Anda di halaman 1dari 10

BAB V

RELIABILITAS PERENCANAAN TENAGA KERJA DAN STUDI


PENELUSURAN
5.1. PENDAHULUAN
Perencanaan SDM sebagai suatu kegiatan merupakan proses bagaimana
memenuhi kebutuhan tenaga kerja saat ini dan masa datang bagi sebuah
organisasi. Dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja saat ini, maka proses
perencanaan SDM berarti usaha untuk mengisi/menutup kekurangan tenaga
kerja baik secara kuantitas maupun kualitas. Sedangkan dalam memenuhi
kebutuhan tenaga kerja di masa datang, perencanaan SDM lebih
menekankan adanya usaha peramalan mengenai ketersediaan tenaga kerja
yang didasarkan pada kebutuhan sesuai dengan rencana bisnis di masa
datang.

Perencanaan SDM pada dasarnya dibutuhkan ketika perencanaan bisnis


sebagai implementasi visi dan misi perusahaan telah ditetapkan. Visi
perusahaan sebagai pemandu arah sebuah bisnis kemana akan menuju dan
dengan strategi apa bisnis tersebut akan dijalankan. Berawal dari strategi
bisnis tersebut kemudian strategi perencanaan SDM apa yang akan dipilih.
Strategi SDM yang dipilih dan ditetapkan asangat menentukan kebutuhan
SDM seperti apa yang akan diinginkan, baik secara kuantitas maupun
kualitas.

Sebuah organisasi dalam mewujudkan eksistensinya dalam rangka mencapai


tujuan memerlukan perencanaan Sumber daya manusia yang efektif. Suatu
organisasi, menurut Riva’i( 2004:35) “tanpa didukung pegawai/karyawan yang
sesuai baik segi kuantitatif,kualitatif, strategi dan operasionalnya ,maka
organisasi/perusahaan itu tidak akan mampu mempertahankan
keberadaannya, mengembangkan dan memajukan dimasa yang akan
datang”. Oleh karena itu disini diperlukan adanya langkah-langkah
manajemen guna lebih menjamin bahwa organisasi tersedia tenaga kerja
yang tepat untuk menduduki berbagai jabatan, fungsi, pekerjaan yang sesuai
dengan kebutuhan

Perencanaan sumber daya manusia (Human Resource Planning) merupakan


proses manajemen dalam menentukan pergerakan sumber daya manusia
organisasi dari posisi yang diinginkan di masa depan, sedangkan sumber
daya manusia adalah seperangkat proses-proses dan aktivitas yang dilakukan
bersama oleh manajer sumber daya manusia dan manajer lini untuk
menyelesaikan masalah organisasi yang terkait dengan manusia. Tujuan dari
integrasi system adalah untuk menciptakan proses prediksi demand sumber
daya manusia yang muncul dari perencanaan strategik dan operasional
secara kuantitatif, dibandingkandengan prediksi ketersediaan yang berasal
dari program-program SDM. Oleh karena itu, perencanaan sumber daya
72
manusia harus disesuaikan dengan strategi tertentu agar tujuan utama dalam
memflitasi keefektifan organisasi dapat tercapai.

