Disusun oleh
Kelompok 5 EM-A :
Puji syukur alhamdulillah senantiasa kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang selalu
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Etika
Bisnis dan Profesi dengan judul “Kewajiban Karyawan dan Perusahaan”. Atas ridho dan
perkenan-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai batas waktu yang disediakan
sesuai dengan yang diharapkan.
Dengan kerendahan hati, kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Didit
Herlianto, Drs. MSi. selaku dosen Etika Bisnis dan Profesi yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami
tekuni serta semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah. Semoga Allah
SWT berkenan membalas segala kebaikannya.
Kami harap makalah ini dapat berguna kelak di kemudian hari. Kami sadar bahwa
makalah ini banyak kekurangan. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
dan untuk perbaikan makalah ini sangat kami harapkan. Jika ada sesuatu yang kurang
berkenan kami mohon maaf. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Kelompok 5
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................................2
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................................4
A. Latar Belakang....................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...............................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................................................5
A. Kesimpulan.......................................................................................................................14
B. Saran.................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................15
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Etika pada dasarnya adalah standar atau moral yang menyangkut benar-salah,
baik-buruk seperti apa yang dikatakan oleh perasaan sesorang, tetapi anggapan
seseorang atas perasaannya yang menganggap bahwa sesuatu yang dianggap benar
belum tentu perasaan orang lain menganggap bahwa hal itu benar atau sesuai dengan
etika.Dalam kerangka konsep etika bisnis terdapat pengertian tentang etika perusahaan,
etika kerja dan etika perorangan, yang menyangkut hubungan-hubungan sosial antara
perusahaan, karyawan dan lingkungannya.
Etika perusahaan menyangkut hubungan perusahaan dan karyawan sebagai satu
kesatuan dengan lingkungannya (misalnya dengan perusahaan lain atau masyarakat
setempat), etika kerja terkait antara perusahaan dengan karyawannya, dan etika
perorangan mengatur hubungan antar karyawan.
Masalah etika sangat kompleks, tersebar di berbagai disiplin ilmu. Perusahaan
dalam hal ini, dalam kelangsungan hidupnya menghadapi berbagai pengaruh baik dari
luar maupun dalam perusahaan. Dari dalam perusahaan adalah yang berhubungan
dengan karyawan. Khususnya bagaimana pelaksanaan etika hubungannya dengan hak
dan kewajiban karyawan terhadap perusahaan dan sebaliknya.
Dalam etika bisnis terdapat kewajiban dua pihak, yaitu pada karyawan dan pada
perusahaan, awalnya kita mulai dengan menyoroti kewajiban karyawan pada
perusahaan kemudian kita selanjutnya membalikan perspektifnya dengan
memfokuskan kewajiban perusahaan terhadap karyawan. Makalah ini membahas
tentang kewajiban-kewajiban karyawan dan perusahaan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja kewajiban karyawan terhadap perusahaan?
2. Apa yang dimaksud dengan Whistle Blowing?
3. Apa saja kewajiban perusahaan terhadap karyawan?
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
yamg disepakati, ketika ia menjadi karyawan di perusahaan
itu.
b. Kewajiban konfidensial
Kewajiban konfidensial adalah kewajiban untuk menyimpan
informasi yang bersifat konfidensial, dan karena itu rahasia, yang
telah diperoleh dengan menjalankan suatu profesi. Banyak profesi
yang mempunyai suatu kewajiban konfidensial, khususnya profesi
yang bertujuan membantu sesama manusia.
Konfidensial berasal dari kata Latin ‘confidere’ yang berarti
“mempercayai”. Contohnya di dalam profesi kedokteran, kalau orang
sakit berobat ke dokter, terpaksa ia harus menceritakan hal-hal yang
tidak enak rasanya bila diketahui orang lain, seperti sebab
penyakitnya, situasi keluarganya, dan lain-lain.
