4.1 Pendahuluan
Salah satu elemen penting dalam dunia usaha adalah masalah ketenaga-
kerjaan, karena tenaga kerja adalah penggerak sektor usaha yang memerlukan
perhatian khusus dalam penanganannya dan pekerja adalah salah satu sumber
daya terpenting bagi perusahaan. Kita dapat berkaca dari negara China, dimana
China sebagai pesaing Indonesia pada awalnya unggul di bidang tenaga kerja
murah karena membenkan upah buruh jauh di bawah upah buruh yang berlaku di
Indonesia, namun belakangan ini justru secara umum berada di atas Indonesia.
Biaya operasional di China relatif rendah bukan semata-mata karena rendahnya
upah buruh, melainkan karena adanya upaya meningkatkan efisiensi dan
produktifitas, atau Korea Selatan yang tidak mempunyai sumberdaya alam yang
memadai, namun pendapatan perkapitanya bisa mencapai 20.000 dollar AS,
berkat ketrampilan pekerjanya.
Sejak awal abad ke-20, masalah ketenagakerjaan mendapatkan perha-tian
yang lebih besar dibandingkan sebelumnya, karena manusia sudah tidak dipandang
lagi sebagai barang dagangan, tetapi sebagai makhluk yang mempunyai harga diri
dan keinginan. Munculnya perhatian tersebut diantaranya dipicu karena
berkembangnya manajemen ilmiah yang mengulas tentang tenaga kerja, kemajuan
serikat-serikat pekerja serta campur tangan peme-rintah dalam rnendorong
pengusaha untuk memperhatikan soal ketenagakerjaan.
Seringkali terjadi rnasalah-masalah dalam ketenagakerjaan, dan haltersebut
harus dapat diatasi secara baik karena dalam dunia usaha antarapengusaha dan
pekerja merupakan mitra yang saling membutuhkan. Sudahbanyak sekali contohnya
terdapat konflik antara manajemen dan pekerja (terutama pekerja pabrik) yang
menyebabkan terhentinya proses produksikarena pekerja melakukan demo untuk
menuntut upah dapat dijadikan salahsatu contohnya. Atau aksi-aksi yang dilakukan
oleh mantan pegawai PTDirgantara Indonesia yang tidak juga dibayarkan
pesangonnya. Belum lagipermasalahan mengenai sistem perekrutan tenaga kerja
yang sekarang inibisa memakai sistem kontrak atau dengan
penggunaan outsourcing.
Namun yang akan dibahas di sini tentu saja bukan hanya pekerja dalam
arti buruh saja, namun pekerja dalam arti yang lebih luas, yaituanggota
perusahaan/organisasi itu sendiri. Kemungkinan perusahaanmenutup
perusahaan (lock out) karena ini memang merupakan hak daripengusaha untuk
menghentikan sebagian atau seluruh kegiatan perusahaansebagai akibat
penyelesaian perselisihan industrial yang tidak mencapaikesepakatan, supaya
pekerja tidak mengajukan tuntutan yang melampauikewenangan perusahaan.
Dalam hal ini pemerintah pada tahun 2004 telah mengesahkan UUNo. 2
Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial("UUPPHI").
Adapun yang dimaksud dengan perselisihan hubungan industrialadalah
segala perselisihan yang meliputi:
(1) Perselisihan hak;
(2) Perselisihan kepentingan,
(3) Perselisihan PHK, dan
(4) Perselisihan antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh dalam satu
perusahaan.Perusahaan beroperasi didasarkan atas asas tidak diskriminasi,
menghormati hak asasi manusia dan kebebasan individu.
4.3 Etika Kerja
Etika kerja merupakan rumusan penerapan nilai-nilai etika yang berlaku di
lingkungannya, dengan tnjnan untuk mengatur tata krama aktivitas parakaryawannya
agar mencapai tingkat efisiensi dan produktivitas yangmaksimal. Etika perusahaan
menyangkut hubungan perusahaan dan karyawannya sebagai satu kesatuan dalam
lingkungannya, etika kerja menyangkuthubungan kerja antara perusahaan dan
karyawannya, dan etika perorangan mengatur hubungan antar karyawan.
