Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

ETIKA BISNIS DAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG)

Mata Kuliah :
Etika Bisnis dan Profesi

Dosen Pengampu :
Dr. Muhammad Gowon, S.E., Ak., M.Si., C.A.

Disusun Oleh :
Kelompok 8
R-009 Akuntansi

C1C020004 Nanda Afrimelta


C1C020010 Salsabila Ayu Gustina C1C020016 Zahra
Rasyanda Febro

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS JAMBI

2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat
dan karunia-Nya kami mampu menyelesaikan Makalah dengan judul “Etika Bisnis dan Good
Corporate Governance (GCG)” untuk memenuhi Tugas mata kuliah Etika Bisnis dan Profesi
pada program studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jambi.
Penyusunannya dapat terlaksana dengan baik berkat dukungan dan bantuan dari beberapa
pihak.

Untuk itu, pada kesempatan ini kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Dr.
Muhammad Gowon, S.E., Ak., M.Si., C.A. sebagai dosen pembimbing mata kuliah Etika
Bisnis dan Profesi dan juga kepada semua orang yang telah membantu baik secara materiil
maupun non-materiil dalam terselesaikannya tugas ini.

Dalam penulisan Makalah ini, kami menyadari bahwa Makalah ini belum sempurna dan
masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari para
pembaca untuk penyempurnaan yang bersifat membangun. Akhir kata, harapan kami semoga
makalah ini dapat bermanfaat dan berguna bagi semua.

Jambi, 19 Februari 2023

Kelompok 8

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................3
2.1 Pengertian Etika Bisnis...................................................................................................3
2.2 Prinsip-Prinsip Etika Bisnis.............................................................................................4
2.3 Peran Etika Bisnis...........................................................................................................7
2.4 Pengertian Good Corporate Governance........................................................................8
2.5 Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance...............................................................10
2.6 Manfaat Good Corporate Governance..........................................................................12
2.7 Prinsip Good Corporate Governance dalam Presfektif Etika Bisnis............................13
BAB III PENUTUP.................................................................................................................15
3.1 Kesimpulan....................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................17

iii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Etika pada dasarnya adalah standar atau moral yang menyangkut benar salah dan baik
buruk. Dalam kerangka konsep etika bisnis terdapat pengertian tentang etika perusahaan,
etika kerja dan etika perorangan, yang menyangkut hubungan-hubungan sosial antara
perusahaan, karyawan dan lingkungannya. Etika perusahaan menyangkut hubungan
perusahaan dan karyawan sebagai satu kesatuan dengan lingkungannya (misalnya dengan
perusahaan lain atau masyarakat setempat), etika kerja terkait antara perusahaan dengan
karyawannya, dan etika perorangan mengatur hubungan antar karyawan. Perilaku etis
yang telah berkembang dalam perusahaan menimbulkan situasi saling percaya antara
perusahaan dan stakeholders, yang memungkinkan perusahaan meningkatkan
keuntungan jangka panjang. Perilaku etis akan mencegah pelanggan, pegawai dan
pemasok bertindak oportunis, serta tumbuhnya saling percaya (Wulandari, 2015).

Implementasi etika dalam penyelenggaraan bisnis mengikat setiap personal menurut


bidang tugas yang diembannya. Dengan kata lain mengikat manejer, pimpinan unit kerja,
dan kelembagaan perusahaan. Semua anggota organisasi atau perusahaan sesuai dengan
tugas pokok dan fungsi harus menjabarkan dan melaksanakan etika bisnis secara
konsekuen dan penuh tanggung jawab. Dalam pandangan sempit, suatu perusahaan
dianggap telah melaksanakan etika bisnis bila mana perusahaan yang bersangkutan telah
melaksanakan tanggung jawab sosialnya. Perilaku beretika dalam bisnis akan
mendatangkan keuntungan bahkan lebih bersifat jangka panjang dibandingkan dengan
perilaku bisnis yang tidak beretika (Hermawan & Hanun, 2018).

Masalah Good Corporate Governance merupakan tema sentral pada awal abad ke-21
ini dan merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan nilai dari citra perusahaan
sehingga perusahaan memiliki keunggulan dalam bidang kualitas pelayanan bagi
pelanggannya dan kualitas hidup yang dapat di peroleh para karyawannya. Istilah Good
Corporate Governance sering diartikan sebagai tata kelola perusahaan. Penerapan
konsep Good Corporate Governance kedalam suatu perusahaan diyakini sudah menjadi
suatu keharusan bagi perusahaan-perusahaan modern. Penerapan Good Corporate
Governance berarti bagaimana manajemen perusahaan mengelola perusahaan tersebut
secara baik, benar dan penuh integritas. Karena itu prinsip Good Corporate Governance
melingkupi seluruh aspek dari organisasi, bisnis dan budaya perusahaan (Asril, 2019).

Penerapan Good Corporate Governance dapat didorong dari dua sisi, yaitu etika dan
peraturan. Dorongan dari etika (ethical driven) datang dari kesadaran individu-individu
pelaku bisnis untuk menjalankan praktik bisnis yang mengutamakan kelangsungan hidup
perusahaan, kepentingan stakeholders, dan menghindari cara-cara menciptakan
keuntungan sesaat. Di sisi lain, dorongan dari peraturan memaksa (regulatory driven)
perusahaan untuk patuh terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kedua
pendekatan ini memiliki kekuatan dan kelemahannya masing-masing dan seyogyanya
saling melengkapi untuk menciptakan lingkungan bisnis yang sehat. Inti dari Good

1
Corporate Governance adalah moral dan etika yang dibarengi dengan perangkat hukum
(Wulandari, 2015).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Etika Bisnis.


