Anda di halaman 1dari 18

Lingkungan Etika dan Akuntansi

Filda Ristin Anggraini (2002015078)


Putri Shinta Bella Djaba (2002015191)

Program Studi Akuntansi


Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, sebagai pencipta atas
segala kehidupan yang senantiasa memberikan rahmat-Nya sehingga saya
dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan judul “LINGKUNGAN ETIKA
DAN AKUNTANSI”

Dalam kesempatan ini, saya juga ingin mengucapkan terima kasih dengan hati yang
tulus kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini
semoga Tuhan senantiasa membalas dengan kebaikan yang berlipat ganda.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak guna perbaikan dan kelengkapan penyusunan makalah ini. Harapan saya
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, 10 Oktober 2021

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................1
DAFTAR ISI.................................................................................................................................2
BAB I.............................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.........................................................................................................................3
1.1 Latar Belakang......................................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................................3
1.3 Tujuan...................................................................................................................................3
BAB II...........................................................................................................................................4
PEMBAHASAN...........................................................................................................................4
2.1 Ekspetasi Masyarakat Terhadap Bisnis dan Akuntansi........................................................4
2.2 Perkembangan Perilaku Moral.............................................................................................4
2.3 Teori Etika dan Paradigma Hakekat Manusia......................................................................5
2.4 Belajar dari Masa Lalu Profesi Akuntansi: Kasus Enron-AA dan Worldcom.....................7
BAB III........................................................................................................................................10
PENUTUP...................................................................................................................................10
3.1 Kesimpulan.........................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................11

2
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tujuan utama bisnis adalah memperoleh keuntungan, walaupun bukan merupakan tujuan
satu-satunya. Dalam bisnis yang modern saat ini, pelaku bisnis dituntut untuk menjadi
orang- orang yang profesional di bidangnya. Profesionalisme dapat diperlihatkan melalui kinerja
tertentu yang berada diatas rata-rata. Kinerja tidak hanya berfokus pada aspek bisnis,
manajerial, dan organisasi teknis murni, melainkan juga menyangkut aspek etis. Kinerja yang
menjadi prasyarat keberhasilan bisnis ini juga menyangkut komitmen moral, integritas moral,
disiplin, loyalitas, kesatuan visi moral, pelayanan, dan sikap mengutamakan mutu, penghargaan
terhadap hak dan kepentingan pihak-pihak terkait yang berkepentingan, yanglama kelamaan
akan berkembang menjadi sebuah etos bisnis dalam perusahaan.
Terjadinya krisis keuangan yang disebabkan skandal keuangan oleh berbagai perusahaan
besar di dunia menyebabkan perubahan pada persepsi mayarakat terhadap nilai serta perilaku
etika perusahaan. Pembentukan komite audit dan komite etika yang berisikan oleh individu di luar
perusahaan, pembentukan nilai code of conduct perusahaan serta peningkatan nilai pelaporan
perusahaan untuk meningkatkan integritas adalah berbagai upaya yang dilakukan perusahaan
untuk menumbuhkan kembali kepercayaan publik tersebut.
Pada lingkup yang lebih kecil, skandal keuangan mengakibatkan adanya jurang kepercayaan
(expectation gap) antara persepsi masyarakat mengenai laporan keuangan oleh akuntan serta
laporan audit oleh auditor dengan apa yang sebenarnya terjadi dengan keuangan perusahaan.
Terjadinya jurang kepercayaan tersebut pada akhirnya akan berujung pada aturan yang lebih
ketat, hukuman yang lebih besar serta penyelidikan tentang integritas, independensi dan peranan
profesi akuntan dan auditor.
1.2 Rumusan Masalah
A. Ekspetasi Masyarakat Terhadap Bisnis dan Akuntansi

B. Perkembangan Perilaku Moral

C. Teori Etika dan Paradigma Hakekat Manusia

D. Belajar dari Masa Lalu Profesi Akuntansi: Kasus Enron-AA dan Worldcom
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini untuk memperluas wawasan dan pengetahuan bagi penulis
dan pembaca mengenai Lingkungan Etika dan Akuntansi. Serta memberikan sumbangan pemikiran
baik berupa teoritis maupun praktis terutama bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Ekspetasi Masyarakat Terhadap Bisnis dan Akuntansi