Terdapat tiga faktor utama yang memungkinkan terciptanya iklim etika
dalam perusahaan, yaitu:
(1) Terciptanya budaya perusahaan secara baik.
(2) Terbangunnya suatu kondisi organisasi berdasarkan saling percaya.
(3) Terbentuknya manajemen hubungan antar pegawai.
Terdapat beberapa hal yang bisa mendorong pekerja berperilaku etis dalam
pekerjaannya, yaitu:
(1) Komunikasi yang baik, karena tanpa memperhatikan dimana kita beradasaat ini
dalam hirarki manajemen, kita tidak dapt membuat komunikasiyang efektif.
(2) Ketentuan/standar.
(3) Keteladanan.
Dengan menggunakan etika bisnis sebagai dasar berperilaku dalambekerja,
baik digunakan oleh manajemen maupun oleh semua anggotaorganisasi, maka
perusahaan akan mempunyai sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. SDM
yang berkualitas adalah yang memiliki kesehatan moral dan mental, punya
semangat dalam meningkatkan kualitas kerja di segala bidang, mampu beradaptasi
dan memiliki kreativitas tinggi, ulet dan pantang menyerah, serta berorientasi pada
produktivitas kerja.
Untuk memiliki SDM yang berkualitas, diperlukan adanya pemberdayaan
karyawan seoptimal mungkin, dengan menciptakan lingkungan kerja dimana orang-
orang merasa dihargai. Pemberdayaan karyawan yang terintegrasi dengan etika
bisnis diharapkan akan menimbulkan rasa percaya antara manajer dengan karyawan
atau antara atasan dan bawahan, setiap karyawan akan melakukan setiap
pekerjaan dengan penuh rasa tanggung jawab dan jujur, karena mereka sudah
berpatok dengan "kode etik" yang telah ditetapkan perusahaan.
Di sini terlihat jelas bahwa komunikasi antar pegawai ataupunkomunikasi
atasan dan bawahan memegang peran agar iklim etika dapattercapai.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Lee dan Yosmnara (1997)bahwa
terdapat 3 alasan yang mendorong mereka melakukan tindakan tidaketis dalam
dunia bisnis, walaupun bertentangan dengan nilai pribadinya,yaitu:
a. Untuk mencapai keuntungan perusahaan.
b. Sudah berlaku umum di masyarakat.
c. Karena keinginan atasan.
Ditambahkan dalam bukunya Dave Ulrich (1996) menyebutkanbahwa
terdapat empat aspek untuk meraih keunggulan yang harus dilakukan oleh sumber
daya manusia, yaitu:
(1) Strategic partner (bagaimana manajemen mengelola SDM sehinggadapat
menjadi rnitra);
(2) Administratif
expert (bagaimana manajemen menciptakan efisiensiadministrasi);
(3) Employee champion (bagaimana manajemen dapat meningkatkan kontribusi
karyawan); serta
(4) Agent of change (bagaimana manajemen mendorong karyawannyauntuk
berubah).
Dengan demikian, kita dapat melihat, bagaimana atasan, atau manajer dapat
mendorong karyawannya untuk berubah, sesuai pola yang diterapkan oleh
perusahaan. Sesuatu yang harus kita bawahi adalah perantop management sangat
mempengaruhi perilaku etis bawahannya.
Cara untuk membangun lingkungan etis adalah dengan memulainya ditahap
puncak, para atasan harus mengatur pola, menandakan bahwa tingkahlaku etis akan
mendapat dukungan dan tingkah laku tidak etis tidak akanditolelir. Para manajer
yang mempunyai kedudukan atau posisi yangmemungkinkan mereka untuk dapat
mendidik, membina dan mempengaruhibanyak orang dalam perusahaan atau
organisasi, sehingga top management mempunyai tanggungjawab atas
pengambilan keputusan dan implemen-tasinya.
