Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sekarang banyak orang yang lebih memilih merintis usaha sendiri
dibandingkan dengan harus bekerja di perusahaan orang lain. Semua aktivitas bisnis
dapat dianggap sebagai profesi. Karena dalam setiap bisnis dituntut untuk selalu
bersikap professional dan beretika. Dalam setiap aktivitas yang dilakukan oleh
manusia, selalu diikuti oleh norma-norma dan etika yang harus dipenuhi supaya tidak
mengganggu dan merugikan orang lain. Kemajuan teknologi saat ini sangat
mendukung berkembangnya sebuah bisnis. Teknologi dimanfaatkan manusia sebagai
sarana untuk memudahkan pekerjaan dan menjaga kelancaran dan keefektifan dalam
berbisnis jika teknologi digunakan sebagaimana mestinya dan sesuai etika yang ada.
Segala sesuatu yang dilakukan manusia akan berhasil baik jika dilakukan dengan cara
yang benar dan sesuai dengan aturan-aturan moral yang berlaku. Dalam bisnis diatur
beberapa kode etik yang harus diterapkan seperti kode etik sumber daya manusia,
kode etik pemasaran, kode etik keuangan, dan sebagainya, yang harus dipenuhi oleh
semua pebisnis demi kesuksesan bisnis tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


A. Apa saja prinsip-prinsip dalam Berbisnis ?
B. Apa yang dimaksud Prinsip Otonomi,Kejujuran,keadilan,saling menguntung-
kan,integritas moral ?
C. Bagaimanakah menjalankan Bisnis secara Etis dan Bertanggung jawab ?
D. Apa dan Bagaimana sumber-sumber Nilai Etika dalam Berbisnis ?

1.3 Tujuan dan Manfaat Makalah


- Tujuan dari penyusunan makalah ini agar pembaca dapat mengetahui dan
memahami bagaimana prinsip-prinsip dalam sebuah kegiatan bisnis,dan bagaimana
menjalankan bisnis secara etis dan bertanggung jawab serta sumber nilai etika apa
yang terdapat dalam kegiatan berbisnis.

[1]
- Manfaat nya dengan materi yang ada didalam makalah ini membantu
pembaca atau individu/kelompok yang memiliki bisnis dapat menerapkan didalam
kegiatan berbisnis sehingga bisnis yang dijalankan dapat efesien dan efektif.

[2]
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Prinsip dalam Berbisnis
Secara umum, prinsip-prinsip yang dipakai dalam bisnis tidak akan pernah lepas dari
kehidupan keseharian kita, Namun prinsip-prinsip yang berlaku dalam bisnis
sesungguhnya adalah implementasi dari prinsip etika pada umumnya.

2.1.1 Prinsip Otonomi


Orang bisnis yang otonom sadar sepenuhnya akan apa yang menjadi kewajiban
dalamm dunia bisnis. Dalam kaitan ini salah satu contohnya perusahaan memiliki
kewajiban terhadap para pelanggan diantaranya adalah :

 Memberikan produk atau jasa dengan kualitas yang baik


 Memperlakukan pelanggan secara adil dalam semua transaksi
 Membuat setiap usaha menjamin mengenai kesehatan dan keselamatan
pelanggan

Untuk bertindak otonom, diandaikan ada kebebasan untuk mengambil keputusan dan
bertindak berdasarkan keputusan yang menurutnya terbaik karena kebebasan adalah
unsur hakiki dari prinsip otonomi ini.

