Anda di halaman 1dari 8

Executive Summary & Forum Diskusi Kuliah-9

BUSINESS ETHICS & GOOD GOVERNANCE

Corporate Ethics: Rights, Privileges, problems and Protection

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Business Ethics & Good Governance”
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA

Oleh:

M. Iqbal Rasyid Supeni (55118110151)

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN

UNIVERSITAS MERCU BUANA

2019
Corporate Ethics

Corporate Ethics adalah bentuk etika terapan atau etika profesional, yang meneliti
prinsip-prinsip etika dan masalah moral atau etika yang dapat timbul dalam lingkungan
bisnis. Ini berlaku untuk semua aspek perilaku bisnis dan relevan dengan perilaku individu
dan seluruh organisasi. Etika ini berasal dari individu, pernyataan organisasi atau dari sistem
hukum. Norma-norma, nilai-nilai, etika, dan praktik yang tidak etis inilah yang digunakan
untuk memandu bisnis. Mereka membantu bisnis tersebut mempertahankan hubungan yang
lebih baik dengan para pemangku kepentingan mereka.

a. Etika dan nilai- nilai perusahaan


Etika perusahaan dan nilai-nilai menggambarkan perilaku yang diharapkan dari
organisasi. Salah satu peran kunci dari dewan termasuk menetapkan budaya, nilai-nilai
dan etika perusahaan. Adalah penting bahwa Dewan menetapkan "nada dari atas." Para
direktur harus memimpin dengan memberi contoh dan memastikan standar perilaku yang
baik meresap ke seluruh tingkat organisasi. Ini akan membantu mencegah perilaku tidak
senonoh, tidak etis, dan mendukung penyampaian kesuksesan jangka panjang.

b. Kepentingan umum
Dalam hal etika dan nilai-nilai perusahaan ini menyoroti bahwa patokan di mana
lembaga harus dinilai adalah yang berlaku untuk organisasi yang beroperasi di sektor
public. Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni
bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati
kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku. Sejak disadarinya
pentingnya aktivitas bisnis dilakukan dengan bermoral, maka banyak perusahaan
maupun organisasi menyusun kode etik organisasi atau korporasi (Corporate Code of
Conduct, Code of Ethics or Organization’s Code of Ethical Conduct).

Manfaat dari kode etik korporasi adalah sebagai berikut :


1) Untuk mendorong banyak orang dalam organisasi untuk berpikir, mendiskusikan visi,
misi mereka dan tanggung jawab yang penting sebagai kelompok dan individu
terhadap perusahaan, pihak-pihak lain dalam perusahaan, dan terhadap stakeholders
lainnya.
2) Suatu kode etik yang telah disusun dapat digunakan untuk menghasilkan diskusi yang
positif bagi penyempurnaan dan kemungkinan untuk modifikasi.
3) Dapat membantu karyawan baru dalam rangka penyesuaian diri, menanamkan
perlunya berpikir atas aspek-aspek moral dalam tindakan mereka, serta menanamkan
pentingnya mengembangkan sifat-sifat luhur yang sesuai dengan posisi mereka dalam
organisasi.
4) Digunakan sebagai dokumen untuk referensi bila mereka meragukan tindakan atau
perintah yang harus dilakukannya.
5) Digunakan untuk meyakinkan pihak luar atas fakta bahwa perusahaan berpegang pada
prinsip-prinsip moral, dan memberikan mereka kriteria untuk mengukur tindakan
perusahaan.
c. Aspek-aspek atau Unsur-unsur Kode Etik Korporasi
Aspek-aspek atau unsur-unsur penting dalam etika perusahaan atau korporasi yang diatur
dalam kode etik adalah sebagai berikut:
1) Perilaku Dewan Direksi, Komisaris, dan Karyawan:
 suap, hadiah, dan komisi;
 entertainment;
 penyalahgunaan informasi;
 konflik kepentingan;
 kecurangan penggunaan aset dan sumber daya korporasi;
 utang/pinjaman; dan
 perilaku individu, termasuk pekerjaannya di luar korporasi.

2) Hubungan dengan supplier dan kontraktor


 kompetisi yang adil dan terbuka;
 pemenuhan kepentingan umum dan akuntabiitas;
 prosedur lelang dan tender;
 praktik suap dan KKN; dan
 prosedur pembayaran.

