Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

TEORI KEPUASAN KONSUMEN

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Mikro Islam

Dosen Pengampu Ibu Putri Catur Ayu Lestari, S.EI., M.A

Disusun Oleh :

Kelompok 3

1. Fitria Nur Layla (222105030067)


2. Ismi Nuvita Wulandari (222105030073)
3. Lidia Ainun Fadilla (222105030077)
4. Dea Nanda Angelita (223105030001)
5. Ainun Wulandari (223105030002)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UIN KH. ACHMAD SIDDIQ JEMBER
FEBRUARI 2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa kami ucapkan selalu kepada Tuhan YME atas rida dan
rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Teori Kepuasan
Konsumen”.

Tidak lupa, kami ucapkan terima kasih kepada Dosen Pengampu Ibu Putri Catur Ayu
Lestari, S.EI., M.A yang telah membimbing dan membantu kami dalam proses penyusunan
makalah ini. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada teman-teman yang telah
membantu baik secara moral maupun materi sehingga makalah ini dapat terwujud.

Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dan kesalahan dalam penulisan
makalah yang disusun. Oleh karena itu, penulis memohon maaf atas kesalahan tersebut. Kritik
dan saran dari pembaca senantiasa ditunggu oleh penulis untuk meningkatkan kualitas tulisan
ke depannya.

Jember, 27 Februari 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................2

DAFTAR ISI..........................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................4

1.1 Latar Belakang..............................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................................4

1.3 Tujuan...........................................................................................................................5

1.4 Manfaat.........................................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................6
2.1 Teori Fungsi Kesejahteraan, Maximizer, dan Utilitas oleh Imam Al Ghazali.............6

2.2 Teori Fungsi Utility (Utility Function).........................................................................8

2.3 Teori Budget Line (Garis Anggaran)..........................................................................11

2.4 Solusi Optimal............................................................................................................13

2.5 Perspektif Islam..........................................................................................................14

BAB III PENUTUP..............................................................................................................21

3.1 Kesimpulan.................................................................................................................21

3.2 Saran...........................................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................22

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan juga teknologi, konsep
pemasaran modern mengalami perkembangan yang pesat. Produsen berlomba-lomba untuk
bersaing dengan kompetitor. Kualitas produk merupakan faktor yang mempengaruhi
kepuasan konsumen. Kualitas produk ditentukan oleh sekumpulan kegunaan dan juga
fungsinya, termasuk kinerja, daya tahan, kesesuaian, estetika produk, dan juga kesan
produk. Kepuasan konsumen juga bisa tergantung pada kualitas layanan yang ditawarkan
oleh perusahaan.

Kepuasan konsumen merupakan suatu keadaan dimana kebutuhan, keinginan, dan


harapan konsumen, dapat terpenuhi melalui produk yang dikonsumsi ataupun jasa yang
diterima. Kepuasan dapat terlihat dari respon konsumen terhadap evaluasi ketidaksesuaian
yang dipersepsikan antara harapan awal (atau standar kinerja tertentu) dengan kinerja nyata
produk yang dirasakan setelah pemerolehan produk dan jasa.

Pada dasarnya tujuan dari suatu bisnis adalah untuk memperoleh laba yang besar dan
menciptakan konsumen yang puas. Masalah kepuasan konsumen menjadi kompleks karena
perusahaan perlu memperhatikan aspek-aspek lain yang ada. Terciptanya kepuasan
konsumen memberikan beberapa manfaat, diantaranya hubungan antar perusahaan dan
konsumen menjadi harmonis, terciptanya loyalitas konsumen, dan juga membentuk suatu
rekomendasi.

Dalam membangun teori perilaku konsumen dalam kaitannya dengan perilaku


konsumen untuk memaksimumkan kepuasan, dapat digunakan empat pilihan prinsip
pilihan rasional, yang meliputi Kelengkapan (Completeness), Transitivitas (Transitivity),
Kesinambungan (Continuity), dan Prinsip Lebih Banyak Lebih Baik (The More Is The
Better).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan masalah pada makalah ini
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pendapat teori Fungsi Kesejahteraan, Maximizer, dan Utilitas oleh
Imam Al Ghazali?
4
2. Bagaimana teori Fungsi Utility (Utility Function) dikemukakan?
3. Bagaimana teori Budget Line (Garis Anggaran) dikemukakan?
4. Bagaimana Solusi Optimal pada Teori Kepuasan Konsumen?
5. Bagaimana Perspektif Islam pada Teori Kepuasan Konsumen?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka dapat disimpulkan tujuan penyusunan
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pendapat teori Fungsi Kesejahteraan, Maximizer, dan Utilitas
oleh Imam Al Ghazali.
2. Untuk mengetahui teori Fungsi Utility (Utility Function).
3. Untuk mengetahui teori Budget Line (Garis Anggaran).
4. Untuk mengetahui Solusi Optimal pada Teori Kepuasan Konsumen.
5. Untuk mengetahui Perspektif Islam pada Teori Kepuasan Konsumen.
1.4 Manfaat

