Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KAIDAH MUAMALAT KE 1:
HUKUM DASAR MUAMALAT ADALAH MUBAH

DI
S
U
S
U
N

Oleh,

DIDIK PERMANA
202201053

JUNAIDI
202201060

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI SYARIAH BENGKALIS


PROGRAM STUDI AKUTANSI SYARIAH
BENGKALIS
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan

rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah tentang

"Hukum Muamalah: Mubah".

Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

telah turut memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah ini. Tentunya, tidak

akan bisa maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.

Sebagai penyusun, penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik

dari penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh karena

itu, penulis dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar penulis

dapat memperbaiki makalah ini. Penulis berharap semoga makalah yang penulis

susun ini memberikan manfaat dan juga inspirasi untuk pembaca.

Bengkalis, Maret 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR........................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1
1.1 Latar Belakang....................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN....................................................................... 3
2.1 Pengertian, Urgensi dan Kedudukan Mualamalah................ 3
2.2 Tujuan dan Ruang Lingkup Muamalah................................. 6
2.3 Hukum Muamalah................................................................. 11

BAB III KESIMPULAN....................................................................... 12


DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Islam adalah cara hidup, dan cara hidup yang ditampilkan adalah cara hidup
yang lengkap dan sempurna. Semua tata cara kehidupan, rencana dan berbagai
sifatnya disandarkan kepada al-Quran dan as-Sunnah, sementara segala permasalahan
yang tidak disebut secara terang atau masih diperselisihkan akan ditentukan secara
ijma’ oleh para ulama yang muktabar dan qiyas. Ulama telah memperincikan lima
bidang utama dalam menetapkan kaedah hukum yaitu: Ibadat, Jinayat (yang juga
dikenal sebagai Uqubat), Munakahat dan Mu’amalat. Dan setiap satu bidang itu
mempunyai fiqih tersendiri.

Pelaksanaan yang berdasarkan atas kaidah Fiqh dan syariat inilah yang akan
menghasilkan natijah yang benar seperti mengelak penindasan dan penipuan, di
samping membentuk jati diri menjadi manusia yang jujur, amanah, adil, tulus,
membantu fakir miskin dan dari sinilah keindahan Islam dapat kita rasakan bersama.
Dalam hidup bermasyarakat, manusia selalu berhubungan satu sama lain, disadari
atau tidak, untuk mencukupkan kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Pergaulan hidup
tempat setiap orang melakukan perbuatan dalam hubungannya dengan orang-orang
lain disebut muamalat.

Dalam pembahasan fiqih, akad atau kontrak yang dapat digunakan bertransaksi
sangat beragam, sesuai dengan karakteristik dan spesifikasi kebutuhan yang ada.
Sebelum membahas lebih lanjut tentang pembagian atau macam-macam akad secara
spesifik, akan dijelaskan teori akad secara umum yang nantinya akan dijadikan
sebagai dasar untuk melakukan akad-akad lainnya secara khusus . Maka dari itu,
dalam makalah ini saya akan mencoba untuk menguraikan mengenai berbagai hal

1
yang terkait dengan akad dalam pelaksanaan muamalah di dalam kehidupan kita
sehari-hari.

Dalam rangka pemenuhan kebutuhan yang beragam tersebut tidak mungkin


diproduksi sendiri oleh individu yang bersangkutan, dengan kata lain dia harus
bekerja sama dengan orang lain, manusia dijadikan Allah swt sebagai makhluk sosial
yang tidak lepas dari kehidupan bermasyarakat, membutuhkan antara satu dengan
yang lain, sehingga terjadi interaksi dan kontak sesama manusia lainnya dalam
rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, dan manusia berusaha mencari karunia Allah
swt yang ada di muka bumi ini sebagai sumber ekonomi, interaksi manusia dengan
segala tujuannya tersebut diatur dalam Islam dalam bentuk ilmu yang disebut fiqih
muamalah, berbeda dengan fiqih lain seperti fiqih ibadah, fiqih muamalah lebih
bersifat fleksibel (Djuwaini, 2010). Dalam muamalah, Islam juga memberikan aturan
hukum yang dapat dijadikan sebagai pedoman baik yang terdapat dalam al-Qur’an
maupun sunnah Rasulullah

