Anda di halaman 1dari 17

EFEKTIVITAS KEBIJAKAN

PENGENDALIAN INFLASI DI INDONESIA

Dian Purnomo Jati


389763

PENDAHULUAN

Inflasi yang rendah dan stabil merupakan prasyarat


bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Inflasi yang rendah dan stabil akan berdampak positif
kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat dengan
terjaganya daya beli.
Bank Sentral umumnya diberi mandat untuk menjaga
kestabilan harga. Demikian juga halnya di Indonesia,
dimana melalui Undang-Undang No.23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah
dengan Undang- Undang No.6 Tahun 2009, Bank
Indonesia diberikan mandat atau tugas pokok untuk
mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang
dalam penjelasannya bermakna stabilitas inflasi dan nilai
tukar Rupiah.

PENDAHULUAN

Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk


melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sasaransasaran
moneter (seperti uang beredar atau suku bunga) dengan tujuan
utama menjaga sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh pemerintah.
Secara operasional, pengendalian sasaransasaran moneter tersebut
menggunakan instrumeninstrumen, antara lain operasi pasar terbuka
di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat
diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit
atau pembiayaan. Bank Indonesia juga dapat melakukan caracara
pengendalian moneter berdasarkan prinsip syariah.
Inflation Targeting Framework (ITF) merupakan suatu kerangka kerja
kebijakan moneter yang mempunyai ciri-ciri utama adanya
pernyataan resmi dari bank sentral dan dikuatkan dengan undangundang bahwa tujuan akhir dari kebijakan moneter adalah
mencapai dan menjaga tingkat inflasi yang rendah, dan
mengumumkan target inflasi kepada publik.

PERMASALAHAN
Berdasarkan data yang ada, dapat
dilihat bahwa inflasi yang terjadi tidak
sesuai dengan target yang telah
ditetapkan maka penting untuk
mempelajari tentang perilaku inflasi
guna mendukung kebijakan moneter
yag akan diterapkan. Perlu
diidentifikasi karakteristik inflasi di
Indonesia dan efektivitas kebijakan
yang diterapkan untuk mengendalikan
inflasi. Apakah kebijakan moneter
yang diterapkan oleh bank Indonesia
sudah efektif untuk mengendalikan
inflasi dari sisi permintaan maupun
penawaran? Selanjutnya akan
didiskusikan terkait pengertian inflasi
berdasarkan teori yang ada, jenis-jenis
inflasi, sumber-sumber inflasi dan
efektivitas kebijakan pengendalian
inflas di Indonesia.

INFLASI

Secara sederhana inflasi diartikan


sebagai meningkatnya hargaharga
secara umum dan terus menerus.
Kenaikan harga dari satu atau dua
barang saja tidak dapat disebut inflasi
kecuali bila kenaikan itu meluas (atau
mengakibatkan kenaikan harga) pada
barang lainnya. Kebalikan dari inflasi
disebut deflasi.
Indikator yang sering digunakan untuk
mengukur tingkat inflasi adalah Indeks
Harga Konsumen (IHK). Sejak Juli 2008,
paket barang dan jasa dalam keranjang
IHK telah dilakukan atas dasar Survei
Biaya Hidup (SBH) Tahun 2007 yang
dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik
(BPS). Kemudian, BPS akan memonitor
perkembangan harga dari barang dan
jasa tersebut secara bulanan di beberapa
kota, di pasar tradisional dan modern
terhadap beberapa jenis barang/jasa di
setiap kota.

DISAGREGASI INFLASI

Inflasi inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung


menetap atau persisten (persistent component) di
dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh
faktor fundamental, seperti
Interaksi permintaanpenawaran,
Lingkungan eksternal: nilai tukar, harga
komoditi internasional, inflasi mitra dagang, dan
Ekspektasi Inflasi dari pedagang dan konsumen
Inflasi non-inti, yaitu komponen inflasi yang
cenderung tinggi volatilitasnya karena dipengaruhi
oleh selain faktor fundamental. Komponen inflasi
non inti terdiri dari :
Inflasi Komponen Bergejolak (Volatile
Food) : Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh
shocks
(kejutan)
dalam kelompok bahan
makanan seperti panen, gangguan alam, atau
faktor perkembangan harga komoditas pangan
domestik
maupun
perkembangan
harga
komoditas pangan internasional.
Inflasi Komponen Harga
yang diatur
Pemerintah (Administered Prices). Inflasi
berikut dominan dipengaruhi oleh shocks
(kejutan) berupa kebijakan harga Pemerintah,
seperti harga BBM bersubsidi, tarif listrik, tarif
angkutan, dll.

