Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

ETIKA BERWIRAUSAHA DAN TANGGUNG JAWAB


SOSIAL

Disusun guna memenuhi tugas

Mata Kuliah : Kewirausaha Syariah

Dosen pengampu : Amirul Fatihin, M.E.

Disusun oleh :

1. Teguh Saputro 2202110052

2. M. Fairus Ubaya 2202110049

EKONOMI SYARIAH

SEKOLAH TINGGI AL-HIDAYAT LASEM

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan
terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan


dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah
ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.

Lasem, 13 September 2023

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Etika adalah ilmu tentang baik dan buruk serta tentang kewajiban dan hak.
Etika dapat diartikan sebagai kumpulan azas atau nilai yang berkenaan dengan ahlak.
Etika adalah nilai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. 1
Kinerja berwirausaha tidak hanya diukur dari kinerja manajerial/finansial saja tetapi
juga berkaitan dengan komitmen moral, pelayanan, jaminan mutu dan tanggung jawab
sosial. Perusahaan perlu mempertahankan kepercayaan konsumen dan masyarakat
Perlunya menjalankan usaha dengan tidak merugikan hak dan kepentingan semua
pihak yang terkait dengan usaha yang dipertaruhkan tidak hanya uang tetapi
“Reputasi Perusahaan, dan nasib umat manusia”. Masyarakat lebih suka
menggunakan/berhubungan dengan perusahaan yang baik kualitasnya Tindakan etis
merupakan strategi bisnis jangka panjang terbaik bagi perusahaan.

Semakin besar suatu organisasi maka semakin besar pula tuntutan masyarakat
terhada organisasi tersebut. Banyak lembaga usaha yang menggunakan segala cara
untuk memenangkan persaingan oleh karena itu diharapkan pelaku usaha dapat
menjalankan usaha yang memenuhis syarat dalam etika berwirausaha baik secara
moral maupun norma masyarakat. Organisasi sebagai suatus system juga diharapkan
dapat memiliki tanggung jawab sosial terhadap masyarakat.2

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu etika berwirausaha ?
2. Apa saja prinsip etika berwirausaha ?
3. Apa itu tanggung jawab social ?
4. Apa saja prinsip tanggung jawab sosial ?

1
Mulyo Wiharto - Etika, (Jakarta : FORUM ILMIAH INDONUSA 2007 )

2
HC. Heru kristanto.2009. Kewirausahaan Enterprenesip ( Kewirausahaan pendekatan manajemen
dan praktik). Jakarta ISBN.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Etika Berwirausaha


Etika berwirausaha adalah suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam
keghiatan usaha yang dilakukan oleh para pelaku-pelaku usaha dimana pun berada.
Masalah etika dan ketaatan pada hukum yang berlaku merupakan dasar yang kokoh
yang harus dimiliki oleh pelaku bisnis dan akan menentukan tindakan apa dan
perilaku bagaimana yang akan dilakukan dalam bisnisnya. Hal ini juga merupakan
tanggung jawab kita bersama bukan saja hanya merupakan tanggung jawab perilaku
usaha tersebut, sehingga diharpkan akan terwujud situasi dalam kondisi bisnis yang
sehat dan bermartabat yang pada akhrinya dapat juga bermanfaat bagi masyarakat,
bangsa, dan negara.3

