Oleh :
Adrinal Gustia Ardi ( 20-040 )
Ghazi Muhammad ( 20-049 )
Alvian Esa Aryani (20-073 )
Dosen Pengampu :
Ethika, S.E, M.Si.
Kelompok 7
i
Daftar Isi
Kata Pengantar.................................................................................................................................................................i
Daftar Isi.......................................................................................................................................................................... ii
BAB I................................................................................................................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang.................................................................................................................................................1
1.2. Dasar Teori......................................................................................................................................................1
1.3. Tujuan..............................................................................................................................................................2
1.4. Rumusan Masalah...........................................................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................................................................3
2.1. Prinsip atau Pondasi........................................................................................................................................3
2.2. Konsep atau Defenisi Etika Bisnis....................................................................................................................4
2.3 Teori-teori Etika Bisnis.....................................................................................................................................4
2.4 Etika Dalam Lingkungan Bisnis.........................................................................................................................8
BAB III..............................................................................................................................................................................9
Kesimpulan..................................................................................................................................................................9
Daftar Pustaka...............................................................................................................................................................10
ii
BAB I
Pendahuluan
1
1.3. Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui dan memberikan wawasan yang utuh
dan mendalam tentang Pondasi, Konsep, dan Teori Etika Bisnis dan Lingkungan Bisnis
2
BAB II
Pembahasan
Adapun beberapa prinsip yang wajib ada untuk memenuhi etika dalam berbisnis, yaitu :
Prinsip Otonomi
Saat seseorang ataupun perusahaan mampu memenuhi prinsip ini, maka kehidupan
bisnisnya menjadi lebih hidup. Prinsip ini dapat menentukkan dan mengetahui sikap dan
kemampuan manusia dalam mengambil keputusan dan bertindak sesuai dengan
kesadarannya sendiri.
Prinsip Kejujuran
Sejatinya kejujuran amat sangat dijunjung tinggi dalam setiap aspek kehidupan. Kejujuran
dalam berbisnis dapat dikategorikan sebagai syarat-syarat dalam pemenuhan perjanjian
antar sesama pengelola bisnis maupun semua yang terlibat didalamnya.
Prinsip Keadilan
Dari prinsip ini semua pelaku usaha diwajibkan untuk berlaku adil terhadap hak-hak pribadi
yang dimiliki oleh setiap orang. Prinsip keadilan ini tidak hanya berlaku dalam ruang
eksternal saja, namun juga harus berlaku dan wajib dipenuhi bagi setiap anggota tubuh
internal perusahaan. Keadilan dalam berbisnis dapat dicapai bila negara memperlakukan
semua pelaku bisnis secara setara tanpa adanya asas perbedaan kasta maupun jenis dari
bisnis yang dilakoni. Selain itu, ada juga keadilan yang berlaku di perusahaan. Pemilik
perusahaan dituntut untuk berlaku adil terhadap semua karyawan tanpa membedakan
status atau tingkatan pekerjaan yang dilakukan.
3
Prinsip Integritas Moral
Dalam tahap ini para pelaku bisnis, haruslah memiliki kesadaran yang telah menjadi
tuntutan dalam diri pelaku bisnis. Hal ini dikatakan sebagai tahapan mendasar dan wajib
dimiliki oleh setiap orang yang berkecimpung di dunia ini. Kesadaran untuk berbuat adil dan
memenuhi setiap prinsip dalam bisnis, merupakan dasar dari etika dalam berbisnis.
Etika Bisnis adalah prinsip-prinsip moral yang dijadikan sebagai pedoman atau panduan untuk
bisnis yang sedang dijalankan. Sehingga, seluruh aspek yang berkaitan dengan bisnis tersebut dapat
menjalankan bisnis sesuai dengan nilai-nilai, norma-norma, dan perilaku yang adil, baik, sehat, serta
professional, baik bagi seluruh orang di dalam perusahaannya, klien, mitra kerja, pemegang saham,
pelanggan dan masyarakat luas. Dalam dunia bisnis, kita pasti akan mengenal istilah etika bisnis.
Banyak orang yang sangat setuju bahwa etika bisnis memang perlu dimiliki oleh setiap bisnis.
Salah satu prinsip etika bisnis adalah menjadikan bisnis menjadi suatu kegiatan yang beretika,
sehingga dapat berjalan seiring dengan kaidah-kaidah etika, hukum dan peraturan yang berlaku.