Manfaat yang dapat diambil dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat untuk penulis

Penulis berusaha untuk menambah informasi dan wawasannya serta membagikan


pengetahuannya kepada pembaca.
2. Manfaat untuk pembaca
Pembaca dapat menambah informasi dan wawasan tentang Teori Kepuasan
Konsumen serta pembaca dapat menyimpulkan bahwa informasi dan wawasan
mengenai Teori Kepuasan Konsumen dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-
hari.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Teori Fungsi Kesejahteraan, Maximizer, dan Utilitas oleh Imam Al Ghazali
Seorang ulama besar,Imam Al-Ghazali yang lahir pada tahun 450/1058,telar.
memberikan sumbangan yang besar dalam pengembangan dan pemikiran dalam. dunia
Islam. Salah satu yang patut untuk kita bahas dalam bab ini adalah fungsi kesejahteraan
sosial Islam begitu juga tentang pandangannya tentang perar.aktivitas ekonomi secara
umum.
Sebuah tema yang menjadi pangkal tolak sepanjang karya-karyanya adalah konsep
maslahat, atau kesejahteraan sosial atau utilitas ("kebaikan bersama"), sebuzh konsep
yang mencakup semua urusan manusia, baik urusan ekonomi maupun urusan lainnya. dan
yang membuat kaitan yang erat antara individu dengan masyarakat.Sesungguhnya
seorang penulis telah menyatakan bahwa Al-Ghazali telah menemukan "sebuah konsep
fungsi kesejahteraan sosial yang sulit diruntuhkan dan yang telah dirindukan oleh
ekonom-ekonom modern."1 Dalam meningkatkan kesejahteraan sosial,Imam Al-Ghazali
mengelompokkan dan mengidentifikasi semua masalah baik yang berupa masalih
(utilitas,manfaat) maupun mafasid (disutilitas, kerusakan) dalam meningkatkan
kesejahteraan sosial. Selanjutnya ia mendefinisikan fungsi sosial dalam kerangka hierarki
kebutuhan individu dan sosial.

Menurut Al-Ghazali, kesejahteraan (maslahah) dari suatu masyarakat tergantung


kepada pencarian dan pemeliharaan lima tujuan dasar: (1) agama (al-dien), (2)hidup atau
jiwa (nafs); (3) keluarga atau keturunan (nasl);(4) harta atau kekayaan (maal);dan (5)
intelek atau akal (aql). Ia menitikberatkan bahwa sesuai tuntunan wahyu, “kebaikan dunia
ini dan akhirat (maslahat al-din waal-dunya) merupakan tujuan utamanya.”

Ia mendefinisikan aspek ekonomi dari fungsi kesejahteraan sosialnya dalam kerangka


sebuah hierarki utilitas individu dan sosial yang tripartit meliputi: kebutuhan (daruriat):
kesenangan atau kenyamanan (hajaat): dan kemewahan (tahsinaat)--sebuah klasifikasi
peninggalan tradisi Aristotelian, yang disebut oleh seorang sarjana sebagai "kebutuhan
ordinal" (kebutuhan dasar, kebutuhan terhadap barang-barang "eksternal," dan terhadap
barang-barang psikis).' Kunci pemeliharaan dari kelima tujuan dasar ini terletak pada
penyediaan tingkatan pertama, yaitu kebutuhan seperti makanan, pakaian, dan
1
A. Karim, Adiwarman. (2017). Ekonomi Mikro Islami. Jakarta: Rajawali Pers, edisi 3.
6
perumahan. Namun demikian, Ghazali menyadari bahwa kebutuhan-kebutuhan dasar
demikian cenderung fleksibel mengikuti waktu dan tempat dan dapat mencakup bahkan
kebutuhan-kebutuhan sosiopsikologis. Kelompok keburuhan kedua "terdiri dari semua
kegiatan dan hal-hal yang tidak vital bagi lima fondasi tersebut, tetapi dibutuhkan untuk
menghilangkan rintangan dan kesukaran dalam hidup." Kelompok ketiga "mencakup
kegiatan-kegiatan dan hal-hal yang lebih jauh dari sekadar kenyamanan saja; meliputi
hal-hal yang melengkapi, menerangi atau menghiasi hidup."

Walaupun keselamatan merupakan tujuan akhir, Al-Ghazali tidak ingin bila pencarian
keselamatan ini sampai mengabaikan kewajiban-kewajiban duniawi seseorang. Bahkan
pencaharian kegiatan-kegiatan ekonomi bukan saja diinginkan, tetapi merupakan
keharusan bila ingin mencapai keselamatan. Ia menitikberatkan "jalan tengah" dan
"kebenaran" niat seseorang dalam setiap tindakan. Bila niarnya sesuai dengan aturan ilahi,
maka aktivitas ekonomi serupa dengan ibadah-bagian dari panggilan seseorang.

