Anda di halaman 1dari 34

Prinsip Perencanaan

Pertanian Berkelanjutan
Kelompok 4
Hasyim Akbar 11190920000033
Aldira Larasati 11190920000046
Robby Muhammad Zein 11190920000116
Haryanti 11190920000117
Daftar Isi

01 04
Intensifikasi dan Rumusan Pertanian
Konservasi Sumberdaya Ekologis Berkelanjutan
Lahan

Pelestarian Lingkungan dan

02 Sumberdaya Lahan Sebagai


Bagian Integral
Pembangunan Pertanian
05 Sistem Sertifikasi Proses
Produksi

03 06
Faktor Penyebab
Menurunnya Mutu Lahan Kesimpulan
dan Lingkungan
Latar Belakang
Pembangunan berkelanjutan dirumuskan sebagai pembangunan yang memenuhi
kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi
mendatang. Pembangunan berkelanjutan mengandung makna jaminan mutu kehidupan
manusia dan tidak melampui kemampuan ekosistem untuk mendukungnya.
Permasalahan muncul beberapa dekade proyek pembangunan berjalan banyak
ketidaksesuaian dan ketimpangan yang muncul dalam pelaksanaannya.
Intensifikasi dan Versifikasi
Sumber Daya Lahan
Intensifikasi
Menurut Hidayati dkk (2018) intensifikasi
adalah sistem produksi yag secara
konvensional dicirikan oleh rendah
mengikuti rasio dan penggunaan input
secara intensif seperti modal, tenaga kerja,
pestisida, dan bahan pupuk kimia untuk
meningkatkan hasil pertanian sehingga
meningkatkan pendapatan petani dan
mengurangi kemiskinan.
Konservasi
Lahan
Menurut Arsyad (Anonim, 2018) adalah
penempatan setiap bidang tanah pada
cara penggunaan yang sesuai dengan
kemampuan tanah tersebut dan
memperlakukannya sesuai dengan syarat-
syarat yang diperlukan agar tidak terjadi
kerusakan tanah.
Metode konservasi tanah dapat digolongkan ke dalam tiga golongan

Metode Vegetative Metode Mekanaik Metode Kimia


Penggunaan tanaman dan tumbuhan atau Semua perlakuan fsik mekanis yang diberikan Merupakan penggunaan preparat kimia
bagian bagian tumbuhan atau sisa sisa untuk terhadap dan pembuatan bangunan untuk baik berua senyawa sintetik maupun
mengurangi daya tumbuk butir hujan yang mengurangi aliran permukaan dan erosi, dan berupa bahan alami yang sudah diolah,
jatuh, mengurangi kecepatan dan jumlah meningkatkan kemampuan penggunaan tanah dalam jumlah yang relatis sedikit untuk
aliran permukaan yang pada akhirnya meningkatkan stabilitas agregat tanah
mengurangi erosi tanah dan mencegah erosi.
Pelestarian Lingkungan dan Sumber
Daya Lahan Sebagai Bagian Integral
Pembangunan Pertanian
Komponen penyusun SDLP
1. Bentangan lahan permukaan tanah yang berfungsi sebagai lahan pertanian atau yang sesuai untuk media tumbuh
tanaman dan pembangunan prasarana pertanian.
2. Karakteristik agroekologi, sifat tanah, erositas tanah, kemiringan/topografi, elevasi, dan posisi lahan dalam sistem
hidrologi.
3. Sumber air, sistem hidrologi, air tanah, irigasi, dan air permukaan yang tersedia.
4. Tipe iklim termasuk curah dan sebaran hujan, suhu, kelembapan udara, angin, sinar matahari, CO2 .
5. Bahan induk tanah, hara mineral, cadangan mineral, kesuburan tanah kimiawi, fisik dan biologis, kedalaman
lapisan olah tanah, dan lain-lain
6. Biota (fauna, flora, mikroba) penyusun ekobiologi pertanian dan biodiversitas pada SDLP.
7. Prasarana untuk berfungsinya SDLP, seperti jalan, saluran irigasi, dan komunikasi. 8. Status peruntukan, pemilikan
dan penggunaan SDLP.
8. Hubungan antara SDLP dengan manusia, dari aspek luas pemilikan, tingkat teknologi, permodalan, dan lain-lain.
 Pelestarian SDLP secara holistik harus mencakup perhatian dan pertimbangan terhadap seluruh
komponen SDLP tersebut, menuju kelestarian mutu dan keberlanjutan penggunaannya.
Pelestarian SDLP berbeda dengan pelestarian alam, yang hanya menekankan pada aspek keutuhan
alam sebagaimana aslinya.