B. Prinsip Etika Berwirausaha


Etika berwirausha merupakan cara untuk melakukan kegiatan usaha, yang
mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga
masyarakat. Etika Berwirausaha dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai,
norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil
dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat.
Perusahaan meyakini prinsip usaha yang baik adalah usaha yang beretika,
yakni usaha dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan
mentaati kaidah‐kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
Etika Berwirausaha dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh
karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk
melaksanakan pekerjaan sehari‐hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur,
transparan dan sikap yang profesional.
Secara umum, prinsip‐prinsip yang berlaku dalam kegiatan usaha yang baik
sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari kehidupan kita sebagai manusia. Demikian
pula, prinsip‐prinsip itu sangat erat terkait dengan sistem nilai yang dianut oleh
masing‐masing masyarakat. Usaha Jepang akan sangat dipengaruhi oleh sistem nilai
masyarakat Jepang. Eropa dan Amerika Utara akan sangat dipengaruhi oleh sistem
3
DR. IR. Arissetyanto Nugroho, MM. Agus Arijanto, SE, ME - Etika Bsinis (Businus Ethics) Pemahaman teori secara
komprehensif dan implementasinya. (Bogor - Indonesia, 2015), hal. 2
nilai masyarakat tersebut dan seterusnya. Demikian pula prinsip‐prinsip etika bisnis
yang berlaku di Indonesia akan sangat dipengaruhi oleh sistem nilai masyarakat
Indonesia.
1. Prinsip otonomi.
Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil
keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya sendiri tentang apa yang
dianggapnya baik untuk dilakukan. Orang bisnis yang otonom adalah orang
yang sadar sepenuhnya akan apa yang menjadi kewajibannya dalam dunia
bisnis. Jadi orang yang otonom adalah orang yang tahu akan tindakannya,
bebas dalam melakukan tindakannya, tetapi sekaligus juga bertanggung
jawab atas tindakannya. Kesediaan bertanggung jawab merupakan ciri khas
dari makhluk bermoral. Orang yang bermoral adalah orang yang selalu
bersedia untuk bertanggung jawab atas tindakannya.
Secara khusus dalam dunia bisnis, tanggung jawab moral yang
diharapkan dari setiap pelaku bisnis yang otonom mempunyai dua arah,
yakni tanggung jawab terhadai diri sendiri dan tanggung jawab moral yang
tertuju kepada semua pihak terkait yang berkepentingan yakni konsumen,
penyalur, pemasok, investor, atau kreditor, karyawan, masyarakat luas,
relasi‐relasi bisnis.
2. . Prinsip kejujuran.
Ada tiga lingkup kegiatan bisnis modern yang sadar dan mengakui
bahwa kejujuran dalam berbisnis adalah kunci keberhasilan, termasuk untuk
bertahan dalam jangka panjang, dalam suasana bisnis penuh persaingan yang
ketat. Ketiga itu adalah:
a. Kejujuran relevan dalam pemenuhan syarat‐syarat perjanjian dan
kontrak. Dalam mengikat perjanjian dan kontrak tertentu, semua pihak
secara a priori saling percaya satu sama lain, bahwa masing ‐masing
pihak tulus dan jujur dalam membuat perjanjian dan kontrak itu dan
lebih dari itu serius serta tulus dan jujur melaksanakan janjinya.
Kejujuran ini sangat penting artinya bagi kepentingan masing‐masing
pihak dan sangat menentukan relasi dan kelangsungan bisnis masing‐
masing pihak selanjutnya.
b. Kejujuran juga relevan dalam penawaran barang dan jasa dengan mutu
dan harga yang sebanding. Dalam bisnis modern penuh persaingan,
kepercayaan konsumen adalah hal yang paling pokok.
c. Kejujuran juga relevan dalam hubungan kerja intern dalam suatu
perusahaan. Kejujuran dalam perusahaan justru inti dan kekuatan
perusahaan itu.
3. Prinsip keadilan.
Prinsip keadilan menuntut agar setiap orang diperlakukan secara
sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai dengan kriteria yang rasional
obyektif dan dapat dipertanggungjawabkan. Keadilan menuntut agar tidak
boleh ada pihak yang dirugikan hak dan kepentingannya.
4. Prinsip saling menguntungkan.
Prinsip saling menuntungkan menuntut agar bisnis dijalankan
sedemikian rupa sehingga menguntungkan semua pihak. Prinsip ini bisa
mengakomodasi hakikat dan tujuan bisnis.
5. Prinsip integritas moral.
Prinsip ini terutama dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri
pelaku bisnis atau perusahaan agar perlu menjalankan bisnis dengan tetap
menjaga nama baiknya atau nama baik perusahaannya. Prinsip ini
merupakan tuntutan dan dorongan dari dalam diri pelaku dan perusahaan
untuk menjadi yang terbaik dan dibanggakan.4

