Anda di halaman 1dari 15

ETIKA BISNIS ISLAM

“ETIKA DALAM BIDANG KONSUMSI”


Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Pada Mata Kuliah Etika Bisnis Islam
Dosen Pengampu Mata Kuliah: Ma’rifah Yuliani, S.E.I., M.H.

Disusun Oleh:
JAYA KRISMA (21600012)

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BERAU

TA. 2022/2023
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta Alam, sholawat serta salam tetap tercurah
kepada baginda Nabi Allah Muhammad Shollallahualaihi Wasallam, beserta keluarga,
sahabat, dan seluruh ummatnya hingga akhir zaman. Atas berkat karunia-Nya Penulis
dapat menyelesai kan dan menyusun makahlah yang berjudul “ETIKA DALAM
BIDANG KONSUMSI”
Makalah ini penulis susun guna memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Etika
Bisnis Islam, dengan Dosen pengampu Mata Kuliah: Ma’rifah Yuliani, S.E.I., M.H.
Adapun ruang lingkup pembahasan dari makalah ini terlampir pada daftar pustaka.
Dalam penyusunannya, Penulis mengutip dari beberapa tulisan-tulisan, beberapa
jurnal. Dan juga dari Al-Qur’an. Pembaca mungkin akan menemukan beberapa
kekurangan serta kesalahan dalam penulisan makalah ini, oleh karena itu Penulis sangat
mengharapkan kritikan dan saran dari para pembaca demi perbaikan dimasa yang akan
datang.
Tak lupa Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah:
Ma’rifah Yuliani, S.E.I., M.H., atas semua bimbingan dan arahan dalam pembentukan
makalah ini sehingga dapat terselesaikan tepat waktu. Akhir kata, semoga makalah ini
menjadi sesuatu yang berfmanfaat terutama untuk menambah wawasan pembaca
mengenai Etika Bisnis Islam.

Berau, 12 November 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR..............................................................................................ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................4

A. Latar Belakang Masalah...................................................................................4


B. Rumusan Masalah ............................................................................................5
C. Tujuan ..............................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................6

A. Pengertian Etika Bisnis.....................................................................................6


B. Pengertian Konsumsi Dalam Islam...................................................................7
C. Keseimbangan Konsumsi Dalam Ekonomi Islam ...........................................8

BAB III PENUTUP..................................................................................................14

A. Kesimpulan.......................................................................................................14
B. Saran.................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................15

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Dunia bisnis yang tumbuh dengan pesat menjadi tantangan maupun ancaman bagi para
pelaku bisnis agar dapat memenangkkan persaingan dan mempertahankan
kelangsungan hidup perusahaannya. Perusahaan yang ingin berkembang dan ingin
mendapat keunggulan bersaing harus dapat menyediakan produk atau jasa yang
berkualitas, harga yang terjangkau dibanding pesaing, proses pembuatan dan penyerahan/
transaksi lebih singkat dan pelayanan yang lebih baik dibanding pesaing-pesaing lainnya.

Dalam rangka memenangkan persaingan bisnis, mempertahankan pasar yang dimiliki,


dan merebut pasar yang sudah ada, maka perusahaan dituntut untuk mempunyai
kemampuan mengadaptasi strategi usahanya dan lingkungan yang terus- menerus
berubah. Setiap pelaku bisnis harus memiliki tingkat kepekaan terhadap setiap
perubahan yang terjadi, serta mampu memenuhi dan menanggapi setiap tuntutan
konsumen yang semakin beragam dan terus berubah. Pelaku usaha harus dapat
menghasilkan produk yang mampu memainkan emosi konsumen, dan melalui
produk tersebut mampu meningkatkan dan menimbulkan experience konsumen.

Etika bisnis memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan konsumen. Etika bisnis
memberikan suatu dorongan kepada konsumen untuk menjalin ikatan hubungan
yang kuat dengan perusahaan. Dalam jangka panjang, ikatan seperti ini
memungkinkan perusahaan untuk memahami dengan seksama harapan konsumen
serta kebutuhan mereka. Dengan demikian perusahaan mampu meningkatkan tingkat
kepuasan konsumen, di mana perusahaan memaksimumkan pengalaman konsumen
yang menyenangkan dan meminimumkan pengalaman konsumen yang kurang
menyenangkan.