5.2. Perencanaan Tenaga dan Perencanaan Pendidikan


Gagasan mengenai pilihan investasi mengandung makna bahwa investasi
merupakan sebuah aternatif, bukan sebuah mandate yang harus diterima apa
adanya. Ktika dilakukan pilihan atas alternative, ada variable dominan yang
dapat diprediksi atau di asumsikan akan mempengaruhi sesuatu yang
diproyeksikan itu , misalnya proyeksi kebutuhan tenaga kerja menurut sruktur
dan jenisnya.
Pilihan jenis dan jenjang pendidikan yang akan direncanakan un utuk
dikembangkan di susatu Negara atau daerah tas asumsi bahwa struktur dan
jenis tenaga kerja masa depan itu dapat diprakirakan . sebutan jenis merujuk
pada pendidikan umum (general education ), pendidikan kejuuan (ocational
education), pendidikan akademik (academic education) , pendidikan
professional (frofessional education), pendidikan persekolahan(schooling),
dan pendidikan luar sekolah (PLS, nonformal educational). Istilah jenjang
merujuk pada pendidikan dasar (primary education), pendidikan menengah
(high education), dan pendidikan tinggi (higher or tertiaryeducation). Prakiraan
“mungkin untuk meyakinkan jumlah optimal jenis dan jenjang pendidikan untuk
mencapai target pertunmbuhan khusus”, menurut pranes (1962), hal itu
laksana sebuah novel.
Terlepas dari akurat atau tidaknya prakiraan itu, proyek struktur dan jenis
tenaga kerja masa depan memiliki pengaruh ynang kuat terhadap perencaan
ekonomi dan perencanaan pendidikan di Negara-negara berkambang. Pada
tahun 1968, berdasarka survey organisasi perserikaan bangse-bangsa
bidang social, pendidikan, dan kebudayaan (united nations of education,
social and culture organization, UNESCO) terdapat 60 dar 73 negara telah
menyusun perencanaan pendidikan berdasarkan prakiraan kebutuhan tenaga
kerja ( demand for manpower) dimasa dating.
Perencanaan pendidikan yang dimaksud disini adalah usaha sistematis untuk
mendesain program menurut jenis dan jenjang pendidikan sebagai usaha
untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja pada masa dating. Termasuk dalam
skema ini adalah perencanaan jenis pelatihan tenaga kerja, yang umumnya
dilakukan untuk memenuhi target-terget jangka pendek. Perencanaan
pendidikan dan pelatihan dapat dirumuskan untuk perspektif jangka pendek,
jangka menengah,dan jangka penjang.
Lembaga-lembaga yan langsung atu tidak langsung terlibat dalam kerangka
perencanaan pendidikan , dalam kaitannya dengan usaha memenuhi
kebutuhan tenaga kerja ini , antara lain adalah badan perencanaan
pembangunan nasional (Bappenas), badan perencanaan daerah (Bappeda),
biro perencanaan departemen pendidikan nasional, perguruan tinggi,
departemen/dinas tenaga kerja, dan lain-lain. Jika perencanaan pendidikan
ingin dikaitkan langsung dengan usaha memenuhi kenutuhan tenaga kerja
masa depan, penyusunannya harus dilakukan secar lintas lembaga.

73
Secara sederhana, prakiraan tenaga kerja menujukan permintaan umum
tenaga kerja lulussan skolah dasar, sekolah menengah, sam[pai unversitas
menurut jenis kemampuan dan keterampilan tertentu. Di lingkungan institusi
lingkungan pendidikan, permintaan “tenaga kerja” dapar brupa dosen , guru,
tenag tata usah, pengawas sekolah, teknisi sumber belajar, dan lain-lain.
Prakiraan yang dimaksudkan disini merupakan gambaran permintaan
terhadap tenaga keja teknis dan ilmiah, tenaga kerja yang berkualitas tinggi,
atau tenaga kerja dengan kemampuan dan keterampilan khusus. Misalnya,
tenaga kerja bidang kesehatan (dokter,perawat, dan pera medis), industry
tekstil, teknisi otomotif, perencana pendidikan, pertanian, arsitek, dosen, ahli
genetika, dan sebagainya
5.3. Menggugat Reliabelitas Perencanaan Tenaga Kerja
Memperkirakan permintaan tenaga kerja pada masa depan dilakukan oleh
para perencana atau praktisi dengan mengunakan rumus-rumus proyeksi atau
formula persamaan matematik.Dengan mengikuti logika berpikir honister
(1964),ahmad dan blaug (1973) dapat dirumuskan prakonklusi bahwa ketika
proyeksi disusun ,persoalan yang dihadapi bukan hanya masalah bagaimana
tingkat reliabilitas proyeksi itu,melainkan apakah seluruh pemikiran perencana
dan pelaksana pendidikan dan unit-unit terkait benar-benar tercurah pada
upaya memenuhi kebutuha tenaga kerja yang diproyeksikan itu.
Menurut Psacharopouluos (1984),permasalahan nya bukan hanya terletak
pada apakah perencanaan pendidika harus mengikuti kecendrungan
perencanaan ekonomi atau sebaliknya perencanaan ekonomi yang
harusmengikuti kecendrungan perencanaan pendidikan,sehigga keduanya
harus mengikuti kecendrungan permintaan dan penawaran tenaga kerja yang
ahli,melainkan apakah mungkin atau perlu untuk mengusahakan prakiraan
jangka panjang dan apakah prakiraan kebutuhan tenaga kerja dapat dibuat
secara valid.
Penyediaan tenaga kerja yang bermutu merupakan tugas institusi pendidikan
persekolahan dan kelembagaan pelatihan(diklat=pendidikan dan
pelatihan),seperti tampak pada gambar 4.1. Lembaga pendidikan
persekolahan harus memahami jenis kebutuhan tenaga kerja yang dibutuhkan
masyarakat dan dunia kerja,dan jumlah jumlah yang dibutuhkan oleh karna itu
perencanaan pendidikan yang dikaitkan dengan perencanaan
ketenagakerjaan harus dilihat dalam perspektif pendidikan persekolahan dan
pelatihan keterampilan teknis,pelatuhan keterampilan manajerial,dan pelatihan
dalam jabatan.Berbeda dengan pendidikan persekolahan yang cendrung
memiliki perspektif yang bersifat jangka pendek.Para penasihat prakiraan
kebutuhan tenaga kerja memperdebatkan bahwa dibutuhkan waktu bertahun
tahununtuk menghasilkan tenaga kerja yang cakap atau terlatih,dan hal itu
berdampak pada kekurangan tenaga kerja yang di kemudian hari
menimbulkan frustasi.
Kalangan kritikus perencanaan tenaga kerja cendrung menentang inisiatif
ini,tetapi bukan berarti mereka meragukan apakah perencanaan atau proyeksi
itu bisa reliabel atau tidak. Yang dibutuhkan sesungguhnya adalah analisis
kecendrungan kebutuhan penyediaan tenaga kerja,termasuk pola
74
penggunaan dan penerapan alternatif target ekonomi, bukan prakiraan yang
hasilnya sangat mungkin masih jauh dari akurat.