Tekanan ekonomi dan bisnis yang kompetitif, dalam persaingan bisnis yang ketat
para pelaku bisnis sadar bahwa perusahaan yang unggul bukan hanya perusahaan yang
mempunyai kinerja yang baik, melainkan juga mempunyai kinerja etis, etos yang baik. Hanya
perusahaan yang mampu menawarkan barang dan jasa sesuai dengan apa yang dianggapnya
baik dan diterima masyarakat itulah yang akan berhasil dan bertahan lama. Karena dalam
pasar yang bebas dan terbuka, dimana beragam barang dan jasa yang ditawarkan dengan
harga dan mutu yang kompetitif, sekali konsumen merasa dirugikan mereka akan berpaling dari
perusahaan tersebut.
Pendekatan stakeholder adalah cara mengamati dan menjelaskan secara analitis
bagaimana berbagai unsur dipengaruhi dan mempengaruhi keputusan dan tindakan bisnis. Dasar
pemikiran pendekatan ini adalah bahwa semua pihak yang memiliki kepentingan dalam
suatu kegiatan bisnis terlibat didalamnya karena ingin memperoleh keuntungan, maka
hak dan kepentingan mereka harus diperhatikan dan dijamin. Peran pemerintah, syarat
utama untuk menjamin sebuah sistem ekonomi pasar yang fair dan adil adalah
perlunya suatu peran pemerintah yang merupakan kombinasi dari prinsip no-intervention, dan
prinsip campur tangan pemerintah, khususnya demi menegakkan keadilan. Karena itu, dalam
sistem ekonomi pasar, pemerintah dibatasi perannya hanya pada tingkat minimal, tetapi sekaligus
efektif.

2.2 Perkembangan Perilaku Moral


Menurut Santrock perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan
aturan dan konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam
interaksinya dengan orang lain. Perkembangan moral adalah perubahan-perubahan perilaku
yang terjadi dalam kehidupan anak berkenaan dengan tatacara, kebiasaan, adat, atau
standar nilai yang berlaku dalam kelompok sosial. Santrock juga menjelaskan bahwa
perkembangan moral di dalamnya menyangkut perkembangan proses dalam berfikir,
merasa, serta berperilaku yang sesuai dengan peraturan (Santrock, 2008: 316).

Menurut Havinghurts, moral bersumber dari adanya suatu tata nilai. Tata nilai
adalah suatu objek rohani atas suatu keadaan yang diinginkan. Maka kondisi atau
potensi internal kejiwaan seseorang untuk dapat melakukan hal-hal yang baik sesuai
dengan nilai (value) yang diinginkan itulah yang disebut moral. Dengan demikian
perkembangan moral individu sangat berkaitan dengan perkembangan sosialnya,

4
disamping pengaruh kuat dari perkembangan kognitif, afektif dan konatifnya (Ahmadi,
2005:104).

2.3 Teori Etika dan Paradigma Hakekat Manusia


Tampaknya sampai saat ini telah muncul beragam paham atau teori etika, dimana
masing- masing teori mempunyai pendukung dan penentang yang cukup berpengaruh.
Munculnya beragam teori etika karena adanya perbedaan paradigma, pola pikir atau pemahaman
tentang hakikat hidup sebagai manusia. Hampir semua teori etika yang ada didasarkan atas
paradigma tidak utuh tentang hakikat manusia. Semua teori yang seolah-olah saling
bertentangan tersebut sebenarnya tidaklah bertentangan. Teori-teori yang tampak bagikan
potongan-potongan terpisah ini dapat dipadukan menjadi satu teori tunggal berdasarkan
paradigma hakekat manusia secara utuh. Inti dari etika manusia utuh adalah keseimbangan pada:
• Kepentingan pribadi, kepentingan masyarakat dan kepentingan Tuhan.
• Keseimbangan moral materi (PQ dan IQ), modal sosial (EQ) dan modal spiritual (SQ).
• Kebahagiaan lahir (duniawi), kesejahteraan masyarakat dan kebahgiaan batin surgawi.
• Keseimbangan antara hak (individu) dengan kewajiban kepada masyarakat dan Tuhan.