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah arti, kedudukan dan urgensi mua’amalah?
2. Apakah tujuan dan ruang lingkup muamalah?
3. Apakah prinsip yang mendasari muamalah?
4. Apakah Hukum Muamalah?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui arti, kedudukan dan urgensi mua’amalah
2. Mengetahui tujuan dan ruang lingkup muamalah
3. Mengetahui prinsip yang mendasari muamalah
4. Mengetahui Hukum Muamalah

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian, kedudukan dan urgensi muamalah
a. Pegertian Muamalah
Dari segi bahasa, muamalah berasal dari kata (ammalaa, yuamilu, muamalat)
yang berarti perlakuan atau tindakan terhadap orang lain, hubungan kepentingan.
Sedangkan pengertian harfiahnya adalah suatu aktivitas yang dilakukan oleh
seseorang dengan seseorang lain atau beberapa orang dalam memenuhi kebutuhan
masing-masing. Kata “seseorang” dalam definisi di atas adalah orang/manusia yg
sudah mukallaf, yg dikenai beban taklif, yaitu orang yang telah berakal baligh dan
cerdas. Pengertian Muamalah dari segi istilah dapat diartikan dengan arti yang luas
dan dapat pula dengan arti yang sempit.
Definisi muamalah dalam arti luas adalah aturan aturan (hukum) Allah untuk
mengatur manusia dalam kaitannya dengan urusan duniawi dalam pergaulan social.
Muamalah dalam arti luas menurut beberapa tokoh :

 Menurut Ad-Dimyathi : “Suatu aktivitas keduniaan untuk mewujudkan


keberhasilan akhirat”

 Menurut Yusuf Musa : “Peraturan-peraturan Allah yang harus diikuti dan


dita’ati dalam hidup bermasyarakat untuk menjaga kepentingan manusia”.
“Segala peraturan yang diciptakan Allah untuk mengatur hubungan manusia
dengan manusia dalam kehidupannya”
Sedangkan dalam arti yang sempit adalah pengertian muamalah yaitu
muamalah adalah semua transaksi atau perjanjian yang dilakukan oleh manusia dalam
hal tukar menukar manfaat. Muamalah dalam arti sempit menurut beberapa tokoh :

 Khudhari Byk: “Semua akad yang membolehkan manusia saling menukar


manfaatnya”
 Rasyid Ridha : “Tukar menukar barang atau sesuatu yang bermanfaat
dengan cara yang ditentukan”

3
Berikut pengertian muamalah menurut beberapa tokoh :
 Menurut Louis Ma’luf, pengertian muamalah adalah hukum-hukum syara
yang berkaitan dengan urusan dunia, dan kehidupan manusia, seperti jual beli,
perdagangan, dan lain sebagainya.
 Menurut Ahmad Ibrahim Bek, menyatakan muamalah adalah peraturan-
peraturan mengenai tiap yang berhubungan dengan urusan dunia, seperti
perdagangan dan semua mengenai kebendaan, perkawinan, thalak, sanksi-
sanksi, peradilan dan yang berhubungan dengan manajemen perkantoran, baik
umum ataupun khusus, yang telah ditetapkan dasar-dasarnya secara umum
atau global dan terperinci untuk dijadikan petunjuk bagi manusia dalam
bertukar manfaat di antara mereka.
Dari berbagai pengertian muamalah tersebut, dipahami bahwa muamalah
adalah segala peraturan yang mengatur hubungan antara sesama manusia, baik yang
seagama maupun tidak seagama, antara manusia dengan kehidupannya, dan antara
manusia dengan alam sekitarnya.
b. Kedudukan Muamalah
Muamalat dengan pengertian pergaulan hidup tempat setiap orang melakukan
perbuatan dalam hubungan dengan orang-orang lain yang menimbulkan hubungan
hak wajib itu merupakan bagian terbesar dalam hidup manusia. Oleh karenanya
agama Islam menempatkan bidang muamalat ini sedemikian penting, sampai hadis
Nabi mengajarkan bahwa agama adalah muamalat. Muamalat dengan pengertian
terbatas seperti dikemukakan fuqaha’ merupakan bagian terbesar dalam hidup
manusia. Meskipun demikian, hukum Islam dalam memberikan aturan-aturan dalam
bidang muamalat bersifat amat longgar, guna memberi kesempatan perkembangan-
perkembangan hidup manusia dalam bidang ini. Hukum Islam memberi ketentuan
bahwa pada dasarnya pintu perkembangan muamalat senantiasa terbuka, tetapi perlu
diperhatikan agar perkembangan itu jangan sampai menimbulkan kesempitan-
kesempitan hidup pada suatu pihak oleh karena adanya tekanan-tekanan pihak lain.