2.1.2 Prinsip Kejujuran

Bisnis tidak akan lama bila tidak ada kejujuran karena kejujuran merupakan modal
utama untuk memperoleh kepercayaan komersial , material , maupun moril dari mitra
bisnis. Terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang berkaitan dengan kejujuran :

 Kejujuran relevan dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak ,


pelaku bisnis disini secara a priori saling percaya satu sama lain , bahwa
masing-masing pihak jujur melaksanakan janjinya , karena bila ada satu pihak
yang melanggar maka tidak mungkin lagi pihak yang dicuranginya mau
bekerja sama lagi

[3]
 Kejujuran relevan dengan penawaran barang dan jasa dengan mutu dan harga
yang baik
 Kejujuran relevan dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan yaitu
antara pemberi kerja dan pekerja

2.1.3 Prinsip Keadilan

Prinsip ini menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan
yang adil dan kriteria yang rasional objektif dan dapat dipertanggungjawabkan. Salah
satu teori yang dikemukakan oleh Aristoteles adalah :

 Keadilan legal. Ini menyangkut hubungan antara individu atau kelompok


masyarakat dengan negara . Semua pihak dijamin untuk mendapat perlakuan
yang sama sesuai hukum yang berlaku.
 Keadilan komunitatif. Keadilan ini mengatur hubungan vertical antara Negara
dan warga Negara dan hubungan horizontal antar warga Negara.
 Keadilan distributif. Atau disebut juga keadilan ekonomi yaitu distribusi
ekonomi yang merata atau dianggap adil bagi semua warga Negara.

2.1.4 Prinsip Saling Menguntungkan

Prinsip ini menuntut agar semua pihak berusaha untuk saling menguntungkan satu
sama lain. Dalam dunia bisnis , prinsip ini menuntut persaingan bisnis haruslah bisa
melahirkan suatu win-win situation.

2.1.5 Prinsip Integritas Moral


Prinsip ini menyarankan dalam berbisnis selayaknya dijalankan dengan tetap menjaga
nama baiknya dan nama baik perusahaan. Menurut Valasques (2005) menyebutkan
ada empat prinsip yang dipakai dalam berbisnis. Yaitu :

 Utilitarianisme, prinsip ini menyatakan bahwa tindakan dan kebijakan perlu


dievaluasi berdasarkan keuntungan dan biaya yang dibebankan masyarakat.

[4]
 Hak , merupakan sarana atau cara yang penting dan bertujuan agar
memungkinkan individu untuk memilih dengan bebas apapun kepentingan
atau aktivitas mereka dan melindungi pilihan pilihan mereka.
 Keadilan , mengidentifikasi cara-cara yang adil dalam mendistribusikan dan
beban pada para anggota masyarakat.
 Perhatian (caring), pandangan ini menekankan bahwa kita mempunyai
kewajiban untuk memberikan perhatian terhadap kesejahteraan orang-orang
yang ada di sekitar kita, terutama yang mempunyai hubungan ketergantungan.

2.2 Menjalankan Bisnis secara Etis dan Bertanggung Jawab


Dalam teori etika, kedudukan nilai (value) sangat krusial dan strategis. Karena
dengan nilailah orang dapat dipersatukan untuk mencapai suatu tujuan yang
diharapkan dan dengan nilai pula konflik dapat terjadi dan diselesaikan. Sebagai
makhluk berbudaya, manusia senantiasa melakukan penilaian terhadap situasi dan
kondisi yang dihadapinya. Menilai berarti memberikan pertimbangan untuk
menentukan sesuatu itu benar atau salah, baik atau buruk, indah atau jelek, berguna
atau tidak berguna.

Dalam etika bisnis nilai itu dapat berarti apa yang baik dan apa yang buruk
dilakukan oleh para partisipan bisnis dalam mencapai tujuannya, melalui berbagai
aktivitas bisnisnya. Sebagai suatu organisasi, lembaga bisnis memperkerjakan orang
dan nilai dalam bisnis dapat berbentuk nilai perseorangan (personal value) dan nilai
nilai kelompok (group value) dan organisasional (organization value).

Manusia dalam organisasi bisnis, memperoleh nilai lebih (Value Added)


merupakan suatu harapan, dengan menganut nilai nilai terminal dan incremental.
Nilai terminal (terminal value) adalah keadaan yang diinginkan seseorang dari
bisnisnya baik sebagai nilai yang dimaknai sebagai kepercayaan bersama atau norma
kelompok yang telah diserap (internalized) oleh indivindu (berupa modifikasi), norma
yang dimaknai sebagai kepercayaan yang dianut dengan konsesus dari suatu

[5]
kelompok sehubungan dengan kaidah prilaku untuk anggota individual pekerja
(karyawan) sebagai mitra kerja, maupun pemilik usaha atau pebisnisnya.