Tujuan suatu bisnis adalah menciptakan konsumen merasa puas. Kualitas jasa yang
unggul dan konsisten dapat menumbuhkan kepuasan konsumen dan akan
memberikan berbagai manfaat. Kepuasan konsumen merupakan respons konsumen
terhadap ketidaksesuaian antara tingkat kepentingan sebelumnya dan kinerja aktual yang
dirasakan setelah pemakaian.

Faktor yang menentukan kepuasan konsumen adalah persepsi konsumen mengenai


penerapan etika bisnis yang berfokus pada tiga dimensi etika bisnis, yaitu:
Kejujuran, keadilan dan kebenaran. Konsumen dalam memilih suatu produk atau jasa
tidak hanya bergantung pada kualitas pelayanannya saja, tapi juga bergantung pada
nilai yang dirasakan oleh konsumen, perusahaan harus menambahkan nilai yang
dapat membuat konsumen mendapatkan apa yang mereka bayar atau lebih dari yang
mereka harapkan, sehingga konsumen dapat bertahan.

Konsumsi merupakan sifat yang dimiliki oleh seluruh makhluk hidup, tak hanya manusia
hewan dan tumbuh-tumbuhan pun pasti akan menerapkan sikap konsumsi dalam

4
kehidupannya yang bertujuan untuk pemenuhan kebutuhanya. Berbicara mengenai
konsumsi, tentu ada ada yang Namanya “produkai” baik itu dari alam atau buatan dari
makhluk hidup lainnya.

Dalam Ekonomi Islam kepuasan konsumen bergantung pada nilai-nilai agama yang dia
terapkan pada rutinitas kegiatannya yang tercermin pada uang yang dibelanjakannya.
Ajaran agama yang dijalankan baik menghindarkan konsumen dari sifat israf, karena israf
merupakan sifat boros yang dengan sadar dilakukan untuk memenuhi tuntutan nafsu
belaka. Kesejahteraan material dan spiritual merupakan tujuan yang ingin dicapai dalam
proses pembangunan. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan pembangunan haruslah
dicapai tidak saja dalam aspek material, tetapi juga dalam aspek spiritual.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Itu Pengertian Etika Bisnis?
2. Apa Itu Pengertian Konsumsi Dalam Islam?
3. Apa Itu Keseimbangan Konsumsi Dalam Ekonomi Islam?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Dan Memahami Pengertian Etika Bisnis.
2. Untuk Mengetahui Dan Memahami Pengertian Konsumsi Dalam Islam.
3. Untuk Mengetahui Dan Memahami Keseimbangan Konsumsi Dalam Ekonomi Islam.

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Etika Bisnis
Menurut Hartono dalam jurnal Fitri Adona menyebutkan bahwa persoalan etika tidaklah
sederhana karena dalam praktiknya tidak ada etika yang mutlak. Secara teoritis ada etika
yang bersifat universal namun sistemnya tidak bisa diterima secara universal, sehingga
secara de facto tidak ada etika universal. Etika terikat pada budaya (culture-bound) yang
berkembang secara inheren dalam budaya berbentuk filsafat atau pandangan hidup
masyarakat.

Pengertian etika berasal dari bahasa Yunani "Ethos" berarti adat istiadat atau kebiasaan.
Hal ini berarti etika berkaitan dengan nilai-nilai, tata cara hidup yang baik, aturan hidup
yang baik, dan segala kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang lain
atau dari satu generasi ke generasi yang lainnya.

Menurut Magnis Suseno, etika adalah sebuah ilmu dan bukan ajaran, yang menurutnya
adalah etika dalam pengertian kedua. Sebagai ilmu yang terutama menitikberatkan
refleksi kritis dan rasional, etika dalam kedua ini mempersoalkan apakah nilai dan norma
moral tertentu harus dilaksanakan dalam situasi konkret tertentu yang dihadapi seseorang.