2. Bagaimana prinsip-prinsip Etika Bisnis.
3. Apa peran dari Etika Bisnis.
4. Apa yang dimaksud dengan Good Corporate Governance.
5. Bagaimana prinsip-prinsip Good Corporate Governance.
6. Apa manfaat dari Good Corporate Governance.
7. Bagaimana pandangan mengenai Good Corporate Governance dalam perspektif
Etika Bisnis.

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian Etika Bisnis.


2. Untuk mengetahui prinsip-prinsip Etika Bisnis.
3. Untuk mengetahui peran dari Etika Bisnis.
4. Untuk mengetahui pengertian Good Corporate Governance.
5. Untuk mengetahui prinsip-prinsip Good Corporate Governance.
6. Untuk mengetahui manfaat dari Good Corporate Governance.
7. Untuk mengetahui pandangan mengenai Good Corporate Governance dalam
perspektif Etika Bisnis.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Etika Bisnis

Etika Bisnis adalah pengetahuan tentang tata cara ideal dalam pengaturan dan
pengelolaan antara lain: norma dan moralitas yang berlaku secara universal dan berlaku
secara ekonomi dan sosial. Pertimbangan yang diambil pelaku bisnis dalam mencapai
tujuannya adalah dengan memperhatikan terhadap kepentingan & fenomena sosial dan
budaya masyarakat (Prihatminingtyas, 2019).

Etika bisnis adalah suatu tindakan dalam berbisnis yang memperhatikan dan
menggunakan aspek norma, moralitas, dan agama. Dengan memperhatikan pengertian
tersebut ada beberapa kata kunci yang penting, yakni berbisnis, norma, moralitas, dan
agama. Berbisnis yang dimaksud adalah melakukan kegiatan usaha baik yang dilakukan
secara individual perseorangan atau dalam bentuk usaha atau perusahaan. Sementara itu
berdasarkan norma, moralitas, dan agama adalah tindakan yang sesuai peraturan dan
kaidah-kaidah yang sejalan dengan aturan-aturan dan hukum yang berlaku termasuk
hukum agama.

2
Dalam sebuah perusahaan atau berwirausaha, etika bisnis dapat menjadi pedoman
atau standar bagi karyawan atau pelaku usaha dalam menjalankan aktivitas
kesehariannya. Begitu juga ketika sebuah perusahan atau pelaku usaha melakukan
transaksi bisnis di sebuah masyarakat maka norma, moral, dan agama harus benar-benar
digunakan dalam setiap praktiknya. Jika tidak maka akan menganggu kelangsungan
hidup perusahaan atau usaha baik secara langsung ataupun tidak dan baik dalam jangka
pendek maupun dalam jangka panjang kelak.

Sementara itu terdapat banyak versi definisi etika bisnis dari berbagai pihak, dan
berikut adalah beberapa definisi etika bisnis :

1. Menurut Laura Nash (1990), etika bisnis sebagai studi mengenai bagaimana norma
moral personal diaplikasikan dalam aktivitas dan tujuan perusahaan (dalam Sutrisna,
2010).
2. Menurut Griffin dan Ebert (2007), etika bisnis adalah istilah yang biasanya berkaitan
dengan perilaku etis atau tidak etis yang dilakukan oleh manajer atau pemilik suatu
organisasi.
3. Menurut Velasques (2005), etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai
moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana
diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis.
4. Menurut Irham Fahmi (2013), etika bisnis adalah aturan-aturan yang menegaskan
suatu bisnis boleh bertindak dan tidak boleh bertindak, dimana aturan-aturan tersebut
dapat bersumber dari aturan tertulis maupun aturan yang tidak tertulis. Dan jika suatu
bisnis melanggar aturan-aturan tersebut maka sangsi akan diterima. Dimana sangsi
tersebut dapat berbentuk langsung maupun tidak langsung.

Sementara itu mengutip Meilina (2016) bahwa bisnis yang beretika harus dilihat dari
tiga sudut pandang yaitu ekonomi, hukum, dan moral (Bertens (2013:25). Berikut
penjelasannya (Hermawan & Hanun, 2018):

1. Berdasarkan sudut pandang ekonomi, bisnis yang baik adalah bisnis yang
menghasilkan keuntungan tanpa merugikan orang lain.
2. Berdasarkan sudut pandang hukum bahwa bisnis yang baik adalah bisnis yang tidak
melanggar aturan-aturan hukum.
3. Berdasarkan sudut pandang moral bahwa bisnis yang baik adalah bisnis yang sesuai
dengan ukuran-ukuran moralitas.

2.2 Prinsip-Prinsip Etika Bisnis

Prinsip dalam hal ini dapat diartikan sebagai asas atau dasar untuk berpikir dan
bertindak. Di bawah ini dikutip beberapa contoh prinsip-prinsip etika dari beberapa
sumber. (Agoes & Ardana, 2011)

1. Prinsip-prinsip etika bisnis menurut Caux Round Table (dalam Alois A.


Nugroho,2001).

3
Prediksi John Naisbitt akan adanya standar perilaku etis dunia yang universal
makin mendekati kebenaran dengan munculnya prinsip etika internasional pertama
dalam bidang bisnis yang dihasilkan dalam pertemuan para eksekutif puncak bisnis
dari Amerika, Eropa, dan Jepang pada bulan Juli 1994. Pertemuan itu dikenal dengan
Caux Round Table. Bisa dipahami bahwa prinsip-prinsip etika bisnis menurut Caux
Round Table ini merupakan suatu kombinasi yang dilandasi secara bersama oleh
konsep etika Jepang kyosei yang sifatnya lebih menekankan kebersamaan
(communitarian) dan konsep etika Barat yang lebih menekankan pada penghormatan
terhad martabat/nilai-nilai individu (human dignity). Prinsip-prinsip etika bisnis
menurut Caux Round Table adalah:

1) Tanggung Jawab Bisnis: dari Shareholders ke Stakeholders.


