Anda di halaman 1dari 24

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Kebijakan

Kebijakan dalam pemerintahan menjadi tugas wajib yang mesti dilaksanakan

dengan baik, hal ini mengingat negeri Kita yang mesti ditata dengan baik agar mampu

meningkatkan kesejahteraan dan memperbaiki taraf hidup masyarakat. Kebijakan-

kebijakan yang sering diberlakukan oleh pemerintah bertujuan untuk membangun negeri

ini dengan sebaikbaiknya. Ada yang tepat sasaran ada pula yang mesti ditinjau kembali

untuk pelaksanaannya.

Kebijakan itu sendiri memiliki defenisi, (1) kepandaian, kemahiran,

kebijaksanaan (2) rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana

dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak (tentang

pemerintahan, organisasi, dan sebagainya); pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip, atau

maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran

Menurut Thoha (2006), dalam arti luas kebijakan mempunyai dua aspek pokok yaitu :

1. Kebijakan merupakan praktika sosial, bukan event yang tunggal atau terisolir.

Kebijakan yang dihasilkan pemerintah berasal dari segala kejadian dalam

masyarakat dan dipergunakan pula untuk kepentingan masyarakat. Praktika

sosial merupakan persoalan atau problema masyarakat, problema ini kemudian

dijadikan isu. Isu inilah yang selanjutnya dapat menjadi kebijakan. Oleh karea
10

itu, kebijakan tumbuh dari suatu peristiwa yang benar-benar terjadi dalam suatu

praktika dari masyarakat.

2. Kebijakan adalah suatu peristiwa yang ditimbulkan untuk mendamaikan

“claim” dari pihak-pihak yang konflik, atau untuk menciptakan “intencive” bagi

tindakan bersama bagi pihak-pihak yang ikut menetapkan tujuan tetapi

mendapatkan perlakuan yang tidak rasional dalam usaha bersama tersebut.

Dengan demikian jika ada pihak-pihak yang konflik, usaha untuk mengatasinya

antara lain melalui pengambilan kebijakan.

Dari dua aspek pokok ini maka kebijakan dapat berbentuk suatu usaha yang

kompleks dari masyarakat untuk kepentingan masyarakat dan merupakan suatu cara

untuk mengatasi konflik dan menimbulkan “intencive”.

Menurut Anderson (1979:23) kebijakan adalah serangkaian tindakan yang

mempunyai tujuan tertentu, yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau

sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu.

Istilah publik dalam kata kebijakan publik mengandung tiga konotasi yaitu

pmerintah, masyarakat, dan umum. Hal tersebut dilihat dalam dimensi subyek ; kebijakan

publik adalah kebijakan dari pemerintah, yang merupakan kebijakan resmi yang

mempunyai kewenangan yang dapat memaksa masyarakat untuk mematuhinya. Dalam

dimensi obyek; kebijakan publik merupakan problema atau kepentingan masyarakat.

Dalam dimensi lingkungan; kebijakan adalah masyarakat. Berikut pengertian kebijakan

publik menurut beberapa ahli :


11

Wilson (2006:82) merumuskan Kebijakan Publik sebagai berikut, Tindakan-

tindakan, tujuan-tujuan, dan pernyataan pemerintah mengenai masalah-masalah tertentu,

langkah-langkah yang telah/sedang diambil (atau gagal diambil) untuk

diimplementasikan, dan penjelasan-penjelasanyang diberikan oleh mereka mengenai apa

yang telah terjadi (atau tidak terjadi).

Sedangkan menurut W.I. Jenkins (1978) adalah serangkaian keputusan yang

saling berkaitan yang diambil oleh aktor politik atau sekelompok aktor, berkenaan

dengan tujuan yang telah dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya dalam suatu

situasi. Keputusankeputusan itu pada prinsipnya masih berada dalam batasbatas

kewenangan kekuasaan dari para aktor tersebut. Lemieux (1995:230) Produk aktivitas-

aktivitas yang dimaksuskan untuk memecahkan masalah-masalah publik yang terjadi di

lingkungan tertentu yang dilakukan oleh aktor-aktor politik yang hubungannya

terstruktur, keseluruhan proses aktivitas itu berlangsung sepanjang waktu.

Memahami dari pendapat ini, dapat Kita simpulkan bahwa, kebijakan publik

adalah pengambilan keputusan tentang apa yang ingin dilakuan oleh pemerintah untuk

mensejahterahkan masyarakat dan apa yang tidak dilakukan untuk tetap menjaga

kesejahteraan dalam masyarakat.