Gambar 5.1 Diklat Sebagai Wahana Penyiapan Tenaga Kerja

Pendidikan
persekolahan

Pelatihan
keterampilan
Penyiapan tenaga tekniss Profil kebutuhan Kesesuaian
kerja yang tenaga kerja masa penyediaan
bermutu depan
dengan
Pelatihan
kebutuhan
keterampilan
manajerial

Pelatihan
fungsional

Perencanaan pendidikan yang dikaitka dengan perencanaan ekonomi pun


masih mengundang kontroversi. Kontroversi itu muncul seputar apakah
investasi bidang pendidikan harus didekati secara sistematik dengan analisis
untung-rugi.Misalnya,apakah nilai pembiayaan untuk investasi pendidikan dan
pelatihan benar-benar menguntungkan dilihat dari kebutuhan tenaga kerja dan
pembangunan ekonomi. Sangat mungkin juga muncul pola berfikir yang
bertolak belakang bahwa pembanguan ekonomilah yang harus diutamakan.,
dengan asumsi bahwa jika kemajuan di bidang ekonomi mencapai
puncaknya ,mudah untuk merekayasa ulang perencanaan pendidikan dan
melakukan investasi besar-besaran atasnya.
Perkiraan pembangunan pendidikan harus didudukan dalam perspektif
investasi modal dalam bentuk manusia, bukan dari analisis untung rugi atau
analisis keefektifan biaya semata-mata.negara manapun yang investasinya di
bidang pendidikan dan pelatihan amat rendah,kualitas ESDM di negara itu
juga sangat rendah.Bahkan,sementarapakar mengatakan bahwa di negara-
negara dengan investasi pendidikan rendah muncul beberapa ciri dominan:
a. Kualitas ESDM sangat rendah
b. Masyarakatnya tidak kritis
c. Instrumen hukum lemah
d. Kebutuhan berprestasi masyarakatnya dibawah standar
e. Angka korupsi tinggi
f. Daya saing ekonomi rendah
g. Martabat internasionalnya buruk
75
h. Kinerja birokrasinya memprihatinkan
i. Masyarakatnya tidak madani
Pada sisi lain,negara manapun yan mutu ESDM nya rendah,pembangunan
Ekonomi ,politik, hukum dan pembangunan di bidang lain nya cendrung
terbelakang.
Disinilah di perlukan kemampuan untuk menggabungkan perencanaan
pendidikan dengan pembangunan ekonomi pada satu sisi,dan analisis
untung-rugi atas investasi modal dalam bentuk SDM pada sisi lain.
Menggabungkan dua pendekatan ini tidaklah sederhana karena nilai nilainya
harus memberi warna ketika perencanaan itu disusun . misalnya jika mnurut
kalkulasi ,investasi pendidikan persekolahan(sekolah dasar sampai
perguruan tinggi ) terlalu mahal dan lama,investasi jangka pendek seperti
pendidikandan pelatihan tampaknya layak menjadi pilihan.meskipun
investasi jangka pendek ini cedrung instan dan biayanya relatif murah. Tidak
berarti investasi modal dalam bentuk ESDM dalam jangka panjang melalui
pendidikan persekolahan dapat diabaikan.
Dengan demikian yang diperlukan bukanlah teknik atau model mekanisme
formal semata,melainkan pendekatan terhadap analisis tenaga kerja
yangmemberikan umpan balik tetap memonitor informasi,termasuk prakiraan
jumlah keuntungan yang akan diperoleh ,analisis data upah dan gaji dan
analisis kecendrungan pasar tenaga kerja. Analisis semacam ini menggiring
