)
12
Jika kita ingin mengetahui jumlah keuntungan sebelum pajak (pretax profit)
yang dibutuhkan untuk mencapai target keuntungan setelah pajak (aftertax
profit), kita memodifikasi Persamaan (11) menjadi:
Aftertax Pr ofit
Pr etax Pr ofit … (12)
(1 TaxRate)
Rp50.000.000
Pr etax Pr ofit Rp71.428.571
(1 0,30)
Pertama, jika hasil produksi per hektar dan biaya variabel per hektar
dua komoditas yang bersaing serta harga jual komoditas pertama
diketahui, maka “berapa harga jual komoditas kedua” yang dapat
menghasilkan pengembalian bersih (net return) yang sama dengan
13
komoditas pertama untuk menutupi biaya tetap (fixed costs). Kemudian
ini disebut breakeven price.
Kedua, jika harga jual dan biaya variabel per hektar dua komoditas yang
bersaing serta hasil produksi per hektar komoditas pertama diketahui,
maka “berapa hasil produksi komoditas kedua” yang dapat menghasilkan
pengembalian bersih (net return) yang sama dengan komoditas pertama
untuk menutupi biaya tetap (fixed costs). Kita menyebut hal ini dengan
istilah breakeven yield.
Breakeven yield, khususnya, adalah konsep yang bermanfaat jika petani belum
menanam tanaman dan ingin mengetahui berapa hasil produksi yang harus
dihasilkannya sehingga tanaman yang akan ditanam akan kompetitif.
Ringkasnya, CBA akan memberikan jawaban terhadap pertanyaan “berapa
kombinasi harga penjualan/hasil produksi yang dibutuhkan bagi komoditas
alternatif agar bisa meninggalkan komoditas asal (original crop)?” Perlu pula
dijelaskan bahwa biaya yang dihitung dalam CBA ini adalah biaya variabel,
karena analisis ini diperuntukkan untuk analisis jangka pendek (short-run).
Dengan kata lain, penggunaan fixed cost sebagai dasar perhitungan dalam CBA
tidak relevan (lihat Hilker, Black & Hesterman, 1987:5).
Contoh Penggunaan: Menurut Hilker, Black & Hesterman (1987:5) “the best way
to explain a concept is to present an example”. Jadi untuk menjelaskan konsep
CBA ini akan disajikan contoh yang diberikan oleh Hilker, Black & Hesterman
(1987:5-7).8 Diandaikan anda sekarang sedang membudidayakan dua tanaman
palawija, soybeans (kacang kedele) dan navy beans9 dan sekarang sedang
memikirkan apakah sebagian lahan yang ditanami kacang kedele harus
dialihkan untuk tanaman navy beans. Untuk itu, dalam kasus ini tanaman kacang
kedele disebut “defender” dan navy beans di sebut “challenger”. Selanjutnya,
diandaikan anda mengharapkan hasil produksi dan biaya variabel dari kedua
tanaman tersebut seperti disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1.
Hasil Produksi dan Biaya Variabel Tanaman Kacang Kedele dan Navy Beans10
Uraian Biaya Kacang Kedele Navy Beans
Hasil produksi (yields) 35.00 bu./acre 13.50 cwt/acre
Biaya sebelum panen (preharvest costs) $60.75/acre $64.75/acre
Chapter: Cost-Volume-Profit Analysis, by Muslim Salam, Ph.D.., 2014.
Mari kita mulai dengan menanyakan “jika anda mengharapkan harga kacang
kedele adalah $5.00/bu., berapa breakeven price untuk tanaman navy beans
8
Penulis tidak mengadapsi kasus yang di tulis oleh Hilker, Black & Hesterman (1987:5-7) tersebut
dengan maksud agar mahasiswa dapat menjadi lebih familiar dengan istilah/terminologi
berbahasa Inggeris.
9
Penulis belum mengetahui jenis tanaman navy beans dalam Bahasa Indonesia. Dalam Bahasa Inggeris
disebutkan bahwa navy beans is a small white bean which is cooked and eaten.