Pengambilan kebijakan publik oleh pemerintah haruslah dicermati dengan

matang, guna menerapkan kebijakan yang bisa memberikan dampak positif yang kelak

bisa memberikan kemudahan kepada masyarakat Indonesia. Hal ini dikarenakan

kebijakan publik merupakan instrumen pencapaian tujuan pemerintah. Mengapa


12

demikian, kerena dengan pengambilan kebijakan yang baik dan tepat sasaran akan

memberikan dampak yang positif kepada masyarakat dan pemerintah itu sendiri. Ketika

kebijakan itu berhasil diterapkan maka tujuan pensejahteraan oleh pemerintah tercapai.

2.2 Konsep Implementasi Kebijakan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Implementasi adalah pelaksanaan,

penerapan, sedangkan Kebijakan adalah kepandaian, kemahiran, kebijaksanaan, rangkaian konsep

dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan,

kepemimpinan, dan cara bertindak (tentang pemerintahan, organisasi, dan sebagainya),

pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip, atau maksud sebagai garis pedoman untuk

manajemen dalam usaha mencapai sasaran, garis haluan.

Menurut Nugroho (2004:4), implementasi kebijakan dapat diartikan sebagai cara

agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya, tidak lebih dan tidak kurang. Untuk

mengimplementasikan kebijakan publik, maka ada dua pilihan langkah yang ada yaitu

langsung mengimplementasikan dalam bentuk program-program atau melalui formulasi

kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik tersebut”.

Implementasi kebijakan, sesungguhnya bukanlah sekedar bersangkut paut dengan

mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik ke dalam prosedur-prosedur rutin

lewat saluran-saluran birokrasi, melainkan lebih dari pada itu, ia menyangkut masalah

konflik, keputusan dan siapa yang memperoleh apa dari suatu kebijakan, menurut Grindle

(Wisakti,2008:31). Mengenai hal ini Wahab (Wisakti,2008:31) menegaskan bahwa

implementasi kebijakan merupakan aspek penting dari keseluruhan proses kebijakan.


13

Menurut Udoji (Wahab,2008:59) dengan tegas mengatakan bahwa “the execution

of police is as important if not more important than policy-making. Policeswill remain

dreams r blue prints file jackets unless they are implemented ”. (“pelaksanaan

kebijaksnaan adalah sesuatu yang penting, bahkan jauh lebih pentingdaripada

pembuataun kebijaksanaan. Kebijaksanaan-kebijaksanaan akan sekedar berupa impian

atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan”).

Presman dan Wildavsky dalam Wahab (2008:65) menyatakan bahwa sebuah kata

kerja mengimplementasikan itu sudah sepantasnya terkait langsung dengan kata benda

kebijaksanaan. Sehingga bagi kedua pelopor studi implementasi ini maka proses untuk

melaksanakan kebijaksanaan perlu mendapatkan perhatian yang seksama, dan oleh

sebab itu keliru kalau kita menganggap bahwa proses tersebut dengan sendirinya akan

berlangsung mulus.Masih dalam sumber yang sama Van Meter dan Van Horn

merumuskan proses implementasi sebagai “those actions by public or private individuals

(or groups) that area directed at the achievement of objectives set forth in prior policy

decisions” (tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu/pejabat-

pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada

tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan).

Menurut Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatler Wahab (Wahab,2008:650)

bahwa Implementasi adalah memahami apa yang sesungguhnya terjadi sesudah suatu

program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi

kebijaksanaan, yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah


14

disahkannya pedoman-pedoman kebijaksanaan negara, yang mencakup baik usaha-usaha

untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat dampak nyata pada

masyarakat atau kejadian-kejadian.

Untuk mengetahui keberhasilan suatu implementasi kebijakan menurut Goggin

(Purwanto,Sulistyastuti,2012:70-71), ada beberapa pertanyaan–pertanyaan yan perlu

diajukan yaitu :

1. Pertanyaan Strategi.

a. Siapa dan bagai mana kondisi serta distribusi kelompok sasaran.

b. Apakah program sesuai dengan tujuan kebijakan, dan beberapa besar

kemungkinan berhasil dalam implementasi.

2. pertanyaan tangtang compliance.

a. Apakah kegiatan-kegiatan program mampu mencapai orang rumah tangga atau

kelompok masyarakat yang di rencanakan

b. Apakah program memberikan sumber pelayanan atau maanfat lain seperti yang

diinginkan.

3. pertanyaan tengtang dampak.

a. Apakah program mencapaian tujuannya dengan efektif

b. Apakah hasil yang dicapai disebabkan oleh faktor lain selain program

c. Apakah terdapat efek yang tidak diinginkan

4. pertanyaan tengtang efisiensi


15

a. berapa besar biaya untuk menyelenggarakan pelayanan dan manfaat bagi

kelompok sasaran

b. apakah program ini lebih efisien dibandingkan program yang lain.

