Anda di halaman 1dari 8

1

BAB I

LATAR BELAKANG

1.1 Latar Belakang

Indonesia menempati ranking ke tiga di dunia setelah Pantai Gading dan

Ghana sebagai produser biji kakao dengan produksi 410.000 ton biji kering pada

tahun 2017, dan diperkirakan akan menurun menjadi 320.000 ton biji kering pada

tahun 2019. Volume ekspor kakao Indonesia tahun 2017 senilai 1.151.494.000

US$, sedang volume impor senilai 204.730.000 US$. Ini berarti neraca ekspor-

impor biji kakao menunjukan surplus senilai 946.764.000 US$. Walaupun

demikian, produksi biji kakao dan neraca ekspor-impor kakao Indonesia cenderung

menurun dalam delapan tahun terakhir (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2018).

Statistik perkebunan yang dikeluarkan oleh Ditjenbun menunjukkan bahwa

luas areal perkebunan kakao diperkirakan mencapai 1.704.982 ha pada tahun 2018,

yang terdiri atas 1.622.600 ha berbentuk perkebunan kakao rakyat (dikelola petani

kecil), 39.127 ha dikelola oleh pemerintah dalam bentuk perkebunan negara, dan

43.255 ha dikelola oleh swasta. Kontribusi produksi biji kakao terhadap total

produksi kakao Indonesia sebesar 91,55% (641.997 ton) dari kebun kakao rakyat,

4,04% (28.346 ha) dari perkebunan negara, dan 4.40% (30.887 ha) dari kebun

swasta (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2018).

Enam wilayah perkebunan kakao di Indonesia, yakni wilayah Sumatera,

Jawa, Nusa Tenggara dan Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku dan Papua.

Area perkebunan kakao terluas dari keenam wilayah tersebut adalah wilayah

perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (57.24%) dengan total produksi


2

201.501 ton (64,85%) pada tahun 2013. Dari total luas kebun kakao di Sulawesi,

seluas 975.821 ha berbentuk kebun kakao rakyat dengan total produksi 193.078

ton, 54 ha berbentuk perkebunan negara dengan produksi 5 ton, dan seluas 8.165 ha

berbentuk perkebunan swasta dengan produksi 3.054 ton. Perkebunan kakao dalam

wilayah Sulawesi tersebar di enam provinsi, yakni Sulawesi Utara, Gorontalo,

Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat dan Sulawesi Tenggara. Luas

perkebunan kakao di Sulawesi Tenggara menempati urutan ketiga setelah Sulawesi

Tengah dan Sulawesi Selatan, yakni seluas 247.236 ha. Sementara itu, total

produksi perkebunan kakao Sulawesi Tenggara menempati urutan kedua setelah

Sulawesi Tengah, yakni sebesar 118.316 ton. Perkebunan kakao di Sulawesi

Tenggara didominasi oleh perkebunan kakao rakyat sekitar 98,70% (244.031 ha)

dari total luas perkebunan kakao di Sulawesi Tenggara dengan total produksi

117.684 ton pada tahun 2018 (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2018). Produktivitas

kebun kakao rakyat di Sulawesi Tenggara sebesar 0,48 ton/ha/tahun lebih rendah

dibanding produktivitas kakao di Sulawesi Tengah sebesar 0,52 ton/ha/tahun, dan

lebih tinggi bila dibanding produktivitas kakao kebun rakyat nasional yang

mencapai 0,39 ton/ha/tahun (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2018).

Data statistik produksi kakao di Sulawesi Tenggara dalam tiga tahun

terkahir cenderung menurun, dengan rata-rata penurunan produksi sebesar 2.320

ton/tahun. Volume perdagangan kakao Sulawesi Tenggara mencapai 147.390 ton

dengan nilai Rp. 3.323.500.000,- jauh lebih tinggi dibanding nilai perdagangan

sembilan komoditas lainnya, yakni kopra, mete gelondongan, cengkeh, kopi,

pinang biji, lada, biji kapuk, dan buah pala (BPS Provinsi Sulawesi Tenggara,
3

2018). Ini berarti kebun kakao rakyat memainkan peran penting dalam menunjang

PDRB Provinsi Sulawesi Tenggara.

Dari aspek kesehatan lingkungan, biji kakao yang dihasilkan dari kebun

kakao rakyat di Indonesia, khususnya petani kakao Sulawesi Tenggara memiliki

keunggulan tidak mengandung pestisida dan melting point Cocoa Butter lebih

tinggi dibanding biji kakao dari Ghana dan Pantai Gading (Ditjen Industri dan

Agrokimia, 2009). Pada sisi lain, sejumlah kelemahan yang dimiliki biji kakao dari

Sulawesi Tenggara, diantaranya prosesing biji kurang terfermentasi, biji tidak

cukup kering, ukuran biji tidak seragam, kadar kulit tinggi, keasaman tinggi, cita

rasa sangat beragam, dan tidak konsisten. Akibatnya harga biji kakao Indonesia

relatif lebih rendah dan dikenakan potongan harga dibandingkan dengan harga biji

kakao dari negara produser lain.