2) Dampak Ekonomis dan Sosial dari Bisnis: Menuju Inovasi, Keadilan dan
Komunitas Dunia
3) Perilaku Bisnis: dari Hukum yang Tersurat ke Semangat Saling Percaya.
4) Sikap Menghormati Aturan.
5) Dukungan bagi Perdagangan Multilateral.
6) Sikap Hormat bagi Lingkungan Alam.
7) Menghindari Operasi-operasi yang Tidak Etis.

Prinsip pertama menyiratkan bahwa perlu ada perubahan paradigma tentang


tujuan perusahaan dan fungsi eksekutif perusahaan dilihat dari teori keagenan
(agency theory). Tujuan perusahaan menurut prinsip ini adalah menghasilkan barang
dan jasa untuk menciptakan kemakmuran bagi masyarakat secara luas
(stakeholders), bukan hanya terbatas untuk kepentingan shareholders para
pemegang saham (pemilik perusahaan). Dengan demikian, para eksekutif puncak
perusahaan menurut paradigma baru adalah mewakili dan memperhatikan
kepentingan semua pemangku kepentingan (stakeholders). Menurut teori keagenan
(paradigma lama), para eksekutif puncak perusahaan diangkat oleh para pemegang
saham sehingga maka para eksekutif ini hanya bekerja untuk kepentingan para
pemegang saham saja. Jadi, operasinya adalah menciptakan keuntungan dan
kekayaan bagi para pemegang saham.

Prinsip kedua menyiratkan bahwa kegiatan bisnis tidak semata mencari


keuntungan ekonomis. tetapi juga mempunyai dimensi sosial dan perlunya
menegakkan keadilan dalam setiap praktik bisnis mereka. Di samping itu, prinsip ini
juga menyiratkan bahwa kegiatan bisnis ke depan harus selalu didasarkan atas
inovasi dan keadilan. Semua pihak harus menciptakan suatu iklim dan kesadaran
agar aktivitas bisnis dapat bebas bergerak secara global melampaui batas-batas suatu
negara menuju satu kesatuan masyarakat ekonomi dunia.

Prinsip ketiga menekankan pentingnya membangun sikap kebersamaan dan


sikap saling percaya. Sikap ini hanya dapat dikembangkan bila para pelaku bisnis
mempunyai integritas dan kepedulian sosial.

4
Prinsip keempat menyiratkan perlunya dikembangkan perangkat hukum dan
aturan yang berlaku secara multilateral dan diharapkan semua pihak dapat tunduk
dan menghormati hukum/aturan multilateral tersebut.

Prinsip kelima merupakan prinsip yang memperkuat prinsip kedua agar semua
pihak mendukung perdagangan global dalam mewujudkan satu kesatuan ekonomi
dunia.

Prinsip keenam meminta kesadaran semua pelaku bisnis akan pentingnya


bersama-sama menjaga lingkungan bumi dan alam dari berbagai tindakan yang
dapat memboroskan sumber daya alam atau mencemarkan dan merusak lingkungan
hidup.

Prinsip ketujuh mewajibkan semua pelaku bisnis untuk mencegah


tindakantindakan tidak etis, seperti: penyuapan, pencucian uang, korupsi, dan
praktik-praktik tidak etis lainnya.

2. Prinsip etika bisnis menurut Sonny Keraf (1998).

Setidaknya ada lima prinsip etika bisnis yang dapat dijadikan titik tolak pedoman
perilaku dalam menjalankan praktik bisnis, yaitu:

1) Prinsip Otonomi
2) Prinsip Kejujuran
3) Prinsip Keadilan
4) Prinsip Saling Menguntungkan
5) Prinsip Integritas Moral

Prinsip otonomi menunjukkan sikap kemandirian, kebebasan, dan tanggung


jawab. Orang yang mandiri berarti orang yang dapat mengambil suatu keputusan dan
melaksanakan tindakan berdasarkan kemampuan sendiri sesuai dengan apa yang
diyakininya, bebas dari tekanan, hasutan, atau ketergantungan kepada pihak lain. Oleh
karena itu, syarat mutlak yang harus diciptakan untuk membentuk sikap mandiri
adalah mengembangkan suasana kebebasan dalam berpikir dan bertindak. Namun,
harus disadari bahwa kebebasan dalam hal ini harus disertai dengan kesadaran akan
pentingnya memupuk rasa tanggung jawab. Kebebasan tanpa rasa tanggung jawab
akan memunculkan manusia pengecut dan munafik, sedangkan kebebasan disertai
tanggung jawab akan menumbuhkan "sikap kesatria", yaitu sikap berani bertindak dan
mengatakan hal yang benar sekaligus berani dan berjiwa besar mengakui suatu
kesalahan, serta berani menanggung yang konsekuensinya.

Prinsip kejujuran menanamkan sikap bahwa apa yang dipikirkan adalah yang
dikatakan, dan apa yang dikatakan adalah yang dikerjakan. Prinsip ini juga
menyiratkan kepatuhan dalam melaksanakan berbagai komitmen, kontrak, dan
perjanjian yang telah disepakati. Prinsip kejujuran menjadi prasyarat untuk

5
membangun jaringan bisnis dan kerja tim yang dilandasi oleh rasa saling percaya
dengan semua mitra usaha dan mitra kerja.

Prinsip keadilan menanamkan sikap untuk memperlakukan semua pihak secara


adil (fair), yaitu suatu sikap yang tidak membeda-bedakan dari berbagai aspek, baik
dari aspek ekonomi (menyangkut distribusi pendapatan), aspek hukum (dalam hal
perlakuan yang sama di mata hukum), maupun aspek lainnya-seperti: agama, ras,
suku, dan jenis kelamin-untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam hal
perekrutan karyawan, promosi jabatan, pemilihan mitra usaha, dan sebagainya.