Dalam konteks perusahaan, konfidensial juga bisa memegang
peranan penting. Karena seseorang bekerja pada suatu perusahaan,
bisa saja ia memiliki akses kepada informasi rahasia. Contohnya
adalah profesi akuntan. Karena pekerjaannya, ia tahu persis
bagaimana keadaan finansial perusahaan, tetapi pengetahuan itu
tidak boleh dibawakannya keluar.
Perlu dicatat bahwa konfidensialitas tidak saja berlaku selama
karyawan bekerja di perusahaan, tetapi berlangsung terus setelah Ia
pindah kerja. Jika ia pindah kerja, kewajiban ini malah menjadi lebih
aktial, terutama bila perusahaan baru itu bergerak di bidang yang
sama. Adalah sangat tidak etis jika seseorang pindah kerja sambil
membawa rahasia perusahaan lama ke perusahaan baru supaya
mendapat gaji lebih tinggi.
Perlu ditekankan lagi bahwa kewajiban konfidensial ini
terbatas hanya pada informasi perusahaan. Hal-hal lain yang
diperoleh atau diketahui sambil bekerja di perusahaan, pada
prinsipnya tidak termasuk kewajiban konfidensial. Misalnya, kita
bisa membedakan informasi rahasia yang diperoleh seorang
karyawan waktu bekerja pada perusagaan dan keterampilan yang
dikembangkan oleh karyawan itu dengan bekerja pada perusahaan
yang sama. Informasi rahasia
6
tidak boleh dibocorkan kepada perusahaan lain, tetapi keterampilan
itu tentu boleh dibawa ke perusahaan lain.
Alasan lainnya adalah bahwa membuka rahasia perusahaan
bertentangan dengan etika pasar bebas. Kewajiban konfidensial
terutama penting dalam sistem ekonomi pasar bebas, di mana
kompetisi merupakan suatu unsur hakiki. Memiliki informasi tertentu
dapat mengubah posisi perusahaan satu dengan perusahaan lain
secara drastis, sehingga membuka rahasia perusahaan akan sangat
mengganggu kompetisi yang fair.
c. Kewajiban loyalitas
Kewajiban loyalitas juga merupakan konsekuensi dari status
seseorang sebagai karyawan perusahaan. Dengan mulai bekerja di
suatu perusahaan, karyawan harus mendukung tujuan-tujuan
perusahaan, dan karena itu pula ia harus menghindari segala sesuatu
yang bertentangan dengannya. Dengan kata lain, ia harus
menghindari apa yang bisa merugikan kepentingan perusahaannya.
Karyawan yang melakukan hal itu memenuhi kewajiban loyalitas.
Faktor utama yang bisa membahayakan terwujudnya loyalitas
adalah konflik kepentingan, artinya konflik antara kepentingan
pribadi karyawan dan kepentingan perusahaan.
Dalam konteks loyalitas ini termasuk juga masalah etis
seperti menerima komisi atau hadiah selaku karyawan perusahaan.
Sebab, dapat ditanyakan apakah dengan praktek itu karyawan tidak
merugikan perusahaannya.
Di Indonesia, khususnya di kota-kota besar, kita lihat orang
mudah sekali berpindah kerja. Kebiasaan ini dilatarbelakangi
pandangan liberalistis yang menomorsatukan pentingnya hak. Tidak
mustahil, di tempat lain ada budaya kerja lain di mana berpindah
kerja nyaris menjadi pelanggaran etika.
2. Melaporkan kesalahan perusahaan
Ada istilah dalam etika bisnis yaitu “Whistle Blowing” atau meniup
peluit. Dalam etika, istilah ini mendapat arti khusus, yaitu menarik perhatian
dunia luar dengan melaporkan kesalahan yang dilakukan oleh sebuah
organisasi. Misalnya dalam konteks pemerintahan, terjadi whistle blowing bila
7
seorang pegawai negeri memberitahukan kepada pers tentang praktek-praktek
korupsi dari atasannya. Bila dibatasi diri dalam rangka bisnis, artinya akan
menjadi: melaporkan kesalahan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan
kepada dunia luar, seperti instansi pemerintah atau pers. Perlu ditekankan
bahwa kita hanya berbicara tentang whistle blowing, kalau dilakukan oleh
karyawan temtang perusahaan di mana ia bekerja.