Kebutuhan kakao dunia pada tahun 2018/2019 diperkirakan mencapai 4 juta

ton dan diperkirakan akan terus meningkat sampai 4,4 juta ton pada tahun

2019/2020. Industri pengolahan kakao Indonesia meningkat 87% dan khususnya di

Sulawesi Tenggara telah terpasang industri pengolahan biji kakao dengan kapasitas

35.000 ton (Laporan Lokakarya Kakao Indonesia, 2013). Berdasarkan potensi

perkebunan kakao rakyat di Sulawesi Tenggara maka pemerintah melalui

Kepmentan RI No 46/Kpts-PD.300/1/2015 menetapkan lima kabupaten di Sulawesi

Tenggara sebagai daerah pengembangan kakao nasional, yakni Kabupaten

Konawe, Konawe Selatan, Kolaka, Kolaka Utara dan Kolaka Timur.Untuk

mendukung pengembangan kakao tersebut perlu disusun kerangka kerja yang

terencana dan terarah berdasarkan kesesuaian sumberdaya lahan dalam arti luas

(kesesuaian biofisik, sosial, ekonomi, dan politik) untuk menjamin kontinuitas


4

pasokan biji kakao dari perkebunan rakyat ke industri pengolahan biji kakao dalam

negeri. Kerangka kerja tersebut dituangkan dalam bentuk Masterplan Kawasan

Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016 – 2019.

Tahun pertama kepemimpinan Bupati Drs.H.Nur Rahman Umar,MH dan

Wakil Bupati H.Abbas SE, mengarahkan fokus untuk menguatkan ekonomi Kolaka

Utara dengan meningkatkan ekonomi kerakyatan, sebagai bentuk untuk

mewujudkan visinya menjadikan bumi Patampanua menjadi Kabupaten Madani di

Sulawesi Tenggara. Target utama kepemimpinan Bupati Drs.H.Nur Rahman

Umar,MH dan Wakil Bupati H.Abbas SE, di Kolaka Utara ini adalah

mengembalikan kesejahteraan masyarakat Kolaka Utara dengan program

revitalisasi kakao dan tanaman Hortikultura.

Untuk mensejahterakan masyarakat Kolaka Utara yang dipimpinnya, Bupati

Nur rahman Umar beserta wakilnya H.Abbas tengah gencar untuk mensoslisasikan

program unggulanya untuk revitalisasi Kakao yang merupakan mata pencarian 80

persen masyarakat yang di pimpinnya pasalnya pengahasilan awal mayarakat

Kolaka Utara adalah berkebun kakao sehingga di tahun 1998 lalu. Kolaka Utara

dikenal sebagai kampug dollar dengan tingginya penghasilan masyarakat pada Saat

itu. Selain itu program revitalisasi kakao selama Dua tahun kedepnnya Kakao bisa

kembali berhasil dan mensejahterakan masyarakat Kolaka Utara, dengan

banyaknya anggaran di gelontorkan itu mulai dari pembibitan hinggga

pemeiliharaan kakao juga diharapkan masyarakat Kolaka Utara tidak menganggap

program tersebut sebagai proyek namun program yang harus dikawal bersama

untuk mensejahterakan masyarakat yang dipimpinya semata.


5

Program revitalisasi kakao yang tertuang dalam Peerda No 1 Tahun 2018,

Tengtang rencana RPJM Tahun 2017-2022. Tertuang dalam Misi ke II Rencana

Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kabupaten Kolaka Utara, mengenai

mengembangan dan meningkatkan intensifikasi dan diversifikasi produksi sektor

pertanian dan perikanan secara menyeluruh, yang ditopang oleh 3 filar utama,

yakni Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan. Adapun tujuan dari

(RPJM) Kabupaten Kolaka Utara adalah Tujuan dari program revitalisasi kakao di

Kabupaten Kolaka Utara yaitu Meningkatkan produksi, produktivitas dan daya

saing perekonomian daerah khususnya pada sektor primer pertanian Kabupaten

Kolaka Utara. Sedangkan sasaran dari program revitalisasi kakao ini yaitu,

Meningkatkan produksi dan produktivitas perekonomian msyarakat khususnya

pada sektor primer pertanian.