Secara umum etika dapat didefinisikan sebagai satu usaha sistematis, dengan
menggunakan akal untuk memaknai individu atau sosial kita, pengalaman moral, di mana
dengan cara itu dapat menentukan peran yang akan mengatur tindakan manusia dan nilai
yang bermanfaat dalam kehidupan."

Adapun bisnis adalah semua aktivitas yang melibatkan penyediaan barang dan jasa yang
diperlukan dan diinginkan oleh orang lain. Dengannya para pelaku bisnis dapat
menentukan dan menyediakan keinginan dan kebutuhan orang lain (konsumen) serta
selalu berusaha agar konsumen memperoleh kepuasan dengan barang dan jasa yang
disediakan tersebut.

Berdasarkan pengertian etika dan bisnili diatas, dapat dikatakan bahwa etika bisnis adalah
seperangkat aturan moral yang berkaitan dengan baik dan buruk, benar dan salah, bohong
dan jujur. Etika ini dimaksudkan untuk mengendalikan perilaku manusia dalam
menjalankan aktivitas bisnis yakni menjalankan pertukaran barang, jasa atau uang yang
saling menguntungkan untuk memperoleh keuntungan. Dengan demikian, etika bisnis
adalah tuntutan nasehat etis manusia dan tidak bisa dipenggal atau ditunda untuk
membenarkan tindakan yang tidak adil dan bermoral. Etika bisnis harus dijunjung tinggi
agar bisnis itu membuahkan hasil yang dapat memuaskan semua pihak yang terlibat
dalam bisnis itu.

6
Etika bisnis juga merupakan perwujudan dari serangkaian prinsip-prinsip etika normatif
ke dalam perilaku bisnis. Secara sederhana mempelajari etika dalam bisnis berarti
mempelajari tentang mana yang baik buruk, benar/ salah dalam dunia bisnis berdasarkan
kepada prinsip-prinsip moralitas. Etika bisnis dapat berarti pemikiran atau refleksi
tentang moralitas dalam ekonomi dan bisnis. Moralitas di sini berarti aspek baik buruk,
terpuji/ tercela, benar salah, wajar tidak wajar, pantas/ tidak pantas dari perilaku
manusia."

Yusanto dan Wijaya Kusuma mendefinisikan lebih khusus tentang bisnis Islami yaitu
serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya yang tidak dibatasi jumlah
kepemilikan hartanya termasuk profit, namun dibatasi dalam cara memperolehnya dan
pendayagunaan hartanya karena aturan halal dan haram.

Dalam Islam, etika bisnis Islam menuntut dan mengarahkan kaum muslimin untuk
melakukan tindakan sesuai dengan apa yang dibolehkan dan dilarang oleh Allah SWT
termasuk dalam melaksanakan aktivitas ekonomi. Manusia bebas melakukan kegiatan
ekonomi untuk meningkatkan taraf hidupnya. Etika dalam bisnis berfungsi untuk
menolong pebisnis memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan moral dalam
praktek bisnis yang mereka hadapi. Etika bisnis Islam harus dipahami secara benar
sehingga kemungkinan kehancuran bisnis akan kecil dan dengan etika yang benar tidak
akan merasa dirugikan dan mungkin masyarakat dapat menerima manfaat yang banyak
dari kegiatan jual dan beli yang dilakukan.

B. Pengertian Konsumsi Dalam Islam


Dalam teori ekonomi dikatakan bahwa manusia adalah makhluk ekonomi yang selalu
berusaha memaksimalkan kepuasannya dan selalu bertindak rasional. Para konsumen
akan berusaha memaksimalkan kepuasannya selama kemampuan finansialnya
memungkinkan. Mereka memiliki pengetahuan tentang alternatif produk yang dapat
memuaskan kebutuhan mereka. Kepuasan menjadi hal yang yang teramat penting dan
seakan menjadi hal utama untuk dipenuhi.