Prinsip saling menguntungkan menanamkan kesadaran bahwa dalam berbisnis


perlu ditanamkan prinsip win-win solution, artinya dalam setiap keputusan dan
tindakan bisnis harus diusahakan agar semua pihak merasa diuntungkan. Prinsip ini
melandasi lahirnya konsep stakeholders dalam proses keputusan dan tindakan bisnis.

Prinsip integritas moral adalah prinsip untuk tidak merugikan orang lain dalam
segala keputusan dan tindakan bisnis yang diambil. Prinsip ini dilandasi oleh
kesadaran bahwa setiap orang harus dihormati harkat dan martabatnya. Inti dari
prinsip integritas moral ini adalah apa yang disebut sebagai the golden rule atau
kaidah emas, yaitu: "Perlakukan orang lain sebagaimana Anda ingin diperlakukan dan
jangan dilakukan pada orang lain apa yang Anda tidak ingin orang lain perlakukan
kepada Anda."

3. Prinsip etika bisnis menurut Lawrence, Weber, dan Post (2005).

Prinsip etis merupakan tuntunan bagi perilaku moral. Contoh prinsip etika antara
lain kejujuran (honesty), pegang janji (keeping promises), membantu orang lain
(helping others), dan menghormati hak-hak orang lain (the rights of others).
Sementara itu, berbohong, mencuri, menipu, membahayakan/merugikan orang lain
adalah contoh penyimpangan dari prinsip perilaku etis. Lawrence, Weber, dan Post
sendiri tidak memberikan penjelasan lebih lanjut tentang prinsip-prinsip etika bisnis
ini karena prinsip-prinsip tersebut mungkin sudah dianggap jelas dengan sendirinya.

4. Weiss (2006) mengemukakan empat prinsip etika, yaitu: martabat/hak (rights),


kewajiban (duty), kewajaran (fairness), dan keadilan (justice). Weiss juga tidak
memberikan uraian lebih lanjut tentang prinsip-prinsip etika bisnis yang
diungkapkannya.

Dengan mengutip dan membandingkan prinsip-prinsip yang dikemukakan oleh


beberapa sumber di atas, tampak bahwa sampai saat ini belum terdapat kesamaan dalam
perumusan dan pemaknaan mengenai apa yang dapat dianggap sebagai prinsip-prinsip
etika bisnis. Hal ini dapat dimaklumi karena prinsip-prinsip yang dikemukakan tidak
digali dari pemahaman bersama tentang hakikat hidup manusia secara utuh dan
bagaimana peranan bisnis dalam merealisasikan tujuan manusia dalam konteks hakikat
manusia utuh tersebut.

6
2.3 Peran Etika Bisnis

Etika bisnis dalam perusahaan memiliki peran yang sangat penting, yaitu untuk
membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta
mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi, diperlukan suatu
landasan yang kokoh. Tidak ada cara yang paling baik untuk memulai penelaahan
hubungan antara etika dan bisnis selain dengan mengamati, bagaimanakah perusahaan
riil telah benar-benar berusaha untuk menerapkan etika ke dalam bisnis (Wulandari,
2015).

Haruslah diyakini bahwa pada dasarnya praktek etika bisnis akan selalu
menguntungkan perusahaan baik untuk jangka menengah maupun jangka panjang.
karena:

1. Mampu mengurangi biaya akibat dicegahnya kemungkinan terjadinya friksi, baik


intern perusahaan maupun dengan eksternal.
2. Mampu meningkatkan motivasi pekerja.
3. Melindungi prinsip kebebasan berniaga 4. Mampu meningkatkan keunggulan
bersaing.

Sementara itu beberapa ahli menyatakan peran etika bisnis sebagai berikut:
(Hermawan & Hanun, 2018)

1. Etika harus menjadi pedoman dalam kegiatan masyarakat, dan seharusnya juga
menjadi pedoman bagi pebisnis. Mana tindakan yang tepat, benar dan boleh
dilakukan dalam bisnis yang diharapkan menguntungkan semua pihak yang terlibat
(Satyanugraha, 2003).

2. Etika berperan sebagai penghubung pelaku bisnis. Pelayanan purna jual tentu
merupakan refleksi nilai atau etika bisnis yang diterapkan perusahaan untuk menjaga
loyalitas konsumennya (Tjiptono, 2005).

3. Etika juga berperan sebagai syarat utama untuk kelanggengan atau konsistensi
perusahaan. Loyalitas konsumen akan dapat membantu perusahaan agar tetap bisa
bertahan (Tjiptono, 2005).

4. Untuk membangun kultur bisnis yang sehat, idealnya dimulai dari perumusan etika
yang akan digunakan sebagai norma perilaku sebelum aturan (hukum) perilaku dibuat
dan laksanakan, atau aturan (norma) etika tersebut diwujudkan dalam bentuk aturan
hukum (Arman, 2011).

5. Sebagai kontrol terhadap individu. Pelaku dalam bisnis yaitu melalui penerapan
kebiasaan atau budaya moral atas pemahaman dan penghayatan nilai-nilai dalam

7
prinsip moral sebagai inti kekuatan suatu perusahaan dengan mengutamakan
kejujuran, bertanggung jawab, disiplin, berperilaku tanpa diskriminasi (Arman,
2011).

6. Etika bisnis hanya bisa berperan dalam suatu komunitas moral, tidak merupakan
komitmen individual saja, tetapi tercantum dalam suatu kerangka sosial (Arman,
2011).