 Operasionalisasi pelestarian SDLP adalah tindakan pelestarian dalam konteks penggunaan SDLP
menuju usaha pertanian yang produktif dan menguntungkan dalam sistem produksi yang ramah
lingkungan, berkelanjutan, dan memberikan manfaat multifungsionalitas pertanian (Adimihardja
2006). SDLP menjadi lapangan pekerjaan untuk penghidupan keluarga, masyarakat, dan bangsa
Indonesia dalam fungsi penyediaan bahan pangan, kecukupan pangan, keragaman pangan, dan
ketahanan pangan nasional.
Untuk mencapai tujuan usaha pertanian yang bersifat multifungsional, tindakan pelestarian SDLP perlu memenuhi
kriteria sebagai berikut (Havener 1989, TAC 1988):
1. Pelestarian SDLP merupakan bagian integral dari teknik budi daya dan sistem produksi pertanian.
2. Merupakan kesadaran pelaku usahatani atas dasar pemahaman makna, manfaat, dan keuntungan bagi
petani sendiri.
3. Menggunakan teknik yang tepat dan efektif, yang dapat dilakukan oleh petani secara kontinu.
4. Memasukkan program pendidikan, pelatihan, dan keterampilan teknik pelestarian SDLP bagi pejabat dan
penyuluh pertanian.
5. Menjadikan pelestarian SDLP sebagai program penyuluhan disertai oleh demonstrasi teknologi pelestarian
SDLP.
6. Tersedia Buku Pedoman Pelestarian SDLP yang mudah dipahami oleh penyuluh pertanian dan
disebarluaskan kepada petani. Dengan adanya kriteria upaya konservasi tersebut, maka konservasi SDLP
tidak boleh menjadi proyek terpisah dari pembinaan usaha pertanian.

• Pelestarian SDLP bukan menjadi tujuan utama petani dalam sistem usaha pertanian, tetapi harus dapat
dilakukan bersamaan dan terintegrasi dengan seluruh tindakan budi daya pertanian.
• Pelestarian SDLP Indonesia sangat vital bagi kelangsungan kehidupan bangsa dalam makna yang sebenarnya.
Apabila tidak diberikan bimbingan yang memadai kepada petani tentang cara dan teknik serta pemahaman
pelestarian mutu dan fungsi SDLP, kerusakan SDLP akan berdampak negatif terhadap ketahanan pangan
nasional.
Faktor Penyebab Menurunnya Mutu Lahan dan
Lingkungan Tidak adanya Undang-undang Konsemasi
Tanah dan Air yang mengharuskan seluruh
Penggunaan lahan tidak masyarakat menerapkan teknik konsevasi tanah
sesuai dengan dan air secara memadai disetiap penggunaan
kemampuan lahan lahan