Berbagai pertanyaan untuk mendapatkan informasi tengtang fenomena

implementasi tersebut sesungguhnya sangat relevan dengan apa yang dikemukakan oleh

Hill dan Hupe (Purwanto,Sulistyastuti,2012:71), yang mengatakan bahwa objek studi

implementasi adalah a. proses atau perilaku para impelementasi; b. keluaran kebijakan; c.

hasil kebijakan, dan d. hubungan sebab antara hasil kebijakan tersebut dengan proses

bagaimana implementasi tersebut dilakukan.

2.2.1 Faktor Pendukung Implementasi Kebijakan

Dalam ilmu kebijaksanaan negara atau anallisis kebijaksanaan negara telah

benyak dikembangkan model-model atau teori yang membahas tentang implementasi

kebijaksanaan, namun Tahir (2015:52) dalam bukunya hanya menyajikan 3 model

implementasi kebijakan, karena model tersebut dianggap masih relatif baru dan banyak

mempengaruhi pemikiran tulisan para ahli, ketiga model yang dimaksud adalah model

yang dikembangkan oleh Van Meter dan Van Horn (1975), Daniel Mazmanian dan Paul

A.Sabatier (1987). Serta Brian W.Hogwood dan Lewis A. Gunn (1978;1986).

Menurut Van Meter dan Van Horn (Arifin,2015:71) ada 6 faktor pendukung

Implementasi, yaitu :

1. Ukuran dan Tujuan Kebijaksanaan.

2. Sumber-sumber kebijaksanaan.
16

3. Ciri-ciri atau sifat Badan/instasi pelaksana

4. Komunikasi antar organisasi terkai dam kegiatan-kegiatan pelaksanaan

5. Sikap para pelaksana

6. Lingkungan ekonomi, sosial dan politik.

Adapun model implementasi menurut Daniel Mazmanian dan PaulA. Sabatier

(Subarsono,2005:94) yang disebut A Frame Work for Implementation Analysis

(kerangka analisis implementasi) ada variabel-variabel yang mempengaruhi tercapainya

tujuan-tujuan formal pada keseluruhan proses implementasi, variabel yang dimaksud merupakan

1. Mudah tidaknya masalah yang akan digarap dikendalikan

2. Kemampuan keputusan kebijaksanaan untuk menstrukturkan secara tepat proses

implementasinya

3. Pengaruh langsung berbagai veriabel politik terhadap keseimbangan dukungan

bagi tujuan yang termuat dalam keputusan kebijaksanaan tersebut.

Berikut penulis sajikan model implementasi kebijaksanaan yang dimaksud berikut

ini menurut Daniel Mazmanian dan Paul A.Sabatier pada gambar dibawah ini :
17

Gambar 2.1 : Model Proses Implementasi Kebijaksanaan Daniel Mazmanian dan

Paul A.Sabatier (Wahab,2008:82)

A. Mudah tidaknya masalah dikendalikan:


1. Kesukaran-kesukaran teknis
2. Keragaman perilaku kelompok sasaran
3. Prosentase kelompok sasaran dibanding jumlah penduduk
4. Ruang lingkup perubahan perilaku yang diinginkan

B. Kemampuan kebijaksanaan untuk C. Variabel diluar kebijaksanaan


yang mempengaruhi implementasi
menstrukturkan proses implementasi
:
:
1. Kondisi sosial ekonomi dan
1. Kejelasan dan konsistensi tujuan teknologi
2. Digunakannya teori kausal yang 2. Dukungan publik
memadai 3. Sikap dan sumber-sumber yang
3. Ketetapan alokasi sumber dana dimiliki kelompok-kelompok
4. Keterpaduan hierarki dalam dan 4. Dukungan dari pejabat atasan
diantara lembaga pelaksana 5. Komitmen dan kemampuan
5.Aturan-aturan keputusan dari lembaga kepemimpinan pejabat-pejabat
pelaksana pelaksana
6. Rekruitmen pejabat pelaksana
7. Akses formal pihak luar

D.Tahap-tahap dalam proses implementasi (variabel tergantung)

Output Kesediaan Dampak nyata Dampak output Perbaikan


kebijaksanaa kelompok output kebijaksanaan mendasar
n Badan- sasaran dalam
mematuhi kebijaksanaan sebagai undang-
badan
pelaksana
output dipersepsi undang
kebijaksanaan
18

Sedangkan menurut pandangan Edwards (Tahir,2015:61), implementasi kebijakan dipengaruhi

oleh empat variabel, yaitu :

a. Komunikasi.

Keberhasilan implementasi kebijakan masyarakat agar implementasi pengetahui apa yang

harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus dittansmisikan

kepada kelompok sasaran sehingga akan mengurangi distorsi implementasi.

b. Suberdaya.

Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apa bila

implementasi kekurangan sumberdaya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan

berjalan efektif.

c. Disposisi.