Pemanfaatan (konsumsi) merupakan bagian akhir dan sangat penting dalam pengelolaan
kekayaan, dengan kata alain, pemanfaatan adalah akhir dari keseluruhan proses produksi.
Kekayaan diproduksi hanya untuk dikonsumsi, kekayaan yang dihasilkan hari ini akan
digunakan esok hari. Oleh karena itu konsumsi (pemanfaatan) berperan sebagai bagian
yang sangat penting bagi kehidupan ekonomi seseorang maupun negara.

Konsumsi adalah suatu bentuk perilaku ekonomi yang asasi dalam kehidupan manusia.
Setiap makhluk hidup pasti melakukan aktivitas konsumsi termasuk manusia. Pengertian
konsumsi dalam ilmu ekonomi tidak sama dengan istilah konsumsi dalam kehidupan
sehari-hari yang diartikan dengan perilaku makan dan minum. Dalam ilmu ekonomi,
7
konsumsi adalah setiap perilaku seseorang untuk menggunakan dan memanfaatkan
barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Jadi, perilaku konsumsi tidak
hanya menyangkut perilaku makan dan minum saja, tetapi juga perilaku ekonomi lainnya
seperti membeli dan memakai baju, membeli dan memakai kendaraan, membeli dan
memakai sepatu dan sebainya.

Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa konsumsi yaitu pemakaian
barang hasil produksi (bahan makanan, pakaian dan sebagainya); barang-barang yang
langsung memenuhi keperluan hidup kita.

Tujuan konsumsi dalam teori ekonomi konvensional adalah mencari kepuasan (utility)
tertinggi. Penentuan barang atau jasa untuk dikonsumsi didasarkan pada kriteria tingkat
kepuasan tersebut. Tingkat konsumsi seorang konsumen hanya ditentukan oleh
kemampuan anggarannya. Selagi tersedia anggaran untuk membeli barang atau jasa
tersebut, maka ia akan menkonsumsi barang atau jasa dimaksud. Semakin tinggi
pendapatan seorang konsumen maka barang yang semula dianggap barang mewah akan
berubah menjadi barang normal atau barang inferior. Dengan demikian konsumen itu
tidak pernah berhenti mengkonsumsi.

C. Prinsip Konsumsi Dalam Islam


Manusia hidup dengan segenap potensi alamiah. Termasuk adanya kebutuhan yang ada
pada setiap manusia. Kebutuhan adalah keinginan manusia baik yang berupa barang atau
jasa yang dapat memberikan kepuasan bagi jasmani atau rohani untuk kelangsungan
hidup manusia. Kebutuhan inilah yang mendorong manusia bertindak termasuk
melakukan berbagai aktivitas dalam kehidupan termasuk aktivitas ekonomi.

Ada beberapa prinsip dalam berkonsumsi bagi seorang muslim yang membedakannya
dengan perilaku konsumsi non muslim (konvensional). Prinsip tersebut didasarkan pada
ayat-ayat al qur’an dan hadist Nabi Muhammad saw. Prinsip-prinsip tersebut antara lain:

1. Prinsip syariah
a. Memperhatikan tujuan konsumsi
Perilaku konsumsi muslim dari segi tujuan tidak hanya mencapai kepuasan dari konsumsi
barang, melainkan fungsi “ibadah” dalam rangka mendapat ridha Allah swt. Hal ini
sesuai dengan firman Allah dalam surat al-an’am ayat 162

َ‫ي َو َم َماتِي هَّلِل ِ َربِّ ْال َعالَ ِمين‬ َ ‫قُلْ ِإ َّن‬


[َ ‫صاَل تِي َونُ ُس ِكي َو َمحْ يَا‬
Artinya: ”Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku
hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”.

b. Memperhatikan kaidah ilmiah


8
Dalam berkonsumsi, seorang muslin harus memperhatikan prinsip kebersihan. Prinsip
kebersihan mengandung arti barang yang dikonsumsi harus bebas dari kotoran maupun
penyakit. Demikian juga harus menyehatkan dan memiliki manfaat dan tidak mempunyai
kemudharatan. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt dalam suarah al-Baqarah ayat 172:

ِ ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ُكلُوا ِم ْن طَيِّبَا‬


َ‫ت َما َر َز ْقنَا ُك ْم َوا ْش ُكرُوا هَّلِل ِ ِإ ْن ُك ْنتُ ْم ِإيَّاهُ تَ ْعبُ ُدون‬
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang
Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya
kamu menyembah.

