Anda di halaman 1dari 11

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejak awal abad ke-20, masalah ketenagakerjaan mendapatkan perhatian yang lebih
besar dibandingkan sebelumnya, karena manusia sudah tidak dipandang lagi sebagai barang
dagangan tetapi sebagai makhluk yang mempunyai harga diri dan keinginan. Sering kali terjadi
masalah-masalah dalam ketenagakerjaan dan hal tersebut harus dapat diatasi secara baik karena
dalam dunia usaha antara pengusaha dan pekerja merupakan mitra yang saling membutuhkan.
Sudah banyak sekali contohnya terdapat konflik antara manajemen dan pekerja (terutama
pekerja pabrik) yang menyebabkan terhentinya proses produksi karena pekerja melakukan
demo untuk menuntut upah dapat dijadikan salah satu contohnya.

Kemungkinan perusahaan menutup perusahaan (lock out) karena ini memang


merupakan hak dari pengusaha untuk menghentikan sebagian atau seluruh kegiatan perusahaan
sebagai akibat penyelesaian perselisian industrial yang tidak mencapai kesepakatan, supaya
pekerja tidak mengajukan tuntutan yang melampaui kewenangan perusahaan. Dalam hal ini
pemerintah pada tahun 2004 telah mengesahkan UU No. 2 tahun 2004 tentang penyelesaian
perselisihan dengan industrial.

Adapun yang dimaksud dengan perselisihan hubungan industrial adalah segala perselisihan
yang meliputi:
1) Perselisihan hak
2) Perselisihan kepentingan
3) Perselisihan PHK
4) Perselisihan antar serikat pekerja/ serikat buruh dalam suatu perusahaan. Perusahaa
beroperasi didasarkan atas asas tidak diskriminasi, menghormati HAM dan
kebebasan individu.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa saja hak dan kewajiban karyawan?
1.2.2 Apa yang dimaksud etika kerja?
1.2.3 Apa yang dimaksud Whistle Blowing dalam praktek etika bisnis?
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Hak-hak dan Kewajiban Karyawan


Perusahaan semakin menyadari bahwa penghargaan dan jaminan atas hak karyawan
merupakan faktor yang menentukan kelangsungan dan keberhasilan bisnis suatu
perusahaan.
2.1.1 Hak – hak karyawan dapat berupa :
a. Hak atas upah yang adil dan layak, adil disini bukan berarti karyawan mendapat upah
yang merata semuanya, namun didasarkan pada tingkat pengalaman kerja, lamanya
kerja, tingkat pedidikan, serta perusahaan atau organisasi harus memenuhi upah
minimum yang telah ditetapkan pemerintah.
b. Hak atas kesejahteraan, perusahaan diwajibkan untuk memberikan kesejahteraan
kepada karyawan seperti pemberian tunjangan hari raya, pendidikan dan pelatihan
kerja, atau pemberian cuti hamil dan melahirkan.
c. Hak untuk berserikat dan berkumpul, para pekerja selayaknya disediakan wadah untuk
menampung aspirasi mereka untuk memperjuangkan kepentingannya.
d. Hak untuk mendapat perlindungan dan jaminan kesehatan, setiap perusahaan atau
organisasi wajib menyediakan jaminan kesehatan dan melindungi setiap pekerjanya,
terutama untuk perusahaan yang mempunyai resiko tinggi.
e. Hak untuk diproses hukum secara sah dan PHK tanpa sebab, proses hukum secara sah
diberlakukan kepada pegawai atau pekerja yang diaanggap melakukan pelanggaran,
maka ia berhak utnuk diberi kesempatan untuk membuktikan diri dan
mempertanggungjawabkan perbuatannya. Perusahaan tidak boleh mem-PHK
karyawannya tanpa sebab yang jelas.
f. Hak atas rahasia pribadi, merupakan hak individu utnuk menentukan seberapa banyak
informasi mengenai dirinya yang boleh diungkapkan kepada pihak lain, artinya
karyawan dijamin untuk tidak mengungkapkan sesuatu yang dianggap sangat pribadi
namun dengan catatan tidak membahayakan kepentingan orang lain.
2.1.2 Kewajiban karyawan terhadap perusahaan :
a. Kewajiban ketaatan, karyawan harus taat kepada atasannya, karena ada ikatan kerja
antara keduanya. Namun taat disini bukan berarti harus selalu mematuhi semua perintah
atasan, jika perintah tersebut dianggap tidak bermoral dan tidak wajar maka pekerja
tidak wajib mematuhinya.
b. Kewajiban konfidensialitas, kewajiban untuk menyimpan informasi yang bersifat
rahasia karena berkaitan dengan profesinya. Perusahaan sangat keberatan jika informasi
rahasia jatuh ke tangan pihak lain khususnya pesaing.
c. Kewajiban loyalitas, karyawan harus mendukung dan merealisasikan tujuan-tujuan
yang telah ditetapkan dan tidak melakukan sesuatu yang dapat merugikan kepentingan
perusahaan.