Tambahan pula, Al-Ghazali memandang perkembangan ekonomi sebagai bagian


daritugas-tugas kewajiban sosial (fardal-kifayah) yang sudah ditetapkan Allah:jika hal-hal
ini tidak dipenuhi, kehidupan dunia akan runtuh dan kemanusiaan akan binasa. Dan ia
bersikeras bahwa pencaharian hal-hal ini harus dilakukan secara efisien, karena perbuatan
demikian merupakan bagian dari pemenuhan tugas keagamaan seseorang," Selanjutnya, ia
mengidentifikasi tiga alasan mengapa seseorang harus melakukan aktiviras-aktivitas
ekonomi: (1) mencukupi kebutuhan hidup yang bersangkutan; (2) mensejahterakan
keluarga; dan (3) membantu orang lain yang membutuhkan.Tidak terpenuhinya ketiga
alasan ini dapat "dipersalahkan" menurut agama.

Ghazali mengkritik mereka yang usahanya hanya terbatas untuk memenuhi tingkatan
subsisten dalam hidupnya:

"Jika orang-orang tetap tinggal pada tingkatan subsisten (saddalramaq) dan menjadi
sangat lemah, angka kematian akan meningkat, semua pekerjaan dan kerajinan akan
berhenti, dan masyarakat akan binasa. Selanjutnya,agama akan hancur, karena
kehidupan dunia adalah persiapan bagi kehidupan akhirat."

Oleh karena itu, seandainya kehidupan subsisten merupakan suatu norma,usaha


produktif manusia akan merugi, dan menambah kerugian spiritual masyarakat.

7
Walaupun Ghazali memandang manusia sebagai "maximizers" dan selalu ingin lebih,
ia tidak melihat kecenderungan tersebut sebagai sesuatu yang harus dikutuk agama.

Jelaslah bahwa Ghazali tidak hanya menyadari keinginan manusia untuk


mengumpulkan kekayaan, tetapi juga kebutuhannya untuk persiapan di masa depan.
Namun demikian, ia memperingatkan bahwa jika semangat "selalu ingin lebih" ini
menjurus kepada keserakahan dan pengejaran nafsu pribadi, maka hal itu pantas dikutuk.
Dalam pengertian inilah ia memandang kekayaan sebagai "ujian terbesar"

"Manusia senang mengumpulkan kekayaan dan kepemilikan yang bermacam


ragam.Bila ia sudah memiliki dua lembah emas, maka ia juga akan menginginkan lembah
emasyang ketiga" (ihya, 2:280). Kenapa? Karena "manusia memiliki aspirasi yang tinggi.
la selalu berpikir bahwa kekayaan yang sekarang cukup mungkin tidak akan bertahan,
atau mungkin akan hancur sehingga ia akan membutuhkan lebih banyak lagi. la berusaha
untuk mengatasi ketakutan ini dengan mengumpulkan lebih banyak lagi. Tetapi ketakutan
semacam ini tidak akan berakhir, bahkan bila ia memiliki semua harta di dunia" (Ihya,
3:346).

2.2 Teori Fungsi Utility (Utility Function)


Dalam ilmu ekonomi tingkat kepuasan (utilityfunction) digam-barkan oleh kurva
indiferensi (indiferencecurve). Biasanya yang digambarkan adalah tingkat kepuasan
antara dua barang (atau jasa) yang sifatnya sama-sama disukai oleh konsumen. Kurva
indiferensi memperlihatkan semua kombinasi produk yang memberikan tingkat kepuasan
yang sama kepada seseorang.

Kurva indiferensi digambarkan dengan bentuk yang cembung ter-hadap titik origin (0).
Kemiringannya menurun dari ķiri atas ke kanan bawah. Hal ini karena aksioma

8
rasionalitas lebih banyak akan lebih baik. Semua kombinasi titik pada kurva indiferensi
yang sama memi-liki tingkat kepuasan yang sama.

Kurva indiferensi yang cembung ke arah titik origin (0, 0) men-jelaskan kadar
penggantian marginal. Tingkat penggantian marginal menggambarkan besarnya
pengorbanan atas konsumsi suatu barang. untuk menambah konsumsi barang lainnya
dengan tetap mempertahankan tingkat kepuasan yang diperoleh2.

Prefensi seseorang untuk semua kombinasi barang X dan barang Y dapat digambarkan
dengan seperangkat kurva indiferensi yang disebut pctaindiferensi (indifference map).
Dalam kurva indiferensi semakin tinggi tingkat kepuasan seseorang maka sęmakin tinggi
pula kurva indiferensinya. Secara grafis tingkat kepuasannya yang lebih tinggi
digambarkan dengan tingkat kepuasan yang letaknya di sebelah kanan atas. Kumpulan
kurva indiferensi pada gambar hanya dapat mengatakan bahwa semakin ke kanan atas
maka semakin tinggi tingkat kepuasannya, tetapi tidak dapat mengatakan seberapa kali
lipat peningkatan kepuasannya tersebut. Misalnya, walaupun U 3 jaraknya terhadap titik
origin (0, 0) adalah tiga kali U 1, tidak berarti tingkat kepuasan U3 adalah tiga kali lipat U1.
Yang dapat dikatakan hanya U3 memberi tingkat kepuasan yang lebih besar dari U1.