C. Pengertian Tanggung Jawab Social


Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Pasal 1 angka 3 disebutkan bahwa: “ Tanggung Jawab Sosial ” adalah komitmen
Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna
meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi
Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.
Sementara dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal Pasal 15 huruf b disebutkan bahwa: “Setiap penanam modal berkewajiban: (b)
melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.” Dalam penjelasan Pasal 15 huruf b
tersebut dinyatakan bahwa “Yang dimaksud dengan tanggung jawab sosial

4
Surajiyo - PRINSIP‐PRINSIP ETIKA BISNIS DALAM PERSPEKTIF FILOSOFIS, Universitas
Indraprasta PGRI, 2016.
perusahaan adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman
modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan
lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat ”.5

D. Prinsip Tanggung Jawab Sosial


1. Prinsip tanggung gugat
Tanggung gugat mengandung berbagai makna. Seringkali digunakan
sinonim dengan bertanggung jawab tetapi lebih menekankan kewajiban untuk
menjawab/menjelaskan perbuatan, penegakan aturan, dan atau siap menerima
hukuman atas perbuatan yang salah. Tanggung gugat adalah salah satu konsep
penting dalam diskusi tentang tata kelola yang baik dan berkaitan dengan
dunia swasta dan pemerintahan.
Tanggung gugat didefinisikan sebagai A bertanggung gugat terhadap
B, ketika A wajib untuk menginformasikan B tentang tindakan dan
keputusannya (yang lalu atau yang akan datang), menjelaskan
alasan/justifikasi dan siap menerima hukuman apabila melanggar.
Berkaitan dengan kepemimpinan, tanggung gugat adalah sikap
mengakui dan menerima tanggung jawab atas tindakan, produk, keputusan dan
kebijakan termasuk administrasi, tata kelola dan implementasi berkaitan
dengan peran atau posisi jabatan dan meliputi kewajiban melaporkan,
menjelaskan dan bertanggung jawab atas akibat yang timbul.
2. Prinsip transparansi / keterbukaan
Transparansi dalam konteks sosial mengandung unsur keterbukaan,
komunikasi dan bertanggung gugat. Prosedur yang transparan meliputi
pertemuan terbuka untuk umum, keterbukaan pelaporan keuangan, peraturan
hak memperoleh informasi, audit, dsb. Transparansi berarti: menyediakan
informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat
diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan sesuai
dengan haknya.
Transparansi tidak berarti semua informasi harus dibagi ke semua
pihak lain, karena ada informasi yang bersifat bukan untuk umum/rahasia.
Namun ada keharusan untuk menyebarkan informasi minimum kepada pihak
5
A. Muchaddam Fahham - TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DAN PENERAPANNYA
PADA PERUSAHAAN DI INDONESIA, (Pustaka Pelajar Yogyakarta Tahun : 2010), Hal.113-114
lain misalnya tentang tujuan kegiatan, cara bekerja, prinsip yang dianut,
dampak terhadap lingkungan dan tindakan mengatasinya. Semua hal ini harus
tercantum dalam laporan tahunan yang terbuka untuk umum. Penyebaran
informasi dapat dilakukan melalui media seperti berita di koran, majalah yang
diterbitkan oleh perusahaan, papan pengumuman di kantor perusahaan,
penyebaran poster atau melalui pertemuan-pertemuan.
Transparansi merupakan titik awal untuk meningkatkan akuntabilitas.
Semakin banyak pihak yang mengetahui rencana, tata cara dan ketentuan
semakin berkurang peluang bagi pihak lain untuk mengabaikan kewajiban
atau bagi oknum yang tidak bertanggung jawab untuk memanfaatkan ketidak-
tahuan orang lain demi keuntungan pribadi.
3. Prinsip Perilaku Etis
Dalam interaksi antar sesama staf perusahaan maupun dalam interaksi
dengan pihak lain, perusahaan dan stafnya harus berperilaku etis, yaitu
menjunjung tinggi integritas, kejujuran, keadilan, kesetaraan antarpihak dan
saling percaya.
Norma sopan santun masyarakat Indonesia cukup beragam, tercermin
dalam peribahasa “Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya”. Karena
itu, untuk bisa berperilaku etis setiap pihak perlu memahami kondisi khas
daerah, selain tata krama yang berlaku secara umum.
Perusahaan harus mempunyai rumusan tentang etika bisnis yang
bertanggung-jawab sosial yang dijabarkan dalam ‘nilai-nilai perusahaan’,
misalnya adanya kode etik bagi para pelaksana program TJS, yakni pedoman
pelaksanaan program TJS yang menjunjung tinggi kearifan lokal.
4. Prinsip Mematuhi Aturan yang Berlaku
Dalam menjalankan operasi dan kegiatan TJS-nya secara bertanggung
jawab, perusahaan (dan pihak lain) harus tunduk pada hukum yang berlaku
dan mengikuti prosedur hukum tanpa mencoba mempengaruhi proses hukum.
Supremasi hukum (rule of law) berarti hukum berada di atas semua
dan hukum berlaku bagi semua. Tidak ada yang dikecualikan oleh hukum dan
tidak ada orang yang bisa memberikan pengecualian atas pemberlakuan
hukum.
Ada dua implikasi penting dari supremasi hukum: hukum harus
transparan dan dibuat dalam bahasa yang sangat jelas, agar semua warga bisa
dengan mudah mengerti apa yang dilarang dan sanksi atas pelanggaran. Kedua
hal itu, undangundang dan pelarangan, harus sesedikit mungkin agar warga
dan penegak hukum dapat mengingatnya dengan mudah dan warga dapat
berkembang dalam kebebasan di dalam lingkungan dengan sedikit pembatasan