Peranan top management di sini akan mengarahkan pilihanperusahaan
untuk beretika atau tidak. Top management memegang perankunci untuk
membentuk perilaku berbisnis karyawan yang berorientasikanpada etika bisnis.
Keberhasilan mansjemen dalam pemberdayaan karyawan sangatditentukan
oleh kesadaran para karyawan terhadap perlunya nilai-nilai kebenaran dan moral
(nilai-nilai etika) sebagai landasan berperilaku dalamberbisnis. Pemberdayaan
karyawan yang didasarkan pada etika bisnismerupakan langkah strategis untuk
pengurangan biaya dalam jangkapanjang, karena semua pekerjaan dilakukan
didasarkan pada standar yangtelah ditetapkan perusahaan, dan masing-masing
karyawan sadar akan tanggungjawab yang diembannya.
Dari sinilah setidaknya kita sadar akan pentingnya penerapan etikadalam
bisnis. Secara umum, ada beberapa cara yang dapat ditempuhmanajemen untuk
meningkatkan moral tenaga kerja, yaitu:
a. Memberikan kompensasi/imbalan kepada tenaga kerja dalam porsi yang
wajar dengan tidak memaksakan kemampuan perusahaan.
b. Menciptakan kondisi kerja yang aman dan menyenangkan
c. Meningkatkan spiritual pekerja
d. Memperhatikan masa depan pekerja termasuk mengembangkan pengetahuan dan
keterampilannya.
e. Mengkomunikasikan segala informasi secara jujur dan terbuka denganpekerja.
Sesuatu yang bisa kita terapkan dalam etika bekerja adalah sistemreward
and punishment agar pelaku bisnis punya batasan dalam perilaku-nya. Perumusan
norma-norma ini harus dituangkan secara jelas dan hams transparan, paling tidak
sebelum kesadaran dari hati nurani karyawan yangpaling dalam muncul,
sistem reward dan punishment serta promosi danmutasi bisa menimbulkan
keinginan untuk melakukan hal yang etis, karenaada imbalan yang akan kita dapat
dan bila kita melanggar hukuman atausanksi administratif menunggu kita. Hal ini
bisa diterapkan saat awal kitamulai menegakkan dan mensosialisasikan pilar-pilar
etika bisnis dalamsebuah organisasi, paling tidak kita sudah memulainya, daripada
tidaksamasekali.
Salah satu alat yang dapat digunakan perusahaan untuk menciptakaniklim
beretika dalam perusahaan adalah dengan menciptakan kode etik.Kode etik
berfungsi sebagai: Inspirasi dan panduan dalam bekerja, pence-gahan dan disiplin,
memelihara tanggung jawab, memelihara keharmonisan,memberikan dukungan.
Sebagian besar perusahaan yang ingin meningkatkan perilaku etis mereka
mengembangkan kode-kode etik untukorganisasi mereka.
Dengan kode etik perusahaan berharap setiap orang di dalam perusahaan
memahami bahwa manajemen tingkat atas berpegang kepada perilaku etis dan
mengharapkan para pegawainya juga berperilaku etis. Kode etik akan
menentukan perilaku yang oleh para top management dianggap etis maupun
tidak etis, dimana kode etik menyediakan seperangkat petunjuk tertulis untuk
dijadikan pedoman buat masing-masing pegawai.
4.5 Whistle Blowing
Kita dapat memberikan contoh salah satu tindakan yang dapat
mendukung perilaku etis yaitu whistle blowing. Whistle blowing di sini adalah
tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang pekerja untuk
memberitahukan kecurangan yang dilakukan oleh perusahaan ataupun atasan
secara pribadi kepada pihak lain, baik itu khalayak umum ataupun instansi
atau atasan yang berkaitan langsung dengan yang melakukan
kecurangan tersebut. Jadi tujuan whistle blowing di sini untuk memperbaiki atau
mencegah suatu tindakan yang merugikan.