Disposisi adalah waktu dan karakteristik yang dimiliki oleh implementasi, seperti komitmen,

kejujuran, sifat demokrasi.

d. Struktur Organisasi.

Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap implementasi kebijakan.

Adapun pendapat dari Merilee S dan Grindle (Subarsomo:93), keberhasilan implementasi dapat

dipengaruhi oleh dua variabel besar, yakm isl kebijakan (content of policy) dan lingkungan implementasi

(context of implementation) isi kebijakan ini mencakup :

(1) sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau target group termuat dalam isi kebijakan.
19

(2) jenis manfaat yang diterima oleh target group, sebagai contoh, masyarakat di wilayah slum

areas lebih suka menerima program air bersih atau perlisterikan daripada menerima program

kredit sepeda motor.

(3) sejauhmana perubahan yang diinginkan dan sebuah kebijakan. Suatu program yang

bertu|uan mengubah sikap dan perilaku kelompok sasaran relatif lebih sulit diimplementasikan

daripada program yang sekedar memberikan bantuan kredit atau bantuan beras kepada

kelompok masayarakat miskin.

(4) apakah letak sebuah program sudah tepat. Misalnya, ketika BKKBN memiliki program

peningkatan kesejahteraan keluarga dengan memberikan bantuan dana kepada keluarga

praseiahtera, banyak orang menanyakan apakah letak program ini sudah tepat berada di

BKKBN.

(5) apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementomya dengan Rinci.

(6) apakah sebuah program didukung oleh sumberdaya yang memadai.

Menurut model yang dikembangkan oleh Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn dalam

Wahab (2008:81), ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk dapat mengimplementasikan

kebijaksanaan negara secara sempurna, persyaratan tersebut adalah :

1. Kondisieksternal yang dihadapi oleh badan/instansi pelaksana tidak aka

nmenimbul kangangguan/kendala yang serius. Beberapa kendala/hambatan

(constraints) pada saat implementasi kebijakan seringkali berada diluar Kendal

ipara administrator, sebab hambatan-hambatan itu memang di luar jangkauan

wewenang kebijakan dari badan pelaksana. Hambatan-hambatan tersebut

diantaranya mungkin bersifat fisik maupun politis.


20

2. Untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumberdaya yang cukup memadahi. Syarat

kedua ini sebagian tumpang tindih dengan syarat pertama diatas, dalam

pengertian bahwa kerapkali ia muncul diantara kendala-kendala yang bersifat

eksternal. Kebijakan yang memilki tingkat kelayakan fisik dan politis tertentu bisa

saja tidak berhasil mencapai tujuan yang diinginkan karena menyangkut kendalan

waktu yang pendek dengan harapan yang terlalu tinggi.

3. Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia. Persyaratan ini

mengikuti syarat item kedua artinya disatu pihak harus dijamin tidak ada kendala-

kendala pada semua sumber-sumber yang diperlukan, dan dilain pihak, setiap

tahapan proses implementasi perpaduan diantara sumber-sumber tersebut harus

dapat disediakan. Dalam prakteknya implementasi program yang memerlukan

perpaduan antara dana, tenaga kerja dan peralatan yang diperlukan untuk

melaksanakan program harus dapat disiapkan secara serentak, namun ternyata ada salah

satu komponen tersebut mengalami kelambatan dalam penyediaannya sehingga

berakibat program tersebut tertunda pelaksanaannya.

4. Kebijakan yang akan diimplementasikan didasari oleh suatu hubungan kausalitas

yang andal. Kebijakan kadangkala tidak dapat diimplemetasikan secara efektif bukan

lantaran ia telah diimplementasikan secara asal-asalan, tetapi kebijakan itu sendiri

memang jelek. Penyebabnya karena kebijakan itu didasari oleh tingkat

pemahaman yang tidak memadahi mengenahi persoalan yang akan ditanggulangi,

sebab-sebab timbulnya masalah dan cara pemecahanya, atau peluang-peluang


21

yang tersedia untuk mengatasi masalahnya, sifat permasalahannya dan apa yang

diperlukan untuk memanfaatkan peluang-peluang tersebut.

5. Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai

penghubungnya. Pada kebanyakan program pemerintah sesungguhnya teori yang

mendasari kebijakan jauh lebih komplek dari pada sekedar hubungan antara dua

variabel yang memiliki hubungan kausalitas. Kebijakan- kebijakan yang memiliki

hubungan sebab-akibat tergantung pada mata rantai yang amat panjang maka ia akan

mudah sekali mengalami keretakan, sebab semakin panjang mata rantai kausalitas, semakin

besar hubungan timbal balik diantara mata rantai penghubungnya dan semakin

kompleks implementasinya. Dengan kata lain semakin banyak hubungan dalam

mata rantai, semakin besar pula resiko bahwa bebarapa diantaranya kelak terbukti

amat lemah atau tidak dapat dilaksanakan dengan baik.