2.4 Pengertian Good Corporate Governance

Walaupun istilah GCG dewasa ini sudah sangat populer, namun sampai saat ini
belum ada definisi baku yang dapat disepakati oleh semua pihak. Istilah "corporate
governance" pertama kali diperkenalkan olch Cadbury Committee, Inggris di tahun 1922
yang menggunakan istilah tersebut dalam laporannya yang kemudian dikenal sebagai
Cadbury Report (dalam Sukrisno Agoes, 2006). Istilah ini sekarang menjadi sangat
populer dan telah diberi banyak definisi oleh berbagai pihak. Di bawah ini diberikan
beberapa definisi dari beberapa sumber yang dapat dijadikan acuan. (Agoes & Ardana,
2011)

1. Cadbury Committee of United Kingdom: "A set of rules that define the relationship
between shareholders, managers, creditors, the government, employees, and other
internal and external stakeholders in respect to their right and responsibilities, or the
system by which companies are directed and controlled." ["Seperangkat peraturan
yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan,
pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan
eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan
kata lain suatu sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan."]

2. Forum for Corporate Governance in Indonesia-FCGI (2006)-tidak membuat definisi


tersendiri tetapi mengambil definisi dari Cadbury Committee of United Kingdom,
yang kalau diterjemahkan adalah: "... seperangkat peraturan yang mengatur hubungan
antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur,
pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal
lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka; atau dengan kata lain
suatu sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan."

3. Sukrisno Agoes (2006) mendefinisikan tata kelola perusahaan yang baik sebagai
suatu sistem yang mengatur hubungan peran Dewan Komisaris, peran Direksi,
pemegang saham, dan pemangku kepentingan lainnya. Tata kelola perusahaan yang
baik juga disebut sebagai suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan
perusahaan, pencapaiannya, dan penilaian kinerjanya.

4. Organization for Economic Cooperation and Development-OECD (dalam Tjager dkk,


2004)-mendefinisikan GCG sebagai: "The structure through which shareholders,
directors, managers, set of the board objectives of the company, the means of

8
attaining those objectives and monitoring performance." ["Suatu struktur yang terdiri
atas para pemegang saham, direktur, manajer, seperangkat tujuan yang ingin dicapai
perusahaan, dan alat-alat yang akan digunakan dalam mencapai tujuan dan memantau
kinerja."]

5. Wahyudi Prakarsa (dalam Sukrisno Agoes, 2006) mendefinisikan GCG sebagai: “...
mekanisme administratif yang mengatur hubungan-hubungan antara manajemen
perusahaan, komisaris, direksi, pemegang saham, dan kelompok-kelompok
kepentingan (stakeholders) yang lain. Hubungan-hubungan ini dimanifestasikan
dalam bentuk berbagai aturan permainan dan sistem insentif sebagai kerangka kerja
(framework) yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan perusahaan dan cara-cara
pencapaian tujuan-tujuan serta pemantauan kinerja yang dihasilkan”

Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat diketahui bahwa GCG dapat diberi
pengertian dalam arti sempit dan dalam arti luas. Definisi yang disampaikan oleh OECD
dapat mewakili pengertian dalam arti sempit, sedangkan definisi yang diberikan oleh
Cadbury Committee, Sakrisno Agoes, dan Wahyudi Prakarsa dapat mewakili pengertian
GCG dalam arti luas.

Setelah mengutip berbagai definisi sebagaimana diungkapkan sebelumnya, dapat


dirangkum suatu kesimpulan bahwa konsep good corporate governance (Agoes &
Ardana, 2011).

1. Wadah Organisasi (perusahaan, sosial, pemerintahan)


2. Model Suatu sistem, proses, dan seperangkat peraturan, termasuk
prinsipprinsip, serta nilai-nilai yang melandasi praktik bisnis yang
sehat
3. Tujuan • Meningkatkan kinerja organisasi
• Menciptakan nilai tambah bagi semua pemangku kepentingan
• Mencegah dan mengurangi manipulasi serta kesalahan yang
signifikan dalam pengelolaan organisasi
• Meningkatkan upaya agar para pemangku kepentingan tidak
dirugikan
4. Mekanisme Mengatur dan mempertegas kembali hubungan, peran, wewenang, dan
tanggung jawab:
• Dalam arti sempit: antar pemilik/ pemegang saham, dewan
komisaris, dan dewan direksi
• Dalam arti luas: antar seluruh pemangku kepentingan
Good Corporate Governance pada dasarnya merupakan suatu sistem (input, proses,
output) dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang
kepentingan (stakeholders) terutama dalam arti sempit hubungan antara pemegang
saham, dewan komisaris, dan dewan direksi demi tercapainya tujuan perusahaan
(Wulandari, 2015).

9
2.5 Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance

Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) mencoba untuk


mengembangkan beberapa prinsip yang dapat dijadikan acuan baik oleh pemerintah
maupun para pelaku bisnis dalam mengatur mekanisme hubungan antar para pemangku
kepentingan tersebut. Prinsip-prinsip OECD (dalam Sukrisno Agoes, 2006) mencakup
lima bidang utama, yaitu: hak-hak para pemegang saham (stockholders) dan
perlindungannya, peran para karyawan dan pihak-pihak yang berkepentingan
(stakeholders) lainnya, pengungkapan (disclosure) yang akurat dan tepat waktu,
transparansi terkait dengan struktur dan operasi perusahaan, serta tanggung jawab dewan
(maksudnya Dewan Komisaris dan Direksi) terhadap perusahaan, pemegang saham, dan
pihak-pihak yang berkepentingan lainnya. Secara ringkas, prinsip-prinsip tersebut dapat
dirangkum sebagai berikut:

1. Perlakuan yang setara antar pemangku kepentingan (fairness)


2. Transparansi (transparency)
3. Akuntabilitas (accountability)
4. Responsibilitas (responsibility)

Selanjutnya, National Committee on Governance (NCG, 2006) memublikasikan


"Kode Indonesia tentang Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Indonesia's Code of Good
Corporate Governance)". Sebagaimana dinyatakan dalam kata pengantarnya oleh
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Dr. Boediono, walaupun Kode Indonesia
tentang GCG ini bukan merupakan suatu peraturan, tetapi dapat menjadi pedoman
dasrangi seluruh perusahaan di Indonesia dalam menjalankan usaha agar kelangsungan
hidup perusahaan lebih terjamin dalam jangka panjang dalam koridor etika bisnis yang
pantas. Dalam kode GCG ini, NCG mengemukakan lima prinsip GCG, yaitu: (Agoes &
Ardana, 2011)

1. Transparansi (transparency)
2. Akuntabilitas (accountability)
3. Responsibilitas (responsibility)
4. Independensi (independency)
5. Kesetaraan (fairness)

Lima prinsip Good Corporate Governance yang dapat dijadikan pedoman bagi para
pelaku bisnis, yaitu Transparency, Accountability, Responsibility, Independency dan
Fairness yang biasanya diakronimkan menjadi TARIF. Penjabarannya sebagai berikut
(Wulandari, 2015):

1. Transparency (keterbukaan informasi)

Secara sederhana bisa diartikan sebagai keterbukaan informasi. Dalam mewujudkan


prinsip ini, perusahaan dituntut untuk menyediakan informasi yang cukup, akurat,
tepat waktu kepada segenap stakeholders-nya.

2. Accountability (akuntabilitas)

10
Yang dimaksud dengan akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, struktur, system dan
pertanggungjawaban elemen perusahaan. Apabila prinsip ini diterapkan secara efektif,
maka akan ada kejelasan akan fungsi, hak, kewajiban dan wewenang serta tanggung
jawab antara pemegang saham, dewan komisaris dan dewan direksi.

3. Responsibility (pertanggungjawaban)

Bentuk pertanggungjawaban perusahaan adalah kepatuhan perusahaan terhadap


peraturan yang berlaku, diantaranya; masalah pajak, hubungan industrial, kesehatan
dan keselamatan kerja, perlindungan lingkungan hidup, memelihara lingkungan bisnis
yang kondusif bersama masyarakat dan sebagainya. Dengan menerapkan prinsip ini,
diharapkan akan menyadarkan perusahaan bahwa dalam kegiatan operasionalnya,
perusahaan juga mempunyai peran untuk bertanggung jawab kepada shareholder juga
kepada stakeholders-lainnya.

4. Independency (kemandirian)

Intinya, prinsip ini mensyaratkan agar perusahaan dikelola secara profesional tanpa
ada benturan kepentingan dan tanpa tekanan atau intervensi dari pihak manapun yang
tidak sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku.

5. Fairness (kesetaraan dan kewajaran)

Prinsip ini menuntut adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi hak stakeholder
sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Diharapkan fairness dapat
menjadi faktor pendorong yang dapat memonitor dan memberikan jaminan perlakuan
yang adil di antara beragam kepentingan dalam perusahaan.

2.6 Manfaat Good Corporate Governance

Tjager dkk. (2003) mengatakan bahwa paling tidak ada lima alasan mengapa
penerapan Good Corporate Governance (GCG) itu bermanfaat, yaitu:

1. Berdasarkan survei yang telah dilakukan oleh McKinsey&Company menunjukkan


bahwa para investor institusional lebih menaruh kepercayaan terhadap
perusahaanperusahaan di Asia yang telah menerapkan GCG.
2. Berdasarkan berbagai analisis, ternyata ada indikasi keterkaitan antara terjadinya
krisis finansial dan krisis berkepanjangan di Asia dengan lemahnya tata kelola
perusahaan.
3. Internasionalisasi pasar-termasuk liberalisasi pasar finansial dan pasar
modalmenuntut perusahaan untuk menerapkan GCG.
4. Kalaupun GCG bukan obat mujarab untuk keluar dari krisis, sistem ini dapat menjadi
dasar bagi berkembangnya sistem nilai baru yang lebih sesuai dengan lanskap bisnis
yang kini telah banyak berubah.
5. Secara teoretis, praktik GCG dapat meningkatkan nilai perusahaan.

11
Indra Surya dan Ivan Yustiavandana (2007) mengatakan bahwa tujuan dan manfaat
dari penerapan GCG adalah:

1. Memudahkan akses terhadap investasi domestik maupun asing.


2. Mendapatkan biaya modal (cost of capital) yang lebih murah.
3. Memberikan keputusan yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja ekonomi
perusahaan.
4. Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari para pemangku kepentingan terhadap
perusahaan.
5. Melindungi direksi dan komisaris dari tuntutan hukum

Konsep GCG merupakan upaya perbaikan terhadap sistem, proses, dan seperangkat
peraturan dalam pengelolaan suatu organisasi yang pada esensinya mengatur dan
memperjelas hubungan, wewenang, hak, dan kewajiban semua pemangku kepentingan
dalam arti luas dan khususnya organ RUPS, Dewan Komisaris, dan Dewan Direksi
dalam arti sempit. Namun harus disadari bahwa betapa pun baiknya suatu sistem dan
perangkat hukum yang ada, pada akhirnya yang menjadi penentu utama adalah kualitas
dan tingkat kesadaran moral dan spiritual dari para aktor/pelaku bisnis itu sendiri (Agoes
& Ardana, 2011).
Adapun tujuan penerapan Good Corporate Governance, bagi suatu perusahaan
adalah:

1. Memaksimalkan nilai perusahaan dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan,


akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan agar Perusahaan memiliki
daya saing yang kuat, baik secara Nasional maupun Internasional.
2. Mendorong pengelolaan perusahaan secara profersional, transparan, dan efisien serta
memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian organ.
3. Mendorong agar organ dalam pembuatan keputusan dan menjalankan tindakan
dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap Peraturan
Perundangundangan yang berlaku, serta kesadaran akan adanya tanggung jawab
sosial perusahaan terhadap Stakeholder maupun kelestarian lingkungan di sekitar
perusahaan.
4. Meningkatkan kontribusi perusahaan dalam perekonomian Nasional.
5. Meningkatkan Iklim investasi Nasional.

