Anda di halaman 1dari 6

NAMA: NI PUTU RATNA DEWI

NIM: 2257021012

PRODI: D4 AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

RESUME

HUBUNGAN INTERNAL PERUSAHAAN DAN BERBAGAI PIHAK TERKAIT DALAM


BINGKAI THK

6.1 Prinsip-prinsip Etis dalam Berbisnis

Kegiatan bisnis dikatakan etis atau tidak, dapat dilihat dari berbagai sudut pandang etika:

1. Etika Utilitarianisme atau Konsekuensionalisme: Etika ini membahas mengenai suatu


kegiatan bisnis mampu memaksimalkan keuntungan dan mengurangi kerugian sosial.

2. Etika Hak dan Kewajiban: Hak merupakan klaim atau kepemilikan individu atau sesuatu,
sedangkan kewajiban adalah suatu tindakan yang harus dilakukan apabila jika tidak dilaksanakan
maka seseorang akan melakukan kesalahan.

3. Etika Keadilan dan Kesetaraan: Prinsip keadilan menuntut agar setiap orang diperlakukan
secara sebanding dan diberikan kebebasan atas haknya.

4. Etika Memberi Perhatian: Etika ini menekankan bahwa tugas moral sebaiknya menerima dan
menanggapi Tindakan orang lain dalam suatu hubungan sosial.

5. Etika Kebaikan atau Etika Keutamaan: Etika kebaikan mencakup semua karakteristik dalam
bertindak, merasakan, dan berpikir dengan cara -cara tertentu yang digunakan oleh seseorang
sebagai pedoman dalam memilih antara pribadi-pribadi atau keberadaan diri di masa depan.

6.2 Bertindak Etis: Penataan THK pada Diri Sendiri

Tri Hita Karana tidak saja berlaku di luar diri manusia, tetapi berlaku pula pada dalam diri
manusia. Keberlakukan ini tercermin pada aspek parahyangan, pawongan, dan palemahan.

1. Parahyangan: Parahyangan mengacu pada atman yang ada di dalam diri manusia.
2. Pawongan: Pawongan mengacu pada pikiran (akal budi manusia), sebagaimana manusia
sebelum melakukan tindakan pasti berpikir terlebih dahulu.

3. Palemahan: Palemahan mengacu pada unsur yang ada dalam diri manusia yang disebut
sebagai Panca Mahabhuta yang terdiri dari unsur tanah, air, udara, api, dan eter.

Manusia merupakan makhluk yang kompleks yang ditandai oleh adanya berbagai dualitas dalam
dirinya yang disebut Rwa Bhineda. Tujuan hidup manusia dibumi adalah untuk mencapai
kebahagiaan atau moksa.

6.3 Perlakukan Karyawan sebagai Homo Complecus

Karyawan merupakan manusia yang ber Tri Hita Karana yang memiliki tubuh , akal budi, dan
roh. Manusia pada hakikatnya merupakan homo complecus yang mengartikan manusia adalah
makhluk yang kompleks yang ditandai dengan dualitas dalam dirinya (Rwa Bhineda). Dualitas
paling umum adalah manusia sebagai persona terdiri dari tubuh fisik dan tubuh rohaniah.
Dualitas menimbulkan implikasi, bertindak etis terhadap karyawan wajib memperhatikan
ketubuhan dan kejiwaan serta keunikan manusia. Manusia juga dapat disebut sebagai homo
socius yakni bersosialisasi. Dualitas manusia berdasarkan karakter sangat penting bagi penataan
linggih manut sesana, sesana manut linggih. Hukum karma merupakan hukum sebab akibat
sebagai keniscayaan.

6.4 Hak dan Kewajiban Karyawan

Sebagai karyawan, memiliki hak dan kewajiban terhadap tempat kerja merupakan suatu hal yang
perlu dipahami baik. Hak dan kewajiban ini berkaitan dengan kewenangan, tugas, dan tanggung
jawab yang harus dipenuhi selama bekerja di sebuah perusahaan. Tidak hanya karyawan, pada
dasarnya perusahaan pun memiliki hak dan kewajiban yang perlu dipenuhi juga.