2
Al-Arif, M. Nur Rianto. 2010. Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi
Konvensional. Jakarta: Kencana.
9
Selain itu kurva indiferensi sifatnya tidak boleh berpotongans antar kurva indiferensi
yang satu dan kurva indiferensi yang lain. Jika kurva tersebut berpotongan maka terjadi
pelanggaran terhadap ak-sioma kepuasan yaitu tidak adanya konsistensi.

Bentuk kurva indiferensi dapat menunjukkan berbagai tingkat kesediaan untuk


menggantikan suatu barang dengan yang lainnya, yaitu:

1. Substitusi Sempurna
Untuk kasus pertama ini akan memperlihatkan preferensi seorang konsumen-
sebut saja namanya Amir--dalam mengonsumsi bubur ayam atau lontong sayur
untuk sarapannya. Kedua barang ini merupakan substitusi yang sempurna untuk
Amir,karęna ia sama sekali tidak peduli apakah makan bubur ayam atau lontong
sayur. Sebab akan sama saja kepuasan yang didapat dari mengonsumsi dua produk
tersebut, yaitu sama-sama memberikan rasa kenyang dan energi untuk
beraktivitas. Dalam hal ini, tingkat substitusi marginal dari bubur ayam dan
lonting sayur yaitu. Amir selalu bersedia mempertukarkan yang satu dengan yang
lainnya.
Dengan kata lain, dua barang tersebut merupakan substitusi sęmpurna bila
tingkat substitusi marginal satu, barang untuk yang lainnya adalah konstan, yaitu
kurva indiferensi yang menggambarkan pilihan situasi tukar antara konsumsi
barang-barang tersebut merupakan garis lurus. Hal ini digambarkan secara grafis
pada Gambar.
2. Komplemen Sempurna

Untuk kasus yang kedua akan menggambarkan preferensi Ahmad untuk


sepatu kiri dan sepatu kanan. Bagi Ahmad, kedua barang tersebut merupakan
komplemen sempurna (saling melengkapi), karena sepatu kiri saja tidak akan
meningkatkan kepuasannya, tėrkecuali jika ia dapat memperoleh sepatu kanan
yang cocok. Kareną sepatu satu sisi saja tidak akan dapat digunakan. Dalam hal

10
ini, tingkat substitusi marginal dari sepatu kiri untuk sepatu kanan adalah nol biar
pun tersedia lebih banyak sepatu kanan daripada sepatu kiri, karena Ahmad tidak
akan menyerahkan satu pun sepatu kiri untuk mendapatkan sepatu kanan
tambahan. Dua barang tersebut adalah komplemen sempurna apabila kurva
indiferensi untuk barang-barang itu berbentuk siku-siku. Hal ini, digambarkan
secara grafis pada Gambar.

2.3 Teori Budget Line (Garis Anggaran)

Budget Line (Garis Anggaran Pengeluaran) adalah garis yang menunjukkan


berbagaigabungan barang-barang yang dapat dibeli oleh sejumlah pendapatan tertentu.
(Batas keuangan konsumen untuk membeli)3.
Faktor yang dapat merubah Budget Line :
1. Perubahan Harga.
Jika harga suatu barang naik, maka Budget Line akan mengarahke titik Origin dan
jika harga suatu barang turun, maka Budget Line akan bergesermenjauhi titik 0.
2. Perubahan Pendapatan.
Jika pendapatan naik, Budget Line akan bergeser ke kanan/menjauhi titk Origin.
Dan sebaliknya.
Seorang konsumen akan mencapai tingkat kepuasan maksimum dengan
syarat bahwa dia mencapai titik dimana Bugdet Line menyinggung Indefference Curve.D
engan diketahuinya citarasa konsumen (yang ditunjukan oleh Kurva KepuasanSama = IC/
Indefference Curve) dan berbagai gabungan barang yang mungkin dibelikonsumen (yang
ditunjukkan oleh Budget Line) dapatlah sekarang ditunjukkankeadaan dimana konsumen
akan mencapai kepuasaan yang maksimum. Untukmaksud tersebut perlu Garis Anggaran
Pengeluaran (BL) dan Indefference Curve(IC) digambarkan dalam satu grafik.
Indefference Curve mempunyai karakteristik:

3
Ibid, hlm. 111-115
11
1) Selera konsumen terhadap barang tertentu dianggap konsisten, akibat dari asumsi
iniadalah kurva indeference tidak pernah bersinggungan berpotongan
(intersection)satu sama lain.
2) Individu atau konsumen lebih menyukai barang dengan jumlah yang lebih
banyakdari pada jumlah yang lebih sedikit, sehingga akibat dari asumsi ini adalah
kurva indeference berslope negatif, yang merfleksikan prinsip umum dimana
individu akanmengorbankan baraang untuk mendapatkan barang yang mempunyai
tingkatkepuasan yang lebih tinggi.
 