Penerapan prinsip good corporate governance ke dalam perusahaan akan membawa


banyak manfaat, antara lain sebagai berikut (Asril, 2019):

1. Memeperbaiki komunikasi
2. Menimalisasi potensial benturan
3. Fokus pada strategi utama
4. Peningkatan produktivitas dan efisiens
5. Kesinambungan manfaat
6. Promosi citra corporate
7. Peningkatan kepuasan pelanggan 8. Perolehan kepercayaan investor
9. Lebih mudah memperoleh modal

12
10. Biaya modal (cost of capital) yang lebih rendah
11. Memperbaiki kinerja usaha
12. Mempengaruhi harga saham 13. Memperbaiki kinerja ekonomi.

2.7 Prinsip Good Corporate Governance dalam Presfektif Etika Bisnis

Apabila digambarkan Good Corporate Governance dalam perspektif etika bisnis


adalah seperti kaitan antara nilai, norma dan moral. Nilai merupakan suatu yang abstrak.
Tidak dapat dilihat, diraba atau dirasakan. Tetapi nilai ini hidup dan diakui oleh
masyarakat. Nilai ini sama seperti etika dalam bisnis. Tidak terlihat dan tidak dapat
disentuh, tetapi setiap pelaku bisnis mengetahui mengenai apa yang termasuk ke dalam
etika dalam pelaksanaan bisnis. Etika ini pun dilaksanakan oleh para pelaku bisnis.
Walaupun tidak terlihat tetapi dengan menerapkan etika bisnis ini para pelaku bisnis
dapat merasakan manfaat dan pengaruhnya terhadap bisnis mereka.

Selanjutnya adalah norma. Norma ini level selanjutnya di atas nilai. Karena norma
ini dapat dilihat dan di rasakan keberadaannya. Norma dibuat dalam rangka usaha
mewujudkan nilai. Norma disini dapat di samakan dengan Good Corporate Governance.
Etika bisnis yang abstrak itu mulai di usahakan untuk di konkritkan dengan dibuatnya
konsep Good Corporate Governance. Kalau etika bisnis mengatur mengenai perbuatan
apa saja yang boleh dan tidak boleh, salah dan benar, baik dan buruk, Good Corporate
Governance lebih kepada pengaturan mengenai apa yang harus dilakukan perusahaan
secara konkrit yang didalamnya sudah terkandung etika bisnis tadi.

Lalu yang terakhir adalah moral. Moral adalah perwujudan paling nyata dibanding
nilai dan norma. Karena disini sudah ada realisasi dari para subjek. Sudah tidak hanya
berbicara baik dan buruk atau apa yang harus dilakukan tetapi moral sudah sampai pada
tahap mematuhi aturan yang ada. Moral ini seperti kode etik ataupun aturan mengenai
prinsip Good Corporate Governance secara tertulis atau yang lebih dikenal dengan
Pedoman Prinsip Good Corporate Governance. Etika bisnis dan Good Corporate
Governance tadi yang bentuknya abstrak dan semi nyata harus diwujudkan dengan satu
alat yang punya kekuatan lebih powerfull agar para pelaku bisnis dapat mematuhinya
tanpa rasa kebingungan. Kode etik berfungsi sebagai pedoman pelaksanaan etika bisnis
dan prinsip Good Corporate Governance yang baik dan sesuai dengan peraturan, baik
peraturan negara ataupun peraturan perusahaan.

Jadi etika bisnis dan Good Corporate Governance memiliki keterkaitan yang sangat
erat. Dimana apabila Good Corporate Governance ingin diterapkan maka dibutuhkan
pengetahuan mengenai etika bisnis yang baik. Dalam prinsip Good Corporate
Governance pun sudah terkandung etika bisnis yang diperlukan dalam meningkatkan
kualitas perusahaan. Jadi keduanya merupakan hal yang sangat penting dalam upaya
meningkatkan nilai dari suatu perusahaan. Tetapi pelaksanaan baik etika bisnis maupun
prinsip Good Corporate Governance memerlukan suatu instrumen berupa pedoman yang
mengatur secara tertulis mengenai etika bisnis yang harus dilaksanakan dan prinsip Good
Corporate Governance tersebut (Wulandari, 2015).

13
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Etika bisnis adalah suatu tindakan dalam berbisnis yang memperhatikan dan
menggunakan aspek norma, moralitas, dan agama. Dalam sebuah perusahaan atau
berwirausaha, etika bisnis dapat menjadi pedoman atau standar bagi karyawan atau
pelaku usaha dalam menjalankan aktivitas kesehariannya. Begitu juga ketika sebuah
perusahan atau pelaku usaha melakukan transaksi bisnis di sebuah masyarakat maka
norma, moral, dan agama harus benar-benar digunakan dalam setiap praktiknya. Jika
tidak maka akan mengganggu kelangsungan hidup perusahaan atau usaha baik secara
langsung ataupun tidak dan baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang
kelak.