Nilai incremental (incremental value) adalah cara bertingkah laku yang


diinginkan untuk mencapai nilai terminal. Contohnya adalah tingkah laku sopan,
bertanggungjawab, pengendalian diri, pengendalian emosi dan sikap ambisi.

Nilai personal dalam banyak hal dipengaruhi oleh pengalaman seseorang,


interaksi, nilai budaya, nilai profesi dan nilai organisasionalnya. Pada saat nilai
personal berbenturan dengan nilai perusahaan, maka konflik nilai tidak dapat
dihindari. Untuk itu pihak manajemen harus menyelaraskan kedua perbedaan nilai
tersebut sehingga diperoleh kesamaan nilai yang menjadi panutan para pihak dalam
organisasi bisnis yang disebut dengan share values.

2.2.1 Peranan Nilai dalam Etika Bisnis


Bisnis yang agung dan bermartabat adalah bisnis yang menjujung tinggi nilai
nilai etika dalam bisnisnya dan pelaku bisnis dengan penuh kesadaran, bukan karena
suatu keterpaksaan melaksanakan prinsip prinsip etika yang berlandaskan moral
dalam keseluruhan rangkaian aktivitas bisnisnya.

Referensi penting lainnya yang dapat dimanfaatkan sebagai acuan etika bisnis
adalah pengalaman dan perkembangan budaya, baik budaya dari suatu bangsa maupun
budaya yang bersumber dari berbagai Negara (cracken, 1986).

Budaya adalah suatu system nilai dan norma yang diberikan kepada suatu kelompok
atau komunitas manusia dan ketika itu disepakati atau disahkan bersama sama sebagai
landasan dalam kehidupan (Rusdin,2002).

Bangsa Indonesia sebagaimana bangsa bangsa lain di asia, memiliki cirikhas budaya:
kekeluargaan, kerjasama dan hubungan kekerabatan yang kental. Sikap tenggang rasa juga
membudaya di Indonesia, sehingga bangsa ini dikenal toleran dengan orang dan bangsa lain.

[6]
Nilai nilai etika harus dilihat dari aspek positif budayanya, bukan malah
menginterpretasikan menurut kemauan pribadi dan kelompok tertentu. Tentu tidak perlu
mereferensi kepada budaya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang bernilai etika negative
pada masa orde baru dan sayangnya budaya yang buruk tersebut hingga kini massih eksis di
Indonesia.

2.3 Sumber-sumber Nilai Etika dalam Berbisnis


2.3.1 Filsafah
Sumber utama nilai nilai etika yang dapat dijadijkan sebagai acuan dan referensi
dalam pengelolaan dan pengendalian perilaku pebisnis dengan aktifitas usaha bisnisnya
adalah filsafat. Ajaran ajaran filsafat tersebut mengandung nilai nilai kebenaran yang
bersumber dari pemikiran pemikiran filsuf dan ahli filsafat yang terus berkembang sesuai
dengan perkembangan zaman.

Pada zaman yunani kuno, pemikiran tentang salah dan benar telah dikemukakan,
antara lain oleh Socrates (470-399 SM) yang menyatakan bahwa “manusai itu ada untuk
suatu tujuan dan bahwa salah dan benar memainkan peranan penting dalam
mendefinisikan hubungan seseorang dengan lingkungan dan sesamanya”. Dalam banyak
kesempatan Socrates menyampaikan hasil pemikirannya tentang moral dan
memperkenalkan gagasan briliannya tentang hukum moral yang lebih tinggi dari hukum
manusia.

Kekayaan dalam banyak hal tidak membawa kebaikan (yakni keluhuran) tetapi
kebaikan membawa kekayaan dan segala berkahnya, baik bagi indivindu maupun Negara
(Palmquis, 2000:50).