10
Keterangan: 1 acre = 0,4646 ha; bu. = bushel (gantang), yang setara dengan 8 galon atau 36,4 liter;
cwt = singkatan dari hundredweight, yaitu ukuran berat 50 kg.
14
per cwt?” Harga navy beans/cwt ini akan memberikan pengembalian (return)
yang sama untuk menutupi fixed costs, yang senilai harga kacang kedele
$5.00/bu. Pertanyaan berikutnya “jika anda mengharapkan harga kacang
kedele $5.00/bu. dan harga navy beans $15.00/cwt., berapa breakeven yield
per acre untuk navy beans? Apakah hasil produksi navy beans per acre, pada
harga $15.00/cwt, akan memberikan pengembalian (return) yang sama untuk
menutupi fixed costs, sebagaimana pada kacang kedele dengan hasil produksi
35 bu./acre pada harga $5.00/bu?
Langkah 1. Hitung penerimaan total (total revenue) per acre tanaman defender,
yaitu hasil produksi per acre (Baris 1) dikalikan dengan harga
per unit (Baris 2). Dalam contoh kami tanaman defender adalah
kacang tanah dan Gross Revenue (penerimaan kotor) tanaman
defender:
Langkah 2. Jumlah biaya variabel the defender per acre (Baris 4,5 dan 6b).
Dalam contoh kami biaya variabel tanaman defender adalah:
Jumlah pengembalian inilah (atau lebih) yang harus dipenuhi oleh tanaman
challenger (navy beans) untuk mengalihkan penggunaan lahan dari tanaman
defender (kacang kedele).
Langkah 5. Tambahkan biaya variabel per acre tanaman challenger (Baris 12)
ke Return to Fixed Costs per acre tanaman defender (Baris 8). Biaya
15
ini dianggap sebagai “imputed costs”.11 Ini merupakan “gross
revenue (penerimaan kotor) per acre” yang harus diperoleh dari
tanaman challenger agar dapat menjamin pengalihan lahan dari
tanaman defender (kacang kedele). Kemudian imputed cost (Baris
12 + Baris 8) dibagi dengan hasil yang diharapkan dari tanaman
challenger (Baris 13), yang menunjukkan harga jual per unit
tanaman challenger yang harus ditetapkan untuk memperoleh
pengembalian yang sama terhadap fixed costs yang diperoleh dari
tanaman defender. Dalam contoh kami:
dan
Baris 14a. Breakeven Navy Bean Price = ($179.45/acre)/ Baris 14c (13.5
cwt./acre) = $13.29/cwt.
11
Imputed cost, yang biasa disebut juga implisit cost, adalah biaya yang tidak aktual dikeluarkan.
16
Tabel 2. Breakeven Analysis for Comparing Alternative Crops
WORKSHEET
For Comparative Breakeven Analysis
Perbandingan Tanaman Challenger dan Defender
Harsh, Stephen B., Connor, Larry J., & Schwab, Gerald D. (1981). Managing the
Farm Business, Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs, N.J.
Hilker, James H., Black, J. Roy., Hesterman, Oran B. (1987), Break-Even Analysis
for Competing Alternative Crops, Extension-Bulletin E-2021, Michigan State
University.
Keat, Paul G. & Young, Philip K.Y. (2000). Managerial Economics: Economc Tools
for Today’s Decision Makers, third edition, Prentice Hall International, Inc.
New Jersey.
Norman, L., & Coote, R.B. (1971). The Farm Business, Longman Group Limited,
London and New York.
Ross, Stephen A., Westerfield, Randolph W., & Jordan, Bradford D. (1998).
Fundamental of Corporate Finance, fourth edition, McGRAW-HILL
INTERNATIONAL EDITION, Boston.
Sigit, Soehardi, Drs. (1993). Analisa Break Even: Ancangan Linear Secara Ringkas
dan Praktis, edisi ketiga, BFFE, Yogyakarta.
18