dan larangan (Hayek 1961).
Hukum seharusnya diterapkan berdasarkan aturan atau prinsip yang
diketahui umum tanpa ada peluang diskresi dalam pelaksanaan. Secara umum
hukum adalah perangkat aturan yang dibuat oleh Negara termasuk sanksi dan
akibat pelanggaran. Rule of law tidak otomatis mengandung keadilan, hanya
menggambarkan penerapan sistem hukum. Apabila dirasakan suatu aturan
tidak adil atau tepat, tetap lebih baik mengikuti aturan yang ada (walaupun
aturan tidak sempurna atau salah) daripada sama sekali tidak ada aturan.
Kemudian dapat dilakukan tindakan agar aturan yang tidak tepat atau
sempurna diubah.
5. Prinsip Mengikuti Norma dan Konvensi Internasional
Dalam menjalankan kegiatan dan pelaksanaan TJS perusahaan (dan
pihak lain) sebaiknya tidak hanya mematuhi aturan hukum yang berlaku tetapi
juga memperhatikan konvensi internasional yang mengayomi prinsip dan
pedoman yang diakui secara internasional.
Ada berbagai standar dan prinsip yang disepakati secara internasional
oleh berbagai negara seperti hak azasi manusia, kondisi para pekerja, hak dan
masyarakat asli. Konvensi ini diratifikasi oleh negara sebagai acuan, walaupun
tidak memberikan sanksi bila terjadi pelanggaran.
Selain itu di beberapa sektor mulai dikembangkan standar internasional
yang lebih memperhatikan aspek lingkungan hidup dan interaksi dengan
masyarakat di sekitar perusahaan. Salah satu contoh adalah berbagai ekolabel
untuk sektor kayu. Standar seperti ini memudahkan pemahaman produsen dan
konsumen tentang cara kerja dan prinsip yang diterapkan.
6. Prinsip Hak Asasi Manusia
Menghargai dan memperhatikan hak azasi manusia harus menjadi
landasan penting dalam setiap rencana dan kegiatan perusahaan (dan pihak
lain).
Hak azasi manusia adalah hak dan kebebasan dasar yang dimiliki
setiap orang. Contoh hak dan kebebasan ini adalah hak sebagai warga negara
dan hak politik, hak untuk hidup dan bebas dari penindasan, hak untuk bebas
menyampaikan pendapat, serta kesetaraan hak di depan hukum. Hak ekonomi,
sosial dan budaya termasuk hak untuk ikut berperan serta dalam budaya, hak
untuk memperoleh makanan, hak untuk bekerja dan hak untuk mendapatkan
pendidikan. Ada hak azasi lain yang juga penting seperti hak atas lingkungan
hidup yang baik atau sebagai bagian dari hak ekonomi, hak untuk
berpartisipasi dalam mengatur pola pengelolaan SDA.
7. Prinsip menghargai dan memperhatikan kepentingan pihak lain
Dalam setiap rencana dan kegiatan semua pihak perlu menyadari,
menghargai dan memperhatikan kepentingan pihak-pihak lain, tidak hanya
pihak yang sering berinteraksi dengan perusahaan, tetapi juga pihak yang tidak
memiliki hubungan langsung.
Prinsip menghargai dan memperhatikan kepentingan pihak lain
sebenarnya erat kaitannya dengan hak azasi manusia. Penghargaan dapat
dipandang sebagai suatu prinsip yang umum diajarkan, misalnya seperti
menghargai orang lain atau menghargai orangtua.
8. Prinsip Inklusif, melibatkan banyak pihak dalam pelaksanaan TJS
Dalam setiap rencana atau kegiatan menggunakan pendekatan multipihak,
dengan melibatkan pihak-pihak yang akan merasakan manfaat atau dampak
dari kegiatan.
Semakin disadari bahwa pendekatan multistakeholder sangat penting,
berarti dengan cara yang tepat melibatkan sebanyaknya pihak yang punya
peran dalam dan/atau kepentingan terhadap suatu kegiatan.
Idealnya setiap pihak punya suara dalam keputusan secara proporsional
dengan tingkat dampak keputusan terhadapnya. Sehingga pihak yang paling
banyak terpengaruh oleh suatu keputusan atau kegiatan punya hak suara yang
besar, sedangkan mereka yang hanya sedikit terpengaruh punya hak suara
lebih kecil.
Inklusif tidak berarti semua pemangku harus ikut secara merata dalam
setiap kegiatan atau perundingan, karena tidak praktis dan belum tentu efektif.
Diharapkan dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan diberi
kesempatan yang tepat bagi para pemangku untuk ikut memberi masukan.
9. Prinsip Adaptif
Berbedanya situasi di setiap tempat dan kondisi yang terus-menerus
berubah, mengharuskan pendekatan adaptif yang memungkinkan penyesuaian
cara kerja dan kegiatan dengan keadaan baru. Tujuan tidak berubah namun
pendekatan yang digunakan untuk mencapai tujuan disesuaikan dengan
adanya perubahan yang terjadi.
Sifat adaptif adalah sifat yang digunakan untuk menyesuaikan dengan
kondisi atau sifat lain. Penyesuaian ini menjadi penting karena kondisi terus-
menerus berubah. Misalnya berubahnya kebijakan dan kondisi politik dengan
diberlakukannya otonomi daerah menyebabkan perubahan kelompok
kepentingan, kondisi lingkungan alam dan kondisi sosial ekonomi di daerah
tersebut.
10. Prinsip profesional
Kegiatan/program TJS dilaksanakan oleh staf yang mempunyai
kualifikasi, ketrampilan atau pengalaman di bidang terkait.
Profesional mengandung makna bahwa orang yang menjalankan
pekerjaan tersebut punya latar belakang pendidikan dan atau pengalaman yang
sesuai untuk jenis pekerjaan yang dilakukan. Selain itu kompetensinya mesti
juga dapat diukur dengan tolok ukur yang jelas.
Bagi sebagian pihak penerapan TJS masih relatif baru, sehingga
kadang-kadang bidang TJS belum sepenuhnya diperhatikan, misalnya dilihat
dari jumlah dan pengalaman staf dan kedudukan divisi/bagian perusahaan
yang diberi tanggung jawab untuk program TJS.6