Sumber: Bank Indonesia

DETERMINAN INFLASI

Demand pull inflation.


Inflasi sisi permintaan merupakan inflasi yang dipicu oleh adanya kelebihan permintaan (excess
demand) dalam interaksi antara sisi permintaan dan penawaran. Bertambahnya permintaan dapat
disebabkan oleh naiknya permintaan domestik, pengeluaran pemerintah, atau permintaan ekspor.

Cost push inflation.


Inflasi sisi penawaran merupakan inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya produksi suatu barang
atau jasa. Termasuk dalam kategori tersebut adalah kenaikan harga komoditas global yang diimpor
sehingga meningkatkan biaya produksi, dan pada gilirannya (apabila ditransmisikan ke harga
konsumen) akan meningkatkan tekanan inflasi. Selain itu, inflasi jenis ini juga berasal dari kenaikan
harga komoditas yang harganya diatur oleh pemerintah (administered prices) antara lain BBM dan
Tarif Tenaga Listrik (TTL). Kenaikan harga BBM atau listrik tersebut juga akan memicu peningkatan
ongkos produksi atau pengadaan barang atau jasa lainnya, sehingga juga berpotensi meningkatkan
tekanan inflasi. Terakhir, adalah inflasi yang disebabkan oleh kejutan (shocks) dari komoditas bahan
pangan yang sangat rentan terhadap gangguan cuaca atau iklim.

Ekspektasi inflasi.
Dimaknai sebagai tingkat inflasi yang berada di benak masyarakat. Ekspektasi inflasi tersebut
bergantung pada pandangan subyektif dari pelaku ekonomi. Perilaku pembentukan ekspektasi inflasi
pada dasarnya dapat berbentuk adaptif (backward-looking), forward looking maupun gabungan dari
keduanya. Pembentukan ekspektasi inflasi adaptif artinya bahwa masyarakat masih menjadikan
peristiwa masa lalu (fakta historis) sebagai acuan. Dalam kasus ekspektasi inflasi yang bersifat
backward-looking maka ekspektasi inflasi yang terbentuk sangat dipengaruhi oleh realisasi inflasi
periode sebelumnya.

DETERMINAN INFLASI

Sumber: Bank
Indonesia

KARAKTERISTIK
KARAKTERISTIK INFLASI
INFLASI INDONESIA
INDONESIA

Perkembangan inflasi IHK di Indonesia dalam kurun


waktu 10 tahun terakhir lebih dipengaruhi oleh
lonjakan kenaikan inflasi administered price dan
volatile food. Sementara itu, pergerakan inflasi inti
relatif stabil bahkan dalam sepuluh tahun terakhir
mengalami penurunan, dari rata-rata sebelumnya
sebesar 7% - 8%, menjadi sekitar 4%.
Hal ini menunjukkan bahwa tekanan inflasi IHK di
Indonesia didominasi oleh pengaruh shocks yang
tidak menguntungkan (unfavorable shocks) antara
lain kenaikan harga komoditas strategis dan
gangguan cuaca/alam.
Lonjakan harga komoditas minyak di pasar dunia
yang memberi tekanan pada kondisi keuangan
pemerintah terutama untuk pengeluaran subsidi
BBM
menyebabkan
pemerintah
menempuh
kebijakan menaikkan harga BBM pada tahun 2002,
2005, 2008 dan 2013. Selain memberikan dampak
langsung, kebijakan pemerintah ini juga memberi
dampak tidak langsung terutama pada kenaikan
tarif angkutan dan terbentuknya ekspektasi
masyarakat terhadap kenaikan harga barang/jasa
lainnya.