- Hak Karyawan

1. Mendapatkan Gaji yang Sesuai dengan Pekerjaannya


Gaji yang diterima oleh karyawan harus sesuai dengan pekerjaan yang dijalankan. Dalam hal ini,
perusahaan harus memperhitungkan kinerja dan pengalaman kerja karyawan untuk menentukan
besaran gaji yang tepat.
2. Mendapatkan Perlindungan atas Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Perusahaan perlu memberikan perlindungan kepada karyawan terkait keselamatan dan kesehatan
kerja. Hal ini termasuk memberikan perlengkapan dan peralatan kerja yang aman, memberikan
pelatihan keselamatan kerja, serta menjamin kondisi tempat kerja agar nyaman dan sehat.
3. Mendapatkan Cuti dan Jaminan Sosial Sesuai dengan Peraturan Perusahaan dan
Peraturan Perundang-Undangan yang Berlaku
Karyawan berhak mendapatkan cuti dan jaminan sosial sesuai dengan peraturan perusahaan dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini termasuk cuti tahunan, cuti sakit, jaminan
kesehatan, jaminan pensiun, dan lainnya.
4. Memperoleh Pelatihan dan Pengembangan Keterampilan yang Diperlukan untuk
Pekerjaannya
Perusahaan harus memberikan pelatihan dan pengembangan keterampilan yang diperlukan oleh
karyawan, dengan tujuan untuk menyelesaikan tugasnya dengan baik. Hal ini meliputi pelatihan
teknis, pelatihan manajemen, pelatihan pengembangan diri, dan lainnya.
5. Mendapatkan Perlakuan yang Adil dan Tidak Diskriminatif
Karyawan harus diperlakukan secara adil dan tidak diskriminatif di tempat kerja. Hal ini
termasuk perlakuan yang sama terhadap semua karyawan tanpa terkecuali, tanpa membedakan
jenis kelamin, usia, agama, suku, dan unsur lainnya.
- Kewajiban Karyawan
1. Melaksanakan Tugas dan Tanggung Jawab Pekerjaan Dengan Baik dan Penuh
Tanggung Jawab
Karyawan harus melaksanakan tugas dan tanggung jawab pekerjaannya dengan baik dan penuh
tanggung jawab. Hal ini termasuk menyelesaikan tugas sesuai dengan deadline yang ditetapkan,
serta menjaga kualitas kerja yang baik.
2. Menghormati Aturan dan Kebijakan Perusahaan yang Berlaku
Karyawan harus menghormati aturan dan kebijakan perusahaan yang berlaku. Hal ini termasuk
mengikuti jam kerja yang telah ditetapkan, melaporkan absen dan kehadiran dengan benar, serta
tidak melakukan tindakan yang melanggar aturan perusahaan.
3. Membuat Laporan Pekerjaan dan Administrasi yang Diperlukan Dengan Benar dan
Tepat Waktu
Karyawan harus membuat laporan pekerjaan dan administrasi yang diperlukan dengan benar dan
tepat waktu. Hal ini termasuk membuat laporan keuangan, laporan kegiatan, serta laporan hasil-
hasil kerja lainnya.
4. Menjaga Keamanan, Ketertiban, dan Kebersihan Tempat Kerja
Karyawan harus menjaga keamanan, ketertiban, dan kebersihan tempat kerja. Hal ini termasuk
menjaga kebersihan lingkungan kerja, menjaga keamanan peralatan dan perlengkapan kerja,
serta menjaga ketertiban di tempat kerja.
5. Menjaga Kerahasiaan Informasi dan Data Perusahaan
Karyawan harus menjaga kerahasiaan informasi dan data perusahaan. Hal ini termasuk menjaga
kerahasiaan data keuangan, data pelanggan, data produk, dan informasi-informasi lainnya.
Dengan mengetahui hak dan kewajiban seutuhnya karyawan terhadap tempat kerjanya, karyawan
pun dapat bekerja dengan baik dan menciptakan lingkungan kerja yang harmonis dan produktif.
Maka dari itu, penting bagi perusahaan untuk memberikan hak yang layak dan kewajiban yang
jelas kepada karyawan.