2.2 Eika Kerja


Etika kerja merupakan rumusan penerapan nilai-nilai etika yang berlaku di
lingkungannya, dengan tujuan untuk mengatur tata karma aktivitas para karyawannya agar
mencapai tingkat efisiensi dan produktivitas yang maksimal. Etika perusahaan
menyangkut hubungan perusahaan dan karyawannya sebagai satu kesatuan dalam
lingkungannya, etika kerja menyangkut hubungan kerja antara perusahaan dan
karyawannya, dan etika mengatur hubungan antar karyawan.
Terdapat 3 faktor utama yang memungkinkan terciptanya iklim etika dalam
perusahaan, yaitu :
1) Terciptanya budaya perusahaan yang baik.
2) Terbangunnya suatu kondisi organisasi berdasarkan saling percaya.
3) Terbentuknya manajemen hubungan antar pegawai

Terdapat beberapa hal yang bisa mendorong pekerja berperilaku etis dalam
pekerjaannya, yaitu :
1) Komunikasi yang baik, karena tanpa memperhatikan dimana kita berada saat ini
dalam hirarki manajemen, kita tidak dapat membuat komunikasi yang efektif.
2) Ketentuan atau standar
3) Keteladanan
Dengan menggunakan etika bisnis sebagai dasar berperilaku dalam bekerja,
perusahaan akan mempunyai SDM yang berkualitas. SDM yang berkualitas adalah
memiliki kesehatan moral dan mental, punya semangat dalam meningkatkan kualitas
kerja di segala bidang, mampu beradaptasi dan memiliki kreativitas tinggi, ulet dan
pantang menyerah, serta berorientasi pada produktivitas kerja.
Untuk memiliki SDM yang berkualitas diperlukan dalam pemberdayaan karyawan
seoptimal mungkin, dengan menciptakan lingkungan kerja dimana orang-orang merasa
dihargai. Sehingga setiap karyawan akan melakukan pekerjaan dengan penuh rasa
tanggung jawab dan jujur.
Dari hasil penelitian yan dilakukan oleh Lee dan Yoshihara (1997) bahwa terdapat
3 alasan yang mendorong mereka melakukan tindakan tidak etis dalam dunia bisnis,
walaupun dengan nilai pribadinya, yaitu :
a. Untuk mencapai keuntungan perusahaan.
b. Sudah berlaku umum di masyarakat.
c. Karena keinginan atasan.

Dave Ulrich (1996) menyebutkan bahwa terdapat 4 aspek untuk meraih keunggulan
yang harus dilakukan oleh sumber daya manusia, yaitu :
1) Strategic partner (bagaimana manajemen mengelola SDM sehingga dapat menjadi
mitra)
2) Administratif expert (bagaimana manajemen menciptakan afisiensi administrasi)
3) Employee champion (bagaimana manajemen dapat meningkatkan konstribusi
karyawan)
4) Agent of Change (bagaimana manajemen mendorong karyawannya untuk berubah)