Pandangan Plato (428-348 SM) dapat dijadikan referensi bagi usaha bisnis dalam
melihat dunianya. Plato menyebutkan bahwa “dunia ini tiada lain kecuali refleksi atau
bayangan daripada dunia ideal yang semuanya sangat sempurna”. Aristoteles (384-322 SM)
menyatakan pandangannya tentang etika, menurutnya etika merupakan perilaku jiwa yang
baik yang menuntun kepada kebahagiaan dan kebenaran. Dari statement Aristoteles

[7]
tersebut dapat dikemukakan bahwa kebahagiaan itu fungsi dari kebajikan moral dan
intelektual.

Salah satu kebiasaan nabi adalah memberikan reward (penghargaan) atas


kreativitas dan prestasi yang ditunjukkan pegawainya. Manajemen islam pun tak mengenal
perbedaan perlakuan (diskriminasi) berdasarkan suku, agama maupun ras.

Salah satu acuan etika yang dapat dijadikan referensi bagi pebisnis yang
menyangkut dengan tawaran manfaat dan kebaikan bagi pelanggan dan manusia adalah
pemikiran Bentham (1748-1832) dengan ide utilitarismenya. Dalam gagasan utilitarianisme
bentham dengan tegas menyatakan bahwa perilaku yang beretika itu bilamana apa yang
dilakukan tersebut menghasilkan kebagikan bagi orang banyak. Mudharat dan manfaat
(pain and pleasure) dapat diukur dengan kalkulus hedonistic (hedonistic calculus), yakni
pengukuran tingkat kebahagiaan yang dapat diperoleh seseorang.

Dalam etika bisnis yang diukur tentunya aktivitas bisnis seseorang, suatu
perusahaan atau suatu holding. Memperlengkapi pengukuran etis tidaknya suatu aktivitas,
John Stuart Mill (1806-1837) mengajukan indicator reformasi komunitas dengan mengacu
kepada kualitas kebahagiaan.

Manusia membutuhkan etika, kapan dan dimanapun juga karena manusia


mempunyai hak asasinya, maka praktik etika harus dikaitkan dengan hak asasi manusia.
John locke (1632-1704) sebagai pelopor hak asasi manusia, dalam pangdangannya
menyebutkan bahwa manusia sebagai makhluk tuhan yang ada dalam hidup di dunia
mempunyai hak yakni hak manusia. Hak manusia adalah hak yang melekat pada setiap
manusia, sebab berkaitan dengan realitas hidup manusia sendiri. Hak tersebut dinamakan
“hak manusia” sebab manusia harus diniliai menurut martabatnya.

Paham sosialis dipelopori Karl Marx yang mengusung paham sosialis dengan
menekankan agar status kepemilikan swasta dihapuskan terutama untuk beberapa
komoditas penting dan strategis demi kepentingan masyarakat. Paham sosialis idak dapat
dipertahankan, karena berbenturan dengan hak azasi manusia dan berarti tidak sesuai
dengan nilai nilai etika bisnis.

[8]
Menurut Mihaly (2008:14) kebutuhan kebutuhan yang diatur dan diprioritaskan
secara terpusat dalam paham solusi sosialis dengan menentukan produksi dan konsumsi,
terbukti sangat lemah dan akhirnya hancur karena tidak bisa menghasilkan keuntungan
materiil yang dijanjikan dan sebagian karena organisasi politiknya lebih rentang digerogoti
oleh keserahakahan para pemimpinnya ketimbang aristokrasi dan elit bisnis.

2.3.2 Pengalaman dan Perkembangan Budaya


Referensi penting lainnya yang dapat dimanfaatkan sebagai acuan etika bisnis adalah peng
-alaman dan perkembangan budaya, baik budaya dari suatu bangsa maupun budaya yang
bersumber dari berbagai Negara (cracken, 1986).

Budaya adalah suatu system nilai dan norma yang diberikan kepada suatu kelompok
atau komunitas manusia dan ketika itu disepakati atau disahkan bersama sama sebagai
landasan dalam kehidupan (Rusdin,2002).