3) Kurva indifference menggambarkan efek subtitusi antara barang satu dengan


baranglainnya. Misalnya X dan Y mempunyai efek subtitusi 1:2 maka satu
kenaikan barangX akan menyebabkan penrurunan dua unit barang Y.Tidak hanya
kepuasan optimum yang bisa dicapai menggunakan kurva garis anggaran, namun
solusi optimal juga bisa didapatkan dengan memperhatikan garis anggaran.
Diantaranya:
a. Memaksimalkan tingkat kepuasan pada garis anggaran tertentu.
Ketika seseorang dihadapkan pada suatu garis anggaran tertentu dan
iahanya memiliki sejumlah uang. Maka sebagai solusi ia harus memilihkom
binasi yang bisa mendapatakan kepuasan yang maksimum
denganmenghabiskan seluruh dana yang tersedia.
b. Minimalisasi garis anggran pada tingkat kepuasan tertentu.
Ketika seseorang telah merasa puas dengan hanya mengonsumsi sejumlah
tertentu barang. Maka lebih baik ia menggunakan kombinasi yang memiliki 
kepuasan samadengan yang lain namun menggunakan dana yang lebih
rendah.
12
2.4 Solusi Optimal

Ada dua kasus solusi optimal yang berbeda yang harus dipecahkan oleh setiap
konsumen4, yaitu :

z Maksimalisasi tingkat kepuasan pada garis anggaran tertentu.

Pada kasus pertama konsumen dihadapkan pada suatu garis anggaran tertentu dimana
individu tersebut hanya memiliki sejumlah uang. Dan dia harus mampu memutuskan
tingkat konsumsi yang optimal dalam memaksimalkan kepuasannya. Sebagai contoh,
konsumen dihadapkan pada alternatif pilihan barang :

Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa tingkat pengeluaran tertentu yaitu sebesar Rp
20.000, maka kombinasi barang C lebih baik daripada kombinasi barang A dan B.
Kombinasi C lebih baik daripada A karena lebih banyak mengonsumsi barang X dan pada
kombinasi A dan B terdapat adanya pendapatan yang belum termanfaatkan untuk
dikonsumsi. Pada kombinasi barang A terdapat selisih Rp 10.000, yang belum digunakan
untuk konsumsi, sedangkan dikonsumsi barang B terdapat selisih Rp 5.000, yang belum
termanfaatkan untuk konsumsi. Dalam grafik, hal ini bisa digambarkan dengan kurva
indiferensi yang semakin meningkat dari kurva A menuju kurva B dan pada akhirnya
kepuasan mencapai titik optimum di kurva C, dimana semua pendapatan yang dimiliki

sudah dibelanjakan.

4
Ibid, hlm. 119-121.
13
z Minimalisasi garis anggaran pada tingkat kepuasan tertentu

Kasus yang kedua diasumsikan bahwa seorang konsumen telah merasa puas apabila ia
mengonsumsi sejumlah barang tertentu. Dimisalkan bahwa konsumen tersebut puas
apabila ia mengonsumsi 20 unit barang X dan 30 unit barang Y.

Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa kombinasi C lebih baik daripada kombinasi
A dan B, karena kombinasi C mampu memberikan kepuasan yang sama dengan yang
diberikan pada kombinasi A dan B, namun dengan jumlah pengeluaran yang jauh lebih
rendah. Jika konsumen memilih kombinasi A atau B maka ia harus membayar lebih
mahal untuk jumlah barang yang sama. Hal ini bisa digambarkan secara grafis dengan
garis anggaran yang semakin menurun dari BLA menuju BLb dan mencapai titik optimum

di BLc.

2.5 Perspektif Islam


1. Kurva Iso-Maslahah
Kurva iso-maslahah (IM) menunjukkan kombinasi dua barang/jasa yang
memberikan maslahah yang sama. Setiap konsumen memiliki alternatif kombinasi
berbagai barang/jasa yang diperki- rakan memberikan maslahah yang sama. Semakin
tinggi kurva iso- maslahah berarti semakin banyak barang yang dapat dikonsumsi, hal
ini berarti semakin tinggi pula tingkat maslahah konsumen. 5 Secara grafis tingkat
5
Ibid, hlm. 121-130.
14
maslahah yang lebih tinggi digambarkan dengan tingkat maslahah yang letaknya
berada di sebelah kanan atas. Bagi konsumen semakin ke kanan atas tingkat kepuasan
semakin baik. Bentuk tingkat kepuasan yang cembung terhadap titik O menunjukkan
adanya dimin- ishing marginal rate of return yaitu semakin banyak suatu barang yang
dikonsumsi akan meningkat kepuasan, namun pada tingkat tertentu kepuasan yang
didapat akan semakin menurun.
Dalam Islam konsep ini pun diakui bahwa yang lebih banyak (barang yang halal)
akan lebih baik kepuasannya. Secara konseptual grafik untuk dua barang halal sama
dengan peningkatan utility pada mikrokonvensional. Secara grafis fungsi maslahah
antara dua barang halal dapat digambarkan sebagai berikut:

Dalam konsep Islam sangat penting adanya pembagian jenis barang dan jasa
antara yang haram dan halal. Oleh karena itu, penting untuk menggambarkan dalam
suatu fungsi maslahah. Tingkat maslahah untuk dua barang di mana salah satunya
merupakan barang yang tidak diperkenankan dalam syariat Islam atau suatu jenis
barang yang tidak disukai digambarkan dengan kepuasan yang terbalik seakan
diletakkan cermin. Semakin sedikit barang yang tidak disukai atau diperkenankan
akan memberikan tingkat maslahah yang lebih tinggi.
Hal ini digambarkan dengan fungsi maslahah yang semakin ke kiri atas tingkat
maslahah-nya, di mana barang yang haram (barang yang tidak disukai) berada di
sumbu X dan barang yang halal berada di sumbu Y. Dalam grafik, pergerakan tingkat
kepuasan ke kiri atas menunjukkan semakin banyak barang halal yang dikonsumsi
dan se- makin sedikit barang haram yang dikonsumsi. Semakin banyak barang halal
berarti akan menambah maslahah, sedangkan semakin sedikit barang yang haram
berarti akan mengurangi dis-maslahah. Keadaan yang menambah barang yang halal
dan mengurangi konsumsi barang yang haram akan mampu memberikan tingkat
maslahah yang lebih tinggi.

15
Bila letak barang yang haram dan yang halal ini diubah sumbunya, maka bentuk
tingkat maslahah-nya pun akan berubah. Bila sumbu X menunjukkan barang halal,
sedangkan sumbu Y menunjukkan barang haram, maka bentuk tingkat maslahah akan
berputar 180° dari terbuka menghadap ke kiri atas menjadi menghadap ke kanan
bawah. Dalam grafik ini, pergerakan tingkat maslahah ke kanan bawah menunjukkan
semakin banyak barang halal yang dikonsumsi dan semakin sedikit ba- rang haram
yang dikonsumsi, yang akan mampu memberikan tingkat maslahah yang lebih tinggi.
2. Budget & Syariah Line (Garis Anggaran dan Syariah)
Kemudian bagaimanakah perilaku konsumen muslim bila digam- barkan secara
grafis dengan menggunakan alat analisis kurva indife- rensi. Ada lima hal yang
menjadi perilaku seorang konsumen muslim seperti yang telah dijelaskan pada bab
sebelumnya tentang perilaku konsumsi muslim, oleh karenanya dalam analisis grafis
terhadap perilaku konsumen muslim perlu dilakukan suatu modifikasi di mana batasan
yang membatasi konsumsi seorang konsumen muslim bu- kanlah hanya garis
anggaran semata, namun ada pula batasan yang lain yaitu dengan adanya tambahan
batasan berupa batasan syariah. Sehinggga batasan seorang konsumen muslim secara
grafis dibatasi oleh garis anggaran dan syariah (budget and syariah Line (BSL).

Pada garis anggaran dan syariah ini secara posisi, letaknya be- rada lebih rendah
dibandingkan pada garis anggaran. Karena adanya batasan dalam syariat Islam, seperti
larangan untuk mengonsumsi ba- rang yang haram, larangan riba, larangan untuk
konsumsi yang ber- lebihan dan kewajiban berzakat. Secara grafis hal ini dapat dilihat
pada Gambar.
Selanjutnya di titik manakah tingkat maslahah konsumen muslim yang optimum
dapat tercapai? Yang perlu diingat dalam pembahasan mengenai kepuasan konsumen
16
adalah, seorang konsumen diarahkan untuk mencapai tingkat maslahah yang optimum
dan bukan maksi- mum. Karena salah satu prinsip dalam rasionalitas Islam adalah
lebih banyak tidak selalu lebih baik (the more isn't always the better). Tingkat
maslahah konsumen muslim optimum dapat tercapai pada persing- gungan antara
kurva indiferensi dan garis anggaran dan syariah.
Berdasarkan Gambar tingkat maslahah konsumen muslim paling optimum
adalah pada titik Q" yaitu pada kurva iso-maslahah IM, Karena pada titik inilah terjadi
persinggungan antara kurva iso- maslahah dan garis anggaran dan syariah. Pada kurva
IM,, tingkat maslahah konsumen belum optimum karena adanya pendapatan yang
tidak digunakan untuk konsumsi, sehingga tingkat maslahah konsumen yang optimal
belum tercapai. Sementara pada kurva IM,,meskipun kurva iso-maslahah lebih besar
dibandingkan pada kurva IM, dan terjadi persinggungan dengan garis anggaran,
namun tingkat kepuasan konsumen muslim tidak optimum karena adanya batasan
syariah yang belum dipenuhi, seperti belum dikeluarkannya zakat dari pendapatan
yang diterima atau adanya barang-barang yang tidak boleh dikonsumsi, hal ini
menyebabkan kurva IM, tidak optimum bagi seorang konsumen muslim.