Dengan demikian, bagaimana atasan atau manajer dapat mendorong karyawannya


untuk berubah sesuai yang diterapkan oelh perusahaan. Para manajer mempunyai
kedudukan atau posisi yang memungkinkan meraka untuk dapat mendidik, mambina dan
mempengaruhi banyak orang dalam perusahaan atau organisasi, sehingga top
management mempunyai tanggung jawab atas pengambilan keputusan dan
implementasinya. Peranan top management memegang peranan untuk membentuk
perilaku berbisnis karyawan yang berorientasikan pada etika bisnis.
Secara umum, ada beberapa cara yang dapat ditempuh manajemen untuk
meningkatkan moral tenaga kerja, yaitu :
a. Memberikan kompensasi atau imbalan kepada tenaga kerja dalam porsi yang wajar
dengan tidak memaksakan kemampuan perusahaan
b. Menciptakan kondisi kerja yang aman dan menyenangkan
c. Meningkatkan spiritual karyawan
d. Memperhatikan masa depan karyawan termasuk mengembangkan pengetahuan dan
ketrampilan
e. Mengkomunikasikan segala informasi secara jujur dan terbuka dengan pekerja

Sesuatu yang bisa kita terapkan dalam etika bekerja adalah sistem reward and
punishment, agar pelaku bisnis punya batasan dalam perilakunya. Hal ini bisa diterapkan
saat awal kita mulai menegakkan dan mensosialisasikan pilar-pilar etika bisnis dalam
sebuah organisasi, paling tidak kita sudah memulainya daripada tidak sama sekali.
Salah satu alat yang dapat digunakan perusahaan untuk menciptakan iklim beretika
dalam perusahaan adalah dengan menciptakan kode etik. Kode etik berfungsi sebagai
inspirasi dan panduan dalam bekerja, pencegahan dan disiplin, memelihara dan tanggung
jawab, memelihara keharmonisan dan memberikan dukungan. Dengan kode etik
perusahaan berharap setiaporang di dalam perusahaan memahami bahwa manajemen
tingkat atas berpegang kepada perilaku etis dan mengharapkan para pegawainya juga
berperilaku etis.

2.3 Prinsip Etis dalam Bekerja

Dalam bekerja setidaknya kita bisa mendasarkan pada prinsip dalam bekerja, yaitu:
1) Bekerja dengan ikhlas. Bekerja dengan ikhlas berarti bekerja dengan penuh kerelaan.
Pekerja akan melakukan pekerjaannya, dan tentu saja pihak perusahaan akan membayar
apa yang telah menjadi kewajibannya kepada pekerja berupa upah dengan tepat waktu.
2) Bekerja dengan tekun dan bertanggung jawab. Dengan ketekunan, serumit apapun
jenis pekerjaannya, pasti akan terselesaikan dengan baik. Pekerja yang bertanggung
jawab akan melaksanakan tugasnya dengan bersungguh-sungguh, professional, dan
serta patuh dalam melaksanakan tugasnya.
3) Bekerja dengan semangat dan disiplin. Bersemangat berarti mempunyai dorongan
yang tinggi. Disiplin berarti tertib dalam tindakan, patuh, dan taat kepada peraturan.
Dengan disiplin akan menjamin produktivitas kerja.
4) Bekerja dengan kejujuran dan dapat dipercaya. Memenuhi janji dan secara tetap
memenuhi patokan kejujuran, ketulusan hati atas segala tindakan kita.
5) Berkemampuan dan bijaksana. Meningkatkan keterampilan untuk diri sendiri
maupun untuk orang lain. Bijaksana berarti terbuka dan responsive kepada perubahan,
sanggup menerima dan memberikan kritikan yang membangun, dan tenang
menghadapi tekanan.
6) Bekerja dengan berpasangan. Kita bekerja tentu tidak bisa sendiri. Sifat kerjasama
juga dapat mengeratkan hubungan antara anggota organisasi dan mewujudkan sinergi
yang amat penting terhadap peningkatan kualitas dan oroduktivitas.
7) Bekerja dengan memperhatikan kepentingan umum. Kita mendukung peraturan
hukum dan memenuhi tanggungjawab kita kepada masyarakat, kita tidak boleh
merugikan kepentingan umum.