Faktor-Faktor
Faktor-Faktor yang
yang mempengaruhi
mempengaruhi tingkat
tingkat inflasi
inflasi di
di Indonesia
Indonesia

Kendala pasokan dan distribusi. Hubungan saling ketergantungan dalam memenuhi kebutuhan
barang tercermin dalam keterkaitan ekonomi antar daerah. Dengan kondisi geografis Indonesia, risiko
kendala pasokan dan distribusi cukup besar sehingga berpotensi meningkatkan biaya dan risiko harga.
Infrastruktur yang terbatas. Infrastruktur yang terbatas khususnya pada sektor energi dan
transportasi telah menurunkan kapasitas potensial dan produktivitas, yang pada gilirannya
mengakibatkan sisi penawaran (supply) cenderung terbatas dalam merespons perubahan permintaan.
Stuktur pasar dan mekanisme pembentukan harga. Struktur pasar yang terdistorsi (bukan
persaingan sempurna) cenderung memiliki tingkat rigiditas harga yang lebih tinggi, terutama pada
fase penurunan harga. Dalam kondisi ini harga mudah untuk naik namun sulit untuk turun.
Ekspektasi Inflasi. Kejutan-kejutan (shocks) yang bersifat merugikan (unfavorable) yang sering
terjadi pada perekonomian Indonesia ditambah dengan masih kuatnya unsur perilaku yang lebih
melihat ke pengalaman inflasi belakang (backward-looking) menyebabkan masih tingginya ekspektasi
inflasi masyarakat. Dalam kaitan ini, perlu ada perubahan cara pandang bahwa inflasi yang akan
terjadi dipengaruhi oleh apa yang terjadi saat ini dan di masa datang. Oleh karena itu, perlu ada
jangkar ke depan sebagai patokan atau referensi inflasi yang akan diyakini masyarakat. Penetapan
sasaran inflasi antara lain dimaksudkan untuk membentuk acuan inflasi ke depan.
Defisit Anggaran Belanja Pemerintah. Sejak berubahnya orientasi ekspor Indonesia ke
komoditi non migas, sejalan dengan merosotnya harga minyak bumi di pasar ekspor (sejak tahun
1982), menyebabkan kemampuan pemerintah untuk membiayai pembangunan nasional semakin
berkurang pula, sehingga pemerintah tidak dapat lagi mempertahankan posisinya sebagai penggerak
(motor) pembangunan. Dengan kondisi seperti ini, menyebabkan secara bertahap peran sebagai
penggerak utama pembangunan nasional beralih ke pihak swasta nasional, dengan demikian
sumber tekanan inflasi pun beralih dari pemerintah beralih ke non pemerintah (swasta).

KERANGKA
KERANGKA KEBIJAKAN
KEBIJAKAN MONETER
MONETER DI
DI INDONESIA
INDONESIA

Inflation Targeting Framework (ITF)


Dengan kerangka ini, Bank Indonesia secara eksplisit mengumumkan
sasaran inflasi kepada publik dan kebijakan moneter diarahkan untuk
mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan oleh pemerintah tersebut.
Untuk mencapai sasaran inflasi, kebijakan moneter dilakukan secara
forward looking. Di Indonesia, strategi kebijakan moneter yang ditempuh
oleh Bank Indonesia dilakukan melalui penetapan BI Rate (policy rate)
yang merupakan sinyal arah kebijakan yang ditempuh. Penetapan BI Rate
ini akan mempengaruhi berbagai variabel ekonomi dan keuangan melalui

Efektivitas Kebijakan Moneter

Dapat diamati pada gambar 5 dan gambar 6, dalam jangka pendek tingkat harga tidak
bergerak pada P1. Ekuilibrium perekonomian jangka pendek adalah titik K. Dalam
jangka panjang tingkat harga disesuaikan sehingga perekonomian berada pada titik
alamiah. Ekuilibrium jangka panjang adalah titik C. Keseimbangan jangka panjang pada
kurva IS-LM terjadi ketika harga turun menyebabkan keseimbangan uang riil (daya beli)
meningkat melalui pergeseran kurva LM ke kanan bawah LM (P2) dengan suku bunga
yang lebih rendah. Biaya output yang lebih murah meningkatkan kembali
perekonomian pada tingkat kesimbangan alamiah di titik C pada kurva SRAS2.