6. Hubungan saling ketergantungan harus kecil. Implemetasi yang sempurna

menuntut adanya persyaratan bahwa hanya terdapat badan pelaksana tunggal

dalam melaksanakan misi tidak tergantung badan-badan lain/instansi lainnya.

Kalau ada ketergantungan dengan organisasi-organisasi ini haruslah pada tingkat

yang minimal, baik dalam artian jumlah maupun kadar kepentingannya. Jika

implementasi suatu program ternyata tidak hanya membutuhkan rangkaian

tahapan dan jalinan hubungan tertentu, melainkan juga kesepakatan atau

komitmen terhadap setiap tahapan diantara sejumlah aktor/pelaku yang terlibat,

maka peluang bagi keberhasilan implementasi program, bahkan hasil akhir yang

diharapkan kemungkinan akan semakin berkurang.


22

7. Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan. Persyaratan ini

mengharuskan adanya pemahaman yang menyeluruh mengenahi kesepakatan terhadap

tujuan yang akan dicapai dan dipertahankan selama proses implementasi. Tujuan

itu harus dirumuskan dengan jelas, spesifik, mudah dipahami, dapat dikuantifikasikan, dan

disepakati oleh seluruh pihak yang terlibat dalam organisasi. Namun berbagai

penelitian telah mengungkap bahwa dalam prakteknya tujuan yang akan dicapai dari

program sukar diidentifikasikan. Kemungkinan menimbulkan konflik yang tajam

atau kebingungan, khususnya oleh kelompok profesional atau kelompok-kelompok lain

yang terlibat dalam program lebih mementingkan tujuan mereka sendiri. Tujuan-

tujuan resmi kerap kali tidak dipahami dengan baik, mungkin karena komunikasi

dari atas ke bawah atau sebaliknya tidak berjalan dengan baik. Kalaupun pada

saat awal tujuan dipahami dan disepakati namun tidak ada jaminan kondisi ini

dapat terpelihara selama pelaksanaan program, karena tujuan-tujuan itu cenderung

mudah berubah, diperluas dan diselewengkan.

8. Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat. Syarat ini

mengandung makna bahwa dalam menjalankan program menuju tercapainya tujuan-

tujuan yang telah disepakati, masih dimungkinkan untuk merinci dan menyusun

dalam urutan-uruan yangbtepat seluruh tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap

bagian yang terlibat. Kesulitan untuk mencapai kondisi implementasi yang

sempurna masih terjadi dan tidak dapat dihindarkan. Untuk mengendalikan

program dengan baik dapat dilakukan dengan teknologi seperti Network planning

dan contrrol.
23

9. Komunikasi dan koordinasi yang sempurna. Syarat ini mengharuskan adanya

komunikasi dan ordinasi yang sempurna diantara berbagai unsur atau badan yang

terlibat dalam program. Hood (1976) dalam hubungan ini menyatakan bahwa

guna mencapai implementasi yang sempurna diperlukan suatu sistem satuan

administrasi tunggal sehingga tercipta koordinasi yang baik. Pada kebanyakan

organiasi yang memiliki ciri-ciri departemenisasi, profesionalisasi, dan bermacam

kegiatan kelompok yang melindungi nilai-nilai dan kepentingan kelompok hampir

tidak ada koordinasi yang sempurna. Komunikasi dan koordiasi memiliki peran

yang sangat penting dalam proses implementasi karena data, syaran dan perintah-

perintah dapat dimengerti sesuai dengan apa yang dikehendaki.

10. Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan

mendapatkan kepatuhan yang sempurna. Hal ini menjelaskan bahwa harus ada ketundukan

yang penuh dan tidak ada penolakan sama sekali terhadap perintah dalam sistim

administrasinya. Persyaratan ini menandaskan bahwa mereka yang memiliki

wewenang, harus juga yang memiliki kekuasan dan mampu menjamin adanya kepatuhan

sikap secara menyeluruh dari pihak-pihak lain baik dalam organisasi maupun luar

organisasi. Dalam kenyataan dimungkinkan adanya kompartemenisasi dan

diantara badan yang satu dengan yang lain mungkin terdapat konflik kepentingan.

Dari 3 teori tentang proses implementasi diatas penulis menggunakan teori yang

dikembangkan oleh Van Meter dan Van Horn dengan menggunakan 5 faktor pendukung

proses implementasi yaitu Ukuran dan Tujuan Kebijaksanaan, Sumber-sumber

kebijaksanaan, Ciri-ciri atau sifat Badan/instasi pelaksana, Komunikasi antar organisasi


24

terkai dam kegiatan-kegiatan pelaksanaan, Sikap para pelaksana, serta Lingkungan

ekonomi, sosial dan politik.