Masalah yang dapat timbul yang berhubungan dengan etika dalam bekerja yaitu
berupa diskriminasi, konflik kepentingan dan penggunaan sumber-sumber perusahaan.
Biasanya masalah yang timbul dalam ketenagakerjaan erat kaitannya dengan
ketidakadilan.
Diskriminasi terjadi bila pekerja merasa diperlakukan tidak sama, misalkan karena
perbedaan ras, etnis, agama, usia, status perkawinan atau jenis kelamin. Diskriminasi
dapat terjadi pada saat seleksi, kenaikan pangkat, kondisi pekerjaan, pemutusan
hubungan kerja.
Konflik kepentingan. Konflik kepentingan muncul saat kepentingan pribadi
pegawai mendorongnya melakukan tindakan yang mungkin bukan merupakan tindakan
yang terbaik bagi perusahaan, dan tidak melulu selalu berkaitan dengan masalah uang.
Valasques (2005) menjelaskan bahwa konflik kepentingan bisa bersifat aktual atau
potensial. Konflik kepentingan aktual terjadi saat seseorang melaksanakan kewajibannya
dalam suatu cara yang mengganggu perusahaan dan melakukannya demi kepentingan
pribadi. Sedangkan konflik kepentingan potensial terjadi saat seseorang, karena didorong
oleh kepentingan pribadi, bertindak dalam suatu cara yang merugikan perusahaan.

Terdapat beberapa situasi konflik atas kepentingan, contohnya:


1) Segala kepentingan pribadi yang bertentangan dengan kepentingan perusahaan.
2) Segala penjualan pada atau pembelian dari perusahaan yang bersifat pribadi.
3) Segala penerimaan dari keuntungan, selain hadiah, dari seseorang atau organisasi yang
berhubungan atau akan berhubungan dagang dengan perusahaan.
Penggunaan sumber-sumber perusahaan, adalah aktivitas mungkin akan
memberikan keuntungan karyawan secara perorangan, yang tidak diketahui atau disetujui
oleh atasan Anda. Hal ini dapat berupa:
1) Pemakai atau menyalahgunakan milik perusahaan untuk pemakaian pribadi.
2) Secara fisik mengubah atau merusak milik perusahaan tanpa izin yang sesuai.
3) Menghilangkan milik perusahaan atau memakai jasa layanan perusahaan tanpa
persetujuan dari manajemen sebelumnya.

2.4 Whistle Blowing


Whistle blowing adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang
pekerja untuk memberitahukan kecurangan yang dilakukan oleh perusahaan ataupun
atasan secara pribadi kepada pihak lain, baik itu khalayak umum ataupun instansi yang
berkaitan langsung dengan yang melakukan kecurangan tersebut. Jadi, tujuan whistle
blowing untuk memperbaiki atau mencegah suatu tindakan yang merugikan.
Namun perlu digaris bawahi bahwa saat kita akan melaporkan kecurangan tersebut,
kita harus benar-benar telah yakin dan harus berhati-hati dalam menyampaikan
permasalahannya, dan jangan menyebarkan masalah ini sekehendak hati kita, mengingat
akan dampak yang diimbulkannya.
Valasques (2005) menjelaskan bahwa seseorang memiliki kewajiban melakukan
whistleblowing apabila:
1) Orang tersebut memiliki kewajiban untuk mencegah terjadinya pelanggaran, baik
karena itu merupakan bagian dari tanggung jawab profesionalnya atau karena tidak ada
orang lain yang mampu atau bersedia mencegahnya.
2) Pelanggaran tersebut bisa mengakibatkan kerugian serius terhadap kesejahteraan
masyarakat, mengakibatkan ketidakadilan pada seseorang atau suatu kelompok, atau
merupakan pelanggaran serius terhadap hak-hak moral seseorang atau banyak orang.