Transmisi Kebijakan Moneter

Mekanisme transmisi alur tingkat bunga dari ekspansi moneter adalah peningkatan
permintaan agregat sebagai akibat peningkatan ekspektasi inflasi dan penurunan
tingkat bunga riil. Penurunan tingkat bunga riil akan meningkatkan investasi dan
menurunkan biaya modal dalam proses produksi sehingga output agregat naik.
Tingkat bunga merupakan kunci mekanisme transmisi moneter dalam model IS, model
LM, model AD dan model AS.
Peningkatan stok uang akan menurunkan tingkat bunga riil dan biaya modal serta
meningkatkan investasi bisnis. Peningkatan investasi akan meningkatkan permintaan
agregat. Penurunan tingkat bunga riil juga akan meningkatkan pengeluaran untuk
pembelian rumah dan barang tahan lama. Oleh sebab itu penurunan tingkat bunga
akibat ekspansi moneter akan meningkatkan belanja atau konsumsi dan permintaan
agregat.
Pada tingkat bunga nominal yang sangat rendah, ekspansi moneter akan meningkatkan
ekspektasi tingkat harga dan inflasi, akibatnya tingkat bunga riil turun. Penurunan
tingkat bunga riil akan menurunkan biaya modal dan biaya memegang uang, kemudian
menstimulasi pengeluaran bisnis dan konsumen. Peningkatan pengeluaran bisnis dan
konsumen pada akhirnya akan mingkatkan permintaan agregat. Mekanisme
transmisi alur tingkat bunga dirumuskan dalam dua bentuk, yaitu :

Efektivitas Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter ekspasioner di


Indonesia
diasumsikan
diterapkan
pada situasi small open economy dan
menggunakan
sistem
kurs
mengambang. Berdasakan asumsi
tingkat harga tetap, ketika Bank
Indonesia meningkatkan jumlah uang
beredar, maka keseimbangan uang riil
akan meningkat sehingga kurva LM1
bergeser ke kanan, menyebabkan
pendapatan (Y) naik dan kurs akan
turun atau terdepresiasi dari e1 ke e2,
dapat diamati pada gambar 7.

Mekanisme transmisi alur harga aktiva dari


ekspansi moneter
adalah
peningkatan
permintaan
agregat
sebagai
akibat
peningkatan
ekspektasi
inflasi,
nilai
perusahaan
dan
kekayaan
individu.
Peningkatan
ekspektasi
inflasi
akan
menurunkan tingkat bunga riil sehingga nilai
tukar mata uang depresiasi, ekspor neto naik
dan kemudian meningkatkan output ekonomi.

SIMPULAN

Kebijakan moneter Bank Indonesia ditujukan untuk mengelola tekanan harga yang
berasal dari sisi permintaan aggregat(demand management) relatif terhadap kondisi
sisi penawaran. Kebijakan moneter tidak ditujukan untuk merespon kenaikan inflasi
yang disebabkan oleh faktor yang bersifat kejutan yang bersifat sementara (temporer)
yang akan hilang dengan sendirinya seiring dengan berjalannya waktu.
Sementara inflasi juga dapat dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari sisi penawaran
ataupun yang bersifat kejutan (shocks) seperti kenaikan harga minyak dunia dan
adanya gangguan panen atau banjir Dari bobot dalam keranjang IHK, bobot inflasi yang
dipengaruhi oleh faktor kejutan diwakili oleh kelompokvolatile fooddanadministered
pricesyang mencakup kurang lebih 40% dari bobot IHK.
Dengan demikian, kemampuan Bank Indonesia untuk mengendalikan inflasi sangat
terbatas apabila terdapat kejutan (shocks) yang sangat besar seperti ketika terjadi
kenaikan harga BBM di tahun 2005 dan 2008 sehingga menyebabkan adanya lonjakan
inflasi.
Dengan pertimbangan bahwa laju inflasi juga dipengaruhi oleh faktor yang bersifat
kejutan tersebut maka pencapaian sasaran inflasi memerlukan kerjasama dan
koordinasi antara pemerintah dan BI melalui kebijakan makroekonomi yang terintegrasi
baik dari kebijakan fiskal, moneter maupun sektoral. Lebih jauh, karakteristik inflasi
Indonesia yang cukup rentan terhadap kejutan-kejutan (shocks) dari sisi penawaran
memerlukan kebijakan-kebijakan khusus untuk permasalahan tersebut.

Sinergi Pengendalian Inflasi

Anda mungkin juga menyukai