Anda di halaman 1dari 15

Kamasutra Versi Bugis

1. Assikalabineng Kitab Persetubuhan Bugis


2. Ucapkan Mantra, Hatimu Lenyap di Hatiku
3. Jika Lima Menit Terasa Kurang
4. Di Mana Pusat Rangsangan Tertinggi
5. Hadiah Pernikahan Terindah
6. Mengukur Kejantanan dari Hembusan Nafas
7. Daerah G-Spot Ala Bugis
8. Terapi Kelingking Untuk Tetap Langsing
9. Mau Anak Putih, Bersetubuh Setelah Jam 5 Subuh

1. Assikalabineng Kitab Persetubuhan Bugis


Assikalabineng, Kitab Persetubuhan Orang Bugis
SEBAGAIMANA di kebudayaan lainnya, seks bagi masyarakat
Bugis selalu dipandang sebagai sesuatu yang eksklusif, sakral,
dan tabu untuk dibicarakan secara luas.
Maka pengetahuan tentang hal itu sedapat mungkin dijaga
dengan rapat. Selain karena ini menyangkut pola komunikasi
paling personal antara sesama manusia, seks juga dipandang
sebagai bagian dari kehormatan manusia.
Adalah Muhlis Hadrawi yang menjadi salah satu dari sekian
ahli naskah kuno Universitas Hasanuddin yang mengungkap
bahwa di masyarakat Bugis, pengetahuan tentang seks sebenarnya juga terangkum
dan terdokumentasi dengan baik.
Berbekal ketekunan menghimpun naskah kuno Bugis dalam bentuk lontara,
lahirlah buku Assikalabineng Kitab Persetubuhan Bugis yang diterbitkan Penerbit
Ininnawa akhir tahun lalu. Buku ini sekaligus menjadi penjelas dari sekian tabir yang
hanya bisa dilewati orang tertentu sejak dulu kala. Dan uniknya, semua pengetahuan
itu masih bisa dipraktikkan dengan baik di zaman modern ini.
Berbeda dengan Kama Sutra yang lebih mengedepankan pada teknik belaka,
Assikalabineng lebih dari hal itu. Pengetahuan tentang organ genital dan alat
reproduksi, filosofi seks, teknik penetrasi, sentuhan bagian sensitif, penentuan jenis
kelamin, pengendalian kehamilan, serta waktu baik untuk berhubungan intim, juga
terangkum di dalamnya.
Tak hanya itu, juga terdapat pengetahuan cara membuat tubuh istri tetap seksi dan
berwajah cerah dengan menggunakan medium seks. Pengobatan alat kelamin pun
dibahas dengan indah.
Mari kita simak Assikalabineng memandang seks dari sudut agama pada kutiban
berikut "dan perbaikilah perasaanmu kepada Allah. Apabila kamu telah terbaring,
niatkanlah menempatkan neraka di kiri dan surga di kanan...".Atau pada teknik
pendahuluan (foreplay) pada buku yang bercerita mengenai tindakan apa saja yang
bisa membangkitkan gairah. "Lalu ciumlah pipi kirinya tiga kali kemudian bacalah
ini. Cium lagi pangkal lehernya dan bacalah ini..."

Soal bagaimana mendapatkan anak berkulit putih pun dijelaskan, seperti pada buku.
"Adapun untuk mendapat anak berkulit putih kita melakukannya waktu isya. Anak
yang berkulit hitam, kita melakukannya tengah malam. Anak berkulit kemerah-
merahan pada antara dua waktu itu melakukannya.
Lalu yang tak kalah menakjubkan dari kitab ini yakni betapa orang Bugis,
terutama yang menguasai kitab ini, memahami dengan benar jenis-jenis organ genital
wanita. Cara mengungkapkannya pun sangat simbolik dengan mengasosiasikannya
dengan bunga yang cenderung mekar. Pada jenis tertentu ada yang disebut dengan
bunga melati atau bunga sibollo.
Pada akhirnya, sebagai karya yang diadaptasi dari disertasi yang dipertahankan di
Universitas Indonesia, apa yang dibuat oleh Muhlis Hadrawi menjadikan khasanah
pengetahuan kita tentang seks, lebih meluas lagi.