01 02 03 04 05

Penggunaan dan peruntukan Perlakuan yang diberikan pada lahan tidak Kurang memadainya
lahan sudah menyimpang memenuhi syarat-syarat yang diperlukan kesungguhan pemerintah
dari Rencana Tata Ruang oleh lahan atau tidak memenuhi kaidah- mencegah degradasi lahan.
Wilayah atau Rencana Tata kaidah konservasi tanah dan air atau teknik
Ruang Daerah konservasi tanah dan air yang diterapkan
tidak memadai
Rumusan Pertanian Ekologi
Berkelanjutan
Komponen Lingkungan Pertanian Ekologis-konservasif
• Perlindungan terhadap lingkungan makro di wilayah luar usahatani, meliputi: wilayah hulu, wilayah
tengah, dan wilayah hilir yang mencakup vegetasi, resapan air hujan, mata air, sumber air,
ketersediaan air, banjir, erosi, tanah longsor, dan bangunan pencegah erosi, baik secara teknis
maupun biologis.
• Perawatan lingkungan usahatani secara umum, yang langsung maupun tidak langsung
bersinggungan dengan kegiatan usahatani tanaman pangan (padi).
• Perlindungan kondisi air akibat kegiatan usahatani, baik air permukaan (air kolam, air selokan, air
sungai, air danau, air bendungan) maupun air tanah dan air sumur.
• Perawatan keseimbangan ekologis lingkungan in-situ, yang meliputi keseimbangan populasi biota
agroekologi, termasuk hubungan antara tanaman inang-hama-penyakit-parasit-kompetitor-predator
dan musuh alami lainnya.
• Pemeliharaan keanekaragaman hayati dan keragaman genetik dalam usahatani, mencakup
tanaman usahatani, tumbuhan pada agroekologi usahatani, hewan, ikan, serangga, mikroba,
tumbuhan air, keragaman varietas yang ditanam petani, keragaman tanaman dalam pola tanam dan
rotasi tanaman.
• Pelestarian mutu sumber daya lahan, yang mencakup kedalaman lapisan tanah, struktur dan
tekstur tanah, kandungan bahan organik tanah, hara makro-mikro, ketersediaan hara, reaksi kimia
tanah, populasi mikroba tanah, drainasi tanah, dan kesuburan tanah.
• Pengendalian populasi organisme pengganggu tanaman, termasuk gulma jahat, agar tetap berada
dalam batas wajar
• Perlindungan produk hasil panen dan biomassa bebas residu pestisida-herbisida, dan zat kimia
lainnya.
• Perlindungan hewan ternak dan ikan agar bebas cemaran pestisida.
• Perlindungan pengelola dan pekerja usahatani agar bebas cemaran zat kimia beracun berasal dari
input usahatani.
• Pelestarian kesuburan dan produktivitas lahan serta keberlanjutan sistem produksi agar terjaga
dengan baik.
• Perlindungan pekerja usahatani agar terjamin hak-haknya dalam hal kesehatan, upah kerja, dan
kesejahteraannya, tanpa terjadi diskriminasi gender dalam pengupahan dan jenis pekerjaannya.
• Pemberdayaan masyarakat kurang mampu di sekitar usahatani, untuk mendapatkan manfaat
ekonomi guna meningkatkan kesejahteraan mereka.
• Perlindungan konsumen produk pertanian agar mendapat jaminan keamanan konsumsi dari hasil
pertanian yang mereka beli.
<

Rumusan Teknologi Pertanian


Ekologis-Konversif yang telah
diajukan
01 02 03

Agroekoteknologi Usahatani Ramah Teknologi Revolusi


Lingkungan Hijau Lestari

04 05

Sistem Usahatani Good Agriculture


Integratif Tanaman Practice on Rice
dan Ternak
Penyebab Lambannya Adopsi Teknologi
Prtanian Ekonomi Konversif

1 2 3 4
Tujuan pembangunan Kriteria keberhasilan Sebagian besar pejabat Sifat tidak acuh
pertanian hanya pembangunan terfokus belum paham dan bersifat (ignorance) dari sebagian
berorientasi tujuan pada peningkatan tidak peduli terhadap besar birokrat terhadap
jangka pendek produktivitas dan target kelestarian mutu sumber konsep pertanian ekologis
produksi daya lahan dan
lingkungan.
Permasalahan Solusi
Belum ada kesepakatan nasional Diskusi tentang pertanian ekologis-
tentang rumusan pertanian konservasif agar diperoleh
ekologis-konservasif kesepahaman dan kesepakatan
Sistem Sertifikasi
Proses Produksi
Sistem Sertifikasi Proses Produksi

