PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
PERMASALAHAN
Berdasarkan data yang ada, dapat
dilihat bahwa inflasi yang terjadi tidak
sesuai dengan target yang telah
ditetapkan maka penting untuk
mempelajari tentang perilaku inflasi
guna mendukung kebijakan moneter
yag akan diterapkan. Perlu
diidentifikasi karakteristik inflasi di
Indonesia dan efektivitas kebijakan
yang diterapkan untuk mengendalikan
inflasi. Apakah kebijakan moneter
yang diterapkan oleh bank Indonesia
sudah efektif untuk mengendalikan
inflasi dari sisi permintaan maupun
penawaran? Selanjutnya akan
didiskusikan terkait pengertian inflasi
berdasarkan teori yang ada, jenis-jenis
inflasi, sumber-sumber inflasi dan
efektivitas kebijakan pengendalian
inflas di Indonesia.
INFLASI
DISAGREGASI INFLASI
DETERMINAN INFLASI
Ekspektasi inflasi.
Dimaknai sebagai tingkat inflasi yang berada di benak masyarakat. Ekspektasi inflasi tersebut
bergantung pada pandangan subyektif dari pelaku ekonomi. Perilaku pembentukan ekspektasi inflasi
pada dasarnya dapat berbentuk adaptif (backward-looking), forward looking maupun gabungan dari
keduanya. Pembentukan ekspektasi inflasi adaptif artinya bahwa masyarakat masih menjadikan
peristiwa masa lalu (fakta historis) sebagai acuan. Dalam kasus ekspektasi inflasi yang bersifat
backward-looking maka ekspektasi inflasi yang terbentuk sangat dipengaruhi oleh realisasi inflasi
periode sebelumnya.
DETERMINAN INFLASI
Sumber: Bank
Indonesia
KARAKTERISTIK
KARAKTERISTIK INFLASI
INFLASI INDONESIA
INDONESIA
Faktor-Faktor
Faktor-Faktor yang
yang mempengaruhi
mempengaruhi tingkat
tingkat inflasi
inflasi di
di Indonesia
Indonesia
Kendala pasokan dan distribusi. Hubungan saling ketergantungan dalam memenuhi kebutuhan
barang tercermin dalam keterkaitan ekonomi antar daerah. Dengan kondisi geografis Indonesia, risiko
kendala pasokan dan distribusi cukup besar sehingga berpotensi meningkatkan biaya dan risiko harga.
Infrastruktur yang terbatas. Infrastruktur yang terbatas khususnya pada sektor energi dan
transportasi telah menurunkan kapasitas potensial dan produktivitas, yang pada gilirannya
mengakibatkan sisi penawaran (supply) cenderung terbatas dalam merespons perubahan permintaan.
Stuktur pasar dan mekanisme pembentukan harga. Struktur pasar yang terdistorsi (bukan
persaingan sempurna) cenderung memiliki tingkat rigiditas harga yang lebih tinggi, terutama pada
fase penurunan harga. Dalam kondisi ini harga mudah untuk naik namun sulit untuk turun.
Ekspektasi Inflasi. Kejutan-kejutan (shocks) yang bersifat merugikan (unfavorable) yang sering
terjadi pada perekonomian Indonesia ditambah dengan masih kuatnya unsur perilaku yang lebih
melihat ke pengalaman inflasi belakang (backward-looking) menyebabkan masih tingginya ekspektasi
inflasi masyarakat. Dalam kaitan ini, perlu ada perubahan cara pandang bahwa inflasi yang akan
terjadi dipengaruhi oleh apa yang terjadi saat ini dan di masa datang. Oleh karena itu, perlu ada
jangkar ke depan sebagai patokan atau referensi inflasi yang akan diyakini masyarakat. Penetapan
sasaran inflasi antara lain dimaksudkan untuk membentuk acuan inflasi ke depan.
Defisit Anggaran Belanja Pemerintah. Sejak berubahnya orientasi ekspor Indonesia ke
komoditi non migas, sejalan dengan merosotnya harga minyak bumi di pasar ekspor (sejak tahun
1982), menyebabkan kemampuan pemerintah untuk membiayai pembangunan nasional semakin
berkurang pula, sehingga pemerintah tidak dapat lagi mempertahankan posisinya sebagai penggerak
(motor) pembangunan. Dengan kondisi seperti ini, menyebabkan secara bertahap peran sebagai
penggerak utama pembangunan nasional beralih ke pihak swasta nasional, dengan demikian
sumber tekanan inflasi pun beralih dari pemerintah beralih ke non pemerintah (swasta).