3. Corner Solution
Pilihan antara barang halal dan haram dapat digambarkan dengan tingkat
maslahah yang menghadap ke kiri atas apabila sumbu X digam- barkan sebagai
barang haram, dan sumbu Y sebagai barang halal. Dalam Gambar pergerakan tingkat
kepuasan ke kiri atas menunjukkan semakin banyak barang halal yang dikonsumsi
dan semakin sedikit barang haram yang dikonsumsi. Semakin banyak barang yang
halal berarti menambah maslahah, sedangkan semakin sedikit barang yang haram
berarti mengurangi dis-maslahah, keadaan ini akan memberikan tingkat maslahah
yang lebih tinggi. Ada dua hal yang menjadi corner solution (solusi pojok) bila
dikaitkan dengan solusi optimal:
Maksimalisasi Tingkat Maslahah pada Garis Anggaran Tertentu
Pada kasus ini, bila konsumen dihadapkan pada dua pilihan an- tara barang
haram X dan barang halal Y pada garis anggaran dan syariah tertentu. Maka akan
17
didapat suatu solusi pojok seperti pada gam- bar, yaitu konsumen akan semakin
memperbanyak konsumsinya atas barang halal dan mengurangi atau meninggalkan
konsumsinya atas barang haram, sehingga tingkat maslahah akan semakin meningkat.
Begitu pula sebaliknya apabila sumbu X diganti dengan barang halal dan sumbu Y
menjadi barang haram, maka maslahah yang semakin tinggi didapat apabila terjadi
pergeseran kurva ke arah kanan bawah.

Minimalisasi garis anggaran pada tingkat maslahah tertentu


Pada kasus ini, konsumen dihadapkan pada garis anggaran di mana tingkat
maslahah atas kombinasi barang haram X dan barang halal Y tertentu. Maka akan
didapat suatu solusi pojok seperti pada Gambar 5.16, yaitu konsumen akan semakin
mengurangi garis ang- garannya untuk mendapatkan tingkat maslahah tertentu atas
barang haram X dan barang halal Y.

4. Permintaan Barang Haram dalam Keadaan Darurat


Dalam syariat Islam, yang haram telah jelas dan begitu pula yang halal. Secara
logika ekonomi telah dijelaskan bahwa bila konsumen muslim dihadapkan kepada dua
pilihan yaitu barang halal dan barang haram, solusi optimalnya adalah corner solution
yaitu mengalokasikan seluruh pendapatan yang dimiliki untuk mengonsumsi barang
halal. Corner solution merupakan suatu solusi optimal karena mengonsumsi barang
haram sejumlah nihil berarti akan menghilangkan dimaslahah, selain itu
mengalokasikan seluruh pendapatan untuk mengonsumsi barang halal berarti
meningkatkan maslahah.
Sekarang diasumsikan bahwa ada satu tim ekspedisi pendakian ke suatu gunung,
di mana mereka tersesat dan kehabisan bahan makanan, dan di gunung tersebut
binatang yang banyak adalah babi hutan. Bagi mereka yang hidup pilihannya tidak
18
banyak, yaitu terus bertahan sam- bil berharap tim penyelamat segera tiba, atau
memakan daging babi hutan. Memakan daging babi haram, namun bila pilihannya
antara memakan yang haram atau akan binasa, Islam memberikan kelong- garan untuk
mengonsumsi barang haram sekadarnya untuk bertahan hidup.
Secara grafis keadaan ini ditunjukkan dengan terbatasnya perse- diaan barang
halal X sejumlah QxF, atau dengan kata lain jumlah maksimal barang X yang tersedia
pada keadaan kapasitas penuh adalah sebesar QxF. Dengan asumsi perilaku yang
selalu ingin memaksimal- kan maslahah, maka tingkat maslahah IM, lebih baik
dibandingkan IM,. untuk tingkat maslahah IM, dan IM, solusi optimalnya adalah
corner solution pada garis horizontal sumbu X. Kedua corner solu- tion itu
menunjukkan berapa jumlah barang X yang diminta, disebut saja sebagai Qx(U) untuk
tingkat maslahah IM, dan Qx(IM,) untuk tingkat maslahah IM,. Perhatikan bahwa
Qx(IM,) < QxF <Qx(IM¸). Oleh karena QxF adalah jumlah maksimal barang X dan
Qx(IM) le- bih besar dari QxF, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat maslahah IM,
tidak tercapai.
Untuk tingkat kepuasan IM,, QxF akan memotong IM, pada ti- tik DP (darurat
point). Pada titik DP ada sejumlah pendapatan yang sebenarnya dapat digunakan
untuk mengonsumsi barang X sejumlah Qx (IM), namun karena terbatasnya barang X
sejumlah QxF, maka akan ada sejumlah pendapatan yang dialokasikan untuk
mengonsumsi barang haram Y. Perhatikan bahwa titik DP bukanlah titik optimal.
Titik DP tidak terjadi pada saat persinggungan antara kurva maslahah dan garis
anggaran dan syariat. Oleh karena, dalam pilihan barang halal-haram selalu terjadi
corner solution yaitu mengonsumsi barang halal seluruhnya, maka setiap keadaan
darurat yaitu keadaan yang se- cara terpaksa harus mengonsumsi barang haram, pasti
bukan suatu solusi optimal. Sub-optimalitas keadaan darurat dengan jelas terlihat bila
membandingkan titik DP dengan titik Qx(IM). Solusi optimal untuk tingkat kepuasan
IM, adalah corner solution pada tingkat QxF. Oleh karena, tingkat kepuasan IM, lebih
baik dibandingkan dengan tingkat kepuasan IM,, jelas titik DP sub-optimal dibanding
Qx(IM).
Penawaran barang X terbatas di mana kondisi jumlah maksimum pada QxF
sehingga kurva IM, tidak dapat dicapai. Pada daru- rat point (DP) terdapat barang Y.
Jelas di sini bahwa darurat point bukanlah solusi yang optimal karena titik DP bukan
merupakan ti- tik persinggungan. DP selalu tidak optimal, apabila IM, > IM, maka