Jika seorang karyawan mengetahui terjadinya hal-hal yang kurang etis
dalam kegiatan perusahaan, apakah ia boleh membawa pengetahuan itu
keluar? Itulah masalah etika yang dimaksudkan di sini. Dalam hal ini, kadang-
kadang dibedakan lagi antara whistle blowing internal dan eksternal.
Perlu digarisbawahi lagi bahwa dengan whistle blowing dimaksudkan
pelaporan kesalahan perusahaan, bukan pelaporan kesalahan pribadi seseorang
dalam perusahaan. Misalnya, jika manajer utama melakukan pelecehan
seksual terhadap sekretarisnya dan hal ini dibenarkan ke dunia luar, hal itu
tidak termasuk whistle blowing, walaupun di sini terdapat sebuah kasus yang
dengan jelas berkonotasi etika.
Pelaporan kesalahan perusahaan itu dinilai dengan cara yang sangat
berbeda. Di satu pihak, seorang whistle blower bisa dipuji sebagai pahlawan,
karena ia menempatkan nilai-nilai moral yang benar dan luhur di atas
kesejahteraan pribadi. Di lain pihak, seorang pelapor kesalahan perusahaan
sering di cap sebagai pengkhianat, karena ia mengekspos kejelekan dari
perusahaannya. Dapat dimengerti bahwa bila dunia bisnis terutama
mymemihak kepada pandangan terakhir ini. Mereka melihat whistle blowing
sebagai hambatan besar untuk lancarnya usaha bisnis. Beberapa negara
memiliki undang-undang yang melindungi para whistle blowers.
a. Kesalahan perusahaan harus besar
Jika kesalahan perusahaan hanyalah kesalahan kecil, hak itu tidak
pantas dilaporkan. Dalam kekaisaran Roma sudah dikenal pepatah
De minimie non curat praetor, hakim tidak memperhatikan hal-hal
yang remeh. Selama kesalahan kecil saja, loyalitas terhadap
perusahaan tetap harus diutamakan. Tetapi kapan kesalahan
perusahaan dapat dianggap besar?
8
1) Kesalahan perusahaan adalah besar jika menyebabkan
kerugian yang tidak perlu untuk pihak ketiga (selain
perusahaan dan si pelapor)
2) Kesalahan bisa dianggap besar juga apabila terjadi
pelanggaran hak-hak manusia
3) Kesalahan dinilai besar pula apabila dilakukan kegiatan yang
bertentangan dengan tujuan perusahaan
b. Pelaporan harus didukung oleh fakta yang jelas dan benar
Semua fakta tentang kesalahan harus jelas dan dimengerti dengan
benar oleh si pelapor. Tidak boleh terjadi, orang melaporkan
sesuatu yang secara faktual kurang jelas atau tidak dikuasai betul
oleh si pelapor. Dalam konteks industri moderen yang memakai
teknologi tinggi, syarat kedua ini sering sekali sulit dipenuhi,
karena hanya sedikit orang yang benar-benar menguasai
masalahnya.
c. Pelaporan harus dilakukan semata-mata untuk mencegah terjadinya
kerugian bagi pihak ketiga, bukan karena motif lain
Kerugian besar kepada pihak ketiga bukan saja harus menjadi
kenyataan, melainkan juga motif untuk melaporkan kesalahan.
Tidak etis, bila orang melapor karena motif yang tidak murni,
walaupun kesalahannya memang besar. Whistle blowing karena
motif kurang murni sering terjadi. Misalnya, karyawan yang sudah
memutuskan untuk menghentikan kontrak kerjanya dengan
perusahaan karena kecewa mengenai pimpinan, pada saat ia pergi
membuka praktek kurang etis dari perusahaan, seperti misalnya
tidak membayar pajak. Motif kurang murni lainnya adalah mencari
muka pada pemerintah. Perbuatan semacam itu jelas bertolak
belakang dengan loyalitas terhadap perusahaan dan tidak diimbangi
oleh kepentingan lebih besar.
d. Penyelesaian masalah secara internal harus dilakukan dulu,
sebelum kesalahan perusahaan dibawa keluar
Jika karyawan merasa bertanggungjawab, ia harus berusaha dulu
untuk menyelesaikan masalah di dalam perusahaan sendiri melalui
jalur yang tepat. Hal itu juga sesuai dengan kewajiban loyalitasnya.