2.2.2 Standar dan Sasaran Kebijakan

Menurut Van Meter dan Van Horn (Wisakti,2008:60) identifikasi indikator-

indikator pencapaian merupakan tahap yang krusial dalam implementasi kebijakan.

Indikator-indikator pencapaian ini menilai sejauh mana ukuran-ukuran dasar dan tujuan-

tujuan kebijakan telah direalisasikan. Ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan berguna di

dalam menguraikan tujuan-tujuan keputusan kebijakan secara menyeluruh. Namun

demikian, dalam banyak kasus ditemukan beberapa kesulitan untuk mengidentifikasi dan

mengukur pencapaian. Van Meter dan Van Horn mengemukakan bahwa ada dua

penyebab untuk mencapai hal ini, yaitu pertama disebabkan oleh bidang program yang

terlalu luas dan sifat tujuan yang kompleks. Kedua akibat dari kekaburan-kekaburan dan

kontradiksi-kontradiksi dalam pernyataan ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan.

Mazmanian dan Paul A.Sabatier dalam Wisakti (2008:61) menyatakan bahwa standar

dan sasaran kebijaksanaan yang dirumuskan dengan cermat dan disusun dengan jelas dengan

urutan kepentingannya memainkan peran yang amat penting sebagai alat bantu dalam

mengevaluasi program, sebagai pedoman yang konkrit bagi pejabat pelaksana dan

sebagai sumber dukungan bagi tujuan itu sendiri.

2.2.3 Proses Minitoring Kebijakan Publik

Monitoring dilakukan ketika sebuah kebijakan sedang diimplemenbasikan.

Sedangkan evaluasi dilakukan untuk melihat tingkat kinerja suatu kebijakan, sejauhmana

kebijakan tersebut mencapai sasaran dan tujuannya. Monitoring diperlukan agar


25

kesalahan-kesalahan awal dapat segera diketahui dan dapat dilakukan tindakan perbaikan,

sehingga mengurangi resiko yang lebih besar. Evaluasi berguna untuk memberikan input

bagi kebijakan yang akan datang supaya lebih baik menurut Subarsono (2005:133)

Adapun tujuan dari minitoring atau pemantauan menurut Subarsono (2005:134)

Monitoring atau pemantauan adalah aktivitas yang dilakukan untuk memberikan

informasi tentang sebab dan akibat dari suatu kebijakan yang sedang diimplementasikan

dengan tujuan:

1. Menjaga agar kebijakan yang sedang diimplementasikan sesuai dengan tujuan

dan sasaran.

2. Menemukan kesalahan sedini mungkin sehingga mengurangi resiko yang

lebih besar.

3. Melakukan tindakan modifikasi terhadap kebijakan apabila hasil monitoring

mengharuskan untuk itu.

A. Data dan Infomasi untuk Monitoring.

Monitoring membutuhkan data dan informasi sebagal bahan untuk melakukan

penilaian terhadap proses implementasi kebijakan. Data dan informasi tersebut dapat

diperoleh melalui berbagai metode antara lain:

1. Metode dokumentasi, yakni dari berbagai laporan kegiatan, seperti laporan

tahunan/semesteran/ bulanan.

2. Metode survai tentang implementasi kebijakan. Dalam hal ini seperangkat

instrumen pertanyaan dipermapkan sebelum melakukan survai Tujuan survai


26

adalah untuk menjaring data dari para stalek holdders, terutama kelompok

sasaran.

3. Metode observasn lapangan. Observasi dimaksudkan untuk mengamati data

empiris di lapangan dan bertujuan untuk lebih meyakinkan dalam membuat

penilanan tentang proses dari kebijakan. Metode ii dapat digunakan untuk

mekengkapi metode survai.

4. Metode wawancara dengan parah stalek holdders. Untuk itu, pedoman

wawancara yang menanyakan berbagai aspek yang berhubungan dengan

implementasi kebijakan perlu dipersiapkan,

Adapun jenis-jenis mintoring menurut Subarsono (2005:15), yaitu :

1. kepatuhqn (compliance) adalah jenis monitoring untuk menentukan tingkat

kepatuhan implemenlor terhadap standar dan prosedur yang telah ditetapkan.

2. Pemeriksaan (auditing) adalah jenis monitoring untuk melihat sejauh mana

sumberdaya dan pelayanan sampai pada kelompok sasaran.

3. Akuntasi (accounting) adalah jenis minitoring untuk mengalkulasikan

perubahan sosial dan ekonomi yang terjadi setelah diimplementasikan suatu

kebijakan.

4. eksplanasi (explanation) jenis minitoring untuk menjelaskan adanya perbedaan

antara hasil dan tujuan kebijakan, Subarsono (2005:15).