Ada dua macam whistleblowing, yaitu:


1) Whistle blowing internal. Ini terjadi dalam lingkup internal perusahaan, dimana yang
melakukan kecurangan adalah individu di dalam perusahaan, kemudian dilaporkan ke
atasan yang bersangkutan karena tindakannya dapat merugikan perusahaan.
2) Whistle blowing eksternal. Ini terjadi jika yang melakukan kecurangan adalah
perusahannya, dimana akibat yang ditimbulkannya berdampak negatif pada
masyarakat, sehingga pekerja mengungkapkan kecurangan tersebut kepada khalayak
umum.
Thomas John dan Linda Trevino berteori bahwa ada enam komponen moral yang
menyumbang intensitas moral, yaitu:
1) Magnitude of consequences, dampak dari kerugian yang akan ditimbulkan terhadap
korban.
2) Social consensus, tingkatan perjanjian social yang mengakibatkan tindakan baik/buruk.
3) Probability of effect, tindakan-tindakan akan terjadi secara tepat dan akan menyebabkan
kerugian.
4) Temporal immediacy, rentang waktu antara sekarang dan permulaan timbulnya
konsekuensi-konsekuensi.
5) Proximity, perasaan dekatnya terhadap korban baik dari segi sosial, psikolog maupun
fisik.
6) Concentration of effect, fungsi kebalikan dari sejumlah orang yang dipengaruhi oleh
suatu tindakan.
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dalam sebuah perusahaan, tentunya kita tidak akan pernah lepas dari karyawan atau
pegawai. Untuk dapat mengembangkan perusahaan haruslah ada sikap saling
berkesinambungan antara top manager dan karyawan. Melalui peranan top manager atau
atasan yang mempunyai etika yang baik, maka karyawan atau pegawai dapat diarahkan
sesuai kemauan atau keputusan perusahaan. Agar para karyawan melakukan sesuai dengan
kehendak perusahaan, haruslah perusahaan terlebih dahulu memahami hak-hak karyawan
yang diantaranya hak atas upah yang adil dan layak, hak atas kesejahteraan, hak untuk
berserikat dan berkumpul, hak untuk mendapat perlindungan dan jaminan kesehatan, dan
hak atas rahasia pribadi. Namun, hal tersebut harus diimbangi oleh kewajiban-kewajiban
yang harus dilakukan oleh karyawan seperti kewajiban ketaatan, kewajiban
konfidensialitas, kewajiban loyalitas.
Setelah hak dan kewajiban karyawan terpenuhi dan karyawan dengan top manager
saling berkesinambungan maka akan tercipta budaya perusahaan yang baik, terbangunnya
suatu kondisi organisasi berdasarkan saling percaya, dan terbentuknya manajemen
hubungan antar pegawai. Sehingga hubungan di dalam perusahaan dapat meningkatkan
sikap moral pegawai maupun top manager dan konflik antara atasan dan karyawan tidak
akan terjadi. Namun, kita tetap harus berhati-hati pada kecurangan-kecurangan yang
terjadi diluar maupun di dalam perusahaan. Untuk mencegah tersebut harus melakukan
tindakan Whistle blowing, agar tidak merugikan perusahaan maupun masyarakat sekitar.

3.2 Saran
Banyaknya dan seringya masalah yang terjadi dalam perusahaan karena perlakuan
yang tidak adil mengakibatkan konflik antara karyawan dan atasan bahkan sampai
tindakan karyawan yang anarkis. Oleh karena itu Karyawan maupun top manager harus
mematuhi kode etik yang berlaku dalam perusahaan dengan catatan kode etik tersebut
harus memiliki moral, Perusahaan maupun karyawan harus bertanggung jawab atas
kepatuhan keseluruhan, mengembangkan dan menyebarluaskan standar organisasi
kebijakan dan pedoman tentang pengambilan keputusan yang etis.
DAFTAR PUSTAKA

R. Ernawan, Erni. 2011. Bussines Ethics. Jakarta: Alfabeta


Bertens, K. 2009. Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta: Kanisius

Anda mungkin juga menyukai