A. BASIS TEORI ETIKA


1. Etika Teleologis
Dari kata Yunani, telos yang berarti tujuan, Mengukur baik buruknya suatu tindakan
berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang
ditimbulkan oleh tindakan itu. Dua aliran etika teleologi :
a) Egoisme Etis
Inti pandangan egoisme adalah bahwa tindakan dari setiap orang pada dasarnya
bertujuan untuk mengejar pribadi dan memajukan dirinya sendiri. Satu-satunya
tujuan tindakan moral setiap orang adalah mengejar kepentingan pribadi dan
memajukan dirinya. Egoisme ini baru menjadi persoalan serius ketika ia cenderung
menjadi hedonistis, yaitu ketika kebahagiaan dan kepentingan pribadi
diterjemahkan semata-mata sebagai kenikmatan fisik yg bersifat vulgar.
b) Utilitarianisme
Berasal dari bahasa latin utilis yang berarti “bermanfaat”. Menurut teori ini
suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus
menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai
keseluruhan. Dalam rangka pemikiran utilitarianisme, kriteria untuk menentukan

5
baik buruknya suatu perbuatan adalah “the greatest happiness of the greatest
number”, kebahagiaan terbesar dari jumlah orang yang terbesar

6
2. Deontologi
Istilah deontologi berasal dari kata Yunani ‘deon’ yang berarti kewajiban.
‘Mengapa perbuatan ini baik dan perbuatan itu harus ditolak sebagai buruk’,
deontologi menjawab:‘karena perbuatan pertama menjadi kewajiban kita dan karena
perbuatan kedua dilarang’. Yang menjadi dasar baik buruknya perbuatan adalah
kewajiban. Pendekatan deontologi sudah diterima dalam konteks agama, sekarang
merupakan juga salah satu teori etika yang terpenting.
3. Teori Hak
Dalam pemikiran moral dewasa ini barang kali teori hak ini adalah pendekatan
yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi baik buruknya suatu perbuatan atau
perilaku. Teori Hak merupakan suatu aspek dari teori deontologi, karena berkaitan dengan
kewajiban. Hak dan kewajiban bagaikan dua sisi uang logam yang sama. Hak didasarkan
atas martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama. Karena itu hak sangat
cocok dengan suasana pemikiran demokratis.
a) Teori Keutamaan (Virtue)
Memandang sikap atau akhlak seseorang. Tidak ditanyakan apakah suatu
perbuatan tertentu adil, atau jujur, atau murah hati dan sebagainya. Keutamaan
bisa didefinisikan sebagai berikut: disposisi watak yang telah diperoleh
seseorang dan memungkinkan dia untuk bertingkah laku baik secara moral.
4. Etika Kesetaraan dan Keadilan sebagai kewajaran (fairness)
Etika keadilan bisa dianggap sebagai penengah antara etika utilitarianisme dan etika
deontologi. Karena etika keadilan menekankan manfaat dan beban berdasarkan alasan
yang rasional. Filsuf Inggris David Hume (1711-1776) mengatakan bahwa keadilan
merupakan sesuatu yang penting karena: orang tidak selalu bermanfaat dan terdapat
sumber daya yang langka. Hume percaya bahwa masyarakat terbentuk melalui
kepentingan pribadi. Karena manusia tidak bisa hidup sendiri, ia memerlukan kerja sama
bagi keberlangsungan hidup dan kesejahteraan bersama. Tetapi karena sumber daya
terbatas, dan faktanya beberapa orang mendapatkan keuntungan dengan merugikan orang
lain, maka perlu ada mekanisme untuk pembagian manfaat dan beban bagi masyarakat
secara adil. Maka keadilan merupakan mekanismenya. Orang harus memiliki klaim yang
sah atas sumber daya yang langkah dan dapat secara rasional menjelaskan dan
membenarkan klaim mereka atas sumber daya tersebut. Itulah prinsip dasar keadilan:
mengalokasikan manfaat dan beban dengan alasan yang rasional. Terdapat dua macam
keadilan yakni keadilan prosedural dan keadilan distributif. Keadilan prosedural menuntut
agar semua orang diperlakukan secara sama; tidak ada preferensi dan diskriminasi
berdasarkan kelompok, suku, agama, ras, dan status sosial.