Dalam banyak hal, norma-norma dan kaidah etika yang berlaku tidak hanya baik untuk diterapkan
pada bisnis, namun juga membantu kita untuk bertanggung jawab dan berperilaku baik pada
masyarakat. Itulah mengapa etika bisnis dan tanggung jawab sosial selalu berjalan beriringan.
Selain itu, etika bisnis dan profesi juga memiliki kaitan yang erat satu sama lain. Mengapa
demikian? Karena etika bisnis dapat dijadikan sebagai pedoman yang sama untuk diterapkan pada
individu dalam bekerja dan berperilaku sesuai dengan kaidah norma-norma dan nilai-nilai yang
berlaku di dalam tempat kerjanya. Oleh karena itu, setiap individu yang terjun ke dalam dunia bisnis
atau fokus pada profesinya harus membaca dan memahami makalah etika bisnis serta materi etika
bisnis yang mungkin dimiliki masing-masing organisasi dan perusahaan. Tujuannya agar individu
dapat memahami etika bisnis yang diterapkan tempat kerjanya masing-masing.
4
Untuk lebih memahami teori etika, harus ada pemahaman tentang serangkaian tujuan bersama
yang ingin dicapai oleh pembuat keputusan untuk menjadi sukses.
Berikutnya akan dijelaskan berapa teori etika yang disarikan dari beberapa literatur etika :
Teori Teleologi
Teleologi merupakan kata yang berasal dari bahasa Yunani yaitu telos yang memiliki arti
tujuan dan logos yang berarti perkataan. Teleologi adalah ajaran yang menerangkan segala
sesuatu dan segala kejadian menuju pada tujuan tertentu. Istilah teleologi dikemukakan
oleh Christian Wolff, seorang filsuf Jerman abad XVIII. Dalam etika teleologi, baik dan
buruknya suatu tindakan diukur berdasarkan tujuan yang ingin dicapai atau didasarkan
akibat yang ditimbulkan oleh suatu tindakan. Sehingga teleologi dapat diartikan sebagai
pertimbangan moral terhadap baik atau buruknya suatu tindakan. Sekalipun suatu tindakan
dinilai salah menurut hukum, tetapi bila tindakan tersebut bertujuan dan berakibat baik,
maka tindakan itu akan dianggap baik. Misalnya mencuri itu suatu perbuatan yang tidak
baik, namun bila mencuri itu digunakan untuk menolong nyawa seseorang, maka mencuri
dalam perspektif teleologi dibenarkan. Pandangan ini bila diijinkan akan merusak tatan
masyarakat, Untuk itu, harus diingat bahwa tujuan yang baik tetap harus disertai dengan
tindakan yang benar menurut hukum. Lebih lanjut, etika teleologi menjadi dasar munculnya
aliran-aliran teleologi, yaitu egoisme dan utilitarianisme.
Teori Egoisme
Egoisme adalah teori yang memberikan prioritas pada suatu alasan pemilihan pengambilan
keputusan yang menguntungkan diri sendiri (Duska, 2007). Ketika terdapat konflik
kepentingan antara kepentingan yang menguntungkan diri sendiri dan kepentingan yang
menguntungkan masyarakat, maka egoisme merekomendasikan tindakan untuk
mementingkan diri sendiri. Secara singkat dapat dikatakan bahwa egoisme merupakan
suatu pandangan yang mengarahkan agar seseorang selalu bertindak demi kepentingan
terbaiknya sendiri. Keberatan terhadap teori egoisme diungkapkan oleh (Duska, 2007)
sebagai berikut:
1. Egoisme tidak sesuai dengan aktivitas manusia. Hal ini dapat dimisalkan dalam
pemberian nasihat dalam suatu persahabatan sejati, sementara dalam hubungan
bisnis menjadi agen untuk orang lain. Bagaimana seseorang dapat memberikan
nasihat yang obyektif bila dalam berfikir selalu mementingkan dirinya sendiri.
2. Egoisme tidak dapat menyelesaikan perselisihan. Jika setiap orang harus
mementingkan diri mereka sendiri, apa yang harus dilakukan oleh dua orang ketika
mereka berdua memiliki kepentingan yang sama? Sehingga egoism bukan teori yang
direkomendasikan untuk dipraktekkan.