Istimbat hukum yang dapat diperoleh dari ayat tersebut diatas yaitu:
1) Mengkonsumsi barang atau jasa yang baik-baik, wajib hukumnya bagi para rasul dan
orang-orang beriman.
2) Mengkonsumsi barang atau jasa yang halal, bagi orang-orang beriman apalagi para
rasul, merupakan hal yang sejatinya terjadi dengan sendirinya, sehingga tidak perlu lagi
untuk diingatkan kembali secara tersurat.
3) Mengkonsumsi barang atau jasa yang baik-baik, merupakan bagian tidak terpisahkan
dari rasa mensyukuri terhadap nikmat Allah yang hukumnya wajib disyukuri.
4) Terdapat korelasi yang erat dan kuat antara barang atau jasa yang baikbaik disatu
pihak, dengan tingkat kesyukuran di pihak yang lain.

c. Memperhatikan bentuk konsumsi


Fungsi konsumsi muslim berbeda dengan prinsip konvensional yang bertujuan kepuasan
maksimum (maximum utility), terlepas ada keridhaan Allah atau tidak, karena pada
hakikatnya teori konvensional tidak mengenal tuhan. Dari segibentuk konsumsi, seorang
muslim harus memperhatikan apapun yang dikonsumsinya. Hal ini tentu berhubungan
dengan adanya batasan-batasan orang muslim dalam dalam mengonsumsi suatu barang
dan jasa. Seorang muslim misalnya dilarang mengkonsumsi daging babi, bangkai, darah,
minuman yang keras dan lain sebagainya. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt dalam
surah alBaqarah ayat 173:

‫اغ َواَل عَا ٍد فَاَل ِإ ْث َم‬ ‫ُأ‬


ِ ‫ِإنَّ َما َح َّر َم َعلَ ْي ُك ُم ْال َم ْيتَةَ َوال َّد َ[م َولَحْ َم ْال ِخ ْن ِز‬
ٍ َ‫ير َو َما ِه َّل بِ ِه لِ َغي ِْر هَّللا ِ ۖ فَ َم ِن اضْ طُ َّر َغي َْر ب‬
‫َعلَ ْي ِه ۚ ِإ َّن هَّللا َ َغفُو ٌر َر ِحي ٌم‬
Artinya: Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging
babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. tetapi
Barangsiapa dalam Keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

9
2. Prinsip kuantitas

Tidak cukup bila barang yang dikonsumsi halal, tapi dalam sisi kuantitasnya harus juga
dalam batasan-batasan syariah, yang dalam penentuan kuantitas ini memperhatikan
beberapa faktor ekonomis sebagai berikut:

a. Sederhana

Sesungguhnya kuantitas konsumsi yang terpuji dalam kondisi yang wajar adalah
sederhana. Maksudnya tengah-tengah antara boros dan pelit. Dimana kesederhanaan ini
merupakan salah satu sifat hamba Allah yang maha pengasih, sebagaimana disebutkan
dalam surah al-Furqan ayat 67:

َ ِ‫ْرفُوا[ َولَ ْم يَ ْقتُرُوا َو َكانَ بَ ْينَ ٰ َذل‬


‫ك قَ َوا ًما‬ ِ ‫َوالَّ ِذينَ ِإ َذا َأ ْنفَقُوا لَ ْم يُس‬
Artinya: Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak
berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengahtengah
antara yang demikian.