kita pada kesimpulanbahwa para penasihat pendekatan kebutuhan tenaga
kerja tidak percaya apabila biaya relatif dapat menjadi acuan bagi kebutuhan
tenaga kerja, kecuali menggunakan upah relatif untuk memberi sinyal
terhadap permintaan dan penawaran.Hollister(1983) membantah bahwa
kedua dimensi itu dapat diandalkan untuk memahamiberkembangnya
kebutuhan pasar tenaga kerja pada masa datang.
Kesimpulan ini berbeda dengan saran yang diberikan oleh Blaug(1967).Dia
mengemukakan bahwa proyeksi kebutuhan tenaga kerja harusberdasakan
prakiraaan penawaran dan permintaan digabungkan dengan nilai
keuntungan yang akan didapat. Hollister(1983) dan Daughtery(1983)
menganggap perlu untuk menyusunprakiraan kebutuhan tenaga kerja dan
analisis untung-rugi sebagai teknik yang berbeda,suatu bukti bahwa
pernggabungan kedua pendekatan itu tidak selalu diterima oleh para pakar
ekonomi dan perencanaan tenaga kerja.
Analisis tenaga kerja telah dibatasi secara mekani atau menyatakan secara
umum kebutuhan akan pekerja terlatih. Analisis ini tidak berusaha secara
sistematik mempersoalkan masalah gaji atau upah,membandingkan
keahlian,atau cara berbeda untuk mengembangkan keahlian.

5.4. Manfaat Studi Penulusuran Alumni

Idiealnya , setiap lulusan sekolah atau perguruan tinggi dapat diserap oleh
pasar kerja. Khususnya bagi lulusan yang menganggap pendidikan sebagai
produksi untuk mendapatkan pekerjaan dan memperoleh nilai ekonomi atas

76
pendidikan yang diperolehnya. Di sinilah, letaknya esensi studi penulusuran
alumni (tracer study of alumni), dan hal ini sesekali pernah dilakukan. Studi
penulusuran sebenarnya lebih luas lingkupnya daripada sekedar mengetahui
tempat lulusan berada dan bidang pekerjaannya.

Tujuan menyeluruh studi penelusuran atau studi pelacakan alumni antara


lain adalah meneliti perkembangan karir dan pekerjaan lulusan yang
umumnya diterapkan secara sampel. Lingkup studi penelusuransangat
bergantung pada tujuannya. Namun demikian, tampaknya studi penelusuran
akan mencangkup semua atau setidaknya sebagian dari hal dibawah ini.
1. Jumlah lulusan sekolah atau universitas menurut kurun waktu tertentu
atau sejak berdiri
2. Jumlah lulusan yang terserap di pasar kerja atau yang melakukan
kegiatan swausaha.
3. Komposisi lulusan menurut prestasi akademik, jenis kelamin, asal
daerah, dan sebagainya.
4. Tempat lulusan itu bekerja (provinsi,kabupaten,kota, dan sebagainya)
dan bidang pekerjaannya.
5. Jumlah lulusan yang melanjutkan studi , tempat studi dan program yang
dipilih.
6. Relevan atau tidaknya pekerjaan lulusan dengan bidang keilmuannya.
7. Utilitas kompetensi lulusan,
8. Kepuasan kerja lulusan.
9. Respons “majikan” terhadap kemampuan,keahlian, dan keterampilan.
10. Masa tunggu sejak lulus hingga mendapatkan pekerjaan pertama.
11. Besar gaji yang diterima untuk pekerjaan yang dimasuki.
12. Harapan lulusan mengenai karirnya di masa depan.
13. Rehabilitas lulusan membangun jariangan alumni.