4
Meskipun bidang muamalat langsung menyangkut pergaulan hidup yang
bersifat duniawi, tetapi nilai-nilai agama tidak dapat dipisahkan, yang berarti bahwa
pergaulan hidup duniawi itu akan mempunyai akibat-akibat di akhirat kelak. Nilai-
nilai agama dalam bidang muamalat itu dicerminkan dalam adanya hukum halal dan
haram yang selalu diperhatikan, misalnya akad jual beli adalah muamalat yang halal,
dan akad utang-piutang dengan riba adalah muamalat yang haram dan sebagainya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedudukan muamalat dalam Islam
diantaranya yaitu:
a. Islam memberikan aturan-aturan yang longgar dalam bidang muamalat,
karena bidang tersebut amat dinamis, mengalami perkembangan.
b. Meskipun demikian, Islam memberikan ketentuan agar perkembangan di
bidang muamalat tersebut tidak menimbulkan ke-madharat-an atau kerugian
salah satu pihak.
c. Meskipun bidang muamalat berkaitan dengan kehidupan duniawi, namun
dalam praktiknya tidak dapat dipisahkan dengan akhirat, sehingga dalam
ketentuannya mengandung aspek halal, haram, sah, rusak dan batal
c. Urgensi Muamalah
Husein Shahhathah (Al-Ustaz Universitas Al-Azhar Cairo) dalam buku Al-
Iltizam bi Dhawabith asy-Syar’iyah fil Muamalat Maliyah (2002) mengatakan, “Fiqh
muamalah ekonomi, menduduki posisi yang sangat penting dalam Islam. Tidak ada
manusia yang tidak terlibat dalam aktivitas muamalah, karena itu hukum
mempelajarinya wajib ‘ain (fardhu) bagi setiap muslim.
Husein Shahhatah, selanjutnya menulis, “Dalam bidang muamalah maliyah ini,
seorang muslim berkewajiban memahami bagaimana ia bermuamalah sebagai
kepatuhan kepada syari’ah Allah SWT. Jika ia tidak memahami muamalah maliyah
ini, maka ia akan terperosok kepada sesuatu yang diharamkan atau syubhat, tanpa ia
sadari. Seorang Muslim yang bertaqwa dan takut kepada Allah SWT, harus berupaya
keras menjadikan muamalahnya sebagai amal shaleh dan ikhlas untuk Allah SWT