Namun perlu digarisbawahi di sini bahwa saat kita akan melaporkankecurangan
tersebut, kita harus benar-benar telah yakin dan harus berhati-hati dalam
menyampaikan permasalahannya (harus didukung oleh faktayang jelas dan
benar), dan jangan menyebarkan masalah ini sekehendak hati kita, mengingat akan
dampak yang ditimbulkannya.
Velasques (2005) menjelaskan bahwa seseorang memiliki kewajiban
melakukan whistleblowing apabila:
(a) Orang tersebut memiliki kewajiban untuk mencegah terjadinya pelanggaran, baik
karena itu merupakan bagian dari tanggung jawab profesionalnya (seperti akuntan,
pengacara atau yang lainnya) atau karena tidak ada orang lain yang mampu atau
bersedia mencegahnya;
(b) Pelanggaran tersebut bisa mengakibatkan kerugian serius terhadapkesejahteraan
masyarakat, mengakibatkan ketidakadilan pada seseorang atau suatu kelompok,
atau merupakan pelanggaran serius terhadap hak-hak moral seseorang atau banyak
orang.
Ada dua macam whistle blowing, yaitu:
(1) Whistle blowing internal. Ini terjadi dalam lingkup internal perusahaan,dimana yang
melakukan kecurangan adalah individu di dalam perusahaan, kemudian dilaporkan
ke atasan yang bersangkuton, karenatindakannya dapat merugikan perusahaan.
(2) Whistle blowing eksternal, ini terjadi jika yang melakukan kecurangan adalah
perusahaannya, dimana akibat yang ditimbulkannya berdampaknegatif pada
masyarakat, sehingga pekerja mengungkapkan kecurangantersebut kepada
khalayak umum. Secara umum ini merupakan indikasimengenai adanya kegagalan
serius dalam sistem komunikasi internalperusahaan, karena perusahaan tidak
mempunyai kebijakan atau prosedur yang jelas yang memungkinkan pegawai
menyampaikan pertim-bangan-pertimbangan moral mereka di luar perintah yang
standar. Velasques (2005) menyebutkan bahwa whistleblowing eksternal secara
moral dibenarkan jika:
a) Ada bukti yang jelas, kuat dan cukup komprehensif bahwa suatu organisasi
melakukan aktivitas yang melanggar hukum atau ber-akibat serius pada pihak lain
b) Usaha-usaha lain telah dilakukan untuk mencegahnya melaluiwhistleblowing
internal dan gagal.
c) Dapat dipastikan bahwa tindakan whistleblowing eksternal akanmampu
mencegah kerugian tersebut.
d) Pelanggaran tersebut cukup serius dan lebih buruk dibandingkanakibat
tindakan whistleblowing pada diri seseorang, keluarganya,dan pihak-pihak lain.
Thomas Jhon dalam Linda Trevino berteori bahwa setiap isu etikamempunyai
enam komponen moral yang menyumbang pada intensitas moralyaitu:
(1) Magnitude of consequences, merupakan dampak dari kerugian-kerugian yang akan
ditimbulkan terhadap korban/ahli waris.
(2) Social consensus, tingkatan dari perjanjian sosial yang mengakibatkansuatu
tindakan baik/buruk.
(3) Probability of effect, kemungkinan bahwa tindakan-tindakan akan terjadi secara
tepat dan akan menyebabkan kerugian.
(4) Temporal immediacy, rentang waktu antara saat sekarang dan permulaan
timbulnya konsekuensi-konsekuensi.
(5) Proximity, perasaan dekatnya terhadap korban baik dari segi sosial,psikologi
maupun fisik.
(6) Concentration of effect, merupakan fungsi kebalikan dari sejumlahorang yang
dipengaruhi oleh suatu tindakan.
Dilema Etis Dalam
Tenaga Kerja