Hak dan kewajiban bersifat timbal balik sehingga keduanya harus hidup dalam konteks pada
payu. Antara hak dan kewajiban perusahaan secara esensial saling berkomplementer. Mereka
membentuk persahabatan guna menjadikan perusahaan beroperasi secara maksimal dan
memperoleh keuntungan.
6.5 Kehidupan Keluarga Karyawan dan ABGG
Pada sub materi sebelumnya seorang karyawan wajib mendapat imbalan berupa upah yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri dan keluarganya. Dalam Agama Hindu
mengenal teori kebutuhan dasar yang disebut sebagai 5W wareg, wastra, waras, wisma, dan
wastika). Gagasan Maslow (dalam Kasali, 2005: 62-63; Yuswohady dan Gani, 2015: 65-66)
mengatakan bahwa kebutuhan manusia secara hierarkhi yang terdiri dari kebutuhan dasar fisik,
kebutuhan rasa dan kebutuhan sosialisasi, kebutuhan ego, dan kebutuhan aktualisasi diri. ABGG
(Anak Baru Gede Galau) cenderung bersifat konsumerisme dikarenakan gaya hidup gengsi. Pola
hidup yang konsumtif dapat mempengaruhi seseorang sehingga mereka selalu merasa
kekurangan.

6.6 Suap, Pemerasan Komersial, Hadiah, dan Korupsi

Tekanan ekonomi dapat mengakibatkan karyawan mengalami konflik kepentingan. Khususnya


dalam pemutusan keputusan yang sifatnya untuk kepentingan pribadi. Konflik kepentingan
dibagi menjadi konflik kepentingan actual dan konflik kepentingan potensial. Sehingga dapat
berwujud berbagai tindakan antara lain karyawan melakukan suap komersial.

Konflik kepentingan lain yang memerlukan pencermatan adalah kolusi dengan perusahaan lain.
Keinginan pengusaha/petinggi dalam mencari untung dengan instan dapat menimbulkan
penyuapan sehingga muncul korupsi. Cara yang dapat ditempuh dalam mengatasi korupsi adalah
dengan membenahi manusia dari aspek karakternya. Nilai-nilai kejujuran sangat penting untuk
diterapkan. Hanh (2007: 140-150) menjelaskan beberapa cara untuk penguatan karakter, yakni:
Hanh (2007: 140-150) menjelaskan beberapa cara untuk penguatan karakter, yakni: pertama,
manusia harus berusaha mengatur/mengendalikan dirinya. Kedua, mengubah pasak dalam
mengelola diri. Ketiga, menumbuhkan rasa kebaikan yang ada dalam diri keempat, memelihara
benih-benih kebajikan berbentuk teori dan praktik agar lebih kuat.

6.7 Enam Racun Bagi Manusia

Untuk menjadikan manusia sebagai makhluk sosial yang baik, diperlukannya melakukan
pengendalian musuh yang ada dalam diri yang disebut sebagai sad ripu (enam musuh yang ada
dalam diri manusia).

1. Kama (hawa nafsu)

2. Lobha (tamak)

3. Krodha (amarah)

4. Moha (kebingungan)

5. Mada (mabuk)

6. Matsarya (sifat iri hati)

6.8 Status dan Peran Kepala dalam Organisasi

Pencapaian tujuan suatu organisasi ditentukan oleh pemimpin dan pengikutnya. Pemimpin
memiliki tanggung jawab dalam keefektifan organisasi, pemimpin menjadi tempat berlindung,
dan pemimpin merupakan inti dari integritas kelembagaan. Pemimpin wajib memiliki kelebihan
dari pada bawahannya sehingga lebih dipercaya, yakni menjadi kepala atau menempati linggih
dan sesana sebagai kepala pada suatu perusahaan.

Anak buah memberikan dirinya untuk dikelola, diatur, diberikan motivasi dalam konteks
penyelenggaraan hak dan kewajiban, karena mereka menilai kepala/pemimpinnya memiliki
kelebihan untuk mencapai tujuan perusahaan. Pemimpin yang baik harus memperhatikan
keinginan pada tiap karyawan agar terciptanya kondisi kerja yang kondusif dalam suatu
organisasi.

6.9 Pimpinan adalah Kepala, Atasan atau Bapak

Mengapa pemimpin disebut sebagai kepala?

1. Seorang pemimpin mengacu kepada orang yang memiliki kelebihan daripada bawahannya,
yang tersimpan dibenak kepalanya yaitu nawang, bisa, anleh, bikas, dadi, seken, seleg, dan saja.

2. Kepala melekat dengan wajah.

3. Kepala disebut sebagai swah (alam atas) sehingga gagasan ini berimplikasi pemimpin disebut
sebagai atasan.

4. Dilengkapi dengan otak (akal budi) dan berbagai indera (symbol rasa).

5. Makna dan pemaknaan pemimpin = kepala = atasan berkitan dengan posisinya diatas sehingga
pemimpin dilihat sebagai model

Anda mungkin juga menyukai