2. Ucapkan Mantra, Hatimu Lenyap di Hatiku

Hanya sehari setelah ulasan singkat mengenai buku ini tersebar di dunia maya,
baragam tanggapan bermunculan. Ada yang bercanda, ada pula yang serius. "Kenapa
baru terbitkan sekarang setelah lahir lima anak, hehehe," tulis seorang kandidat
doktor di Jepang.
Lain lagi tanggapan dari A Lagaligo Mappangara, ahli pertambangan perusahaan
Chevron yang sedang berdinas di Doha, Qatar.
Ia keponakan Bupati Luwu Timur A Hatta Marakarma.
"Hhhmmmmm... pantas kulitnya anakku putih2 semua :)".
Yang serius menulis seperti ini: "dimana bisa dapat bukunya itu????mau buat
hadiah he he".
Mau buat hadiah atau untuk diri sendiri?
Namun inti dari semua tanggapan itu tampaknya lebih mengacu pada pandangan
bahwa sisi fungsional dari Assikalabineng masih cocok diterapkan saat ini karena
sifat seks yang sangat universal.
Ini dikuatkan oleh pernyataan Muhlis Hadrawi, si penulis buku ini.
"Hal ihwal pengetahuan seksualitas yang terkandung di dalam Assikalabineng pada
dasarnya menjadi teks practical knowledge, karena menyajikan pengetahuan yang
dapat dipraktikkan langsung oleh masyarakat di dalam kehidupan rumah tangganya."
Meskipun pengetahuan praktis (practikal knowledge) di Assikalabineng ini
ditujukan untuk masyarakat umum, namun tak mudah mendapatkan informasi yang
lengkap dalam bentuk tertulis seperti pada naskah lontara. Hanya segelintir orang
dengan strata sosial tertentu yang bisa menyimpan naskah-naskah kuno itu atau
mendapatkannya dari penuturan. Dan karena itu boleh jadi Assikalabineng ini pernah
menjadi paddissengang atau pengetahuan yang eksklusif.
Mari lihat tentang cara mendekati istri menurut Assikalabineng.
"Jika kamu mau menyentuh pintu kiri, tekuk kaki kirimu dan luruskan kaki
kanannya, pastilah kamu menyentuh pintu kiri. Pada akhirnya di situlah perempuan
akan menemukan kenikmatan..."
"Perlakukan semampu kamu hingga kenikmatan mencapai puncak. Pertemukan
mulutmu dengan mulutnya. Hidungmu dengan hidungnya. Matanya dengan matamu.
Dahinya dengan dahimu. Pastikan bahagian tubuhmu dan tubuhnya bertemu.
Arahkan salah satu tanganmu ke farjinya. Tangan satunya lagi memegang kepalanya.
Julurkan lidahmu, gigit lidahnya dan isaplah nafasnya. Ucapkan zikir ini A-I-U.
Ucapkan dalam hati, "tubuhmu lenyap di tubuhku. Hatimu lenyap di hatiku,
rahasiamu lenyap di rahasiaku..."
"Apabila zakarmu telah masuk, tahanlah nafasmu. Janganlah lupa diri dan jangan
terlalu bernafsu. Ingatlah kata syariat dalam persetubuhan. Jika mani telah keluar,
maka lepaslah nafas sedikit demi sedikit. Jangan melepasnya sekaligus. Lepaskan
sebanyak empat tahap lalu merasakan kenikmatannya."
Ada pula cara memanjakan istri sehabis berhubungan.
"Apabila kamu selesai bersetubuh, luruskan kaki dan sejajarkan lutut istri dengan
baik. Tekan panggulnya dan usap pula keringatnya. Pegang pula persendiannya.
Usap-usaplah seluruh tubuhnya sampai dia tertidur baru kamu berhenti."
Tentang waktu dan hari bersetubuh yang ideal pun dikemukakan.
Ada empat hari baik yakni malam Senin, Rabu, Kamis, dan Jumat.
Kendati demikian, malam-malam itu tidak begitu mengikat, terutama jika berkaitan
dengan vitalitas tubuh, situasimental, dan lingkungan.

3. Jika Lima Menit Terasa Kurang

RELASI dalam hubungan suami istri, menurut lontara Assikalabineng,


merupakan relasi dua pihak yang sepadan dan saling membutuhkan.
Tidak boleh ada sedikit pun pemaksaan satu sama lain dalam hubungan seksual.
Praktik melampiaskan hasrat di saat istri sedang tertidur lelap, malah dianggap
sebagai bentuk penghinaan. Ini digambarkan seolah-olah istri diperlakukan sebagai
budak dan bukan mahluk yang patut dijaga dan disayangi.
Penekanan pada pemaksaan beberapa kali disebutkan dalam lontara
Assikalabineng, meski secara mutlak disebutkan pula bahwa suami merupakan
"pengatur irama" dan "pemegang kendali" dari seluruh proses hubungan intim itu.
Karena itu, suami sebagai subyek dan istri sebagai obyek, sedapat mungkin
mengarahkan hubungan itu pada kenikmatan bersama. Kegagalan memberi
kenikmatan bersama di tempat tidur bisa membuat suami digelari orowane bonggo
atau lelaki yang dungu. Sebaliknya, laki-laki yang mampu membuat istrinya puas,
disebut sebagai orowane mapata, suami yang cerdas.
"Demikianlah yang disebut laki-laki yang berpenetahuan terhadap istrinya. Jika
tidak demikian halnya, maka itulah yang dinamakan perilaku laki-laki dungu yang
membosankan."
Masalahnya kemudian adalah, pada umumnya suami hanya bisa menjalani
hubungan seksual rata-rata tidak lebih dalam lima menit. Sedangkan pada rentang
waktu itu, si istri malah belum bisa merasakan puncak kepuasaan. Atas kendala
itulah, terletak fungsi pengetahuan yang terdapat dalam lontara Assikalabineng.
Assikalabineng sangat menuntut si suami mengetahui teknik-teknik foreplay.
"Lakukanlah tidur bersama dalam satu sarung dan melakukannya terlebih dahulu, istri
akan merasa dirinya dimuliakan. Kemudian lanjutkan tidur dalam satu sarung.... Itu
berarti kamu melakukan perbuatan yang membangkitkan gairahnya".
Selanjutnya ada tahap yang harus dilakukan. "Peganglah pusarnya. Jengkalkan
tanganmu, ibu jarimu dipusarnya dan kelingkingmu di farjinya. Bila tampak bagimu
nafsunya telah bangkit maka berilah penciuman dua belas. Pertama-tama, ciumlah
ubun-ubunnya..."
Hingga kemudian terjadilah orgasme. "Jika dia mencapai orgasme, janganlah
melepasnya sebab dia sedang mencapai puncak kenikmatan.. ( nalolongennitu rennue
makkunraiyye enrengnge nyamengnge. Alliangngani aja'na mulappessangngi)."
Assikalabineng pun menjelaskan cara merangsang pada titik peka di tubuh istri.
Cara yang dimaksud antara lain memegang perut, mencium ubun-ubun, mencium
pipi, mencium pangkal leher, dan mencium farji.
Ada 12 titik rangsangan pada tubuh si perempuan yakni ubun-ubun (buwung),
telinga (docciling), perantara kening (lawa enning), mata (mata), pipi (pili), hidung
(inge'), dagu (sadang), pangkal leher (edda'), tengkuk (cekkong), telapak tangan (pale'
lima), buah dada (pangolo), dan pusar (posi).
Sedangkan pada laki-laki ada tiga titik rangsangan yakni mulut (timu), tangan
(jari), dan zakar (kalamung). Tiga titik rangsangan ini juga dapat dijadikan sebagai
alat untuk merangsang perempuan. Bila ketiga alat itu dikombinasikan pergerakannya
pada titik rangsangan perempuan maka akan membangkitkan sensasi yang luar biasa.
Yang tak kalah menarik dari Assikalabineng yakni mengandung informasi bahwa
pola seksual akan berpengaruh pada kualitas fisik anak yang dilahirkan. Suara yang
merdu, sikap yang jantan, mata yang memikat, bisa dipersiapkan sejak dini di tempat
tidur.