Lingkup perrmasalahan yang ditelusuri ,sekali lagi , sangat bergantung pada


tujuan yang ingin dicapai melalui studi penelusuran itu.

Menurut Psacharopoulus (1987) , meskipun tujuan penelitian atau studi


penelusuran dalam makna khusus mungkin berbeda , umumnya studi ini
dimaksudkan untuk mencari bentuk pertanyaan sebagai berikut.
1. Bagaimana orang belajar tentang program yang mereka masuki dan
bagaimana mereka memasukinya ?
2. Pada tingkat apa sekolah membantu siswanya menemukan pekerjaan
atau membimbingnya tentang pendidikan tambahan ?
3. Bagaiman persiapan para lulusan dalam mencari pekerjaan ?
4. Bagaimana mereka mempelajari kesempatan kerja?
5. Apakah ada perbedaan pendapatan lulusan yang bekerja atas dasar
perbedaan masa tunggu dan jenis kelamin?
6. Bagaiman mereka bertahan hidup ketika sedang mencari pekerjaan ?
7. Apakah lebih susah atau lebih mudah mendapatkan pekerjaan menurut
jenis keahlian tertentu ?
8. Berapa cepat para lulusan mendapatkan pekerjaan pertama dan
bagaiman mobilitas mereka setelah itu ?

77
9. Pilihan jenis pekerjaan dan harapa apa yang dikehendaki oleh para
lulusan dan bagaimana hubungannya dengan apa yang mereka dapat ?
10. Pekerjaan apa yang para lulusan masuki atau apa tugas-tugas yang
mereka lakukan ?
11. Apa yang mereka dapatkan dari pekerjaan itu ?
12. Bagaimana mereka membandingkan hal ini dengan kelompok tenaga
buruh lainnya ?
13. Bagaiman produktivitas kerja mereka dilihat dari tipe pendidikan yang
diterima?
14. Mengapa sebagian orang tidak memasuki pekerjaan yang sesuai dengan
pendidikan dan pelatihan yang diterimanya ?
15. Apa penyebab utama mereka menganggur ( karena tidak ada pekerjaan
atau karena mereka menunggu pekerjaan tertentu yang lebih sesuai
dengan keahlian atau lebih sesuai dengan pendapatan yang dikehendaki
?
16. Faktor apa yang menyebabkan mereka tidak melanjutkan sekolah (latar
belakang keluarga, umur, lokasi, ekonomi, kendala tehnis,menikah, dan
lain-lain) ?
17. Berapa besar penghasilan pokoknya didalam bekerja dan berapa pula
pendapatan tambahan para lulusan ?
18. Siswa mana yang ingin mengambil pendidikan lanjutan, dan berapa
orang yang berhasil?

Bank dunia merupakan salah satu lembaga penyandang dana yang


mendukung pelaksanaan Studi penelusuran ini, sayangnya, banyak studi
penulusuran yang di danai Bank Dunia tidak dilaksanakan secara baik,
bahkan tidak selesai, masalahnya sangat mungkin karena tujuan, metodelogi,
dan kegunaan studi penulusuran alumni tidak dimengerti oleh banyak
orang ,termasuk oleh pelaksana sendiri. Di samping itu, karena faktor tehnis,
geografis, kesadaran alumni yang kurang, dan sebagainya menyebabkan
studi penelusuran alumni mengalami kendala yang genting.
5.5. Pengangguran Tenaga Terdidik Di Indonesia
Menyimak secara saksama tingginya angka pengangguran terdidik,tampaknya
pelembagaan unit perencanaan tenaga kerja berkelanjutan merupakan
sebuah keharusan .Sebelm menguraikan esensi unti perencanaan tenaga
kerja berkelanjutan tampaknya perlu dijelaskan serba sekilas mengenai
fenomena pengangguran di Indonesia.Elwin tobing dalam artikelnya
pendidikan pasar tenaga kerja dan kewiraswastaan, the prospect http:// www.
Theindonesia ninstitute.org/index.htm,21 januari 2003 menulis maslah
pengangguran dan lapangan kerja di Indonesia.
Dari 593.153 lowongan kerja yang terdaftar di departemen tenaga kerja
sampai akhir tahun 1997,terdapat 17% lowongan kerja yamg tidak dapat
terisi,sekitar 50% dianatanya adalah angkatan kerja berpendidikan sarjana &
sarjana muda,sedangkan yang paling rendah lulisan SD dan diploma satu
(D1) sekitar 10%.Demikian juga dari data biro pusat statistic (BPS),periode
1980-1997,angka penganguran terbuka pada angkatan kerja berpendidikan
menengah ke atas meningkat tajam,seperti: di sajikan pada Tabel 5.1