6
Godwin Limberg, Ramses Iwan, Moira Moeliono, Yayan Indriatmoko, Agus Mulyana Nugroho, Adi
Utomo, - Bukan hanya laba Prinsip-prinsip bagi perusahaan untuk melaksanakan tanggung jawab
sosial, (Jln. CIFOR, Situ Gede, Bogor Barat 16115, Indonesia, 2009), Hal.9-39.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Etika berwirausaha adalah suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam
keghiatan usaha yang dilakukan oleh para pelaku-pelaku usaha dimana pun berada.
Etika berwirausha merupakan cara untuk melakukan kegiatan usaha, yang
mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga
masyarakat. Secara umum, prinsip‐prinsip yang berlaku dalam kegiatan usaha yang
baik sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari kehidupan kita sebagai manusia.
Demikian pula, prinsip‐prinsip itu sangat erat terkait dengan sistem nilai yang dianut
oleh masing‐masing masyarakat yaitu ; Otonomi, kejujuran, keadilan, saling
menguntungkan, dan integrasi moral.
tanggung jawab sosial perusahaan adalah tanggung jawab yang melekat pada
setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi,
seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat
setempat.
Apabila salah satu pihak tidak mengikuti prinsip-prinsip tanggung jawab
sosial, maka pihak lain akan mengalami kesulitan dalam menerapkannya.
Melaksanakan prinsip lebih penting daripada mengharapkan pengaturan dan
penegakan aturan, karena dengan menerapkan prinsip-prinsip berarti semua pihak
akan mengatur diri sendiri (self-regulation). Hal ini menjadi penting dalam keadaan di
mana banyak pihak belum menerapkan tata kelola yang baik atau good governance,
sehingga dapat diharapkan adanya keadaan ‘tata kelola yang cukup baik’ (good
enough governance). Berkaitan dengan TJS, ‘tata kelola cukup baik’ mengandung
makna bahwa semua pihak sedapat mungkin mengatur diri sendiri dalam menerapkan
prinsip-prinsip TJS.
DAFTAR PUSAKA

