Anda di halaman 1dari 8

Nama : Qorina Nurul A

NPM : 1410101014
Ekonomi Pembangunan

EKONOMI INTERNASIONAL

1. Teori Perdagangan Interklasik dan contohnya dari Adam Smith dan David
Ricardo.
a. Adam Smith – Teori Perbedaan Biaya Mutlak (Absolute Cost)

Dalam suatu negara dapat terjadi bahwa suatu daerah A dapat menghasilkan
sejenis barang dengan biaya yang lebih murah daripada daerah lainnya. Tingginya
harga barang tersebut dapat diukur/ditentukan oleh faktor tenaga kerja yang
dikorbankan untuk menghasilkan barang tersebut (teori nilai kerja). Sumbangan
pokok dari Adam Smith kepada teori Perdagangan Internasional adalah pengertian
dan fikiran yang didasarkan pada division of labour yang menimbulkan spesialisasi
dan efisiensi produksi dalam menghasilkan sejenis barang.

Pokok pikiran Adam Smith dalam teori Perdagangan Internasional dapat


disederhanakan sebagai berikut :

Hubungan perniagaan dari dua negara pada umumnya terjadi karena terdapat
perbedaan biaya mutlak, yaitu biaya yang ditimbulkan oleh faktor-faktor khusus yang
dimiliki oleh suatu negara saja dan tidak dimiliki oleh negara lain, misalnya faktor
keadaan dan kekayaan alam yang menguntungkan suatu negara saja.

Karena perbedaan biaya mutlak tersebut, maka untuk sejenis barang dapat
dihasilkan dengan biaya yang lebih murah daripada negara lain. Perbedaan biaya yang
mutlak itu kemudian akan memberikan keuntungan yang mutlak (absolute advantage)
kepada negara yang bersangkutan.

Contohnya :

Negara A dan B melakukan pertukaran barang. Di negara A dalam satu bulan


dapat dihasilkan 10 barang x dan 5 barang y. Sedangkan di negara B dalam waktu
yang sama, seorang pekerja dapat menghasilkan 10 barang y dan 5 barang x. Negara
A lebih produktif dalam menghasilkan barang x dan negara B lebih produktif dalam
menghasilkan barang y.

Jika kedua negara tersebut tidak melakukan hubungan perdagangan, maka dalam
waktu satu bulan negara A hanya dapat menghasilkan 5 barang x dan 2½ barang y,
karena tenaga kerjanya digunakan untuk menghasilkan dua jenis barang sekaligus,
yaitu barang x dan barang y. Dalam waktu yang sama, negara B menghasilkan 5
barang y dana 2½ barang x, juga dengan sebab yang sama. Jumlah produksi dari dua
negara (A dan B) adalah :

5x + 2½ y + 5y + 2½ x = 7½ barang x dan dan 7½ barang y

Barang/perusahaan Negara A Negara B


x 10 5
y 5 10

b. David Ricardo – Law of Comparative Cost

Ricardo berpendapat bahwa di satu pihak terdapat suatu negara yang faktor-faktor
produksinya seperti tenaga kerja dan alam yang lebih menguntungkan, dan di lain
pihak ada negara yang faktor-faktor produksinya tidak/kurang menguntungkan
dibanding negara sebelumnya. Menurut Ricardo sekalipun suatu negara tersebut
tertinggal, ia akan dapat juga ikut serta dalam Perdagangan Internasional asalkan
negara tersebut menghasilkan sejenis barang yang paling produktif dibanding dengan
yang lainnya.

Pada konsep comparative cost (perbedaan biaya yang diperbandingkan), boleh


saja setiap negara yang melakukan perdagangan itu mutlak lebih produktif dalam
menghasilkan dua jenis barang yang dipertukarkan, jadi tidak perlu hanya mutlak
lebih produktif dalam menghasilkan sejenis barang.