Sesungguhnya Umar Radhiyallahu Anhu memuji sederhana dalam konsumsi dan


mengecam melampauinya sampai tingkat boros, atau turun darinya sampai tingkat pelit.
Beliau berkata “hendaklah kamu sederhana dalam makananmu. Sebab, sederhana lebih
dekat kepada perbaikan dan lebih jauh dari pemborosan.”

b. Keseuaian antara konsumsi dan pemasukan

Keseuaian antara pemasukan dan konsumsi adalah hal yang sesuai dengan fitrah manusia
dan realita. Karena itu salah satu aksioma ekonomi adalah, bahwa pemasukan merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi permintaan konsumen individu. Dimana
permintaan menjadi bertambah jika pemasukan bertambah, dan permintaan menjadi
berkurang jika pemasukan menurun, disertai tetapnya faktir-faktor yang lain.

Keseuaian antara konsumsi dan pemasukan tersebut memiliki dalik-dalil yang jelas dalam
perekonomian silam, diantaranya firman Allah dalam surah athThalaq ayat 7:

‫لِيُ ْنفِ ْق ُذو َس َع ٍة ِم ْن َس َعتِ ِه ۖ َو َم ْن قُ ِد َر َعلَ ْي ِه ِر ْزقُهُ فَ ْليُ ْنفِ ْق ِم َّما آتَاهُ هَّللا ُ ۚ اَل يُ َكلِّفُ هَّللا ُ نَ ْفسًا ِإاَّل َما آتَاهَا ۚ َسيَجْ َع ُل‬
ٍ ‫هَّللا ُ بَ ْع َد ُعس‬
‫ْر يُ ْسرًا‬
Artinya: hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. dan
orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan
Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar
apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah
kesempitan.

10
c. Penyimpanan dan pengembangan

Menyimpan (menabung) merupakan suatu keharusan untuk merealisasikan


pengembangan (investasi). Sebab salah satu hal yang telah dimaklumi, bahwa hubungan
antara penyimpanan dan konsumsi adalah kebalikan. Setiap salah satu dari keduanya
bertambah, maka berkuranglah yang lain. Karena itu memperluas konsumsi akan
berdampak pada penurunan penyimpanan, sehingga berkuranglah modal investasi dengan
tingkat penurunan simpanan. Dan demikian ini adalah yang menghambat upaya investasi.
Karena itu sistem ekonomi seluruhny

Etika Konsumsi Dan Kesejahteraandalam (Rahmat Ilyas) 158 berupaya membatasi


konsumsi sebagai cara permodalan investasi dan pembentukan modal.

3. Prinsip prioritas konsumsi

Jenis barang konsumsi dapat dibedakan dalam tiga tingkatan:


a. Primer, maksudnya sesuatu yang harus terpenuhi untuk menegakkan kemaslahatan-
kemaslahatan agama dan dunia, yang tanpa dengan nya kondisi tidak akan stabil, dan
seseorang tidak akan aman dari kebinasaan.
b. Sekunder, yaitu sesuatu yang menjadi tuntutan kebutuhan, yang tanpa dengannya
akan terjadi kesempitan, namun tidak sampai pada tingkatan primer.
c. Tertier, yaitu sesuatu yang tidak sampai pada tingkatan kebutuhan primer dan bukan
pula kebutuhan sekunder, namun hanya sebatas pelengkap dan hiasan.

4. Prinsip Moralitas

Yang dimaksud dengan prinsip ini adalah mengetahui faktor-faktor sosial yang
berpengaruh dalam kuantitas dan kualitas konsumsi, dimana yang terpenting diantaranya
dapat disebutkan sebagai berikut:
a. Umat, sesunguhnya saling keterkaitan dan saling sepenanggungan merupakan salah
satu ciri dasar umat islam, baik individu maupun kelompok. Salah satu konsekwensi
keimanan tersebut adalah bahwa konsumen muslim memperhatikan kondisi umatnya,
sehingga dia tidak memperluas kualitas dan kuantitas konsumsi pribadinya, sementara
kaum muslimin terutama tetangganya tidak mendapatkan kebutuhan-kebutuhan primer
mereka.
b. Keteladanan, Umar Radiyallahu Anhu, selalu melakukan pengawasan perilaku
konsumsi terhadap para individu yang menjadi panutan umat agar tidak
menyelewengkan pola konsumsi mereka, sehingga terjadi penyelewengan dalam umat
karena mengikuti mereka. Dan beliau melarang orang-orang yang menjadi teladan
tersebut terhadap apa yang tidak beliau larang terhadap selain mereka.
c. Tidak membahayakan orang lain, setiap muslim wajib menjauhi perilaku konsumtif
yang mendatangkan mudharat terhadap orang lain, baik secara langsung maupun tidak,
terlebih jika bermudharat bagi orang banyak. Islam tidak membatasi usaha-usaha
untuk kemajuan material yang pasti