4. Di Mana Pusat Rangsangan Tertinggi

Assakalabineng adalah kumpulan manuskrip Lontara asli yang dikumpulkan,


diterjemahkan, lalu diolah oleh filolog lontara dari Univeritas Hasanuddin (Unhas),
Muhlis Hadrawi, menjadi bacaan dan pengetahuan yang siap dipraktikkan.
Di bagian awal buku yang didedikasikan sebagai tesis untuk meraih gelar master
di Universitas Indonesia (UI) ini, penulis menyebutkan ada 44 naskah Lontara yang
dipakai sebagai rujukan utama.
Sebanyak 28 teks beraksara Bugis dan 16 sisanya manuskrip lontara Makassar.
"Aksaranya macam-macam, ada sulapa eppa, serang, dan jangang-jangang."
Tak mengherankan, tips, trik, sekaligus mantra yang disajikan pun bervariasi,
namun pada intinya sama, dan menyesuaikan dengan kultur Bugis pesisir atau
Makassar pedalaman. Seperti proses seleksi hadis, penulis memaparkannya utuh dan
menganalisanya.
Dalam naskah Bunga Rampai Budaya, yang berisi, "tata cara mandi junub,
sebelum melakuklan hubungan seks untuk membangkitkan gairah wanita serta doa-
doanya, dan tata cara agar awet muda setelah berhubungan seks," misalnya, diperoleh
dari manuskrip tua 52 halaman yang disalin dari pemilik aslinya, Amiruddin, warga
Paccerakkang.
Secara teratur buku ini mengklasifikasi titik-titik rangsangan perempuan, manfaat
mandi sebagai foreplay atau siklus perubahan titik rangsangan wanita yang berubah
sesuai siklus haid, dan hari di masa subur istri, dan siklus mani perempuan yang
berpindah-pindah.
Di mana titik mani berada, maka di situlah pusat rangsangan tertinggi, dan akan
membuat pasangan suami istri menggelinjang, laiknya gerakan pangkal ekor ikan
mujair di lumpur berair.
"Inilah pengetahuan dari Baginda Ali ketika hendak berhubungan dengan
Fatimah/Malam jumat dia mencium ubun-ubun sebab di situlah maninya berada/
Sabtu dia mencium kepalanya, sebab di situlah maninya berada/ malam Ahad, Ali
mencium mata Fatimah sebab di situlah maninya berada/malam Senin diciuminya
perantara keningnya....//
Di manuskrip lain, disebutkan tujuh titik rangsangan yang menjadi daerah sensasi
selama peredaran malam;
1. Pertama, Ubun-ubun (buwung) di malam Jumat;
2. Dua, kepala (ulu) di malam Sabtu;
3. ketiga, mata (mata) di malam Ahad;
4. keempat, perantara alis (lewa enning) di malam Senin;
5. kelima, hidung (inge') di malam Selasa;
6. keenam, buah dada (pangolo) di malam Rabu; dan
7. ketujuh, ulu hati (ulu ati) di malam Kamis.
Ketujuh pusat rangsangan itu adalah bagian dari dua belas sensasi seksual
perempuan. "Efek rangsangan terbaik bila dilakukan pada rangkaian titik peka itu,
diraba, lalu selalu diiringi ciuman, sebelum masuk ke tahap penetrasi, yang diikuti
beberapa mantra dalam bahasa Arab adan Lontara.

1. Hadiah Pernikahan Terindah

KITAB persetubuhan Bugis, Assikalabineng, punya ciri khas tersendiri. Dia


adalah pergulatan pengetahuan, pengalaman, dan spiritualitas masyarakat Bugis soal
puncak kebudayaan yang amat bersifat private (pribadi).
India mengenal Kama Sutra yang merupakan saripati pengetahuan persetubuhan
dari kitab Vatsyayana. Meski belakangan kama sutra lebih menonjolkan lelaku atau
gaya seksual, tapi sebenarnya ini adalah "gaya hidup" raja-raja untuk mencapai
moksa.
Kebudayaan Jawa juga mengenal Serat Centhini dan Serat Nitimani karena
terpengaruh kebudayaan Islam, lelaku ini untuk mencapai makrifat. Sebagai salah
satu dari beberapa suku bangsa yang memiliki aksara sebagai medium, Lontara
Assikalaibineng, bisa disejajarkan dengan kitab-kitab dari bangsa berbudaya tinggi
lainnya.
Kita Assikalabineng menempatkan laki-laki sebagai inisiator. Ajaran, tata cara,
syarat, atau mantra dalam bahasa Arab atau Lontara, menempatkan pria sebagai tokoh
sentral.
Tak mengherankan, ajaran ini hanya diajarkan kepada lelaki yang akan menikah
atau sudah menikah. Ajaran ini tidak sama sekali diperuntukkan bagi lelaki yang
belum dewasa.
Masyarakat Bugis amat meyakini bahwa seorang suami yang akan menikah di
masa "pingitan" sudah membekali diri dengan pengetahuan dan kebijaksanaan
Assikalaibineng.
Pengetahuan inilah yang mengkonfirmasikan, betapa berharganya malam pertama
bagi laki-laki. Dengan ilmu dan lelaku ini, mempelai pria bisa mengetahui, apakah
istrinya masih virgin atau jusrtu akan membuatnya malu.

2. Ritual Agama

Kitab ini menempatkan hubungan seks di malam pertama dan malam-malam


selanjutnya sebagai ritual keagamaan, bukan wadah pelampiasan nafsu, atau
menghabiskan masa honeymoon.
Buku ini, seperti ajaran Islam, mengajarkan bagaimana menahan dan mengatur
hawa nafsu dengan prosedur teratur dan zikir.
Misalnya, diajarkan tata cara awal sebelum melakukan hubungan seks. Pasangan
mandi secara terpisah, lalu berwudu dan melakukan tafakkur dalam salat sunnah.
Buku ini faham betul, bahwa hasrat pria selalu lebih besar, namun paling cepat
"terlampiaskan". Proses ini, diebut dengan "nikah batin". Istilah ini merujuk kepada
pengelaman anak mertua nabi Muhammad, Ali dengan Fatimah.
"..bila kamu dan istrimu pertama kali berhubungan, maka tafakurlah lebih dulu.
Pusatkan mata hatimu, lihatlah dirimua sebagai Alif , dan istrimu sebagai huruf Ba."

Lalu peganglah lengannya lalu ucapkan salam berbunyi, Assaalamu alaikum, Ali
memegang, Fatimah dipegang. Apabila kamu memegang tangannya maka ucapkan
syahadat. Ucapkan dalam hati atau Jubril menikahkan saya, Muhammad Wali saya,
wali saksi saya, atas kehendak Allah taala, kunfayakun. Lalu mulailah dengan
ciuman, dan ...... "

Nikah Batin
Konsep nikah bathin ini adalah amalan dan ajaran tasawwuf dalam peristiwa
Assikalaibineng. Proses ini adalah penyatuan unsur lahiriah dan bathiniah antara
lelaki dan perempuan. Dalam kitab ini, disebut penyatuan eppa sulapa. Penyatuan
tubuh dengan tubuh, hati dengan hati, nyawa dengan nyawa, dan rahasia dengan
rahasia.

Dengan, konsep nikah batin inilah yang merupakan klimaks dalam konteks
spiritualitas manusia dalam hubungan seks, atau "tassawuf seks".

Dan inilah, yang menyebabkan kenapa para bangsawan dan orang berilmu Bugis-
Makassar dalam pesta perkawinannya biasanya memakan waktu persiapan yang
lama.

Kitab Assikalaibaineng adalah ilmu yang ditunggu-tunggu atau hadiah perkawinan


berharga bagi pria dewasa yang segera ke pelaminan dan akan mempraktikkannya di
malam pertamanya.
.......................................................................................................................

Mengukur Kejantanan dari Hembusan Nafas

Assikalaibineng secara harfiah berarti cara berhubungan suami istri. Akar kata serupa
juga dipakai masyarakat petani sawah di awal masa tanam.

Karena padi dan sawah diibaratkan istri, maka suamilah diberi otoritas untuk
menggarap dan menanam.

Karena ajaran lahir di masa kuatnya paternalistik dan belum ada gerakan persamaan
gender, makanya ajaran Kitab Persetubuhan Bugis ini lebih banyak ditujukan kepada
suami. Kitab ini paham betul emosi perempuan dan karena perasaan malunya mereka
amat jarang menjadi inisiator.

Inilah yang sekaligus menjelaskan mengapa ilmu tarekat atau tasawuf seks ala Bugis-
Makassar ini diajarkan terbatas ke calon mempelai pria, memilih momentum
beberapa hari sebelum akad nikah.

Setelah pengetahuan mandi, berwudu, dan salat sunah lalu tafakur bersama yang
disebut nikah batin, maka sampailah pada tahapan lelaku praktis, cumbu rayu,
penetrasi, dan masa pascaberhubungan.

Karena konsep Assikalaibineg mengedepankan ideologi dan tata krama, disarankan


agar sebelum aktivitas penetrasi dimulai dilakukan dalam satu sarung, atau kain
tertutup, atau kelambu.

Masyarakat Bugis, seperti dikemukakan Christian Pelras dalam bukunya, Manusia


Bugis (Oxford: Blackwell, 2006) memang memiliki sarung khusus yang bisa memuat
sepasang suami istri.

Sarung jenis ini tentu sangat susah didapat di pasar-pasar sandang kebanyakan.
Namun toh, selimut bisa menjadi alternatif.

Buku ini menggunakan istilah makkarawa (meraba) dan manyyonyo (mencium)


untuk tahap foreplay.

Ini dengan asumusi pihak pria sudah mengetahui 12 titik rangsangan, dan rangkaian
mantra (paddoangeng).

Meraba lengan adalah titik pertama yang disarankan dikarawa, sebelum meraba atau
mencium titi-titik lainnya. Pele lima (telapak tangan), sadang (dagu), edda' (pangkal
leher), dan cekkong (tengkuk) adalah sejumlah titik yang dalam buku ini
direkomendasikan di-karawa dan dinyoyyo di tahap awal foreplay.

Setelah bagian badan tubuh, mulailah masuk di sekitar muka.


Titik "rawan" istri dibagian ini disebutkan;
• buwung (ubun-ubun), dacculing (daun telinga),
• lawa enning (perantara kening dia atas hidung),
• lalu inge (bagian depan hidung).
Di titik ini juga disebutkan, tahapan di bagian badan sebelum penetrasi langsung
adalah
• pangolo (buah dada) dan
• posi (pusar).
Dalam foreplay berupa makkarawa dan manyonyyo ini, buku menyarankan tetap
tenang dan mengatur irama naffaseng (nafas).

Karena kitab persetubuhan ini sangat dipengaruhi oleh ajaran fiqhi al'jima atau ajaran
berhubungan seks suami istri dalam syariat Islam, maka proses menahan nafas itu
direkomendasikan dengan melafalkan zikir dan menyatukan ingatan kepada Allah
Taala.

Apakah melafalkan zikir itu bersuara? Tentulah tidak. Zikir dan mantra dalam bahasa
Bugis itu dilafalkan dalam hati.

Dalam komentar penulis buku ini,menyebutkan, ejakuliasi dini oleh pria banyak
terjadi karena pikiran suami terlalu fokus ke pelampiasan untuk mencapai klimaks.

Perlu diketahui, seperti ajaran agama Islam, kitab Assikalaibineng bukan seperti
buku-buku lain yang mengajarkan gaya dan teknis bersenggama dan melampiaskan
nafsu belaka.

Laiknya ibadah, inti dari ajaran Assikalibineng adalah mengelola nafsu birahi ke arah
yang lebih positif dan bermanfaat secara spiritualitas.

Bukankah seperti kata Nabi Muhammad SAW usai memenangkan Perang Badar,
kepada sahabatnya yang bersuka, diperi peringatan, bahwa Perang Badar belum ada
apa-apanya.
Perang terbesar manusia Muslim adalah bagaimana menahan hawa nafsu.
Dan nafsu yang amat sulit ditahan oleh manusia secara pribadi adalah nafsu birahi
setelah nafsu ammarah (emosi kejiwaan).

Di bagian lanjutan tulisan ini, nantinya akan mengulas beberapa lafalan teknik
menahan nafas.
Namun, bagian lain halaman buku itu juga diberikan tips parktis untuk mengetahui
apakah seorang suami siap berhubungan seks atau tidak, maka disarankan bagi pria
untuk mengangkat tangan kirinya, lalu menghembuskan nafas dari hidung.

Jika nafas yang keluar dari lubang hidung kanan lebih kuat berhembus, maka
pertanda kejantanan yang bangkit.

Namun jika hembusan dari lubang kiri lebih kuat, maka sebaiknya sang suami
menunda lebih dulu (hal 141).

".. dalam keyakinan kebatinan Bugis, nafas hidung yang lemah dan kuat berkaitan
langsung dengan ilmu kelaki-lakian atau kejantanan seorang pria...".
..................................................................................................................

Daerah G-Spot Ala Bugis

Muhlis Hadrawi, penulis buku ini, senantiasa mengingatkan di bagian awal, tengah,
dan mengunci di akhir bab tulisannya, bahwa Assikalaibineng bukanlah ilmu
pelampiasan hasrat biologis sebagai wujud paling alamiah sebagai makhluk saja.

Penulis menggunakan istilah tasawupe' allaibinengengnge untuk menjelaskan


kedudukan persetubuhan yang lebih dulu disahkan dengan akad nikah dan penegasan
kedudukan manusia yang berbeda dengan binatang saat melakukan persetubuhan.

Ini juga sekaligus wujud penghormatan dan menjaga martabat keluarga dalam
kerangka mendekatkan diri kepada Allah (hal 123).

Pada bagian awal bab tata laku hubungan suami-istri, Muhlis mengomentari satu dari
tujuh manuskrip Assikalaibineng yang menjadi rujukan utamanya menulis buku ini.

Dikatakan ini sebagai pustaka penuntun tata cara hubungan seks untuk suami-istri
sebagai ilmu yang dipraktikkan Sayyidina Ali dan Fatimah.

Muhlis memulainya dengan kisah perbincangan tertutup Ali dan istrinya, yang juga
putri Nabi, di tahun ketiga pernikahan mereka.

Perkawinan keduanya menghadapi satu masalah sebab Ali belum mengetahui dengan
benar bagaimana tata cara menggauli Fatimah.
"Kala itu," tulis Muhlis, "Fatimah mengeluarkan ucapan yang menyindir Ali,
"Apakah kamu mengira baik apabila tidak menyampaikan titipan Tuhan?"

Ali kontan merasa malu dan sangat bersalah. "Ali mulai sadar kalau ia belum
memberikan apa yang menjadi keinginan Fatimah di kamar tidur. Maka Ali meminta
Fatimah memberitahu keinginan Fatimah dan memintanya untuk mempelajarinya."

"Fatimah pun merekomendasikan Muhammad Rasulullah, yang tak lain bapak


Fatimah. Datanglah Ali ke Nabi Muhammad dan selanjutnya terjadilah transfer
pengetahuan dari bapak mertua kepada anak menantu."

Transfer ilmu atau proses makkanre guru seperti ini amat biasa dalam tradisi Bugis-
Makassar, khususnya keluarga yang mengamalkan ajaran tarekat-tarekat.

Kisah di atas sekaligus menjelaskan bahwa lelaku dan zikir Assikalaibineng tak
terlambat untuk dipelajari.

Memang idealnya, tata laku hubungan Assakalaibineng ini diajarkan di awal masa
nikah, namun bagi mereka yang ingin mengamalkannya hanya perlu membulatkan
tekad, untuk mengubah cara padangnya, bahwa hubungan suami-istri versi Islam
yang terangkum dalam lontara ini, berbeda dengan literatur, hasil konsultasi, atau
frequent ask and question (FAQ) soal seks yang selama ini sumber dominannya dari
ilmu kedokteran Barat.

Pada sub bab Teknik Mengendalikan Emosi Seks atau Hawa Nafsu (hal 150), buku
ini menyajikan laku zikir untuk mengiringi gerakan seksual dari pihak suami.

"lelaku zikir ini menjadi penyeimbang nuansa erotis dan terkesan tidak vulgar."
Teknik mengatur napas adalah inti dari ketahanan pihak suami.

Untuk menjaga endurance napas suami agar istrinya bisa mencapai orgasme,
misalnya, saat kalamung (zakar) bergerak masuk urapa'na (vagina) disarankan
membaca lafal (dalam hati) Subhanallah sebanyak 33 kali disertai tarikan nafas.

"Narekko mupattamamai kalammu, iso'i nappasse'mu".


Sebaliknya, jika menarik zakar, maka hembuskanlah napasmu (narekko mureddui
kalamummu, muassemmpungenggi nappase'mu), dan menyebutkan budduhung.

Bahkan bisa dibayangkan karena babang urapa'na (pintu vagina) perempuan ada
empat bagian, maka di bagian awal penetrasi, disarankan hanya memasukkan sampai
bagian kepala kalamummu lalu menariknya sebanyak 33 dengan tarikan napas dan
disertai zikir, hanya untuk menyentuh "timungeng bunga sibollo" (klitoris bagian
kiri).
Mungkin bagi generasi sekarang, lafalan zikir dalam hati saat bersetubuh akan sangat
lucu, namun pelafalan Subhanallah sebanyak 33 kali dan perlahan dan diikuti tarikan
napas akan membuat daya tahan suami melebihi ekspektasi istri! (hal 80)

"Mmupanggoloni kalamummu, mubacasi iyae/ya qadiyal hajati mufattikh


iftahkna/.....! Pada ppuncu'ni katauwwammu pada'e tosa mpuccunna bunga'e
(sibolloe)/tapauttmani' katawwammu angkanna se'kkena, narekko melloko kennai
babangne ri atau, lokkongi ajae ataummu mupallemmpui aje; abeona
makkunraimmu, majeppu mukennai ritu atau...., na mubacaisi yae wikka tellu ppulo
tellu/subhanallah../"

Artinya, "....arahkan zakarmu, dan bacalah ini/Ya qadiyyal hajati mufattikh


iftakhna/....kemudian cium dadanya,. lalu naikkan panggulnya, ... ketika itu mekarlah
kelaminnya layaknya mekarnya kelopak bunga, masukkan zakarmu hingga batas
kepalanya, dan bacalah subhanallah 33 kali.... (hal 144).

Penggunaan kata timungeng bunga sibollo sekaligus menunjukkan bagaimana para


orang Bugis-Makassar terdahulu mengemas ungkapan-ungkapan erotis dalam bentuk
perumpamaan yang begitu halus dan memuliakan kutawwa makkunraie (alat kelamin
perempuan), dan ungkapan kalamummu (untuk zakar).
.............................................................................................................................

Terapi Kelingking Untuk Tetap Langsing

Lapawawoi Karaeng Sigeri, Raja Bone yang terkenal cerdas, termasuk seorang suami
yang mempelajari dan mengamalkan ajaran assikalaibineng. Stidaknya fakta ini
dikonfirmasikan dari lontara Mangkau Bone Ke-31 ini yang secara rapi
terdokumentasikan di Perpustakaan Nasional RI di Jakarta.

Manuskrip asli ini pulalah yang menjadi satu dari 44 lontara rujukan utama Muhlis
Hadrawi, penulis buku Assikalaibineng, Kitab Persetubuhan Bugis, yang diterbitkan
Penerbit Ininnawa, Makassar (2008).

Secara teknis buku ini terdiri dari 189 halaman. Sebanyak 64 halaman terdiri dari
transliterasi asli "kitab assikalaibineng" lontara ke dalam abjad melayu berikut
terjemahannya. Inilah matan asli dari kitab tassawupe allaibainengengeng yang
merupakan peninggalan leluhur Bugis-Makassar yang teleh terpengaruh dengan
ajaran Islam.

Karena buku ini merupakan disertasi untuk meraih gelar magister bidang filologi
(ilmu tentang Bahasa, kebudayaan, pranata dan sejarah suatu bangsa dalam bentuk
manuskrip asli) di Universitas Indonesia, maka 51 halaman di bagian awal lebih
banyak mendiskripsikan latar belakang, asal usul naskah, dan metodologi penelitian.
Sedangkan di bagian akhir, Tata Laku Hubungan Suami Istri, isinya lebih merupakan
ringkasan, analisis, sekaligus komentar penulisnya, yang diperkaya dengan literatur
penunjang. Namun, bagi pembaca awam yang tidak lagi mengerti Bahasa-bahasa
Bugis terhadulu, justru bab akhir inilah yang membatu mendapatkan intisari dari
manuskrip tua, yang hingga awal decade 2000, masih beredar di kalangan elite
terbatas, masyarakat kita.

Kepemilikan naskah ini oleh Lapawawoi yang kini dimuseumkan di Perpustakaan


Nasional, tulis Muhlis, mempertegas sirkulasi ajaran ini selain dimiliki kalangan
ulama/cendekia pesantren, pengetahuan ini juga milik bangsawan dan raja-raja Bugis
Makassar.

Selain pengetahuan bersetubuh ala bugis, Kitab Persetubuhan Bugis, juga


mengajarkan sistem rotasi waktu yang baik untuk berhubungan, dan tata cara
perawatan tubuh bagi pihak suami dan istri. Tata laku dan tahapan ini semua
dilakukan dalam satu rangkaian dan satu tempat
Untuk melangsingkan tubuh dan memperhalus kulits istri misalnya, suami tak perlu
repot-repot menyisihkan uang dan mengantar pasangannya ke pusat kecantikan
tubuh. Seperti spa center, steam room Jacuzzi, atau membayar kapster salon.

Di kitab mengajarkan rutinitas kesederhanaan namun tetap dalam bingkai


kerahasiaan, tidak diketahui oleh orang banyak.

Untuk menjaga kebugaran tubuh, assikalaibineng misalnya merekomendasikan di


kamar tidur dan massage (pijitan) rutin pasca-bersetubuh. Sedangkam untuk
perawatan kulit, juga tak perlu cream pelembab atau whitening motion,

Kitab ini mengajarkan manfaat penggunaan "air mani" sisa yang biasanya meleler di
bagian luar babang urapa' (vagina) istri dan kalamummu (zakar) pihak suami dan
sejumlah mantra bugis-Arab, secara subtansial lebih merupakan niat, sekaligus
ekspresi kasih-sayang suami kepada istri pasca-berhubungan,

Kitab ini menyindir perilaku suami yang langsung tidur lelap atau langsung
meninggalkan kamar tidur, sementara istri belum mendapatkan kepuasan, biasanya
akan membuat wanita terhina. Di kitab ini. Perlakuan itu diistilahkan dengan,
teretta'na narekko le'ba mpusoni (adab setelah persetubuhan).

"(h.75) . Rekko mangujuni ilao manimmu takabbereno wekka eppa/urape'ni alemu,


nupassamangi makkeda; alhamdulillahahi nurung Muhammad habibillah./ nareko
purano mualai wae, muteggoi bikka tellu, nareko purano, mualani minyak pasaula,
musaularenggi kutawwamu apa napoleammengi dodong mupogaukangeki
paimeng/Apa' nasenggao manginggi'/ Aja mu papinrai gaumu denre purai mupogau,
iya na ritu riyaseng temanginggi (hal. 157).
Kira, kira artinya bebasnya, jika air manimu sudah keluar maka bertakbirlah empat
kali. Kemudian turunkan tubuhmu dan ucamkan hamdalah dan pujian ke nabi
Muhammad. Jika engkau sudah melakuklannya, maka lakukanlah perbuatan yang
menyenangkan perasaanya. (h.76) sebagai tanda sayang. Jika usai minumlahair
dengan tiga tegukan, dan ambilah minyak gosokdan urutlah kelaminmu agar tubuhmu
pulih kembali dan agar jagan sampai kalu lelah. Janganlah kamu mengubah
perbuatanmu seperti yang kamu lakukan sebelumnya, demikianlah maka kamu akan
disebut lelaki yang tidak merasa bosan dengan istrinya,"

Sedangkan tahapn selanjutnya, usai berhubungan, ambilah air mani dari liang fajri
yang sudah bercampur dengan cairan perempuan. Letakakkanlah di telapak tangan
mu, air mani dicampur dengan air liur dari langit-langit (sumur qalqautsar) suami,
sebelum mengusap air mani tersebut ke tubuh istri, terlebih dulu membaca doa
dengan lafalan bugis, "waddu waddi, mani-manikang". Mani riparewe, tajang
mapparewe, tajang riparewekki..." (hal.158)
Aiar mani basuhan ini bisa dipijitkan ke titik-tikik 12 rangsangan agar tidak kembeli
berkerut, atau memijit bagian panggul dengan tulang kering di ujung bawah jari
kelingking, untuk membuat tubuh istri tidak melar tapi tetap ceking..
.............................................................................................................................

Mau Anak Putih, Bersetubuh Setelah Jam 5 Subuh

TEKNIK bertahan dalam persetubvuhan menjadi hal yang sangat penting dan
mendapat tempat khusus dalam Assikalaibineng. Dan sekali lagi, pihak suami
menjadi faktor kunci.