Sistem sertifikasi proses produksi pertanian, dimaksudkan


sebagai salah satu cara untuk memastikan agar ketentuan
tentang pemeliharaan mutu sumber daya dan
lingkungan/agroekologi pertanian, dilaksanakan secara
efektif. Tujuan sertifikasi system produksi pertanian:
(1) memberikan jaminan mutu aman konsumsi bahan
pangan bagi konsumen,
(2) menjaga kualitas lahan dan lingkungan tetap lestari,
(3) memberikan kesejahteraan tenaga kerja usahatani,
(4) menjaga terpeliharanya keanekaragaman hayati pada
agroekologi terkait,
(5) memberikan kesejahteraan dan keadilan bagi
masyarakat di wilayah usaha
Di negara-negara Eropa sendiri sudah terdapat standarisasi berupa logo CE yang merupakan singkatan dari
Conformité Europeenne yang berarti kesesuaian Eropa. Tanda CE digunakan untuk meyakinkan bahwa produk
tersebut aman untuk dipakai. Tanda tersebut diwajibkan untuk dibubuhkan pada produk-produk tertentu dalam
kawasan ekonomi Eropa. Jika tidak dibubuhkan, maka produk tersebut tidak akan diperbolehkan beredar di
pasaran. Selain logo CE terdapat juga logo RoHS (Restriction of Hazardous Substances), yang berarti
pengurangan kandungan zat-zat berbahaya yang masuk dalam produk elektronik dan listrik yang dilakukan
diawal siklus produk.
Pengembangan suatu standar dilakukan melalui 2 (dua)
pendekatan berbeda:
• berbasis konsensus
• berbasis scientific evidence
Gambaran Umum Badan Standarisasi Nasional (BSN)

Badan Standarisasi Nasional dibentuk dengan Keputusan Presiden No.13 tahun 1997 yang kemudian
disempurnakan dengan Keputusan Presiden No.166 tahun 2000 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, yang sebagaimana
telah diubah beberapa kali dan yang berakhir pada Keputusan Presiden No.103 tahun 2001. Merupakan
Lembaga Pemerintah Non Departemen dengan tugas pokok mengembangkan dan membina kegiatan
standarisasi di Indonesia.

Dalam melaksanakan tugasnya Badan Standarisasi Nasional berpedoman pada Peraturan Pemerintah No.102
tahun 2000 tentang Standarisasi Nasional. Pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Standarisasi Nasional di bidang
akreditasi dilakukan oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). KAN mempunyai tugas menetapkan akreditasi
dan memberikan pertimbangan serta saran kepada BSN dalam menetapkan sistem akreditasi dan sertifikasi.
Sedangkan pelaksanaan tugas dan fungsi BSN di bidang Standar Nasional untuk satuan ukur dilakukan oleh
Komite Standar Nasional untuk Satuan Ukur (KSNSU). KSNSU mempunyai tugas memberikan pertimbangan
dan saran kepada BSN mengenai standar nasional untuk satuan ukuran. Sesuai dengan tujuan utama standarisasi
adalah melindungi produsen, konsumen, tenaga kerja, dan masyarakat dari aspek keamanan, keselamatan,
kesehatan, serta pelestarian fungsi lingkungan.
Penerapan SNI Secara Wajib

Biasa disebut secara mandatory/compulsory adalah penerapan standar


yang diatur berdasarkan suatu reguliasi yang dikeluarkan oleh regulator
(pemerintah). Penerapan standar ini bersifat mengikat, yaitu harus
dipenuhi oleh produsen, pengedar barang/jasa, atau juga pengguna hak
standar.

Penerapan SNI secara wajib pada dasarnya berkaitan dengan


kepentingan kesehatan, keamanan, keselamatan, dan pelestarian fungsi
lingkungan (K3L).
Syarat-Syarat Pengajuan SNI Pada Produk

Dalam sertifikasi produk, produk yang diinspeksi/diuji dapat berupa desain suatu produk
yang tentu sertifikasinya menyatakan bahwa dseain tersebut memenuhi persyaratan
standar/regulasi. Selain desain suatu produk yang harus disertifikasi, mutu/kualitas produk
juga harus disertifikasi. Proses sertifikasi sendiri dilihat dari proses produksi suatu produk,
mulai dari bahan mentah, komponenkomponen, perakitan, hingga sampai menjadi barang
jadi yang siap digunakan.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha untuk mendapat sertifikasi SNI pada
produknya:

a) Surat permohonan sertifikat produk penggunaan tanda SNI (sesuai contoh surat
permohonan SPPT SNI, LSPro-Pustan/DP-02)
b) Persyaratan administrasi, yang terdiri 10 persyaratan:
Syarat-Syarat Pengajuan SNI Pada Produk
Persyaratan administrasi
1. isian permohonan (LSProPustan/STD-02)
2. Akte perusahaan dan perubahannya bila ada.
3. Izin usaha industri yang sesuai lokasi, ruang lingkup dan masa berlaku.
4. NPWP (bagi pemohon dalam negeri dan importir)
5. Sertifikasi merek/surat pendaftaran merek dari Ditjen HAKI. Untuk hak pemegang merek yang
tidak dimiliki oleh perusahaan pemohon SPPT SNI tetapi dimiliki oleh perusahaan/perorangan lain
harus menyertakan surat pelimpahan merek atau surat perjanjian kerjasama dari pemilik merek ke
perusahaan pemohon SPPT SNI. Untuk pemaklon/importir menyertakan surat penunjukan sebagai
importir.
6. Alur proses produksi.
7. Ilustrasi dan cara pembubuhan tanda SNI (sesuai dengan LSProPustan/P-20).
8. Struktur organisasi perusahaan
9. Daftar peralatan inspeksi/pengujiam (LSProPustan/STD-03)
10. Perjanjian penggunaan SPPT SNI (LSPro-Pustan/STD-107)
3 Persyaratan Sistem Manajemen Mutu
1). Pedoman Mutu
2). Daftar dokumentasi sistem manajemen mutu (daftar seluruh prosedur, instruksi kerja
dan formulir untuk sistem manajemen mutu perusahaan).
3). Kopi sertifikat sistem manajemen mutu atau pernyataan kesesuaian (LSPro-Pustan/DP-
03) bila:

a) Menerapkan ISO 9001:2008 tanpa sertifikat


b) Sertifikat ISO 9001:2008 tanpa logo KAN
c) Persyaratan khusus, yang terdiri:
Proses Sertifikasi Produk Untuk Memenuhi standar Nasional Indonesia
(SNI)
Dalam sertifikasi produk sangat dimungkinan diberikan lisensi
penggunaan tanda kesesuaian yang dapat berupa (logo) dari lembaga
sertifikasi produk yang memberikan sertifikat atau tanda kesesuaian
terhadap standar yang diacu atau symbol lain yang relevan, misalnya
tanda SNI di Indonesia, SASO di Arab Saudi, JIS di Jepang, EC di
Eropa, dan lain-lain tergantung pada aturan main yang diterbitkan oleh
pemilik tanda tersebut.
Di Indonesia sendiri dapat memperoleh sertifikasi SNI untuk produk dan
penggunaan logo SNI harus melalui alur sertifikasi:

1). Pastikan jenis produk apa yang ingin disertifikasi, ingat objek utama sertifikasi produk
adalah produknya bukan perusahaan, hal ini berbeda dengan sertifikasi sistem manajemen
 yang menjadikan perusahaan objek sertifikasinya.
2). Cek apakah Produk yang anda ingin sertifikasi sudah ada Standar nya, dalam hal ini
apakah SNI nya sudah ditetapkan. Jika SNI nya belum ada, maka produk anda tidak dapat
disertifikasi.
3). Setelah memastikan SNI nya, cek apakah ada Lembaga sertifikasi produk yang sudah
terakreditasi oleh KAN untuk SNI tersebut. Jika tidak ada LSPro yang
Skema Sertifikasi Produk
Dalam melakukan proses sertifikasi tersebut, Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) haruslah
mengoperasikan skema sertifikasi tertentu , dalam SNI ISO/IEC 17067:2013 

Pada prinsipnya skema sertifikasi produk sangatlah bergantung dari jenis , karakteristik serta
proses produksi produk tersebut.  Dalam SNI ISO/IEC 17067:2013 Penilaian kesesuaian
fundamental sertifikasi produk dan panduan skema sertifikasi produk.  Disebutkan contoh-
contoh skema sertifikasi dari mulai tipe 1a,1b,2,3,4,5,6 dan tipe n. Dari sekian banyak contoh
tipe sertifikasi tersebut, yang banyak digunakan oleh regulator maupun lembaga sertifikasi
adalah skema sertifikasi tipe 5 dan tipe 1b.
Skema sertifikasi tipe 5