3) Tanggung jawab kepada pemilik/pemegang saham


 perkembangan yang berkelanjutan;
 jujur dan transparan dalam informasi;
 prosedur dan kebijakan akuntansi yang benar dan adil; dan
 insider trading.

4) Hubungan dengan pelanggan dan konsumen


 pelayanan;
 produk yang berkualitas dan harga yang wajar;
 keamanan, kesehatan dan kejelasan dalam penggunaan instruksi; dan
 kebijakan produk dan harga.

5) Hubungan dengan karyawan


 jaminan keamanan dan kesehatan;
 kesempatan kerja yang sama;
 kebebasan berkreasi bagi individu dan hak pribadi;
 komunikasi;
 pengembangan dan remunerasi; dan
 kebijakan berkaitan dengan rokok, narkoba, dan obat terlarang.

6) Tanggung jawab sosial


 kebijakan lingkungan;
 partisipasi dalam komunitas;
 kebijakan dan praktik pemberian sumbangan;
 kegiatan politik; dan
 pelanggaran dan sanksi atas code of conduct serta rehabilitasi bagi yang
dikenakan sanksi.

Right

Secara umum, right (hak) adalah klaim atau kepemilikan individu atau sesuatu.
Seseorang dikatakan memiliki hak jika dia memiliki klaim untuk melakukan tindakan dalam
suatu cara tertentu atau jika orang lain berkewajiban melakukan tindakan dalam suatu cara
tertentu kepadanya
Hak juga berasal dari sistem standar moral yang tidak bergantung pada sistem hokum
tertentu. Hak untuk bekerja, misalnya, tidak dijamin dalam Konstitusi Amerika, namun
banyak yang menyatakan bahwa ini adalah hak yang dimiliki oleh semua manusia. Hak
merupakan sebuah sarana atau cara yang penting dan bertujuan agar memungkinkan Individu
untuk memilih dengan bebas apa pun kepentingan atau aktivitas mereka dan melindungi
pilihan-pilihan mereka.

Hak Negatif dan Positif

Sejumlah hak yang disebut hak negative dapat digambarkan dari fakta bahwa hak-hak
yang termasuk di dalamnya dapat didefinisikan sepenuhnya dalam kaitannya dengan
kewajiban orang lain untuk tidak ikut campur dalam aktivitas-aktivitas tertentu dari orang
yang memiliki hak tersebut. Contohnya, jika saya memiliki hak privasi, ini berarti semua
orang, termasuk atasan saya, berkewajiban tidak ikut campur dalam urusan atau aktivitas-
aktivitas pribadi saya. Sebaliknya, hak positif tidak hanya memberikan kewajiban negative,
namun juga mengimplikasikan bahwa pihak lain (tidak selalu jelas siapa mereka) memiliki
kewajiban positif pada si pemilik hak untuk memberikan apa yang dia perlukan untuk dengan
bebas mencari atau mengejar kepentingan-kepentingannya. Contohnya, jika saya punya hak
untuk memperoleh kehidupan yang layak, maka ini tidak hanya berarti orang lain tidak boleh
ikut campur namun juga berarti jika saya tidak bisa memperoleh penghasilan yang layak,
maka harus ada pihak lain (mungkin pemerintah) yang wajib memberikan pekerjaan dengan
penghasilan yang layak.

Privileges

Hak privilege merupakan jaminan khusus yang didasarkan pada undang-undang. Hak
privilege atau hak istimewa adalah hak yang didahulukan. Mengenai hak privilege dapat
Anda lihat dalam Pasal 1134 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”), yaitu suatu
hal yang oleh undang-undang diberikan kepada seorang berpiutang sehingga tingkatnya lebih
tinggi daripada orang berpiutang lainnya, semata-mata berdasarkan sifat piutangnya.

Menurut J. Satrio (2002) dalam bukunya yang berjudul Hukum Jaminan Hak Jaminan
Kebendaan, mengatakan bahwa dari perumusan dalam Pasal 1134 KUHPer, tampak bahwa
hak istimewa diberikan oleh undang-undang, artinya: piutang-piutang tertentu, yang
disebutkan oleh undang-undang, secara otomatis mempunyai kedudukan yang didahulukan.
Hak privilege ini bersifat accesoir dan tidak dapat berdiri sendiri.