19
IM, optimal, pada IM, tidak ada permintaan terhadap barang haram Y. Darurat dapat
diartikan sebagai suatu keadaan yang dapat mengancam keselamatan jiwa. Oleh
karenanya, sifat darurat itu sendiri adalah sementara, maka permintaan barang haram
pun hanya bersifat insidental. Secara matematis keadaan ini digambarkan dengan
fungsi yang diskrit dan bukan fungsi yang kontinu.

Permintaan terhadap barang haram Y pada darurat point bukan merupakan


fungsi dari harga Y. Ini adalah titik permintaan (demand point (Dy)). Penggunaan
konsep darurat adalah terbatas dan harus sesuai dengan syariat. Pada titik DP jumlah
permintaan barang haram Y adalah Qy*. Dengan bantuan garis cermin 45°, dapat
diturunkan permintaan barang haram Y yaitu pada titik koordinat (Qy, Py*). Jadi
permintaan barang haram Y berbentuk titik permintaan (demand point) Dy.
Permintaan barang haram Y bukan merupakan suatu kurva permintaan fungsi dari
harga Y seperti yang dipelajari pada bab awal tentang kurva permintaan. Sebuah
kurva adalah sekumpulan titik-ti- tik, atau garis yang menghubungkan antara dua titik.
Adapun per- mintaan barang haram Y dalam keadaan darurat adalah unik untuk setiap
keadaan darurat yang muncul.

20
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari paparan atau penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Dalam ilmu ekonomi
Islam, kepuasan seorang muslim disebut dengan qona’ah. Kepuasan dalam Islam
(qona’ah) merupakan cerminan kepuasan seseorang baik secara batiniah maupun
lahiriah. Kepuasan menurut Islam harus mempertimbangkan beberapa hal berikut:
Barang atau jasa yang dikonsumsi harus halal, dalam mengonsumsi barang atau jasa
tidak berlebih-lebihan dan Tidak mengandung riba.

Preferensi konsumen menunjukkan kesukaan konsumen dari berbagai pilihan produk


jasa yang ada. Preferensi dapat diartikan suatu kecenderungan untuk memberikan
perhatian kepada orang dan bertindak terhadap orang. Kurva indefferen merupakan
kurva yang menunjukkan kombinasi komsumsi/pembelian dua macam barang dari
seorang konsumen yang memberikan tingkat kepuasan yang sama. Dengan analisis kurva
indifferen konsumen tidak perlu mengetahui nilai guna (utility) secara absolut yang dapat
diperoleh dari kombinasi tertentu dari kedua jenis barang tersebut.

Garis anggaran (budget line), yaitu garis yang menghubungkan titik-titik kombinasi
barang yang dapat dibeli dengan sejumlah pendapatan tertentu.

Perilaku konsumen muslim dalam memaksimumkan maslahahnya dapat dipecahkan


dengan bantuan kurva iso-maslahah. Dengan menggunakan bantuan kurva iso-maslahah,
maslahah konsumen ini dapat dijelaskan. Sementara batasan yang dimiliki oleh seorang
konsumen muslim tidaklah cukup hanya dengan garis anggaran semata, melainkan
disertai dengan batasan syariat.

3.2 Saran
Demikian makalah yang kami buat, kami menyadari makalah yang kami susun ini jauh
dari kata kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang
konstruktif dari pembaca demi lebih baiknya penulisan makalah-makalah selanjutnya.
Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA

A. Karim, Adiwarman. (2017). Ekonomi Mikro Islami. Jakarta: Rajawali Pers, edisi 3.

Al-Arif, M. Nur Rianto. 2010. Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan
Ekonomi Konvensional. Jakarta: Kencana.

22

Anda mungkin juga menyukai