Bangsa Indonesia sebagaimana bangsa bangsa lain di asia, memiliki cirikhas budaya:
kekeluargaan, kerjasama dan hubungan kekerabatan yang kental. Sikap tenggang rasa juga
membudaya di Indonesia, sehingga bangsa ini dikenal toleran dengan orang dan bangsa lain.

Nilai nilai etika harus dilihat dari aspek positif budayanya, bukan malah meng-
interpretasikan menurut kemauan pribadi dan kelompok tertentu. Tentu tidak perlu
mereferensi kepada budaya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang bernilai etika negative
pada masa orde baru dan sayangnya budaya yang buruk tersebut hingga kini massih eksis di
Indonesia.

2.3.3 Sejarah
Budaya memperlengkapi orang dengan rasa identitas dan pengertian akan perilaku yang
dapat diterima dalam masyarakat. Beberapa dari sikap dan perilaku yang lebih penting yang
dipengaruhi oleh budaya adalah sebagai berikut :

1. Rasa diri dan ruang


2. Komunikasi dan Bahasa

[9]
3. Pakaian dan penampilan
4. Makanan dan kebiasaan makan
5. Waktu dan kesadaran akan waktu
6. Hubungan (keluarga, organisasi, pemerintahan, dan sebagainya)
7. Nilai dan norma
8. Kepercayaan dan sikap
9. Proses mental dan pelajaran
10. Kebiasaan kerja dan praktik

Masyarakat mempengaruhi nilai budaya dari berbagai sumber tidak ada manusia tanpa nilai.
Nilai yang dipengaruhi itu berasal dari berbagai sumber, baik budaya, budaya sekolah,
budaya agama, maupun pengalaman hidupnya semasa kecil.

Kehidupan dalam masyarakat kita, budaya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN)
seharusnya bukan budaya bangsa kita. KKn adalah penyimpangan yang merupakan
perpaduan nilai-nilai hubungan kekeluargaan dengan sistem kapitalis saan orde baru.
Sehingga etika yang berlaku saat itu adalah etika penguasa dan etika etika elit
pemerintahan, etika asal bapak senang (ABS) dan etika menjilat yang mengabaikan nilai-nilai
moral yang terkadang dalam Pancasila sepatutnya menjadi referensi bagi pelaku bisnis kita,
sehingga dengan demikian akan menjamin kemakmuran tercapainya suatu masyarakat yang
adli dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan.

2.3.4 Hukum
Untuk Menjamin kelanggengan hidup berbangsa dan bernegara pemerintah
menyusun dan memberlakukan hukum. Hukum merupakan aturan hidup yang bersifat
memaksa dan si pelanggar dapat diberi tindakan hukum yang tegas dan nyata. Hukum moral
dalam banyak hal lebih banyak mewarnai nilai-nilai etika. Hukum moral adalah tuntunan
perilaku manusia yang ditaati karena kesadaran yang bersumber pada hati nurani dan
bertujuan untuk mencapai kebahagiaan.

[10]
Selain hukum moral yang biasanya tidak tertulis dan hanya ditulis untuk penjelasan
informasi semata, etika bisnis juga mengadopsi aturan-aturan yang berlaku pada suatu
daerah, negara, atau kesepakatan-kesepakatan hukum internasional.

Hukum etika dalam masyarakat kita terutama dalam etika bisnis belum mampu
mengantisipasi perkembangan bisnis. Kita memakluminya, karena hukum dibuat setelah
penyelenggara-penyelenggara itu terjadi dalam suatu komunitas. Dengan sistem hukum
yang ada ditambah dengan hukum agama dan adat sebenarnya Indonesia tidak kekurangan
referensi etika yang berasal dari hukum.

Menyadari hukum semata dalam penyelenggaraan etika dapat berdampak negative


pada pertumbuhan bisnis dimasa yang akan dating. Untuk itu beberapa aspek yang belum
terkoordinir dalam hukum etika harus dicari jalan keluarnya.