3. Egoisme mengarah pada anomali aneh, yang tidak dapat diundangkan, diterbitkan,
diajarkan, atau bahkan diucapkan dengan keras. Seorang yang egois benarbenar
percaya bahwa dia harus bertindak untuk kepentingannya dan selalu menjaga agar
situasi di mana kepentingannya dapat tanpa memperdulikan kepentingan orang lain.
4. Egoisme didasarkan pada pandangan egosentris yang melihat segala sesuatu yang
paling penting dari sisi diri sendiri. Selalu ingin jadi pusat dari alam semesta. Ekonom
seperti Adam Smith berpikir bahwa jika suatu masyarakat dibentuk sebuah sistem
yang memanfaatkan kepentingan diri yang kuat dan melegitimasi maka masyarakat
5
akan lebih produktif (Duska, Duska, & Ragatz, 2011). Hal yang senada juga
diungkapkan oleh filsuf Thomas Hobbes bahwa “jika Anda melihat secara mendalam
ke dalam motivasi manusia, maka semua tindakan diarahkan oleh kepentingan
pribadi” (Duska et al., 2011).
Secara umum dapat disimpulkan bahwa egoisme memberi prioritas suatu tindakan
dengan alasan: “bahwa segala sesuatu itu harus menguntungkan saya”. Ketika terdapat
paradoks konflik antara kepentingan yang baik untuk saya dan kepentigan yang baik
untuk masyarakat, egoisme merekomendasikan tindakan mementingkan diri sendiri.
Dalam kehidupan, tentulah tidak baik memandang segala sesuatu dari sudut pandang
kepentingan diri sendiri, karena itu teori ini kurang tepat untuk diterapkan daam
bermasyarakat.
Utilitarianisme
Utilitarianisme merupakan suatu penilaian perbuatan berdasarkan baik dan buruknya
tindakan atau kegiatan dengan mempertimbangkan kepentingan orang banyak.
Utilitarianisme dapat membenarkan suatu tindakan yang secara deontologis tidak etis
sebagai tindakan yang baik dan etis, yaitu ketika ternyata tujuan atau akibat dari tindakan
itu bermanfaat bagi bayak orang. Utilitarianisme sangat menghargai kebebasan setiap
pelaku moral. Tidak ada paksaan bahwa seseorang harus bertundak dengan cara tertentu
yang mungkin tidak diketahui alasannya mengapa demikian. Jadi, suatu tindakan baik
diputuskan dan dipilih berdasarkan kriteria yang rasional dan bukan sekedar mengikuti
tradisi atau perintah tertentu.
Utilitarianisme digambarkan oeh John Stuart Mill sebagai: “ Suatu tindakan benar sesuai
dengan proporsinya apabila digunakan untuk meningkatkan kebahagiaan, dan akan menjadi
salah bila cenderung menghasilkan kebalikan dari kebahagiaan… semantara yang dimaksud
dengan kebahagiaan bukanlah kebahagiaan terbesar dari seseorang, tetapi kebahagiaan
terbesar yang dapat dirasakan bersama-sama (Duska, 2007). Beberapa keterbatasan
utilitarianisme dikemukakan adalah sebagai berikut (Duska, 2007):
1. Masalah formulasi. Permsalahan untuk menentukan formula antara bagaimana
formulasi antara tindakan yang akan menghasilkan kebaikan sebaik mungkin, yaitu,
memaksimalkan kebahagiaan, ataukah secara etis cukup puas dengan memastikan
telah terdapat banyak kebahagiaan daripada kesengsaraan.
2. Masalah distribusi. Ungkapan "kebaikan terbesar untuk banyak orang” (the
greatest good for the greatest number of people) merupakan pendapat yang
ambigu. Karena hal ini menimbulkan kegalauan untuk memilih antara berkewajiban
untuk menghasilkan barang dalam jumlah banyak, atau memberi manfaat kepada
orang banyak.