5
semata. Memahami/mengetahui hukum muamalah maliyah wajib bagi setiap muslim,
namun untuk menjadi ahli dalam bidang ini hukumnya fardhu kifayah.
Oleh karena itu, Khalifah Umar bin Khattab berkeliling pasar dan berkata :
“Tidak boleh berjual-beli di pasar kita, kecuali orang yang benar-benar telah mengerti
fiqh (muamalah) dalam agama Islam” (H.R.Tarmizi).
Berdasarkan ucapan Umar di atas, maka dapat dijabarkan lebih lanjut bahwa
umat Islam Tidak boleh beraktifitas bisnis, Tidak boleh berdagang, Tidak boleh
beraktivitas per-bankan, Tidak boleh beraktifitas asuransi, Tidak boleh beraktifitas
pasar modal, Tidak boleh beraktifitas koperasi, Tidak boleh beraktifitas pegadaian,
Tidak boleh beraktifitas reksadana, Tidak boleh beraktifitas bisnis MLM, Tidak
boleh beraktifitas jual-beli, Tidak boleh berkegiatan ekonomi apapun, kecuali faham
fiqh muamalah. Sehubungan dengan itulah Dr.Abdul Sattar menyimpulkan muamalat
adalah inti terdalam dari tujuan agama Islam untuk mewujudkan kemaslahatan
manusia.
Dalam konteks ini Allah berfirman :
Saudara mereka, Syu’aib. Ia berkata, “Hai Kaumku sembahlah Allah, sekali-
kali Tiada Tuhan bagimu selain Dia. Dan Janganlah kamu kurangi takaran dan
timbangan. Sesungguhnya aku melihat kamu dalam keadaan yang baik.
Sesungguhnya aku khawatir terhadapmu akan azab hari yang membinasakan
(kiamat)”. Dan kepada penduduk Madyan, Kami utus dan Syu’aib berkata, ”Hai
kaumku sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Janganlah kamu
merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat
kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan. (Hud : 84,85)
2.2 Tujuan dan ruang lingkup muamalah

1. yaitu supaya didalam kehidupan manusia tidak akan berlaku sesuatu


kecurangan seperti rampas-merampas,ceroboh-menceroboh pada pemilikan
serta tipudaya dan sebagainya.
2. Kehendak manusia itu sendiri ialah meletakkan manusia nilai dan taraf

6
yang tinggi sehingga beroleh keredhaan Allah di dunia dan di akhirat.
3. Muamalat juga menentukan peraturan-peraturan berusaha dan bekerja
untuk manusia dengan jalan yang halal.

Sabda Rasulullah s.a.w : maksudnya :


Daripada Abdullah bin An – Nukman bin Basyir r.anhuma katanya : “Aku
telah mendengar Rasullullah s.a.w bersabda : Sesungguhnya yang halal itu telah
nyata (jelas hukumnya) dan yang haram itu juga telah nyata (jelas hukumnya) dan di
antara kedua-duanya (halal dan haram) itu terdapat perkara- perkara syubhah (yang
tidak jelas akan kehalalan dan keharamannya) yang tidak di ketahui oleh ramai
manusia, maka barangsiapa yang berjaga-jaga dari perkara- perkara yang syubhah
sesungguhnya ia telah membebaskan dirinya dengan agama dan kehormatannya dan
barangsiapa yang terjatuh ke dalam perkara-perkara yang syubhah maka
sesungguhnya ia telah terjatuh ke dalam perkara-perkara yang haram, seumpama
pengembala yang mengembala di sekitar padang rumput yang berpagar hampir-
hampir binatang gembalaannya masuk dan memakan rumput- rampai yang berpagar
ini . Maka ketahuilah sesungguhnya bagi setiap raja itu ada padanya kawasan
larangan dan ketahuilah bahawa sesungguhnya Kawasan larangan Allah adalah
perkara - perkara yang telah di haramkannya . Dan ketahuilah sesungguhnya di
dalam tubuh itu terdapat satu ketul daging, jika ia baik maka baiklah keseluruhan
tubuh dan sekiranya ia rusak maka rusak pulalah keseluruhan jasad, sesungguhnya ia
adalah hati." (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim).
Secara garis besar ruang lingkup fiqih muamalah adalah seluruh kegiatan
muamalah manusia berdasarkan hukum – hukum islam yang berupa peraturan –
peraturan yang berisi perintah atau larangan seperti wajib, sunnah, haram, makruh
dan mubah. Hukum – hukum fiqih terdiri dari hukum – hukum yang menyangkut
urusan ibadah dalam kaitannya dengan hubungan vertical antara manusia dengan
Allah dan hubungan manusia dengan manusia lainnya.

7
Menurut Ibnu Abidin, fiqih muamalah terbagi menjadi 5 (lima) bagian,
yaitu:

a. Muawadlah maaliyah (hukum kebendaan).

b. Munakahat (hukum perkawinan).

c. Muhasanat ( hukum acara).

d. Amanat dan ‘Aryah (pinjaman).

e. Tirkah (harta peninggalan).