9
Baru setelah upaya penyelesaian secara internal itu gagal, ia boleh
memikirkan whistle blowing.
e. Harus ada kemungkinan real bahwa pelaporan kesalahan akan
mencatat sukses
Jika sebelumnya orang tahu bahwa pelaporan kesalahan tidak akan
menghasilkan apa-apa, lebih baik orang tidak melapor. Tentu saja,
sebelum berlangsung, tidak pernah ada kepastian bahwa pelaporan
akan mencapai sasarannya, yaitu mencegah terjadinya kerugian
untuk pihak ketiga.
10
cukup juga. Dengan membedakan begitu saja, belum tentu
diskriminasi. Dalam konteks perusahaan, diskriminasi dimaksudkan:
membedakan antara berbagai karyawan karena alasan tidak relevan
yang berakar dalam prasangka.
b. Argumentasi etika dalam melawan diskriminasi
Argumentasi yang dikemukakan sering berbeda, karena berlandaskan
beberapa teori etika yang berbeda. Disini hanya akan membahas 3,
yaitu:
1) Utilitarianisme
Dikemukakan argumen bahwa diskriminasi merugikan
perusahaan itu sendiri. Terutama dalam rangka pasar bebas,
menjadi sangat mendesak bahwa perusahaan memiliki
karyawan yang berkualitas yang menjamin produktivitas
terbesar dan mutu produk terbaik. Jika perusahaan
memperhatikan faktor-faktor lain selain kualitas karyawan ia
bisa ketinggalan dalam kompetisi dengan perusahaan lain.
Karena itu perusahaan harus menghindari diskriminasi untuk
kepentingan sendiri.
2) Deontologi
Mereka menggarisbawahi bahwa diskriminasi melecehkan
martabat dari seseorang yang didiskriminasi. Mendiskriminasi
seorang karyawan karena warna kulit atau jenis kelamin berarti
menyamakan dia dengan satu ciri saja dan ciri itu justru tidak
relevan dalam hubungan dengan pekerjaan. Hal itu berarti dia
tidak dihormati sebagai manusia. Jika karyawan/calon
karyawan didiskriminasi karena agama atau keyakinan politik,
ada alasan tambahan mengapa diskriminasi tidak etis. Ras,
gender, dan sebagainya tidak dipilih oleh seseorang dan tidak
tergantung dari kebebasannya. Tapi agama, keyakinan politik,
dan sebagainya dipegang oleh seseorang dengan bebas.
Kebebasan ini harus dihormati oleh semua orang juga oleh
perusahaan. Jika seseorang didiskriminasi karena hal itu berarti
hak asasinya dilanggar.
3) Teori Keadilan
11
Praktek diskriminasi bertentangan oleh keadilan, khususnya
keadilan distributif atau keadilan membagi. Keadilan distributif
menuntut bahwa kita memperlakukan semua orang dengan cara
yang sama.
2. Perusahaan harus menjamin kesehatan dan keselamatan kerja
Keselamatan kerja bisa terwujud bila mana tempat kerja itu aman. Dan tempet
kerja aman, kalau bebas dari resiko terjadinya kecelakaan yang mengakibatkan
pekerja cedera atau bahkan mati. Kesehatan kerja dapat direalisasikan karena
tempat kerja dalam kondisi sehat. Tempat kerja bisa dianggap sehat, kalau
bebas dari resiko terjadi gangguan kesehatan atau penyakit. Perusahaan harus
menjamin kesehatan dan keselamatan karyawan dengan melakukan hal ini
diharapkan memberikan pengaruh positif dan meningkatkan produktivitas
dalam bekerja.