7
Dalam organisasi bisnis, keadilan prosedural tampak pada prosedur operasi standar
yang sama dan konsisten bagi semua karyawan. Sementara keadilan distributif atau
keadilan proporsional (Bertens, 2014) menunut perlakuan yang sama untuk hal yang
setara, dan untuk hal yang tidak setara harus diperlakukan berbeda. Misalnya, upah yang
sama untuk pekerjaan yang sama, lepas dari perbedaan gender. Sebaliknya apabila
mereka tidak benar-benar sama, maka mereka tidak harus diperlakukan sama. Misalnya
perbedaan upah berdasarkan pengalaman, pangkat, pendidikan, dan tanggung jawab.
5. Etika Keutamaan atau Kebajikan
Etika kebajikan mengambil inisiatif dari filsuf Yunani Aristoteles (384-322). Dalam
buku The Nicomachean Ethics, Aristoteles menegaskan bahwa tujuan hidup manusia
adalah kebahagiaan (eudaimonia). Kebahagiaan yang dimaksud bukan dalam arti
hedonistik (kesenangan) melainkan suatu kegiatan jiwa yang merasa bahagia karena
memenuhi tujuan hidup yang mulia dengan hidup sesuai alasan; bertindak secara
sukarela (bebas). Maka etika keutamaan atau kebajikan memfokuskan moralitas pada
karakter moral pembuat keputusan. Karakter moral dapat dibentuk melalui pendidikan
moral. Dalam bisnis, etika keutamaan penting karena pada akhirnya, moralitas binsis
bergantung pada karakter moral pribadi insan bisnis itu sendiri. Perusahaan yang secara
moral baik diwujudkan oleh kualitas moral semua orang yang terlibat di dalamnya.
Moralitas perusahaan tidak lain dari moralitas individu-individu yang ada di dalamnya.
Dengan demikian seorang eksekutif tidak bisa pada suatu kesempatan mengatakan bahwa
ia bertindak atas nama perusahaan dan di kesempatan terpisah ia bertindak atas nama
pribadi. Sebagai pribadi yang utuh stabil dan konsisten ia adalah seorang pribadi bermoral.
Karakter moral selalu melekat pada sang eksekutif tersebut (Bertens, 2014). Kelemahan
etika kebajikan adalah bahwa nilai-nilai kebajikan seperti integritas, jujur, terhormat,
konsisten dengan prinsip dan tidak mengorbankan nilai inti, dalam praktik sering sulit
diwujudkan. Etika bisnis sering dianggap oxymoron; suatu keinginan suci yang sulit untuk
direalisasikan.

2.4 Belajar dari Masa Lalu Profesi Akuntansi: Kasus Enron-AA dan Worldcom
1. Kasus Enron-AA

Enron Corporation merupakan perusahaan energi Amerika Serikat yang berdiri pada
tahun 1985, berkedudukan di Houston, Texas, Amerika Serikat. Enron pada awalnya
merupakan rintisan dari Northern Natural Gas Company yang didirikan pada tahun 1931 di
Ohama, Nebraska, Amerika Serikat. Pada tahun 2000, Enron mengakui pendapatannya
berjumlah US$ 111 milyar, sehingga Enron mendapat julukan sebagai “Perusahaan Amerika
Terinovatif” selama 6 tahun berturut-turut, yaitu dari tahun 1996 hingga 2001. Pada akhir
tahun 2002, terjadi kehebohan yang luar biasa dalam dunia bisnis Amerika Serikat. Enron

8
mengumumkan kebangkrutannya. Bangkrutnya Enron dianggap bukan lagi semata- mata
sebagai sebuah kegagalan bisnis, melainkan sebuah skandal multi dimensional yang
melibatkan politisi dan pemimpin terkemuka Amerika Serikat. Hal ini bisa dilihat dari
beberapa fakta yang cukup mencengangkan, diantaranya:
a. Dalam waktu sangat singkat perusahaan yang pada tahun 2001 sebelum
kebangkrutannya masih membukukan pendapatan US$ 100 miliar, ternyata tiba-tiba
melaporkan kebangkrutannya kepada otoritas pasar modal.
b. Saham Enron terjun bebas hingga berharga US$ 45 sen. Padahal sebelumnya pada
Agustus 2000 masih berharga US$ 90 per lembar. Dari strategi manajemen laba, Enron
melakukan strategi dengan cara meningkatkan laba perusahaan. Dalam proses
pengusutan, diduga perusahaan melakukan praktik Windowdressing, dengan cara
memanipulasi angka-angka dalam laporan keuangan agar kinerjanya terlihat baik.
Manajemen Enron menaikkan pendapatannya hingga US$ 600 juta, dan
menyembunyikan hutangnya sebesar US$ 1,2 milyar. Dalam hal ini Enron lalai
dalam melindungi kepentingan pemegang saham, antara lain melalui pelanggaran
etika, antara lain:
1. Dewan Direksi Enron tidak memiliki nilai keterbukaan kepada para pemegang
sahamnya. CEO Enron sebelum Kenneth Lay, Jeffrey Skilling memberikan perintah
bagi para eksekutif perusahaan untuk terus mencari cara-cara untuk menutupi posisi
utang perusahaan guna mengelabui ekspektasi pemegang saham dan wall street.
2. Manajemen melupakan kejujuran demi reputasi mereka sebagai eksekutif
perusahaan paling terhormat dan paling sukses di Amerika serta kompensasi
finansial mereka. Ketika mereka mulai mengetahui bahwa beberapa dari lini bisnis
mereka dan nilai saham mereka mulai mengalami penurunan, mereka tidak jujur
menyampaikannya kepada pemegang saham serta karyawan yang juga sebagai
pemegang saham.