2.3.5 Agama

Agama adalah sumber dari segala moral dalam etika apapun dengan kebenarannya
yang absolut. Tiada keraguan yang tidak boleh diragukan nilai-nilai etika yang bersumber
dari agama. Agama berkorelasi kuat dengan moral. Setiap agama mengandung ajaran moral
atau etika yang dijadikan peganggan begi penganutnya. Pada umumnya, kehidupan
beragama yang baik akan menghasilkan kehidupan moral yang baik pula. Orang-orang
dalam organisasi bisnis secara luas harus menganut nilai shiddiq, tabligh, amanat dan
fathanah.

1. Shiddiq dapat dimaknai jujur, benar atau sungguh


2. Tabligh berarti menyampaikan, kemampuan berkomunikasi, menjalis hubuk\ngan,
menjalin kerja sama, membentuk reputasi diri dan seterusnya;
3. Amanah berarti dapat dipercaya, punya kelayakan untuk dipercayai, atau credible
baik secara moral ataupun secara professional dan fathanah bermakna kecerdasan
atau kecerdikan

[11]
Sebagai ajaran yang menetapkain baik-buruk, benar dan salah suatu tindakan atau perilaku
manusua termasuk penyelenggara ekonomi dan bisnis, maka etika sering mengandalkan
sumber ajaran agama.

Menurut pandangan islam etika bisnis berdiri atas emapat pilar, yakni: Tauhid yang
berarti bahwa segala asset dari transaksi bisnis yang terjadi di dunia adalah milik Allah,
manusia hanya mendapatkan amanah untuk mengelolanya. Yang kedua Adil, artinya segala
keputusan menyangkut transaksi dengan lawan bisnis atau kesepakatan kerja harus
dilandasi dengan akad saling setuju dengan sistem profit and loss sharing. Yang ketiga dalah
Kehendak Bebas dalam hal ini manajemen islam mempersilahkan umatnya untuk
menumpahkan kreatifitas dalam melakukan transaksi bisnisnya sepanjang memenuhu asas
hukum ekonomi islam yaitu halal. Dan yang keempat adalah Pertanggung Jawaban Semua
komponen keputusan seorang pemimpin harus dipertanggung jawabkan oleh yang
bersangkutan.

Dalam ajaran islam, etika bisnis ditekankan pada empath hal, yaitu: kesatuam,
keseimbangan, kebebasan, dan tanggung jawab. Etika bisnis Islam sesungguhnya
menjungjung tinggi semangat saling percaya, kejujuran dan keadilan. Moto seperti jujur
untuk modal, akal untuk laba adalah ajaran- ajaran etika yang bersumber dari agama dan
moral. Selain sumber rujukan tersebut dapat pula digunakan nilai yang positif yang
berkembang di lingkungan umum, lingkungan pekerjaan, dan hati nurani kita.

[12]
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Secara umum, prinsip-prinsip yang dipakai dalam bisnis tipdak akan pernah
lepas dari kehidupan keseharian kita, Namun prinsip-prinsip yang berlaku dalam
bisnis sesungguhnya adalah implementasi dari prinsip etika pada umumnya. Bisnis
yang agung dan bermartabat adalah bisnis yang menjujung tinggi nilai nilai etika
dalam bisnisnya dan pelaku bisnis dengan penuh kesadaran, bukan karena suatu
keterpaksaan melaksanakan prinsip prinsip etika yang berlandaskan moral dalam
keseluruhan rangkaian aktivitas bisnisnya.

3.2 Saran
Menurut kami masih banyak hal-hal di dalam kegiatan bisnis yang perlu
diperbaiki demi menghasilkan kegiatan bisnis yang bermartabat. Sehingga kita perlu
untuk memahami prinsip-prinsip dalam menjalankan kegiatan bisnis dan menjalankan
bisnis secara etis dan tanggung jawab.

[13]
DAFTAR PUSTAKA

Ernawan R Erni,2016,Penerbit Alfabeta:Bandung.

[14]

Anda mungkin juga menyukai