78
Masih menurut elwin tobing,tingginya tingkat pengangguran di kalangan
angkatan kerja terdidik ini dapat berdamapak serius pada berbagai dimensi
kehiduan.dar dimensi politik,Samuel p.huntington dalam bukunya terbit politik
dalam masyarakat yang sedang berubah( 1983) mengatakan,semakin tinggi
tingkat pendidikan para penganggur semakin gawat kadar tindakan distabilitas
yang tecipta.lulusan penganguran tinggi yang tidak terlibat dalam dalam
kegiantan ekonomi dapat mendorong perubahan social yang cepat.sementara
itu,tamatan pendidikan menengah yang tidak bekerja dapat semakin
mempergawat kadar ketidakdamian politik.mislanya,afrika barat banyak
kerusuhan dan aksi politik eksplosif.didukung oleh para lulusan dunia
pendidikan menengah yang tidak bekerja .
Tabel 5.1
Pengangguran Dan Lowongan Kerja Belum Terisi.

Lowongann Kerja
Tingkat Pengangguran
Belum Terisi
  1980 1998 1997
SD ke bawah 75,5 23,09 7,9
SLTP 14,5 19,44 30,5
SLTA Umum 6,5 32,13 23,3
SLTA Kejuruan 7,8 16,86 32,9
Akademi 0,5 3,47 35,4
Universitas 0,3 5,02 43,7

Mengapa terjadi peningkatan angka pengangguran itu?elwin tobing


mengidentifikasi bahwa meningktanya pengangguran tenaga terididik
merupakan gabungan beberapa peyebab.Pertama,ketidakcocokan antara
karakteristik lulusan baru yang memasuki dunia kerja(sisi penawran tenaga
kerja) dan kesempatan kerja yang tersedia(sisi permintaan tenaga
kerja).Ketidakcocokan ini bersifat geografis,jenis pekerjaan,orintasi status,atau
masalah keahlian khusus.Memang,tidak setiap lulusan langsung mencari kerja
melainkan melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.tabel 4.3
memuat data mengenai angka lulusan yang melanjutkan studi pada sekolah-
sekolah dan perguruaan tinggi di Indonesia.
Kedua,Semakin terdidik seseorang,semakin besar harapannya pada jenis
pekerjaan yang aman.golongan ini menilai tingginya pekerjaan yang stabil dari
pada pekerjaan yang beresiko tinggi sehingga lebih suka bekerja pada
perusahaan besar dari pada membuka usaha sendiri. Hal ini di perkuat oleh
haasil studi clignet (1980) yang menemukan gejala meningkatnya
pengangguran terdidik d Indonesia, antara lain di sebabkan adanya keinginan
memilih pekerjaan yang aman dari resiko.dengan demikian, angkatan kerja
terdidik lebih suka memilih mengganggur dari pada mendaoat pekerjaan yang
sesuai keinginan mereka.
Ketiga, Terbatasnya daya serap tenaga kerja sector porma sementara
angkatan kerja terdidik cendrung memasuki sector formal yang kurang

79
beresiko.hal ini menimbulkan tekanan penaaran, yaitu tenaga kerja terdidik
yang jumlahnya cukup besar member tekanan yang kut terhapa kesempatan
kerja di sector formal yang jumlahnya relative kecil,sehingga terjadi pendayaa
gunaan tenga kerj terdidik yang tidak optimal.
Keempat, Belum efisiennya fungsi pasar tenaga kerja.disamping factor
kesulitan memperoleh lapangan keerja,harus informasi tenaga kerja yang
tidak sempurna yang tidak lancar menyebabkab banyak angkatan pekerja di
luar bidangnya. Hal ini tentu saja berpengaruh aktifitas dan efisiensi
pengangguran tenaga kerja .