Berdasarkan kode etik IAI, independensi adalah sikap yang diharapkan dari seorang
akuntan untuk tidak mempunyai kepentingan pribadi dalam pelaksanaan tugasnya.
Namun dalam kasus Enron, Andersen melanggar independensinya sebagai auditor
Independen dengan bekerja sama dengan klien untuk melakukan kecurangan dan tidak
mengungkapkan kenyataan sebenarnya. Andersen dalam kasus Enron juga tidak dapat
mempertahankan integritas dan objektivitas dirinya sebagai auditor, karena tidak ingin
melepaskan Enron sebagai klien terbesarnya dan mendapatkan biaya yang besar dengan
membiarkan salah saji material yang diketahuinya menjadi semakin berkembang dan tidak
diungkapkan.
2. Kasus WorldCom

9
WorldCom merupakan perusahaan telekomunikasi terbesar ke-2 di Amerika Serikat,
dengan asset yang hampir 70% lebih besar daripada Enron. Pada tanggal 25 Juni 2002,
perusahaan mengumumkan bahwa keuntungan yang diperoleh perusahaan mencapai US$ 3,8
milyar. Hal ini yang kemudian akan menyebabkan terguncangnya kredibilitas pasar modal.
Para pengamat pasar melihat bahwa penyebab dari terguncangnya pasar modal adalah
terjadinya skandal keuangan dalam tubuh WorldCom. WorldCom mengumumkan
keuntungan sebesar US$ 3,8 milyar yang ternyata merupakan sebuah rekayasa akuntansi
terbesar sepanjang sejarah dunia bisnis. Keuntungan tersebut tidak lain merupakan hasil dari
praktik manajemen laba yang menaikkan keuntungan yang dilakukan oleh pihak manajemen
WorldCom.
Akibat skandal itu, harga saham WorldCom ambruk dari ketinggian US$ 60 per lembar
saham tahun 1999 menjadi hanya sekitar 83 sen akhir Juni 2002, dan sekarang hanya berkisar
10 sen. Penipuan tersebut dalam konteks besaran uang, lebih besar daripada kasus Enron,
dan menenggelamkan kepercayaan investor terhadap korporasi Amerika Serikat. Kurs dollar
AS ambruk dan harga saham di berbagai bursa saham dunia amblas serentak. SEC
mengatakan kasus keuangan WorldCom merupakan kasus terbesar yang belum pernah
terjadi sebelumnya.
Dalam hal ini, WorldCom gagal melindungi kepentingan para pemegang sahamnya
ketika CEO WorldCom, Bernie Ebbers, melakukan pelanggaran etika bisnis, dengan cara
menekan CFO Scott Sulivan untuk mencatatkan jumlah yang bukan sebenarnya dalam neraca
guna mengelabui investor dan wallstreet serta memudahkan mereka dalam menerima
pendanaan dari kreditor. Hal itu terlihat Ketika akhirnya skandal itu mulai tercium, harga
saham WorldCom anjlok sebesar 94% pada januari 2002 dari harga $ 62 pada tahun 1999
serta macetnya pembayaran utang WorldCom kepada kreditornya.

Selain itu, WorldCom juga gagal dalam melindungi kepentingan stakeholder, dimana
WorldCom gagal dalam melindungi kepentingan karyawan dan masyarakat dalam hal
kesejahteraannya. Dana pensiun Worldcom serta banyak dana pensiun masyarakat di
investasikan dalam bentuk saham WorldCom. Ketika akhirnya WorldCom dinyatakan
bangkrut, maka dana Pensiun karyawan yang ditanamkan dalam saham perusahaan kemudian
mengalami penurunan nilai yang signifikan. Setiap praktisi tidak boleh terlibat dalam setiap
bisnis, pekerjaan, atau aktivitas yang dapat mengurangi integritas, objektivitas, dan reputasi
profesi yang dapat mengakibatkan pertentangan dengan jasa profesional yang diberikannya.
Pelanggaran dalam hal nilai-nilai tersebut dianggap menodai nilai-nilai etika profesi akuntan.