3. Masalah memutuskan apa yang baik. Hal ini berkaitan dengan pemenuhan
kebutuhan manusia dengan membandingkan yang baik dengan apa yang
diinginkan. John Stuart Mill dan Jeremy Bentham, keduanya penganut hedonisme,
mereka menyamakan yang baik dengan kebahagiaan, dan kebahagiaan dengan
kesenangan. Obyek dari keinginan adalah barang, di mana barang terbagi menjadi
dua jenis: barang intrinsik dan barang ekstrinsik. Barang intrinsik adalah sesuatu
6
yang diinginkan untuk kepentingan diri sendiri, sedangkan barang ekstrinsik akan
digunakan untuk mendapatkan barang lain, misalnya adalah uang. Sementara
kebahagiaan merupakan kebaikan intrinsik. Uang dapat membuat seseorang
Bahagia, karena dengan uang dia mendapatkan banyak barangyang diinginkan,
namun kebahagian tidak bisa diukur dengan uang karena Bahagia itu sesuatu yang
tidak bisa diukur dan berbeda bagi masing-masing orang.
4. Masalah dalam memprediksi masa depan. Setiap tindakan akan ada
konsekuensinya, untuk itu setiap orang harus bisa memprediksi konsekuensi yang
akan terjadi atas segala perbuatannya hari ini terhadap masa .
Teori Deontologi
Deontologi berasal dari kata dalam Bahasa Yunani yaitu deon yang berarti kewajiban.
Deontologi merupakan suatu pendapat bahwa etika suatu tindakan didasarkan pada
kewajiban, apa pun konsekuensinya pada diri sendiri dan orang lain (Ross, 1930). Seseorang
akan bertindak etis apabila peraturan atau undang-undang mewajibkannya, sementara
perbuatan menjadi baik bukan dilihat dari hasilnya melainkan karena perbuatan tersebut
wajib dilakukan. Namun perlu diingat bahwa suatu tujuan yang baik belum tentu
menhasilkan suatu perbuatan yang juga baik, dan tidak boleh melakukan suatu perbuatan
jahat untuk suatu tujuan yang baik.
Apabila dalam memutuskan suatu tindakan tidak terdapat konflik, maka dalam situasi ini
apa yang baik untuk saya juga baik untuk masyarakat dan adil bagi saya akan adil juga bagi
masyarakat. Namun, dalam kondissi terdapat konflik, maka akan timbul ketidaksepakatan
tentang prinsip mana yang harus diikuti. Jika kita selalu memutuskan segala sesuatu
berdasarkan kepentingan diri kita sendiri, kita adalah seorangyang egois. Jika kita selalu
mempertimbangkan segala sesuatunya dari sisi kemanfaatannya bagi masyarakat, maka kita
adalah utilitarian. Jika kita tersentuh oleh pertanyaan dari sisi keadilan maka kita adalah ahli
deontologi. Integritas masing-masing teori tersebut bertumpu pada daya tariknya pada
pemilihan alasan mana yang sangat penting sebagai dasar dalam pememilihan tindakan
(Duska, 2007).
Dalam kehidupan sehari-hari, ketiga rangkaian alasan tersebut seringkali kita gunakan.
Sekalipun alasan-alasan ini terkadang bertentangan, dan menyebabkan ketidakpastian
tentang apa yang harus dilakukan.
8
BAB III
Penutup
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, beberapa kesimpulan bahwa semua kegiatan bisnis yang
dilakukan merupakan sebuah profesi yang menuntut profesionalisme dan ketaatan
terhadap kode etik yang berlaku.
Etika bisnis adalah suatu kode etik perilaku pengusaha berdasarkan nilai-nilai moral dan
norma yang dijadikan tuntunan dalam membuat keputusan dan memecahkan persoalan.
Etika bisnis bisa membantu untuk mengambil keputusan moral yang dapat dipertanggung
jawabkan, tapi tidak berniat mengganti tempat dari para pelaku moral dalam perusahaan.
Setiap perusahaan harus memiliki tanggung jawab terhadap semua pihak yang
bersangkutan dengan perusahaannya seperti tanggung jawabnya terhadap lingkungan.
Karena dengan beretika bisnis yang baik selain dapat menjamin kepercayaan dan loyalitas
dari semua unsur yang berpengaruh pada perusahaan, juga sangat menentukan maju /
mundurnya suatu perusahaan.
9
Daftar Pustaka
https://www.researchgate.net/profile/KurniaEkasari/publication/
342975190_ETIKA_BISNIS/links/5f0fb7e992851c1eff155448/ETIKA-BISNIS.pdf
https://www.stiepasim.ac.id/prinsip-prinsip-etika-dalam-berbisnis/
https://www.studilmu.com/blogs/details/etika-bisnis-definisi-tujuan-contoh-dan-
manfaatnya-dalam-perusahaan/
10