11
sebagai suatu kondisi yang sangat diperlukan bagi evolusi pola sosial yang diharapkan. Ia
mendesak orang supaya membuat semua usaha tercapai. Ia membentuk masyarakat untuk
menjamin ketentuan demikian kepada tiap-tiap individu dalam semua keadaan.

Orang Islam itu berjiwa sosial, kebaikan masyarakat tidak bisa dikorbankan demi
keuntungan pribadi. Karena itu seseorang yang sadar betul akan biaya sosial (sosial cost)
yang mungkin melibatkan perusahaannya. Dia memperhitungkan dampak-dampak moral,
sosial, politik dan ekonomi dari polapola individunya terhadap individu lain dan
masyarakat secara keseluruhan.

D. Keseimbangan Konsumsi Dalam Ekonomi Islam

Didasarkan pada keadilan distribusi. Keadilan konsumsi adalah di mana seorang


konsumen membelanjakan penghasilannya untuk kebutuhan materi dan kebutuhan sosial.
Kebutuhan materi dipergunakan untuk kehidupan duniawi individu dan keluarga.
Konsumsi sosial dipergunakan untuk kepentingan akhirat nanti yang berupa zakat, infaq,
dan shadaqah. Dengan kata lain konsumen muslim akan membelanjakan pendapannya
untuk duniawi dan ukhrawi. Di sinilah muara keunikan konsumen muslim yang
mengalokasikan pendapatannya yang halal untuk zakat sebesar 2,5 %, kemudian baru
mengalokasikan dana lainnya pada pos konsumsi yang lain. Baik berupa konsumsi
individu maupun konsumsi sosial yang lainnya.

Dalam Ekonomi Islam kepuasan konsumen bergantung pada nilai-nilai agama yang dia
terapkan pada rutinitas kegiatannya yang tercermin pada uang yang dibelanjakannya.
Ajaran agama yang dijalankan baik menghindarkan konsumen dari sifat israf, karena israf
merupakan sifat boros yang dengan sadar dilakukan untuk memenuhi tuntutan nafsu
belaka.

Selain karena keseimbangan konsumsi maka di antara pendapatan konsumen merupakan


hak-hak Allah SWT. terhadap para hamba-Nya yang kaya dalam harta mereka yakni
dalam bentuk zakat-zakat wajib, diikuti sedekah dan infak. Semua konsumsi itu dapat
membersihkan harta dari segala noda syubhat dan dapat mensucikan hati dari berbagai
penyakit yang menyelimutinya seperti rasa kikir, tak mau mengalah dan egois. Harta
tidak akan berkurang karena sedekah. Harta tidak akan hilang karena membayar zakat
baik di darat maupun lautan. Sebaliknya, setiap kali satu kaum menolak membayar zakat,
pasti hujan akan bertahan dari langit. Kalau bukan karena binatang, hujan pasti tidak akan
turun. Semua itu dapat di lihat dalam Qur’an surrah Al-Ma’arij ayat 24-25

Artinya: “Dan orang- orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang
(miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa yang tidak mau
meminta”.17

Demikian juga dalam al- Qur‟an surrat at-taubah ayat 103:

12
Artinya: ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan18 mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya
doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi
Maha mengetahui.