Prinsip dalam hal ini dapat diartikan sebagai asas atau dasar untuk berpikir dan
bertindak. Berikut ini beberapa contoh prinsip-prinsip etika dari beberapa sumber.
Prinsip-prinsip etika bisnis menurut Caux Round Table adalah: 1) Tanggung Jawab
Bisnis: dari Shareholders ke Stakeholders, 2) Dampak Ekonomis dan Sosial dari Bisnis:
Menuju Inovasi, Keadilan dan Komunitas Dunia, 3) Perilaku Bisnis: dari Hukum yang
Tersurat ke Semangat Saling Percaya, 4) Sikap Menghormati Aturan, 5) Dukungan bagi
Perdagangan Multilateral, 6) Sikap Hormat bagi Lingkungan Alam, 7) Menghindari
Operasi-operasi yang Tidak Etis. Prinsip etika bisnis menurut Sonny Keraf (1998),
setidaknya ada lima prinsip etika bisnis yang dapat dijadikan titik tolak pedoman perilaku
dalam menjalankan praktik bisnis, yaitu: Prinsip Otonomi, Prinsip Kejujuran, Prinsip
Keadilan, Prinsip Saling Menguntungkan, dan Prinsip Integritas Moral.

Etika bisnis dalam perusahaan memiliki peran yang sangat penting, yaitu untuk
membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta
mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi, diperlukan suatu
landasan yang kokoh. Haruslah diyakini bahwa pada dasarnya praktek etika bisnis akan
selalu menguntungkan perusahaan baik untuk jangka menengah maupun jangka panjang.
karena: 1) Mampu mengurangi biaya akibat dicegahnya kemungkinan terjadinya friksi,
baik intern perusahaan maupun dengan eksternal, 2) Mampu meningkatkan motivasi
pekerja, 3) Melindungi prinsip kebebasan berniaga, dan 4) Mampu meningkatkan
keunggulan bersaing.

Sukrisno Agoes (2006) mendefinisikan tata kelola perusahaan yang baik sebagai
suatu sistem yang mengatur hubungan peran Dewan Komisaris, peran Direksi, pemegang
saham, dan pemangku kepentingan lainnya. Tata kelola perusahaan yang baik juga
disebut sebagai suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan,
pencapaiannya, dan penilaian kinerjanya. Good Corporate Governance pada dasarnya
merupakan suatu sistem (input, proses, output) dan seperangkat peraturan yang mengatur
hubungan antara berbagai pihak yang kepentingan (stakeholders) terutama dalam arti
sempit hubungan antara pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan direksi demi
tercapainya tujuan perusahaan.

14
Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) mencoba untuk
mengembangkan beberapa prinsip yang dapat dijadikan acuan baik oleh pemerintah
maupun para pelaku bisnis dalam mengatur mekanisme hubungan antar para pemangku
kepentingan tersebut. Secara ringkas, prinsip-prinsip tersebut dapat dirangkum sebagai
berikut: 1) Perlakuan yang setara antar pemangku kepentingan (fairness), 2) Transparansi
(transparency), 3) Akuntabilitas (accountability), dan 4) Responsibilitas (responsibility).
Selanjutnya, National Committee on Governance (NCG, 2006) memublikasikan "Kode
Indonesia tentang Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Indonesia's Code of Good
Corporate Governance)". Dalam kode GCG ini, NCG mengemukakan lima prinsip
GCG, yaitu: Transparency, Accountability, Responsibility, Independency dan Fairness
yang biasanya diakronimkan menjadi TARIF.

Indra Surya dan Ivan Yustiavandana (2007) mengatakan bahwa tujuan dan manfaat
dari penerapan GCG adalah: 1) Memudahkan akses terhadap investasi domestik maupun
asing, 2) Mendapatkan biaya modal (cost of capital) yang lebih murah, 3) Memberikan
keputusan yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja ekonomi perusahaan, 4)
Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari para pemangku kepentingan terhadap
perusahaan, dan 5) Melindungi direksi dan komisaris dari tuntutan hukum. Konsep GCG
merupakan upaya perbaikan terhadap sistem, proses, dan seperangkat peraturan dalam
pengelolaan suatu organisasi yang pada esensinya mengatur dan memperjelas hubungan,
wewenang, hak, dan kewajiban semua pemangku kepentingan dalam arti luas dan
khususnya organ RUPS, Dewan Komisaris, dan Dewan Direksi dalam arti sempit.

Etika bisnis dan Good Corporate Governance memiliki keterkaitan yang sangat
erat. Dimana apabila Good Corporate Governance ingin diterapkan maka dibutuhkan
pengetahuan mengenai etika bisnis yang baik. Dalam prinsip Good Corporate
Governance pun sudah terkandung etika bisnis yang diperlukan dalam meningkatkan
kualitas perusahaan. Jadi keduanya merupakan hal yang sangat penting dalam upaya
meningkatkan nilai dari suatu perusahaan. Tetapi pelaksanaan baik etika bisnis maupun
prinsip Good Corporate Governance memerlukan suatu instrumen berupa pedoman yang
mengatur secara tertulis mengenai etika bisnis yang harus dilaksanakan dan prinsip Good
Corporate Governance tersebut (Wulandari, 2015).

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, S., & Ardana, I. C. (2011). ETIKA BISNIS DAN PROFESI : Tantangan Membangun
Manusia Seutuhnya. Jakarta: Salemba Empat.
Asril, J. (2019). Etika Bisnis Dan Konsep Good Corporate Governance Dalam Menciptakan
Perusahaan Berbasis Nilai. Jurnal Ilmiah MEA (Manajemen, Ekonomi, & Akuntansi),
3(1), 215–224. https://doi.org/10.31955/mea.vol3.iss2.pp215-224
Hermawan, S., & Hanun, N. R. (2018). Etika Bisnis Dan Profesi Disusun. Jawa Timur:
UMSIDA Press.

15
Prihatminingtyas, B. (2019). ETIKA BISNIS (Suatu Pendekatan Dan Implikasinya Terhadap
Stakeholders). Malang: CV IRDH.
Wulandari, S. (2015). Good Corporate Governance Dalam Perspektif Etika Bisnis. Journal
Applied Business and Economics Volume 1 Nomor 3 Maret 2015, 1(3), 184–199.

16

Anda mungkin juga menyukai