Program revitalisasi kakao mulai digalangkan pada Tahun 2017 di

Kabupaten Kolaka Utara. Adapun lokasi pembibitan kakao yang ada di Kabupaten

Kolaka Utara yang terbesar yaitu, di Desa Totallang Kecamatan Lasusua, dengan

target satu juta pohon bibit kakao, serta Desa Awo Kecamatan Kodeoha dengan

target satu juta pohon kakao, dan Desa Powalaa Kecamatan Pakue Tengan juga

terget satu juta pohon bibit kakao. Yang akan di bagikan di 15 Kelurahan terdiri

dari 133 Desa yang ada di Kabupaten Kolaka utara. Dengan luas 4.700 hektar.

Husus di Kecamatan Ngapa luasnya adalah 325 hektar.

Berdasarkan hasil observasi awal penulis khususnya mengenai program

revitalisasi kakao di Kabupaten Kolaka Utara saat ini dalam pelaksanaannya

program revitalisasi kakao masyarakat petani kakao yang ada di Kecamatan Ngapa

pada tahun 2014 mereka mulai mengganti tanaman mereka yang dulunya menanam
6

kakao kini pada tahun 2014 mereka menanam cengkeh dengan harga cengkeh yang

saat ini mahal. Sedangkan harga coklat saat ini sangat murah, sehingga pada tahun

2014 banyak masyarak peteni kakao yang ada di Kecamatan Ngapa Kabupaten

Kolaka Utara yang menebang tanaman coklatnya dan beralih menanam cengkeh

dengan harga cengke yang mahal yang mampu meningkatkan perekonomiaan

petani di kolut. Sehingga masyarakat petani yang menerima bantuan program

revitalisasi kakao, berupa bantuan bibit coklat.

Masyarakat kelompok tani yang ada di desa Puurau, Tadoumere, Lapai, dll

meraka menerima bantuan tersebut tetapi masyarakat tidak menanam bibit coklat

tersebut. Karna masyarakat desa/kelompok tani tersebut lebih fokus menanam bibit

cengke dengan harga cengke saat ini cukup mahal yaitu mencapai 73-95 ribu 1

kilo, sedangkan coklat 25-28 ribu 1 kilo. Sehingga masyarakat petani berpikir

untuk menanam kakao dengan harga yang murah saat ini karna tidak mampu

meningkatkan perekonomian atau pendapatan masyarakat petani saat ini. Ditambah

lagi masa produksi panen kakao yang tidak terlalu lamah, serta perawatan kakao

yang sangat rumit, serta hama/penyakit kakao seperti hasil kakao/coklat yang

hitam, coklat yang keras isinya serta bunga/buah kakao yang gugur ketika cura

hujan yang tinggi

Berdasarkan uraian latar belakang maka penulis tertarik untuk

melaksanakan sebuah penelitian dengan judul : “Implementasi Program

Revitalisasi Kakao Di Kecamatan Ngapa Kabupaten Kolaka Utara”.


7

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka penulis

memberikan batasan masalah yang akan diteliti, yaitu bagaiman Implementasi

Perda No 1 Tahun 2018 Rencana (RPJM) Tahun 2017-2022 (Studi Pada Program

Revitalisasi Kakao Di Kecamatan Ngapa Kabupaten Kolaka Utara) ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian yaitu Untuk

mengetahui dan mendeskrifsikan Implementasi Perda No 1 Tahun 2018 Rencana

(RPJM) Tahun 2017-2022 (Studi Pada Program Revitalisasi Kakao Di Kecamatan

Ngapa Kabupaten Kolaka Utara) ?

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

bagi Fakultas Ilmu Sosil dan Ilmu Politik dalam menambah bahan kajian

perbandingan bagi yang mengunakannya.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi kontribusi bagi pengembangan

konsep keilmuan khususnya dalam bidang kajian yang berhubungan dengan

Implementasi Program Revitalisasi Kakao Di Kecamatan Ngapa Kabupaten

Kolaka Utara.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, masukan dan

informasi bagi pihak Pemerintah Kabupaten Kolaka Utara dalam Program

Revitalisasi Kakao Di Kecamatan Ngapa Kabupaten Kolaka Utara.

2. Bagi penulis yakni:


8

1. Sebagai sarana menambah pengetahuan teoritis tentang Implementasi

Perda No 1 Tahun 2018 Rencana (RPJM) Tahun 2017-2022 (Studi Pada

Program Revitalisasi Kakao Di Kecamatan Ngapa Kabupaten Kolaka

Utara).

2. Sebagai sarana pengembangan ilmu pengetahuan yang secara teoritis

telah diterima di bangku kuliah.

3. Bagi pembaca, yakni dapat dijadikan sebagai acuan atau bahan

perbandingan dan masukan untuk melakukan penelitian yang relevan

selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai