Anda di halaman 1dari 28

Perencanaan & Implementasi

Pembangunan Pertanian
(dalam berbagai subsektor)
Kelompok 2 5P3

Ade Fitriah (11190920000042)


Qonita Mardhiya W (11190920000043)
Andran Prada Kusuma (11190920000006)
Fahrur Rozi (11190920000020)
Adam Bachtiar (11190920000106)
Subsektor
Perkebunan Kehutanan Perikanan

01 02 03 04 05 06 07

Pangan Holtikultura Peternakan Rempah


SUBSEKTOR TANAMAN PANGAN

Sektor pertanian memiliki beberapa subsektor diantarannya yaitu tanaman


pangan, perikanan, kehutanan, peternakan, dan tanaman perkebunan. Tujuan
pembangunan pertanian adalah meningkatkan produksi pangan menuju
swasembada karbohidrat non terigu, sekaligus meningkatkan gizi masyarakat
melalui penyediaan protein, lemak, vitamin, dan mineral. Meningkatkan tingkat
hidup petani melalui peningkatan penghasilan petani.

Tanaman pangan yang merupakan rangkaian arti tumbuhan


yang dilakukan petani karena untuk memenuhi kebutuhan yang tinggi
bagi kehidupan, lebih tepatnya tanaman yang menjadi sumber energi
manusia karena kandungan karbohidratnya sehingga idealnya tanaman
pangan bisa ditanam dimanapun pada daerah yang membutuhkan
khususnya agar memenuhi ketersediaannya bagi masyarakat dapat
terpenuhi.
Tanaman Pangan adalah berbagai jenis tumbuhan telah lama dimanfaatkan oleh
masyarakat sekitar hutan untuk kebutuuhan pangan mereka (Sunarti, 2007) Tanaman
pangan selain bisa untuk langsung dikonsumsi juga bisa di olah menjadi bahan olahan
makanan yang mampu menjadi sumber penghasilan masyarakat.

UU 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan tata
cara perencanaan pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang
dilaksanakan oleh unsur penyelenggara pemerintahan di pusat dan Daerah dengan melibatkan
masyarakat. Perencanaan pembangunan daerah diharapkan mampu mendorong eksistensi suatu daerah
dalam menghadapi era global, tentunya perlu memiliki landasan yang kuat dengan mepertimbangkan
prinsip-prinsip global yang dewasa yang telah menjadi trend dalam sistem penataan pemerintahan.

Di Kabupaten Kulonprogo subsektor tanaman pangan selalu memberikan kontribusi yang sangat
besar dibandingkan dengan subsektor-subsektor yang lain, bahkan trennya selalu menunjukkan
kenaikan dari tahun ke tahun. Sebagai daerah paling terbelakang di Provinsi DIY yang dilihat dari
PDRB yang terkecil di Provinsi DIY. Jadi langkah yang dapat diambil dalam pengembangan
perekonomian Kabupaten Kulonprogo dapat dilakukan dengan pengembangan sektor pertanian
khususnya subsektor tanaman pangan dan tentunya dengan tidak mengesampingkan sektor-sektor lain.
Metode yang digunakan : Analisis Shift-Share,
Analisis Location Quotient, Analisis Indeks
Sentralitas.
Komoditas tanaman pangan yang dapat dikembangkan adalah komoditas tanaman pangan yang memiliki keunggulan
kompetitif dan keunggulan koparatif arau salah satunya. Komoditas tanaman pangan yang bisa dikembangkan di tiap kecamatan
yaitu :

● Kecamatan Temon : Padi, Jagung, Ketela pohon, Kacang Tanah, Kedelai dan Kacang Hijau
● Kecamatan Wates : Padi, Ketela Rambat, Kacang Tanah, dan Kacang Hijau
● Kecamatan Panjatan : Padi dan Ketela Rambat
● Kecamatan Galur : Padi dan Kedelai
● Kecamatan Lendah : Padi, Jagung, Kacang Tanah, dan Kedelai
● Kecamatan Sentolo : Jagung, Ketela Pohon, Kedelai, dan Kacang Hijau
● Kecamatan Girimulyo : Padi, Ketela Pohon
● Kecamatan Nanggulan : Padi dan Kedelai
● Kecamatan Kalibawang : Jagung, Ketela Pohon, dan Kedelai
● Kecamatan Samigaluh : Padi, Jagung, Ketela Pohon dan Kacang Tanah
● Kecamatan Kokap : Padi, Jagung, Ketela Pohon, Ketela Rambat dan Kacang Tanah
● Kecamatan Pengasih : Padi, Jagung, Ketela Pohon, Ketela Rambat, Kacang Tanah, Kedelai, dan
Kacang Hijau
 Berdasarkan hal tersebut yang didasarkan luas panen pada tahun 2002-2006 dan komoditas unggulan dari setiap kecamatan,
maka diperoleh hasil komoditas tanaman pangan yang memiliki keunggulan koperatif di tiap kecamatan di Kabupaten
Kulonprogo. Dari hasil analisis Shift Share dan Location Quotient dapat disimpulkan komoditas-komoditas tanaman
pangan yang dapat dikembangkan di tiap kecamatan di Kabupaten Kulonprogo adalah sebagai berikut:
• Kecamatan Temon : Padi, jagung, ketela pohon, kacang tanah, kedelai dan kacang hijau
• Kecamatan Wates : Padi, ketela rambat, kacang tanah dan kacang hijau
• Kecamatan Panjatan : Padi dan ketela rambat
• Kecamatan Galur : Padi dan kedelai
• Kecamatan Lendah : Padi, jagung, kacang tanah dan kedelai
• Kecamatan Sentolo : Jagung, ketela pohon, kedelai dan kacang hijau
• Kecamatan Pengasih : Padi, jagung, ketela pohon & rambat, kacang tanah & hijau serta kedelai Kecamatan Kokap
: Padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat dan kacang tanah
• Kecamatan Girimulyo : Padi, ketela pohon, ketela rambat dan kacang tanah
• Kecamatan Nanggulan : Padi, kedelai
• Kecamatan Kalibawang : Jagung, ketela pohon dan kedelai
• Kecamatan Samigaluh : Padi, jagung, ketela pohon dan kacang tanah.

 Dilihat dari hasil analisis indeks sentralitas dapat disimpulkan bahwa daerah yang diproyeksikan sebagai pusat pelayanan
utama di Kabupaten Kulonprogo adalah Kecamatan Wates. Sedangkan Kecamatan Nanggulan, Lendah, Panjatan dan
Girimulyo merupakan kecamatan yang kekurangan fasilitas pelayanan sosial dan ekonomi serta memiliki frekuensi kegiatan
dari fungsi-fungsi dalam memberikan pelayanan yang rendah. Sehingga pembangunan pusat-pusat pelayanan sosial dan
ekonomi di keempat kecamatan tersebut perlu diprioritaskan dan perlu diadakan perbaikan dan pengadaaninfrastruktur agar
menjadi daerah / kecamatan yang mendukung dalam pengembangan ekonomi dan wilayah tersebut.
SUBSEKTOR TANAMAN
PERKEBUNAN
Perencanaan pembangunan pertanian pada sub sektor tanaman perkebunan
di Indonesia tentu sangat penting mengingat sebagian besar penduduknya bekerja
dibidang pertanian dengan kontribusi terhadap PBD terbesar setelah sektor
manufaktur dan perdagangan (BPS 2019). Menurut Direktur Jendral Perkebunan
Kementrian Pertanian Kasdi Subagyo “ Penerapan teknologi 4.0 di sektro pertanian
akan mampu meningkatkan produktivitas hasil pertanian dengan lebih efisien dan
efektif”.

Sub sektor perkebunan merupakan salah satu sub sektor dari sektor
pertanian yang dapat meningkatkan devisa negara dan menyerap tenaga
kerja. Komoditas yang termasuk diantaranya kelapa sawit, kelapa, karet,
kopi, dan teh. Perkebunan dibagi menjadi jenis berdasarkan jenis
pengusahaannya, yaitu : perkebunan rakyat, perkebunan besar swasta, dan
perkebunan besar negara.
Perkebunan menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 Tentang
Perkebunan, adalah segala kegiatan pengelolaan sumber daya alam, seumber
daya manusia, sarana produksi, alat dan mesin, budidaya, panen, pengolahan,
dan pemasaran terkait Tanaman Perkebunan.

● Tanaman Perkebunan adalah tanaman semusim atau tanaman tahunan yang jenis dan tujuan pengelolaannya ditetapkan
untuk usaha Perkebunan. Usaha Perkebunan adalah usaha yang menghasilkan barang dan/atau jasa Perkebunan.
● Lahan Perkebunan adalah bidang Tanah yang digunakan untuk Usaha Perkebunan.
● Pelaku Usaha Perkebunan adalah pekebun dan/atau perusahaan Perkebunan yang mengelola Usaha Perkebunan.
● Pekebun adalah orang perseorangan warga negara Indonesia yang melakukan Usaha Perkebunan dengan skala usaha
tidak mencapai skala tertentu.
● Perusahaan Perkebunan adalah badan usaha yang berbadan hukum, didirikan menurut hukum Indonesia dan
berkedudukan di wilayah Indonesia, yang mengelola Usaha Perkebunan dengan skala tertentu.
● Hasil Perkebunan adalah semua produk Tanaman Perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama,
produk olahan untuk memperpanjang daya simpan, produk sampingan, dan produk ikutan.
● Pengolahan Hasil Perkebunan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan terhadap hasil Tanaman Perkebunan untuk
memenuhi standar mutu produk, memperpanjang daya simpan, mengurangi kehilangan dan/atau kerusakan, dan
memperoleh basil optimal untuk mencapai nilai tambah yang lebih tinggi.
Di Sulawesi Tengah, sub sektor perkebunan juga menjadi pendukung utama sektor pertanian dalam perekonomian di Sulawesi
tengah. Berdasarkan data BPS (2008), dengan total aktivitas ekonomi yang mencapai Rp. 21,74 Triliun pada tahun 2007, dan sektor
pertanian menyumbang 43,20% dan sub sektor perkebunan menyumbang 15,42%. Subsektor perkebunan diperlakukan sebagai sektor
basis. Untuk itu, teori basis ekspor yang dimodifikasi oleh Tiebout, dan dikenal dengan Tiebout Economic Base Model diaplikasikan.
Subsektor perkebunan diperlakukan sebagai sektor basis. Untuk itu, teori basis ekspor yang dimodifikasi oleh Tiebout, dan dikenal
dengan Tiebout Economic Base Model diaplikasikan. Berdasarkan model ini, perubahan dalam total pendapatan sama dengan
pengaruh ganda sektor basis dikalikan dengan perubahan dalam pendapatan sektor basis.
Berdasarkan luas areal dan kriteria indeks tahun, usahatani kakao merupakan andalan
subsektor perkebunan, ada 4.054,4 Ha (87,7%) dari total yang direncanakan untuk pengembangan
budidaya kakao di DAS Menow memenuhi kriteria indeks lahan, erosi tanah, dan pendapatan
usahatani yang berkecukupan untuk hidup layak. Oleh karena kakao diperdagangkan secara luas di
dunia, maka usahatani kakao rakyat di provinsi ini tidak lepas dari masalah kakao dunia.

Masalah kakao dunia, yaitu adanya kecenderungan penurunan harga-harga kakao biji dunia. Dengan adanya
transmisi harga, melemahnya harga-harga dunia akan berdampak pada melemahnya harga kakao di tingkat petani
produsen Indonesia. Setelah kakao, usahatani kelapa dalam urutan kedua. Usahatani ini juga didominasi oleh
usahatani rakyat. Untuk meningkatkan pendapatan, petani dapat mengoptimalkan penggunaan lahan dengan
diversifikasi usahatani. Bahwa diversifikasi tanaman pangan, perkebunan dan pemeliharaan ternak di antara areal
kelapa Lembah Palu meningkatkan produktivitas lahan dan pendapatan petani dua hingga tiga kali lipat dibanding
dengan cara monokultur tanaman kelapa. Kelapa sawit tergolong usahatani baru, dan belum diusahakan rakyat.
Padahal kondisi lahan propinsi ini memungkinkan untuk pengembangan kelapa sawit. Kabupaten Morowali
merupakan lahan dengan potensi tinggi kelapa sawit, karena memiliki lahan : (i) sangat sesuai 75% setara ± 5.000
Ha; (ii) kurang sesuai 15% setara ± 3.000 Ha; dan (iii) tidak sesuai 10% setara 2.000 Ha.
Kinerja subsektor perkebunan tergolong sangat baik, diindikasikan oleh pertumbuhan dan pengaruh
gandanya. Kurun waktu 2000 ± 2007, subsektor ini tumbuh rata-rata 8,43% per tahun, lebih besar daripada
pertumbuhan sektor pertanian (6,48%), dan pertumbuhan total ekonomi (6,78%) per tahun. Sementara itu,
koefesien pengaruh ganda subsektor tersebut lebih besar daripada sektor pertanian, yaitu 6,40 bersus 2,06.
Dalam rangka menopang sektor pertanian secara khusus, dan ekonomi wilayah secara umum, telah dirancang
strategi pengembangan subsektor perkebunan berbasis investasi. Berdasarkan strategi tersebut, dalam 2008 ±
2016, tingkat investasi minimum rata-rata per tahun subsektor perkebunan Rp. 0,74 triliun, yang menghasilkan
PDRB rata-rata Rp. 3,02 triliun per tahun, dengan pertumbuhan diperkirakan 6,17% per tahun. Angka-angka ini
adalah harga konstan tahun 2000. Konversi ke harga berlaku menjadikan investasi minimum Rp. 1,09 triliun
dan PDRB Rp. 4,44 triliun.
Subsektor Hortikultura

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang


Hortikultura, penetapan kawasan hortikultura dilakukan dengan
memperhatikan aspek sumberdaya hortikultura, potensi unggulan yang
ingin dikembangkan, potensi pasar, kesiapan dan dukungan
masyarakat, dan kekhususan wilayah
Manfaat Pengembangan
Hortikultura Berbasis Kawasan

Memungkinkan penanganan hortikultura secara terpadu sesuai


dengan kesamaan karakteristiknya

Skala pengembangan usaha menjadi lebih luas

Sebagai pusat pelayanan inovasi, pelaksanaan pendidikan dan


pelatihan, penyuluhan dan pembiayaan
Implementasi Pembangunan Pertanian
Sub Sektor Hortikultura

 Lampung Barat yang sebagian besar wilayahnya berupa dataran tinggi merupakan
sentra produksi sayuran dataran tinggi di provinsi Lampung.

 Sentra produksi sayuran Lampung Barat tersebar di kecamatan Balik, Bukit, Sukau,
Sekincau dan Way Tenong

 Komoditas sayuran yang banyak dibudidayakan di Lambung Barat adalah wortel,


kubis, kentang, sawi, cabe dan tomat. Sedangkan komoditas buahnya yaitu antara
lain pisang, alpukat, durian, salak, dan jeruk.

 Sayuran mengalami peningkatan produksi di mana rata-rata produktivitas tahun


2017 sebesar 15,19 ton/ha menjadi 15,57 pada tahun 2018. Sedangkan, luas panen
buah pada tahun 2017 seluas 787 ha dan pada tahun 2018 meningkat menjadi seluas
808 ha
Implementasi Pembangunan Pertanian
Sub Sektor Hortikultura
Upaya yang dilakukan dalam rangka peningkatan produksi di
antaranya melalui :
 Pengembangan kawasan cabe merah seluas 75 ha
 Sekolah lapang pengendalian hama terpadu hortikultura
 Membangun sentra-sentra pengembangan hortikultura
Subsektor Kehutanan
Visi pembangunan kehutanan berkelanjutan
dalam 20 tahun mendatang, sektor kehutanan
diarahkan pada sasaran-sasaran pokok sebagai
berikut :

Terwujudnya kelembagaan kehutanan yang


kuat

Tercapainya produktivitas dan peningkatan


nilai sumber daya hutan yang berkelanjutan

Terwujudnya kesejahteraan dan peran aktif


masyarakat dalam pengelolaan hutan yang
adil dan bertanggung jawab
Perencanaan Pembangunan Pertanian
Sub Sektor Kehutanan

Kelembagaan sektor kehutanan yang kuat dan didukung oleh regulasi yang dinamis adalah
salah satu kunci keberhasilan pengelolaan pembangunan kehutanan dalam menjawab
peningkatan kontribusi sektor terhadap pembangunan nasional. Hal ini dapat dilakukan melalui :

 Reformasi struktur kelembagaan pengelola pembangunan kehutanan

 Penguatan SDM pengelola pembangunan kehutanan

 Reformasi regulasi dan birokrasi pengelolaan pembangunan kehutanan


Implementasi Pembangunan Pertanian
Sub Sektor Kehutanan

 Kabupaten Gunungkidul memiliki hutan seluas 48.509,80 Ha yang terdiri dari


Hutan Negara seluas 13.109,10 Ha (Hutan Lindung 1.016,70 Ha, Hutan Produksi
12.092,30 Ha) dan Hutan Rakyat seluas 35.400,7 Ha.

 Potensi hutan berada pada kondisi yang memprihatinkan serta adanya


pemanfaatan oleh masyarakat sekitar untuk keperluan pertanian, pemukiman.
Implementasi Pembangunan Pertanian
Sub Sektor Kehutanan
 Hutan desa merupakan salah satu skema pengelolaan hutan
berbasis masyarakat yang ditawarkan oleh pemerintah.

 Model pengelolaan hutan desa dapat dilakukan pada kawasan


hutan lindung dan hutan produksi dengan jangka waktu
pengelolaan selama 35 tahun dan dapat diperpanjang
berdasarkan evaluasi yang dilakukan paling lama setiap 5
tahun.

 Selain itu, hutan desa diharapkan memberikan akses


kepada masyarakat setempat melalui lembaga desa,
dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
setempat secara berkelanjutan .
Subsektor
Peternakan
• Pengembangan kebijakan sistem berorientasi pada
aturan yang telah disepakati bersama dari berbagai
kebijakan yang telah ada.

• Pengembangan peternakan harus melibatkan semua


pihak yang berkaitan,pemerintah, swasta dan
masyarakat kecil (peternak).
Contoh Pengembangan Pertanian
Subsektor Peternakan : Nusa
Ternggara Timur

01 02 03
Usaha penggemukan, dan Penerapan teknologi terapan yang Mengembangkan
pembibitan terbukti sudah berhasil terutama kelembagaan peternak.
pada budi daya sapi potong yang
baik dan manajemen pakan yang
baik.
Perencanaan Pembangunan Pertanian
Subsektor Perikanan

● Pembangunan perikanan dengan sifat keterpaduan


● Memakai sistem agribisnis berbasis kawasan
● Meningkatkan keterkaitan antara subsistem
● Pengembangan agribisnis harus mampu meningkatkan
aktivitas pedesaan
● Pengembangan agribisnis diarahkan pada pengembangan mitra
usaha
● Pengembangan agribisnis dilakukan melalui pengembangan
sentra produksi perikanan
Contoh Pengembangan Perikanan
Berbasis Kawasan Berlokasi di
Depok, Jawa Barat