Dalam kasus WorldCom, Terjadi bentuk pelanggaran integritas, objektivitas, serta


reputasi profesi. Dalam hal ini, CFO WorlCom, Scott Sullivan mendapatkan tekanan dari
CEO WorldCom, Bernard Ebbers, untuk mencatatkan beban yang semakin tidak terkendali
ke dalam pos investasi guna meningkatkan nilai neraca perusahaan. Nilai aset dalam neraca

10
juga digelembungkan dengan cara meningkatkan pos penerimaan dari "corporate
unallocated revenue accounts". Hal ini berakibat pada masyarakat, investor dan kreditor
dalam hal pengambilan keputusan.

11
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tujuan utama bisnis adalah mengejar keuntungan atau lebih tepatnya keuntungan adalah
hal yang pokok bagi kelangsungan bisnis, walaupun bukan merupakan tujuan satu-satunya. Dari
sudut pandang etika, keuntungan bukanlah hal yang buruk. Sebagai ilmu etika adalah cabang
filsafat yang mempertimbangakan secara kritis tindakan mana yang baik atau tindakan mana yang
buruk berdasarkan ajaran moral. Sementara etika bisnis bukan sekedar penerapan prinsip-prinsip
etika dalam bisnis melainkan studi kritis terhadap praktik bisnis dari perspektif moral. Terdapat
paling tidak dua teori utama etika yang relevan bagi etika bisnis. Pertama teori etika
konsekuensialis atau teleologis. Kedua, teori etika non konsekuensilis. Teori etika konsekuensialis
menilai moralitas tindakan atau keputusan bisnis berdasarakan tujuan, kegunaan, atau dampak
positif yang diperoleh dari tindakan atau keputusan tersebut. Sementara etika non konsekuensialis
memfokuskan moralitas tidakan atau putusan bisnis pada kewajiban untuk melakukan apa yang
merupakan kewajiban, pada motivasi dan karakter moral si pelaku tindakan, serta pada prinsip
keadilan.
Di tengah-tengah tragedi yang diciptakan oleh kegagalan Enron, Arthur Andersen, dan
Worldcom terdapat sebuah hikmah bahwa harus dilakukan percepatan dan kristalisasi nilai-nilai
akuntabilitas dan tata kelola berbasis pemangku kepentingan bagi para akuntan. Mereka harus
membuat keputusan etis yang dapat mereka pertahankan terhadap pemangku kepentingan.
Setidaknya seorang individu atau siapa saja harus mengembangkan sebuah ketertarikan yang luar
biasa dalam etika bisnis dan profesi serta dapat menerapkan etika tersebut dalam kehidupan sehari-
hari karena mungkin saja mereka tidak menyadari tantangan etika bisnis dan profesi yang terus
berkembang.

12
DAFTAR PUSTAKA

Juniantari, Ayu. 2017. Lingkungan Etika dan Akuntansi.


https://yuriaiuary.blogspot.com/2017/05/lingkungan-etika-dan-akuntansi.html?m=1
(diakses tanggal 5 Oktober 2021)
Akuntansi, Tugas. 2011. Ekspetasi Masyarakat Terhadap Bisnis dan Akuntansi.
http://tugasprofesiakuntansi.blogspot.com/2011/12/ekspektasi-masyarakat-terhadap-bisnis.html
(diakses tanggal 5 Oktober 2021)
zetzu. 2012. Lingkungan Etika dan Akuntansi
https://zetzu.blogspot.com/2012/03/lingkungan-etika-dan-akuntansi.html?m=1

(diakses tanggal 5 Oktober 2021)


Nida, Khoirun. (2013) Intervensi Teori Perkembangan Moral Lawrence Kohlberg Dalam
Dinamika
Pendidikan Karakter. Penelitian Pengembangan Islam, 8(2), 271.
https://dokumen.tips/documents/teori-etika-dan-paradigma-hakikat-manusia-bagian-5.html
(diakses tanggal 6 Oktober 2021)
Weruin, Urbanus Ura. (2019) Teori-Teori Etika dan Sumbangan Pemikiran Para Filsuf Bagi
Etika Bisnis. Muara Ilmu Ekonomi dan Bisnis, 3(2)

13
14
15
16
17

Anda mungkin juga menyukai