Kitab peretubuhan Bugis ini tahu betul bahwa pihak suami senantiasa lebih cepat
menyelesaikan hubungan ketimbang perempuan. Menenangkan diri, sabar,
konsentrasi, dan memulai dengan kalimat taksim amat disarankan sebelum foreplay.

Manuskrip Assikalaibineng amat mementingkan kualitas hubungan badan ketimbang


frequensi atau multiorgasme. Assikalaibineng adalah ilmu menahan nafsu, melatih
jiwa untuk tetap konsentrasi dan tak dikalahkan oleh hawa nafsu.

Namun pada intinya, Assikalaibineng bukanlah lelaku atau taswawwuf untuk


berhubungan badan, lebih dari itu assikalaibnineng adalah tahapan awal untuk
membuat anak yang cerdas, beriman, memiliki fisik yang sehat. Inti dari ajaran ini
adalah bagaimana membuat generasi pelanjut yang sesuai tuntutan agama.

(h.151) Banyak teori seksualitas mengungkapkan bahwa potensi enjakulasi sebagai


puncak kenikmatan seksual bagi laki-laki lebih tinggi ketimbang perempuan.
Perbandingannya delapan kali untuk suami, dan satu kali bagi istri.
Bahkan, dapat saja seorang istri tidak pernah sekalipun merasakan orgasme seteles
sekian kali, bahkan sekian lama hidup berumah tangga. "Assikalaibaineng,
mengkalim bahwa ini terjadi karena pihak suami sama sekali tak tahu atau bahkan tak
mau tahu dengan lelaku seks yang mengedepankan kualitas."

Mengutip sebuah buku lelaku seks sesusi ajaran Islam, yang diterbitkan di Kuala
Lumpur, dalam catatan kaki di halaman 164, Muhlis mengomentari "...Hampir 99
persen lemah syahwat (kelemahan nafsu jantan) adalah timbul dari sebab-sebab
kerohanian. Emonde Boas, seorang dokter asal Amerika bahkan pernah melakukan
penelitian, dari 1400 lelaki yang didata mengidap penyakit lemah syahwat, hanya
tujuh yang lemah karena sebab-sebab jasmani, yang lainya karena sebab rohani atau
psikologis,"

Dia melanjutkan, "kejiwaanlah yang menyebabkan faktir terbesar sekaligus


penggerak seseorang melakukan hubungan seks, sedangkan tubuh dan alat reproduksi
hanya merupakan alat pemuasan bagi melaksanakan kehidupan kejiwaan seseorang.

Sedangkan teknik mengelola nafas dengan zikir, cara penetrasi, dan menutup
hubungan dengan pijitan ke sejumlah titik rangsangan perempuan, dan menemani istri
tertidur dalam satu selimut atau sarung merupakan bentuk akhir menjaga kualitas
hubungan.

Pengetahuan praktis seperti waktu yang baik dan kurang baik untuk berhubungan
badan juga secara rinci diatur dalam kitab ini. "Tidak sepanjang satu malam menjadi
masa yang tepat untuk bersetubuh." (hal.166)

Terdapat keterkaitan waktu bersetubuh dengan kualitas anak yang terbuahi, seperti
warna kulit anak. Untuk memperoleh anak yang berkulit putih, peretubuhan
dilakukan setelah isya. Untuk anak yang berkulit hitam, persetubuhan dilakukan
tengah malam (sebelum shalat tahajjud), anak yang warna klitnya kemwerah-
memerahan dilakukan antara Isya dan tengah malam.

Sedangkan untuk anak berkulit putih bercahaya, bersetubuhan dilakukan dengan


memperkirakan berakhirnya masa terbit fajar di pagi hari. Atau lebih tepatnya
dilakukan usai solat subuh, antara pukul 05.15 hingga pukul 06.00 jika itu waktu di
Indonesia. Ini sekaligus supaya mempermudah mandi junub.

Secara khusus kitab ini adalah menuntut pihak suami sebagai inisiator dan
mengingatkan kepada istri, agar menyesuaikan waktu tidur dengan keinginan
melakukan persetubuhan. Sebab ternyata, persoalan waktu amat berdampak secara
psikologis maupun biologis, terutama pihak istri.

Teks assikalaibineng secara spesifik menyebutkan adanya kaitan waktu tidur istri
dengan ajakan suami bersetubuh.
Assikalaibineng A hal.72-73 menyebutkan, "bila suami mengajak istri berhubungan
saat menjelang tidur, maka ia merasakan dirinya diperlakukan [penuh kasih sayang
(ricirinnai) dan dihargai (ripakalebbiri). Akan tetapi jika istri sedang tidur pulas,
lantas suami membangunkannya untuk bersetubuh, maka istri akan merasa
diperlakukan laiknya budak seks, yang disitilahkan dengan ripatinro jemma'.

Soal bangun membangunkan istri yang tidur pulas, assikalaibineng juga memberikan
cara efektif. Kitab ini sepertinya tahu betul, bahwa jika usai orgasme sang istri
biasanya langsung tertidur. Untuk menuntnjukkan kasih sayang, maka usai
berhubungan lelaki bisa mengambil air, lalu mercikkan satu dua tetas ke muka istri.
Setelah istri terbangun, lelaki memberikan pijitan awal di antara kening, mata,
menciumim ubun-ubun, memijit bagian panggul lalu bercakap-cakap sejenak.
Percakapan ini bagi istri akan selalu diingat dan membuatnya.
selesai
Sumber : http://www.tribun-timur.com/

Anda mungkin juga menyukai