Problems and Protection

Konsumen ialah orang yang memakai barang atau jasa guna untuk memenuhi
keperluan dan kebutuhannya. Dalam ilmu ekonomi dapat dikelompokkan pada golongan
besar suatu rumah tangga yaitu golongan Rumah Tangga Konsumsi (RTK), dan golongan
Rumah Tangga Produksi (RTP). Perlindungan konsumen adalah perangkat yang diciptakan
untuk melindungi dan terpenuhinya hak sebagai contoh para penjual diwajibkan menunjukka
tanda harga sebagai tanda pemberitahuan kepada konsumen. Dengan kata lain, segala upaya
yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
Oleh karena itu, Sebagai pemakai barang/jasa, konsumen memiliki sejumlah hak dan
kewajiban. Pengetahuan tentang hak-hak konsumen sangat penting agar orang bisa bertindak
sebagai konsumen yang kritis dan mandiri. Tujuannya, jika adanya tindakan yang tidak adil
terhadap dirinya, ia secara spontan menyadari akan hal itu. Konsumen kemudian bisa
bertindak lebih jauh untuk memperjuangkan hak-haknya. Dengan kata lain, ia tidak hanya
tinggal diam saja ketika menyadari bahwa hak-haknya telah dilanggar oleh pelaku usaha.

Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan


perlindungan adalah :
 Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1),
Pasal 27 , dan Pasal 33.
 Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran
Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik
Indonesia No. 3821.
 Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
 Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian
Sengketa.
 Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan
Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen.
 Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang
Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag
Prop/Kab/Kota.
 Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795
/DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen.

Menurut Undang- undang no.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen :

Pasal 1 butir 1,2 dan 3


Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.

Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup
lain dan tidak untuk diperdagangkan.

Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan taua badan usaha, baik yang berbentuk
badan hukum maupun buka badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan
kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-
sama melalui perjanjian menyelenggaraka kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
Seperti dalam UU Perlindungan Konsumen Pasal 3, disebutkan bahwa tujuan perlindungan
konsumen adalah sebagai berikut :
 Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi
diri;
 Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari
ekses negatif pemakaian barang dan / atau jasa;
 Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut
hak-haknya sebagai konsumen;
 Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian
hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
 Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen
sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
 Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang, menjamin kelangsungan usaha
produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
konsumen.
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Hapzi. 2019. Business Ethics and Good Governance. Corporate Ethics: Rights,
Privileges, problems and Protection.Universitas Mercu Buana.

J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2002
Forum Diskusi

Kode Etik Pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP)


Pegawai DJP juga wajib mematuhi kode etik pegawai DJP. Kode etik DJP terdiri dari Kewajiban dan
Larangan.

Setiap Pegawai mempunyai kewajiban untuk :

1. menghormati agama, kepercayaan, budaya, dan adat istiadat orang lain;


2. bekerja secara profesional, transparan, dan akuntabel;
3. mengamankan data dan atau informasi yang dimiliki Direktorat Jenderal Pajak;
4. memberikan pelayanan kepada Wajib Pajak, sesama Pegawai, atau pihak lain dalam
pelaksanaan tugas dengan sebaik-baiknya;
5. mentaati perintah kedinasan;
6. bertanggung jawab dalam penggunaan barang iventaris milik Direktorat Jenderal Pajak;
7. mentaati ketentuan jam kerja dan tata tertib kantor;
8. menjadi panutan yang baik bagi masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakan;
9. bersikap, berpenampilan, dan bertutur kata secara sopan.

Setiap Pegawai dilarang :

1. bersikap diskriminatif dalam melaksanakan tugas;


2. menjadi anggota atau simpatisan aktif partai politik;
3. menyalahgunakan kewenangan jabatan baik langsung maupun tidak langsung;
4. menyalahgunakan fasilitas kantor;
5. menerima segala pemberian dalam bentuk apapun, baik langsung maupun tidak langsung,
dari Wajib Pajak, sesama Pegawai, atau pihak lain, yang menyebabkan Pegawai yang
menerima, patut diduga memiliki kewajiban yang berkaitan dengan jabatan atau
pekerjaannya;
6. menyalahgunakan data dan atau informasi perpajakan;
7. melakukan perbuatan yang patut diduga dapat mengakibatkan gangguan, kerusakan dan
atau perubahan data pada sistem informasi milik Direktorat Jenderal Pajak;
8. melakukan perbuatan tidak terpuji yang bertentangan dengan norma kesusilaan dan dapat
merusak citra serta martabat Direktorat Jenderal Pajak.

Referensi :
http://www.pajak.go.id

Anda mungkin juga menyukai