01 02 03
Menggandeng setiap
Pengembangan perikanan Salah satu contoh
stakeholder
budidaya ke depan, akan di pengembangan perikanan
dorong dengan menerapkan 3 berbasis kawasan
(tiga) prinsip Ecosystem
Approach for Aquaculture (EAA)
PERENCANAAN
PEMBANGUNAN
PERTANIAN
SUBSEKTOR REMPAH
Potensi tanaman rempah untuk berkontribusi dalam perekonomian nasional yang pernah dialami masa
lalu menjadi trademark perdagangan dunia, diharapkan ini juga dapat menjadi bagian penting dalam
perekonomian indonesia pada masa sekarang dan masa depan. Pembangunan pertanian subsektor rempah
pernah dilakukan secara intensif pada periode 1978-2005, ketika dibangun proyek peremajaan, rehabilitasi,
dan perluasan tanaman ekspor (PRPTE-Perkebunan) dan Pengendalian Hama Terpadu Perkebunan, pada masa
tersebut data perdagangan ekspor rempah seperti cengkeh, lada, pala, vanili, kemiri, dan kayu manis.

Kemudian pada tahun 2014-2019 pemerintah kembali menyadari potensi rempah bagi perekonomian
dan budaya modern dengan merencanakan kebangkitan kembali tanaman rempah Nusantara melalui berbagai
program, mulai ditunjukan dengan adanya sub Direktorat Tanaman Rempah pada Direktorat Tanaman
Tahunan pada Direktur Jenderal Perkebunan.
Tahun 2018 ada perencanaan sebagai tahun perbenihan perkebunan, termasuk
pengembangan pembenihan rempah (lada, cegkeh, kayu manis, vanili, pala, dan
jahe ), program ini mengutamakan pengembangan varietas unggul yang terstandar dan
bersetifikasi untuk mendukung ushatatani rempah diwilayah-wilayah pengembangan.
Perencanaan pembangunan pertanian dalam subsektor tanaman rempah dilakukan
dengan :
a. Pementaan pulau-pulau secara lengkap
b. Pemetaan kesesuaian lahan untuk pengembangan jenis rempah tertentu
c. Pengembangan rempah berbasis riset dan teknologi, dengan penyusunan program
dan implementasinya dari aspek hulu hingga hilir yang mengutamakan daya saing,
niali tambah, serta peningkatan produksi dan produktivitas sehingga mampu
mensejahterakan petani dan pembangunan wilayah rempah
d. Penyusunan perundang-undangan dan menetapkan kebijakan khusus.
BENTUK IMPLEMENTASI DARI PERENCANAAN
PEMBANGUNAN PERTANIAN SUBSEKTOR REMPAH

Kawasan tanaman rempah di Maluku Utara berbasis ekoregional. Secara umum ekoregional
didefinisikan sebagai suatu bentang wilayah yang memiliki karakter khusus. Mengapa Maluku
utara yang dipilih sebagai tempat pengembangan tanaman rempah ?
 Kondisi biofisik wilayah Maluku Utara mendukung sebagai kawasan pengembangan
tanaman rempah terutama pala dan cengkeh, dimana curah hujan yang cukup tinggi pada
bulan-bulan tertentu atau secara total sebesar 2333ml/tahun
 menghasilkan tanah-tanah yang subur baik secara fisik maupun kimia
 Secara topografis wilayah Maluku Utara sebagian besar bergunung dan berbukit-bukit
serta banyak memiliki pulau-pulau vulkanis dan pulau karang, sedangkan sebagian lainnya
merupakan dataran biasa
 Kondisi air dan sistem drainase di Maluku Utara sangat baik .
Thanks!
Wassalamualaikum, Wr Wb

CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo, including


icons by Flaticon and infographics & images by Freepik

Anda mungkin juga menyukai