2.2.4 Evaluasi Kebijakan Publik

Evaluasi adalah kegiatan yang di lakukan untuk menilai tingkst kinerja suatu
27

kebijakan yang ada. Adapun tujuan dari evaluasi menurut Subarsono (2005:20), evaluasi

memiliki beberapa tujuan yang dapat dirincikan sebagai berikut :

1. Menentukan tingkat kinerja suatu kebijakan melalui evaluasi maka dapat di

ketahui derajad pencapaian tujuan dan sasaran kebijakan.

2. Mengukur tingkat efisiensi suatu kebijakan. Dengan evaluasi juga dapat diketahui

beberapa biaya dan manfaat dari suatu kebijakan.

3. Mengukur tingkat keluaran (outcome) suatu kebijakan. Salah satu tujuan evaluasi

adalah negukur beberapa besar dan kualitas pengeluaran atau output dari suatu

kebijakan.

4. Mengukur suatu dampak kebijakan. Pada tahap lebih lanjut, evaluasi ditujukan

untuk melihat dampak dari suatu kebijaka, baik dampak positif maupun dampak

negatif.

5. Untuk mengetahui apabila ada penyimpangan. Evaluasi juga bertujuan

mengetahui adanya pentimpangan-penyimpangan yang memungkinkan terjadi,

dengan cara memandingkan antara tujuan dan sasaran dengan pencapaian terget.

6. Sebagai bahan masukan (input) untuk kebijakan yang akan datang. Tujuan akhir

dari evaluasi adalah untuk memberikan masukan bagi kebijakan ke depan agar

dihasilkan kebijakan yang lebih baik.

2.3 Program Revitalisasi Kakao Di Kabupaten Kolaka Utara

Petani kakao di Kabupaten Kolaka Utara pada 2017 mendapat program

peremajaan (revitalisasi) kakao yang jumlahnya mencapai jutaan bibit kakao di sejumlah

desa yang tersebar di 15 Kecamatan di daerah Kabupaten Kolaka Utara.


28

Kadis Pertanian dan Perkebunan Kolaka Utara, Syamsul Rizal

(Https://Sultra.Antaranews.com). mengatakan bahwa melalui program peremajaan bibit

kakao bagi petani di daerah Kabupaten Kolaka Utara, itu sumber dananya melalui alokasi

dari APBD dan APBN 2017. Yang pasti bahwa tahun 2017 penyaluran bibit kakao yang

seluruhnya berkisar tiga jutaan bibit kakao beserta pupuk kepada petani akan terealisasi.

program revitalisasi kakao tahun 2017, yakni sekitar 3.200 hektare dari dana APBD dan

1.500 hektare dari dana APBN.

Adapun Tujuan, Sasaran, dan Strategi dari program revitalisasi kakao di

kabupaten Kolaka Utara berdasarkan Arah Kebijakan RPJMD Kabupaten Kolaka Utara

Tahun 2017-2022 yang tertuang kedalam misi ke 2 yaitu :

1. Tujuan dari program revitalisasi kakao di Kabupaten Kolaka Utara yaitu

Meningkatkan produksi, produktivitas dan daya saing perekonomian daerah

khususnya pada sektor primer pertanian Kabupaten Kolaka Utara.

2. Sasaran, dari program revitalisasi kakao di kabupaten Kolaka Utara yaitu,

Meningkatkan produksi dan produktivitas perekonomian msyarakat khususnya

pada sektor primer pertanian.

3. Strategi pertanian, meningkatkan produktivitas perkebunan, horti kultura.

Program revitalisasi kakao ini di buat agar parah petani kakao yang berada di

Kabupaten Kolaka Utara dapat meningkatkan perekonomian mereka melalui program

revitalisasi kakao. Kabupaten Kolaka Utara terkenal dengan Kabupaten penghasil kakao

terbesar di provensi sulawesi tenggara pada tahun 1998. Kini pemerintah Kabupaten
29

Kolaka Utara melalui program revitalisasi kakao ingin menggulang masah jaya mereka

sebagai penghasil kakao terbersar di sulawesi tenggara.

2.4 Strategi, Arah Kebijakan Dan Program Pembangunan Daerah Kab. Kolaka

Utara.

Strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komprehensif

tentang bagaimana Pemerintah daerah mencapai tujuan dan sasaran RPJMD dengan

efektif dan efisien. Dengan pendekatan yang komprehensif, strategi juga dapat digunakan

sebagai sarana untuk melakukan transformasi, reformasi dan perbaikan kinerja birokrasi.

Perencanaan strategis tidak saja mengagendakan aktivitas pembangunan, tetapi juga

segala program yang mendukung dan menciptakan layanan masyarakat tersebut dapat

dilakukan dengan baik, termasuk di dalamnya upaya memperbaiki kinerja dan kapasitas

birokrasi, sistem manajemen serta pemanfaatan teknologi informasi.