Dengan adanya konsumsi sosial akan membawa berkah dan manfaat, yaitu munculnya
ketentraman, kestabilan, dan keamanan sosial, karena segala rasa dengki akibat
ketimpangan sosial dan ekonomi dapat dihilangkan dari masyarakat. Rahmat dan sikap
menolong juga mengalir deras ke dalam jiwa orang kaya yang memiliki kelapangan
harta. Sehingga masyarakat seluruhnya mendapatkan karunia dengan adanya sikap saling
menyayangi, saling bahu membahu sehingga muncul kemapanan sosial. Di sinilah,
nampak ekonomi Islam menaruh perhatian pada mas}lah}ah sebagai tahapan dalam
mencapai tujuan ekonominya, yaitu falah} (ketentraman). Konsumen muslim selalu
menggunakan kandungan berkah dalam setiap barang sebagai indikator apakah barang
yang dikonsumsi tersebut akan menghadirkan berkah atau tidak. Dengan kata lain
konsumen akan jenuh apabila mengkonsumsi suatu barang atau jasa apabila tidak
terdapat berkah di dalamnya. Konsumen merasakan maslahah dan menyukainya dan tetap
rela melakukan suatu kegiatan meskipun manfaat kegiatan tersebut bagi dirinya sudah
tidak ada.

Al-Qur’an menyebut kaum muslimin sebagai umat pertengahan, dan karena itu islam
menganjurkan prinsip kesederhanan dan keseimbangan dalam semua langkah kepada
mereka. Di bidang konsumsi, harta maupun makanan, sikap petengahan adalah sikap
yang paling utama. Baik “kurang dari yang semestinya” (yakni kikir) maupun “ lebih dari
semestinya” (yakni berlebihan) dilarang. Islam mengutuk pemborosan seperti halnya
kekikiran, karena keduanya berbahaya bagi perekonomian islam. Kekikiran menahan
sumber daya masyarakat sehingga tidak dapat digunakan dengan sempurna, sementara
pemborosan menghamburkan sumber daya itu untuk hal-hal yang tidak berguna dan
berlebihan.

13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Etika bisnis adalah seperangkat aturan moral yang berkaitan dengan baik dan
buruk, benar dan salah, bohong dan jujur. Etika ini dimaksudkan untuk
mengendalikan perilaku manusia dalam menjalankan aktivitas bisnis yakni
menjalankan pertukaran barang, jasa atau uang yang saling menguntungkan untuk
memperoleh keuntungan.
2. Konsumsi adalah suatu bentuk perilaku ekonomi yang asasi dalam kehidupan
manusia. Setiap makhluk hidup pasti melakukan aktivitas konsumsi termasuk
manusia konsumsi yang dilakukan bisa berupa untuk pemenuhan kebutuhan hidup
atau pemenuhan gaya hidup.
3. Ada beberapa prinsip konsumsi, diantaranya:
- Prinsip Syariah
- Prinsip Kuantitas
- Prinsip Prioritas konsumsi
- Prinsip moralitas
B. Saran
Saran yang dapat penulis sampaikan antara lain adalah dalam mempelajari ilmu
Ekonomi terutama dalam pembahasan “etika dalam bidang konsumsi” kali ini adalah
agar selalu menggali informasi dari mana saja (secara luas), karena ilmu ini
mempelajari religiusitas dan dan juga ilmu pengetahuan sosial yang keduanya tidak
dapat dipisahkan. semoga makalah ini bisa menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi
pembaca dalam meningkatkan pengetahuan tentang ilmu ekonomi.

14
DAFTAR PUSTAKA

Ilyas, Rahmat. 2016. “ETIKA KONSUMSI DAN KESEJAHTERAAN DALAM PERSPEKTIF


EKONOMI ISLAM.” AT-TAWASSUTH: Jurnal Ekonomi Islam 1(1):152–72. doi:
10.30821/ajei.v1i1.367.

al-Qaradhawi, Yusuf. 2022. Norma dan Etika Ekonomi Islam. Gema Insani.

Syafiq, Ahmad. 2019. “Penerapan Etika Bisnis Terhadap Kepuasan Konsumen Dalam
Pandangan Islam.” El-Faqih : Jurnal Pemikiran Dan Hukum Islam 5(1):96–113. doi:
10.29062/faqih.v5i1.54.

15

Anda mungkin juga menyukai