Contohnya :

Di negara A untuk menghasilkan barang x dan y masing-masing dibutuhkan


tenaga kerja 100 orang dan 200 orang, dan di negara B membutuhkan tenaga kerja 90
orang dan 80 orang. Negara A lebih produktif menghasilkan barang x, dan negara B
lebih produktif dalam menghasilkan barang y.
Di negara A Di negara B

x:y = 100 : 200 x:y = 90 : 80

120x = 100 y 80x = 90y

x = 100 y = 5 y x = 9y
120 6 8

Keuntungan yang didapatkan :

6x - 8x = 54x - 40x = 14x


5 9 45 45 45

Berdasarkan pada perhitungan diatas, dapat ditarik satu kesimpulan bahwa tidak
perlu adanya tingkat keuntungan yang mutlak, melainkan dengan perbedaan biaya
komparatif (yang menimbulkan keuntungan komparatif) saja cukup merupakan alasan
untuk melangsungkan perdagangan internasional.

2. Teori Perdagangan Internasional J. S. Mill dan perbedaan teori J. S. Mill


dengan teori sebelumnya.

Teori Perdagangan Internasional dari J. S. Mill sifatnya melanjutkan Teori


Comparative Cost dari David Ricardo, yaitu melanjutkan dengan jalan mecari dimana
letak titik keseimbangan pertukaran anatara dua barang yang saling dipertukarkan
oleh dua negara. Untuk mencapai keseimbangan, maka harusnya ada keseimbangan
antara penawaran dengan permintaan, karena kedua faktor tersebut sama-sama
menentukan kesamaan antara barang yang diekspor dengan barang yang diimpor dan
juga menentukan harga barang yang dipertukarkan.

Dalam prinsipnya menurut J. S. Mil, keseimbangan pertukaran antara kedua


barang itu terjadi jika jumlah barang yang diminta oelh suatu negara (A) kepada
negara lain (B), harus sama dengan jumlah yang diminta oleh negara B atas barang-
barang yang dihasilkan oleh negara A itu sendiri. Jadi antara dua negara A dan B itu
sama-sama saling membutuhkan. Permintaan atas suatu barang yang dihasilkan oleh
negara lain harus dapat dipenuhi, bila besarnya permintaan itu sendiri justru sama
dengan jumlah yang ditawarkan oleh negara tersebut.
Perbedaan teori J. S. Mill dengan teori sebelumnya :

Teori sebelumnya berfokus pada perbandingan biaya yang dikeluarkan suatu


negara dalam memproduksi suatu barang dibandingkan dengan negara lain, sehingga
negara dengan biaya rendah akan mengimpor dan negara dengan biaya yang tinggi
mengekspor barang tersebut.

Sedangkan teori J. S. Mill menjelaskan Teori Timbal Balik yang merupakan


kelanjutan dari Teori Keunggulan Komparatif yaitu melakukan keseimbangan antara
permintaan dengan penawaran. Hal ini disebabkan baik itu permintaan maupun
penawaran menentukan besarnya barang yang akan diekspor dan barang yang akan
diimpor.

3. Kritik Prof. Graham terhadap teori J. S. Mill dan mengkaji kritik Prof. Graham
terhadap teori J. S Mill.
a. Dua negara, banyak negara.

Penjelasan teori ongkos/keuntungan komparatif yang menyangkut di negara dan


banyak barang dapat dilakukan misalnya dengan jalan menjenjangkan produktivitas
masing-masing negara dalam menghasilkan berbagai macam barang tersebut. Hal ini
dapat dijelaskan dengan jalan membandingkan produktivitas masing-masing negara
dalam menghasilkan berbagai macam produknya dengan tetap menggunakan
anggapan teori klasik, dan dengan jalan menggunakan indeks. Jadi, untuk negara yang
satu digunakan angka dasar (100) bagi semua macam barang yang dihasilkan dan bagi
negara lain yang tentunya angka yang diperoleh tidak sama dengan angka dasar,
kecuali jika produktivitasuntuk membuat kedua macam barang tersebut di kedua
negara sama, dan indeks dibuat dengan menghitung ongkos produksi. Penentu utama
keuntungan komparatif dalam teori klasik (Ricardo dan Mill) hanya menjabarkan
ongkos produksi dalam uang saja dan tidak berpengaruh bagi penentuan jenjang
barang-barang tersebut, karena yang menentukan jenjang adalah harga relatif barang-
barang tersebut, sedangkan relatif ditentukan oleh banyaknya jam kerja yang
diperlukan untuk menghasilkan barang-barang tersebut.