KERANGKA
KERANGKA KEBIJAKAN
KEBIJAKAN MONETER
MONETER DI
DI INDONESIA
INDONESIA
Dapat diamati pada gambar 5 dan gambar 6, dalam jangka pendek tingkat harga tidak
bergerak pada P1. Ekuilibrium perekonomian jangka pendek adalah titik K. Dalam
jangka panjang tingkat harga disesuaikan sehingga perekonomian berada pada titik
alamiah. Ekuilibrium jangka panjang adalah titik C. Keseimbangan jangka panjang pada
kurva IS-LM terjadi ketika harga turun menyebabkan keseimbangan uang riil (daya beli)
meningkat melalui pergeseran kurva LM ke kanan bawah LM (P2) dengan suku bunga
yang lebih rendah. Biaya output yang lebih murah meningkatkan kembali
perekonomian pada tingkat kesimbangan alamiah di titik C pada kurva SRAS2.
Mekanisme transmisi alur tingkat bunga dari ekspansi moneter adalah peningkatan
permintaan agregat sebagai akibat peningkatan ekspektasi inflasi dan penurunan
tingkat bunga riil. Penurunan tingkat bunga riil akan meningkatkan investasi dan
menurunkan biaya modal dalam proses produksi sehingga output agregat naik.
Tingkat bunga merupakan kunci mekanisme transmisi moneter dalam model IS, model
LM, model AD dan model AS.
Peningkatan stok uang akan menurunkan tingkat bunga riil dan biaya modal serta
meningkatkan investasi bisnis. Peningkatan investasi akan meningkatkan permintaan
agregat. Penurunan tingkat bunga riil juga akan meningkatkan pengeluaran untuk
pembelian rumah dan barang tahan lama. Oleh sebab itu penurunan tingkat bunga
akibat ekspansi moneter akan meningkatkan belanja atau konsumsi dan permintaan
agregat.
Pada tingkat bunga nominal yang sangat rendah, ekspansi moneter akan meningkatkan
ekspektasi tingkat harga dan inflasi, akibatnya tingkat bunga riil turun. Penurunan
tingkat bunga riil akan menurunkan biaya modal dan biaya memegang uang, kemudian
menstimulasi pengeluaran bisnis dan konsumen. Peningkatan pengeluaran bisnis dan
konsumen pada akhirnya akan mingkatkan permintaan agregat. Mekanisme
transmisi alur tingkat bunga dirumuskan dalam dua bentuk, yaitu :
SIMPULAN
Kebijakan moneter Bank Indonesia ditujukan untuk mengelola tekanan harga yang
berasal dari sisi permintaan aggregat(demand management) relatif terhadap kondisi
sisi penawaran. Kebijakan moneter tidak ditujukan untuk merespon kenaikan inflasi
yang disebabkan oleh faktor yang bersifat kejutan yang bersifat sementara (temporer)
yang akan hilang dengan sendirinya seiring dengan berjalannya waktu.
Sementara inflasi juga dapat dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari sisi penawaran
ataupun yang bersifat kejutan (shocks) seperti kenaikan harga minyak dunia dan
adanya gangguan panen atau banjir Dari bobot dalam keranjang IHK, bobot inflasi yang
dipengaruhi oleh faktor kejutan diwakili oleh kelompokvolatile fooddanadministered
pricesyang mencakup kurang lebih 40% dari bobot IHK.
Dengan demikian, kemampuan Bank Indonesia untuk mengendalikan inflasi sangat
terbatas apabila terdapat kejutan (shocks) yang sangat besar seperti ketika terjadi
kenaikan harga BBM di tahun 2005 dan 2008 sehingga menyebabkan adanya lonjakan
inflasi.
Dengan pertimbangan bahwa laju inflasi juga dipengaruhi oleh faktor yang bersifat
kejutan tersebut maka pencapaian sasaran inflasi memerlukan kerjasama dan
koordinasi antara pemerintah dan BI melalui kebijakan makroekonomi yang terintegrasi
baik dari kebijakan fiskal, moneter maupun sektoral. Lebih jauh, karakteristik inflasi
Indonesia yang cukup rentan terhadap kejutan-kejutan (shocks) dari sisi penawaran
memerlukan kebijakan-kebijakan khusus untuk permasalahan tersebut.