3. Perusahaan memberikan gaji secara adil
Selain untuk mengembangkan diri, memberikan konstribusi yang bermanfaat
bagi masyarakat, motivasi seseorang untuk bekerja adalah mendapatkan updah
atau gaji.
a. Menurut pandangan distributif
Pandangan yang dilatarbelakangi konsepsi liberalistis berpendapat
bahwa upah atau gaji dapat dianggap adil, bila merupakan imbalan
untuk prestasi. Pandangan ini melihat masalahnya dari sudut pandang
perusahaan.
Pandangan sosialistis dikemukakan dari sudut pandang pekerja.
Mereka menekankan gaji baru adil apabila sesuai dengan kebutuhan
pekerja.
b. Enam faktor khusus
Thomas Garrett dan Richard Klonoski berpendapat bahwa ada enam
poin yang harus dipertimbangkan dalam menetapkan gaji, meliputi:
1. Peraturan Hukum
2. Upah yang layak
3. Kemampuan perusahaan
4. Pekerjaan dengan sifat khusus
5. Perbandingan dengan gaji perusahaan lain
6. Merundingkan gaji atau upah antara pekerja dan perusahaan
12
c. Senioritas dan imbalan rahasia
Senioritas yang mucul dalam pemberian gaji yang ditinjau dari segi
pengalaman kerja, periode kerja, serta loyalitas dan dedikasi pada
perusahaan. Namun saat ini senioritas sudah tidak diperhitungkan
lagi, melainkan lebih concern pada prestasi dan hak. Pemberian
kenaikan gaji yang diam-diam/dirahasiakan dari rekan sekerja dinilai
tidak etis karena mengabaikan kontrol sosial dan merusak suasana
kerja.
4. Perusahaan tidak boleh memberhentikan karyawan dengan semena-
mena
Dalam lingkungan perusahaan, pemberhentian karyawan, sering sekali tidak
bisa dihindarkan. Jika kita terjun dalam bisnis modern, mau tidak mau hal
seperti itu harus terjadi. Kejadian seperti itu termasuk masalah paling
sensitive, karena nasib hidup karyawan serta keluarga dipertaruhkan secara
langsung. Cara menangani masalah ini bisa menunjukkan mutu etis para
majikan. Pada awal industrialisasi, memberhentikan pekerja begitu saja
dianggap hal yang lumrah. Waktu itu hanya kepentingan perusahaan
menentukan pekerja akan diberhentikan. Dalam hal ini belum diakui hak
pekerja. Sesudah perkembangan lama, kini semua Negara mempunyai
peraturan hokum yang bertujuan melindungi karyawan, dalam situasi phk.
Salah satu peraturan penting adalah kewajiban perusahaan memberi pesangon.
Ada tiga alasan mengapa perusahaan akan memberhentikan karyawan:
a. Alasan internal (restrukturasi, otomatisasi, merger dengan
perusahaan lain)
b. Alasan eksternal (konyuktur, resesi ekonomi)
c. Dan kesalahan karyawan
Menurut Garret dan Kliniski ada tiga alasan konkret dalam memberhentikan
karyawan yaitu:
a. Majikan hanya boleh memberhentikan dengan alasan yang tepat
Kalau karyawan diberhentikan karena alasan ekonomis, seperti
mendesaknya pelangsungan untuk memperbaiki kinerja perusahaan,
pimpinan harus sungguh-sungguh yakin akan perlunya tindakan itu.
sikap para pengambil keputusan ragu-ragu tentang tepatnya atau
mendesaknya tindakan itu mereka harus menunda dulu kepentingan
Itu demi mempertahankan kesempatan kerja. Nasib karyawan tidak
boleh eh dikorbankan kepada suatu eksperimen saja. Jika tindakan
PHK tidak dihindarkan, pimpinan mempunyai kewajiban khusus
untuk tidak memperhatikan para karyawan senior. Terutama karena
dua alasan yang pertama, merekalah yang berjasa dalam membuat
perusahaan seperti adanya dan karenanya perusahaan berutang budi
kepada mereka. Kedua, karyawan senior terutama akan mengalami
13
kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan baru sedangkan karyawan
muda lebih gampang ditampung oleh perusahaan lain.