Mulyo Wiharto - Etika, (Jakarta : FORUM ILMIAH INDONUSA 2007 )

HC. Heru kristanto.2009. Kewirausahaan Enterprenesip ( Kewirausahaan


pendekatan manajemen dan praktik). Jakarta ISBN.

DR. IR. Arissetyanto Nugroho, MM. Agus Arijanto, SE, ME - Etika Bsinis (Businus
Ethics) Pemahaman teori secara komprehensif dan implementasinya. (Bogor -
Indonesia, 2015), hal. 2

Surajiyo - PRINSIP‐PRINSIP ETIKA BISNIS DALAM PERSPEKTIF FILOSOFIS,


Universitas Indraprasta PGRI, 2016.

A.Muchaddam Fahham - TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DAN


PENERAPANNYA PADA PERUSAHAAN DI INDONESIA, (Pustaka Pelajar
Yogyakarta Tahun : 2010), Hal.113-114
Godwin Limberg, Ramses Iwan, Moira Moeliono, Yayan Indriatmoko, Agus Mulyana
Nugroho, Adi Utomo, - Bukan hanya laba Prinsip-prinsip bagi perusahaan
untuk melaksanakan tanggung jawab sosial, (Jln. CIFOR, Situ Gede, Bogor
Barat 16115, Indonesia, 2009), Hal.9-39.

Anda mungkin juga menyukai