Skema sertifikasi tipe 5 ini merupakan skema untuk


sertifikasi produk yang menggabungkan (jika
diperlukan) antara assessmen proses
produksi, audit sistem manajemen yang relevan,
pengujian serta survailen berupa pengujian di pabrik
 ataupun di pasar, audit sistem manajemen dan
assessmen proses produksi.  Sertifikat untuk tipe 5 ini
biasanya berlaku untuk 2-4 tahun, dengan survailen
dilakukan setiap tahun.
Skema sertifikasi tipe 1b merupakan skema
untuk sertifikasi produk yang hanya menilai
kesesuaian produk per batch produksi/atau per-
shipment pengiriman, sehingga tidak diperlukan
adanya audit sistem manajemen, dan assessmen
proses produksi, namun dengan pengujian atau
inspeksi setiap batch pengiriman dengan
sampling yang sesuai mewakili produk yang
akan disertifikasi. Sertifikat hanya berlaku untuk
produk dalam batch yang sama, sedangkan untuk
produk lain yang berbeda batch harus dilakukan
sertifikasi kembali.  Tidak ada mekanisme
survailen dalam skema sertifikasi tipe ini.

Skema sertifikasi tipe 1b


KESIMPUL
AN
1. Penerapan teknologi revolusi hijau pada usahatani padi sawah, pada umumnya telah dipahami membawa dampak
negatif terhadap mutu lingkungan dan mutu sumber daya lahan pertanian.
2. Konsep pertanian ekologis-konservasif menuju sistem produksi yang berkelanjutan telah tersedia, namun
rumusan operasionalnya perlu disepakati oleh berbagai anggota pemangku kepentingan.
3. Pemahaman dan kesadaran tentang pentingnya pemeliharaan mutu sumber daya lahan dan mutu lingkungan
untuk menjaga keberlanjutan sistem produksi, belum dipahami oleh sebagian besar insan pertanian.
4. Sistem sertifikasi produksi padi, merupakan salah satu cara pengharusan penerapan pertanian ekologis-
konservasif, disamping tujuan keamanan konsumsi produk panen. lain.
5. Pertanian ekologis-konservasif untuk menjaga keberlanjutan produksi, merupakan keharusan dalam sistem
produksi dan ekonomi nasional, apabila Indonesia tidak ingin terbelit oleh permasalahan lingkungan dan tidak
ingin menurun kemampuannya menyediakan produksi pangan bagi warga negaranya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahamadi Miru dan Sutarman Yodo. 2010. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta

Badan Standarisasi Nasional, Pengantar Standarisasi Edisi Pertama. 2009. Jakarta

Badan Standarisasi Nasional. 2013 Sistem Manajemen Mutu SNI ISO 9001:2008 Penerapan pada Usaha Kecil dan
Menengah. Jakarta.

Fachrudin, Muhammad dkk. 2017. Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Produk Yang Belum Bersertifikasi Standar
Nasional Indonesia (SNI) Dalam Kaitannya Terhadap Hukum Perlindungan Konsumen (Studi Kasus Ud.Haris Elektronik).
Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017. Diponegoro Law Journal. Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas
Diponegoro.

LSPro IGS. 2018. Bagaimana Proses Mendapatkan Sertifikasi SNI untuk Produk https://lsigs.com/artikel/68/ [Diakses
pada 5 oktober 2021]
 
Muthi Sophira Hilman & Ellia Kristiningrum. 2007. Studi Penerapan SNI oleh Lembaga Penilaian Kesesuaian, (Jurnal
Standarisasi Vol.9 No.2 Tahun 2007).

Papas Sinar Sinanti, 2012. Sunarya Standarisasi Dalam Industri & Perdagangan Konsep dan Penerapan Dalam
Globalisasi. Jakarta.
Thanks!
CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo,
including icons by Flaticon, and infographics & images by
Freepik.

Anda mungkin juga menyukai