5.6. Perencanaan Tenaga Kerja Berkelanjutan


Kembali pada uraian pada awal bab ini, meskipun perencanaan tenaga kerja
secara jangka panjang banyak mendapat sorotan dan umumnya tidak reliabel,
keberadaan nya tetap diperlukan. Sebelumnya perencanaan tenaga kerja atau
peramalan kebutuhan tenaga kerja ke depan sering dianggap sebagai satu
langkah dalam penyusunan rencana ekonomi janhka panjang karena itu
diharapkan ditinjau ulanh pada kurun waktu 4 dam 5 tahun.
Menurut Daughtery (1983),unit perencana tenaga kerja di negara di negara
berkembang harus menyusun kegiatan tahunan untuk mendapat informasi
secara bekelanjutan tentang operasi pasar kerja ,pendidikan,dan sistem
pelatihan. Dalam konteks Indonesia,unit perencanaan tenaga kerja ini,terlepas
dari intensif atau tidaknya berada pada departemen dan dinas yang
menangani masalah-masalah ketenagakerjaan. Namun demikian,instansi ini
yang ada tidak mungkin bekerja sendiri,melainkan harus membangun sinergi
dan mendapat dukungan informasi dari banyak instansi lain.
Pada skala tahunan unit perencanaan tenaga kerja ini akan mengumpulkan
dan menebarkan informasi secara luas.Unit ini bukan hanya
menginformasikan statistik pekerja dan pengagguran,melainkan juga data
pendapatan,informasi praktik upah,lembaga pelatihan, kesempatan kerja, dan
statistik pendidikan.oleh unit perencana tenaga kerja ,informasi ini dapat
dikumpulkan antara lain dengan survey sampel tenaga kerjadengan skala
besar.doughterry (1983) menyebutkan bahwa keinginan membuat bank data
(data bank) tenaga kerja memang sangat mahal, namun imbang dengan
urgensinya. Perhatian dari unit ini harus difokuskan pada analisis data secara
teratur,seperti kecendrungan penggunaan data dan hubungan
antarpekerjaaan,dan hunungan antara perkerjaan dan
pendidikan ,menyebarkan informasi pada individu,masyarakat atau institusi.
Perbedaan esensial antara unit perencanaan tenaga kerja yang membuat
analisis ini dengan unit kerja konvensional lain adalah penekanan bahwa
perencanaan tenaga kerja sebagai suatu peroses berkelanjutan.meskipun
terdapat kelemahan prakiraan kebutuhan tenaga kerja sebagai suatu
pendekatan untuk merencanakan investasi pendidikan,kehadiran tetap
diperlukan. Realitas membuktikan bahwa dinamika dan perkembangan tenaga
kerja masih menjadi acuan yang dominan dalam banyak rencana pendidikan
atau proposal proyek pendidikan dan pelatihan. Meskipun prakiraan itu nyaris

80
diyakini tidak akan tepat sepenuhnya,pemerintah perlu menyiapkan prakiraan
permintaan dan penawaran tenaga kerja profesional pada berbagai sektor.
RANGKUMAN
Penyediaan tenaga kerja yang bermutu merupakan tugas institusi
pendidikan persekolahan dan kelembagaan pelatihan .Lembaga pendidikan
persekolahan harus memahami jenis kebutuhan tenaga kerja yang dibutuhkan
masyarakat dan dunia kerja,dan jumlah jumlah yang dibutuhkan oleh karna itu
perencanaan pendidikan yang dikaitkan dengan perencanaan ketenagakerjaan
harus dilihat dalam perspektif pendidikan persekolahan dan pelatihan
keterampilan teknis,pelatuhan keterampilan manajerial,dan pelatihan dalam
jabatan.Berbeda dengan pendidikan persekolahan yang cendrung memiliki
perspektif yang bersifat jangka pendek.Para penasihat prakiraan kebutuhan
tenaga kerja memperdebatkan bahwa dibutuhkan waktu bertahun tahununtuk
menghasilkan tenaga kerja yang cakap atau terlatih,dan hal itu berdampak pada
kekurangan tenaga kerja yang di kemudian hari menimbulkan frustasi.
Yang dibutuhkan sesungguhnya adalah analisis kecendrungan kebutuhan
penyediaan tenaga kerja,termasuk pola penggunaan dan penerapan alternatif
target ekonomi, bukan prakiraan yang hasilnya sangat mungkin masih jauh dari
akurat

81

Anda mungkin juga menyukai