b. Majikan harus berpegang pada prosedur yang semestinya
Dalam hal ini peraturan hukum (kalau ada) harus dipegang dengan
saksama. disamping itu perusahaan besar sebaiknya mempunyai
aturan-aturan internal yang menjamin prosedur pemberhentian yang
jelas dan terbuka. Hal ini terutama mendesak bila karyawan dipecat
karena kesalahannya. di satu pihak, prosedur yang terbuka,
berdasarkan aturan yang diketahui semua karyawan tidak akan
menggoncangkan kepercayaan karyawan pada perusahaannya dan
tidak akan merusak iklim kerja. Sebab, tindakan pemberhentian selalu
merupakan kejadian yang sensitif dan solidaritas di antara karyawan
pada umumnya cukup besar. jika prosedur pemberhentian berlangsung
secara jelas dan transparan, bukan saja karyawan yang dihukum. Tapi
semua karyawan lain juga lebih mudah menerima tindakan itu sebagai
sebagai fair dan tidak akan muncul efek negatif untuk produktivitas di
perusahaan.
c. Majikan harus membatasi akibat negatif bagi karyawan seminimal
mungkin.
Di banyak negara, kepada karyawan yang diberhentikan karena
kesalahannya pun, menurut peraturan hukum harus diberikan
pesangon. Hal itu tidak enak bagi majikan bersangkutan tetapi tidak
dapat dinilai kurang adil, karya karena karyawan yang bersalah pun
tidak boleh dibiarkan terlantar. Di negara kesejahteraan (Welfare
State)orang seperti itupun memiliki hak atas tunjangan
pengangguran.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam etika bisnis terdapat kewajiban dua pihak, yaitu pada karyawan dan
pada perusahaan, awalnya kita mulai dengan menyoroti kewajiban karyawan pada
perusahaan kemudian kita selanjutnya membalikan perspektifnya dengan
memfokuskan kewajiban perusahaan terhadap karyawan. Makalah ini membahas
tentang kewajiban-kewajiban karyawan dan perusahaan.
Terdapat tiga kewajiban karyawan terhadap perusahaan yaitu kewajiban
ketaatan, konfidensialitas, dan loyalitas. Whistle blowing adalah tindakan seorang
pekerja yang memutuskan untuk melapor kepada media, kekuasaan internal atau
eksternal tentang hal-hal ilegal dan tidak etis yang terjadi di lingkungan kerja.
Selain membebani karyawan dengan berbagai kewajiban terhadap
perusahaan, suatu perusahaan juga berkewajiban untuk memberikan hak-hak yang
sepadan dengan karyawan. Perusahaan hendaknya tidak melakukan praktek
diskriminasi terhadap karyawan. Perusahaan juga berkewajiban untuk memberikan
kondisi kerja yang memperhatikan kesehatan dan keamanan pekerja, memberikan
imbalan gaji yang adil, dan sebagainya.
Hak-hak yang diterima karyawan hendaknya sesuai dengan kontribusinya ke
perusahaan. Karyawan yang berprestasi diberi haknya berupa bonus atau
penghargaan yang membuat karyawan terpacu untuk mempertahankan bahkan
meningkatkan kinerjanya. Dengan begitu tercipta hubungan timbak balik yang baik
antara perusahaan dan karyawan.
B. Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami uraikan, kami menyadari bahwa
dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang kontruktif untuk memperbaiki makalah
berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat dan menambah referensi pengetahuan
kita
15
DAFTAR PUSTAKA
Bertens, Kees. Pengantar Etika Bisnis (Seri Filsafat Atmajaya: 21), Yogyakarta, Penerbit Kanisius,
2000
16
NOTULENSI EPB KEL 5
19
jam kerja atas kesepakatan perusahaan, atau berdasarkan ketentuan yang
diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja
bersama.
h. Pekerja yang mengadukan perusahaan kepada yang berwajib mengenai
perbuatan perusahaan yang melakukan tindak pidana kejahatan.Karena
perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis
kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan.
i. Pekerja dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit
karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka
waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.
21