Al Fikri dalam kitabnya Al Muamalah Al Madiyah wa Al Adabiyah
menyatakan bahwa muamalah dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu:
1. Al-Muamalah Al-Adabiyah
Al Muamalah Al Abdiyah adalah muamalah yang ditinjau dari segi cara tukar
menukar benda, yang bersumber dari panca indera manusia, yang unsur
penegakannya adalah hak dan kewajiban. Hal-hal yang termasuk Al- Muamalah Al-
Adabiyah adalah ijab kabul, saling meridhai, tidak ada keterpaksaan dari salah satu
pihak, hak dan kewajiban, kejujuran pedagang, penipuan, pemalsuan, dan segala
sesuatu yang bersumber dari indera manusia yang ada kaitannya dengan peredaran
harta.
2. Al Muamalah Al Madiyah
Al Muamalah Al Madiyah adalah muamalah yang mengkaji obyeknya. Oleh
karena itu, sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa Al Muamalah Al Madiyah
adalah muamalah yang bersifat kebendaan, karena obyek fiqih muamalah adalah
benda, yang halal, haram dan syubhat untuk diperjualbelikan, benda-benda yang
memadharatkan dan benda yang mendatangkan kemaslahatan bagi manusia serta
segi-segi yang lainnya.
Ruang lingkup hukum muamalah di dalam fiqih biasanya dimasukkan di dalam
bab fashal mengenai buyu’, jamak dari bai’ yang berarti jual beli mencakup tentang
perikatan-perikatan di antara sesama anggota masyarakat dalam masalah kebendaan

8
meliputi antara lain:
1. Al-bai’ at-Tijarah (Jual beli) menurut bahasa adalah memberikan
sesuatu kepada orang lain dengan imbalan sesuatu yang lain. Sedangkan
menurut syara’ adalah memberikan suatu benda kepada orang lain dengan
imbalan benda yang lain menurut ketentuan yang khusus.
2. rahn (Gadai). yaitu menjadikan sesuatu benda yang bisa diperjualbelikan
untuk kepercayaan atas hutangnya dan apabila tidak bisa membayar
hutangnya maka pembayarannya diambilkan dari benda tersebut.
3. Kafalah (Jaminan/ tanggungan). yaitu menjaminkan sesuatu atas hutang
yang menjadi tanggungannya, baik yang tetap atau sudah dialihkan kepada
pihak lain.
4. Hiwalah (Pemindahan utang). yakni mengalihkan hutangnya seorang
debitur kepada orang lain yang berhutang kepada dirinya.
5. Taflis (Jatuh bangkit). orang yang pailit disebut muflis yaitu orang yang
mempunyai hutang kepada orang lain yang sudah jatuh tempo dan hutang
tersebut melebihi jumlah hartanya.
6. Al hajru (Batas bertindak). adalah larangan bagi seseorang untuk
mengelola kekayaan karena masih kecil atau akalnya tidak
sempurna.Allah melarang memberi harta kepada para pemilik yang tidak
mampu mengelola hartanya dengan baik. Seperti anak yatim yang belum
baligh, orang yang bodoh, dan orang yang padir.
7. Asy-syirkah (Perseroan atau perkongsian). ada dua macam yaitu: (1)
kepemilikan bersama atas suatu barang oleh dua orang baik berupa
warisan atau dari pembelian, (2) persekutuan untuk menjalankan
perdagangan barang yang dimiliki berdua.
8. Al-mudharabah (Perseroan harta dan tenaga). adalah akad (transaksi)
antara dua pihak dimana salah satu pihak menyerahkan harta kepada yang
lain agar diperdagangkan dengan pembagian keuntungan diantara
keduanya sesuai dengan kesepakatan.