Berkaitan dengan itu, barang yang akan diekspor suatu negara ditentukan oleh
tingkat upah dan besarnya kurs valuta. Semakin rendah tingkat upah suatu negara
relatif terhadap megara megara lain, semakin banyak macam barang yang
diekspornya. Demikian juga dengan kurs valuta, jenis barang yang diekspor
ditentukan sepenuhnya oleh keuntungan komparatif negara itu dalam produksi
barang-barang tersebut.

b. Banyak negara, banyak barang.

Perdagangan antar banyak negara yang melibatkan banyak barang sangat sulit
untuk dianalisa bentuk pola perdagangannya, walaupun tetap saja didasarkan atas
prinsip keuntungan komparatif. Pada perdagangan multilateral seperti ini banyak
faktor yang terlibat di dalamnya, sedangkan perubahan salah satu faktor saja dapat
mengubah pola perdagangan masing-masing negara, apalagi jika yang mengalami
perubahan lebih dari satu faktor. Disamping itu dalam perdagangan multilateral
perdagangan tidak selalu bersifat langsung tetapi melalui perantara. Negara-negara
yang bertindak sebagai perantara sebenarnya tidak mengekspor ataupun mengimpor
barang-barang tersebut untuk kepentingan sendiri, tetapi lebih berfungsi sebagai
pedagang yang ikut melancarkan jalannya perdagangan internasional.

4. Teori Prof. Haberler dan upaya mengatasi kelemahan dari teori David Ricardo.

Haberler pada tahun 1936 menjelaskan/mendasarkan teori keunggulan


komparatif pada Teori Biaya Oportunitas (opportunity cost theory). Dalam bentuk ini,
hukum keunggulan komparatif kadang-kadang disebut sebagai hukum perbandingan
biaya.

Menurut teori biaya oportunitas, biaya komoditas adalah jumlah komoditas


kedua yang harus diberikan untuk dapat menggunakan sumber daya yang cukup untuk
memproduksi satu unit tambahan komoditas pertama. Tidak ada asumsi yang dibuat
yang menyatakan bahwa tenaga kerja merupakan satu-satunya faktor produksi/tenaga
kerja yang homogen. Juga tidak diasumsikan bahwa biaya/harga suatu komoditas
tergantung pada, atau dapat dinilai secara eksklusif dari komposisi tenaga kerjanya.
Akibatnya, negara dengan biaya oportunitas lebih rendah dalam produksi komoditas
memiliki keunggulan komparatif dalam komoditas (dan kelemahan komparatif dalam
komoditas kedua).
Misalnya, jika tanpa adanya perdagangan Amerika Serikat harus
mengeluarkan dua pertiga unit kain untuk dapat menggunakan sumber daya yang
hanya cukup untuk memproduksi satu unit tambahan gandum dalam negeri, biaya
oportunitas gandum adalah dua-pertiga dari unit kain (yaitu 1G/ = 2/3K di Amerika
Serikat). Jika 1G = 2K di Inggris, biaya oportunitas dari gandum (dalam hal jumlah
kain yang harus diberikan atas) lebih rendah di Amerika Serikat daripada di Inggris,
dan Amerika Serikat akan memiliki keunggulan komparatif (biaya) atas Inggris dalam
produksi gandum. Dalam perdagangan dunia dua-negara, dua-komoditas, Inggris
kemudian akan memiliki keunggulan komparatif dalam produksi lain.

Menurut hukum keunggulan komparatif, Amerika Serikat harus


mengkhususkan diri dalam produksi gandum dan mengekspor beberapa produknya
dalam perdagangan untuk mendapatkan kain dari Inggris. Ini adalah apa yang
dimaksudkan sebelumnya dengan hukum keunggulan komparatif berdasarkan teori
nilai tenaga kerja, tetapi sekarang penjelasan akan didasarkan pada teori biaya
oportunitas.

5. Teori Prof. Haberler dengan kurva tak acuh dan menganalisa penerapan teori
Prof. Haberler dalam praktek.

Pendekatan indifference curve yang beranggapan bahwa kepuasan konsumen tidak


dapat diukur dengan satu satuan. Tingkat kepuasan konsumen hanya dapat dinyatakan
lebih tinggi atau lebih rendah. Teori konsumen yang menggunakan pendekatan guna
batas seperti yang diuraikan sebelumnya mempunyai beberapa kelemahan antara lain:

 Penggunaan asumsi dapat diukurnya kepuasan secara kardinal,


 Penggunaan asumsi bahwa kepusan yang timbul dari pengkonsumsian barang-
barang dan jasa-jasa mempunyai sifat additive, dan
 Penggunaan asumsi bahwa guna batas uang konstan dalam arti tidak
terpengaruhi oleh banyak sedikitnya pengguna uang ataupun oleh banyak sedikitnya
uang yang dimiliki seorang konsumen. Dunia yang nyata tidak memberikan
kesaksian kepada kita akan kebenaran dari pada asumsi-asumsi tersebut.
Teori konsumen yang menggunakan pendekatan kurva tak acuh, mempunyai
sedikit keunggulan berupa terhindarnya dari kelemahan-kelemahan seperti yang
diungkapkan diatas. Selanjutnya dapat gitengahkan disisni bahwa teori kurva tak acuh
ini menggunakan asumsi-asumsi dasar, lima di antaranya dapat disebutkan disini:

1. Rasionalitas. Asumsi ini terwujud dalam bentuk asumsi bahwa konsumen berusaha
memaksimumkan kepuasan.
2. Kepuasan adalah ordinal. Yang dimaksud disini ialah meskipun kepuasan tidak dapat
diukur secara kardinal, tetapi dapat diukur secara ordinal, yaitu dapat diperbandingkan
dan dapat disusun dalam bentuk rangking atau urutan tinggi-rendahnya kepuasan.
3. Menurut marginal rage or subsitution, yang kita sebut juga tingkat substitusi batas
yang menurun. Mengenai hal ini akan diuraikan lebih lanjut dibawah nanti.
4. Fungsi kepuasan total

Kurva Tak Acuh dan Medan Tak Acuh

Kurva tak acuh, yang disebut pula kurva indiferen atau indifference curve
dapat didefinisikan sebagai kurva, lokus atau titik-titik kedudukan yang menunjukan
berbagai kombinasi dua buah barang atau jasa konsumsi untuk setiap satuan waktunya
yang memberikan kepuasan yang sama kepada seorang konsumen. Seorang konsumen
atau sebuah rumah tangga keluarga memiliki sejumlah kurva tak acuh yang
keseluruhannya membetuk apa yang biasa disebut indifference map atau medan tak-
acuh.

Sifat-sifat yang dimiliki oleh sistem tak acuh ialah:

1. Kurva tak-acuh mempunyai lereng ke kanan menurun, yang bisa juga diungkapkan
bahwa kurva tak-acuh mempunyai lereng yang negatif. Negatifnya lereng kurva tak-
acuh mempunyai makna supaya konsumen memperoleh kepuasan yang sama seperti
sediakala berkurangnya jumlah konsumsi barang X harus diimbangi dengan
bertambahnya konsumsi barang Y.
2. Kurva tak-acuh cembung/konvek terhadap titik silang sumbu O. Cembung atau
konveksnya kurva tak-acuh terhadap titik sislang sumbu O adalah sebagai akibat
tingkat substitusi batas barang y untuk barang x, yang kita tulis dengan MRSxy, terus
menurun dengan meningkatnya konsumsi barang y. MRSxy juga menurun dengan
meningkatnya pemakaian barang X.
3. Kurva tak-acuh tidak saling berpotongan. Meskipun kurva tak -acuh tidak perlu
sejajar satu dengan lainnya, akan tetapi kurva tak acuh tidak saling berpotongan. Ini
kiranya mudah difahami kalau kita ingat akan definisi daripada kurva tak acuh. Kurva
tak acuh adalah kurva yang sama. Apabila dua kurva tak acuh berpotongan maka titik
potong tersebut menunjukkan dua tingkat kepuasan berbeda, yang dengan sensirinya
merupak hal yang kontradiksi.
4. Setiap titik pada medan tak-acuh dilalui oleh sebuah kurva tak acuh. Ini berarti
bahwa setiap konsumen memiliki kurva tak acuh yang tidak terhingga banyaknya
yang satu dengan yang lain tidak saling berpotongan. Sistem tak acuh atau
indifference system seorang konsumen yang terdiri dari pada kurva-kurva tak acuh
yang dimilikinya inilah yang biasa disebut medan tak-acuh dan indifference map.
Medan tak acuh berbeda-beda antara konsumen yang satu dengan konsumen yang lain
disebabkan oleh selera mereka yang berbeda.

Anda mungkin juga menyukai