Strategi merupakan langkah-langkah yang berisikan program-program indikatif

untuk mewujudkan visi dan misi. Strategi dijadikan salah satu rujukan penting dalam

perencanaan pembangunan daerah (strategy focused management). Rumusan strategi

merupakan pernyataan yang menjelaskan bagaimana sasaran akan dicapai yang

selanjutnya diperjelas dengan serangkaian arah kebijakan.

Arah kebijakan adalah pedoman untuk mengarahkan perumusan strategi yang

dipilih agar lebih terarah dalam mencapai tujuan dan sasaran dari tahun ke tahun selama 5

(lima) tahun. Rumusan arah kebijakan merasionalkan pilihan strategi agar memiliki fokus

dan sesuai dengan pengaturan pelaksanaannya. Arah kebijakan Kabupaten Kolaka Utara
30

merupakan fokus/tema pembangunan setiap tahunnya selama 5 (lima) tahun. Penahapan

dan fokus/tema ini mencerminkan urgensi permasalahan yang hendak diselesaikan,

berkaitan dengan pengaturan waktu. Penekanan fokus/tema dalam setiap tahunnya selama

5 (lima) tahun memiliki kesinambungan dari satu periode ke periode lainnya dalam

rangka mencapai visi, misi, tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.

Setelah dirumuskan tujuan dan sasaran untuk mendukung visi “Kolaka Utara

sebagai Kabupaten Madani di Sulawesi Tenggara”, maka perlu dirumuskan strategi dan

arah kebijakan pengembangan Kabupaten Kolaka Utara Tahun 2017-2022.

Adapun misi Kabupaten Kolaka Utara yang tertuang kedalam RPJM Kabupaten

Kolaka 2017-2022. Salah satunya ada di poin ke 2 misi RPJM Kabupaten Kolaka Utara

yaitu menyelenggarakan tatakelola pemerintahan yang bail, efisien, efektif akuntabel, dan

bebes dari kurupsi. Adapun arah kebijakannya melakukan revitalisasi perkebunan kakao,

mengoptimalkan pemanfaatan tanaman hortikultar sebagai tanaman selah.

2.5 Program Pembangunan Daerah Kabupaten Kolaka Utara

Perumusan program pembangunan daerah merupakan inti dari perencanaan

strategis itu sendiri yang mendefinisikan tujuan startegis dalam 5 (lima) tahun. Program-

program pembangunan yang disusun dalam RPJMD untuk kurun waktu 5 (lima) tahun

yang akan datang terdiri dari 3 jenis program RPJMD Kabupaten Kolaka Utara Tahun

2017-2022 yang dilaksanakan oleh Perangkat Daerah yang berwenang sesuai dengan

bidang kewenangannya masing-masing. Program tersebut meliputi:


31

1. Program OPD, merupakan program yang dirumuskan berdasarkan tugas dan fungsi

OPD.

2. Program lintas OPD, merupakan program yang melibatkan lebih dari satu OPD

untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan yang ditetapkan.

3. Program kewilayahan, merupakan program pembangunan daerah untuk

terciptanya keterpaduan, keserasian, keseimbangan laju pertumbuhan, dan

keberlanjutan pembangunan antar wilayah/antar kawasan dalam kecamatan di

wilayah Kabupaten Kolaka Utara.

Program pembangunan daerah Kabupaten Kolaka Utara merupakan sekumpulan

program prioritas yang secara khusus berhubungan dengan capaian sasaran pembangunan

daerah. Program pembangunan daerah merupakan pernyataan yang merupakan program

Kepala Daerah Kabupaten Kolaka Utara yang berisi program prioritas yang bersifat

strategis. Berdasarkan misi pembangunan daerah, dirumuskan beberapa program

unggulan sebagaimana terangkum dalam RPJM 2017 Kabupaten Kolaka Timur.

2.6 Kerangka Pikir

Kerangka Pemikiran Ini Menjelaskan Proses Berfikir Peneliti Dalam Rangka

Mengadakan Penelitian Mengenai Implementasi Perda No 1 Tahun 2018 Rencana (Rpjm)

Tahun 2017-2022 (Studi Pada Program Revitalisasi Kakao Di Kecamatan Ngapa

Kabupaten Kolaka Utara)


32

Implementasi Kebijakan Publik

1. Ukuran dan Tujuan


Kebijaksanaan. Implementasi program
2. Sumber-sumber kebijaksanaan. Revitalisasi Kakao
3. Ciri-ciri atau sifat Badan/instasi
pelaksana
4. Komunikasi antar organisasi
terkai dan kegiatan-kegiatan
pelaksanaan
5. Sikap para pelaksana
6. Lingkungan ekonomi, sosial dan
politik.

Van Meter dan Hom (Arifin,2015:71)

Gambar Kerangka Pikir

Anda mungkin juga menyukai