9
9. Mukhorobah. adalah perikatan antara pemilik lahan dan penggarap dengan
bibit dari pemilik lahan.
10. Ijarah, yaitu memberikan manfaat atas suatu barang untuk digunakan
orang lain dengan membayar ongkos tertentu.
11. Musaqah (Pembagian hasil pertanian), yaitu perjanjian antara pemilik
lahan dengan penggarap untuk mengolah, merawat dan menyirami dengan
perjanjian hasil yang diperoleh dibagi antara mereka berdua.
12. Muzara’ah, (Kerjasama dalam perdagangan) adalah perikatan antara
pemilik lahan dengan penggarap akan tetapi bibit tanaman dari penggarap
13. asy-syuf’ah (Gugatan). yaitu hak mendahului untuk membeli atas barang
yang dijual oleh teman persekutuannya dalam penjualan tanah dan barang
yang ada di atasnya seperti bangunan dan tumbuh-tumbuhan.
14. al-ji’alah (Sayembara), hadiah atau pemberian seseorang dalam jumlah
tertentu kepada orang yang mengerjakan perbuatan khusus.
15. al-hibbah (Pemberian). Hibah adalah akad pemberian harta milik
seseorang kepada orang lain diwaktu ia hidup tanpa adanya imbalan
sebagai tanda kasih sayang
16. al-ibra’ (Pembebasan), pembebasan dr tanggung jawab atas suatu
tanggungan
17. Ash-Shulhu (perdamaian bisnis), akad berupa perjanjian diantara dua
orang yang berselisih atau berperkara untuk menyelesaikan perselisihan
diantara keduanya.
18. Beberapa masalah mu’ashirah (mukhadisah), seperti masalah bunga bank,
asuransi, kredit, dan masalah lainnnya.
19. ariyah (Pinjaman barang), memberikan manfaat sesuatu yang halal kepada
yang lain untuk diambil manfaatnya dengan tidak merusakkan zatnya,
agar zat barang itu dapat dikembalikan.
20. al-ijarah (Sewa menyewa), yaitu memberikan manfaat atas suatu barang
untuk digunakan orang lain dengan membayar ongkos tertentu

10
21. wadi’ah (Penitipan barang), titipan murni dari satu pihak ke pihak yang
lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan
dikembalikan kapan saja si penitip menghendakinya.
22. Waqaf, yaitu menanam suatu benda yang bisa diambil manfaatnya dan
bersifat tetap untuk satu tasharruf tertentu saja.
23. Iqrar (Pengakuan), yaitu pengakuan seseorang atas suatu hak yang
menjadi tanggungannya.
24. Washiat, yaitu pemberian suatu hak kebendaan yang digantungkan setelah
pemilik benda tersebut mati.
2.3 Hukum mualamalah

Ulama fiqih sepakat bahwa hukum asal dalam transaksi muamalah adalah
diperbolehkan (mubah) kecuali terdapat nash yang melarangnya. “hukum asal semua
bentuk muamalah adalah boleh dilakukan kecuali ada hal yang mengharamkannya” .
Hukum muamalah mubah – pada dasarnya segala bentuk muamalah hukumnya
adalah boleh. Kecuali aktivitas atau perbuatan muamalah yang dilarang dalam Al-
quran dan Al-hadist. Hal ini memberikan kesempatan dan peluang untuk terciptanya
aneka muamalah baru sesuai perkembangan zaman.

11
BAB III
KESIMPULAN
Dari berbagai penjelasan di atas, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan dahwa
Fiqih Muamalah merupakan ilmu yang mempelajari segala perilaku manusia dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya dengan tujuan memperoleh falah (kedamaian dan
kesejahteraan dunia akhirat). Perilaku manusia di sini berkaitan dengan landasan-
landasan syariah sebagai rujukan berperilaku dan kecenderungan-kecenderungan dari
fitrah manusia. Kedua hal tersebut berinteraksi dengan porsinya masing-masing
sehingga terbentuk sebuah mekanisme ekonomi (muamalah) yang khas dengan dasar-
dasar nilai ilahiyah. Hukum dasar muamalah adalah mubah (boleh).

12
DAFTAR PUSTAKA

Munawwir, Ahmad Warson. 1997. Kamus Arab – Indonesia. Surabaya: Pustaka


Progresif
Djuwaini, D. (2010). Pengantar Fiqih Muamalah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

13

Anda mungkin juga menyukai