Anda di halaman 1dari 13

Executive Summary & Forum Diskusi Kuliah-11

BUSINESS ETHICS & GOOD GOVERNANCE

Ethical dilemmas, Sources, and their resolutions

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Business Ethics & Good Governance”
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA

Oleh:

M. Iqbal Rasyid Supeni (55118110151)

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN

UNIVERSITAS MERCU BUANA

2019
Ethical dilemmas, Sources, and their resolutions

1. Dilema Etika

Pengertian dilema etika adalah suatu situasi yang dihadapi oleh seseorang dimana ia
harus membuat keputusan tentang perilaku seperti apa yang tepat untuk dilakukannya. Para
auditor, akuntan, serta pelaku bisnis lainnya menghadapi banyak dilema etika dalam karir
bisnis mereka. Melakukan kontak dengan seorang klien yang mengancam akan mencari
seorang auditor baru kecuali jika auditor itu bersedia untuk menerbitkan sutu pendapat wajar
tanpa syarat, akan mewakili suatu dilema etika yang serius terutama jika pendapat wajar
tanpa syarat bukanlah pendapat yang tepat untuk diterbitkan.

Memutuskan apakah akan berkonfrontasi dengan seorang atasan yang telah


menyatakan nilai pendapatan departemennya secara material lebih besar daripada nilai yang
sebenarnya agar dapat menerima bonus lebih besar merupakan suatu dilema etika yang sulit.
Tetap menjadi bagian manajemen sebuah perusahaan yang selalu mengusik dan
memperlakukan para pegawainya dengan tidak layak atau melayani para pelanggannya
secara tidak jujur merupakan suatu dilema moral, khususnya jika ia memiliki keluarga yang
harus dibiayai serta terdapat persaingan yang sangat ketat dalam lapangan pekerjaan.

Menurut Arens dan Loebbecke (1995: 74) yang dimaksud dengan dilema etika adalah
situasi yang dihadapi seseorang dimana keputusan mengenai perilaku yang pantas harus
dibuat. Ada beberapa alternatif pemecahan dilema etika, tetapi harus berhati-hati untuk
menghindari cara yang merupakan rasionalisasi perilaku pendekatan sederhana untuk
memecahkan dilemma etika :

• Memperoleh fakta-fakta yang relevan.


• Mengidentifikasi issue-issue etika dari fakta-fakta yang ada.
• Menentukan siapa dan bagaimana orang atau kelompok yang dipengaruhi oleh
dilema.
• Mengidentifikasi alternatif yang tersedia bagi orang yang harus memecahkan
dilema.
• Mengidentifikasi konsekuensi yang mungkin timbul dari setiap alternatif.
• Memutuskan tindakan yang tepat untuk dilakukan.

a. Egoism

Menurut Rachels (2004: 146) artinya teori mengenai bagaimana kita seharusnya
bertindak, tanpa memandang bagaimana kita biasanya bertindak. Menurut teori ini hanya ada
satu prinsip perilaku yang utama, yakni prinsip kepentingan diri, dan prinsip ini merangkum
semua tugas dan kewajiban alami seseorang.

b. Utilitarism

Utilitarisme adalah sebuah teori yang dikemukakan oleh David Hume. Dalam teori
ini suatu perbuatan atau tindakan dapat dikatakan baik jika dapat menghasilkan manfaat.
Akan tetapi bukan bermanfaat untuk pribadi seseorang saja, tapi untuk sekelompok orang
atau sekelompok masyarakat.
c. Deontology

Deontologi berasal dari bahasa Yunani deon, yang berarti kewajiban. Etika
deontologi memberikan pedoman moral agar manusia melakukan apa yang menjadi
kewajiban sesuai dengan nilainilai atau norma-norma yang ada. Suatu perilaku akan dinilai
baik atau buruk berdasarkan kewajiban yang mengacu pada nilai-nilai atau norma-norma
moral. Tindakan sedekah kepada orang miskin adalah tindakan yang baik karena perbuatan
tersebut merupakan kewajiban manusia untuk melakukannya. Sebaliknya, tindakan mencuri,
penggelapan dan korupsi adalah perbuatan buruk dan kewajiban manusia untuk
menghindarinya.

Etika deontologi tidak membahas apa akibat atau konsekuensi dari suatu perilaku.
Suatu perilaku dibenarkan bukan karena perilaku itu berakibat baik, tetapi perilaku itu
memang baik dan perilaku itu didasarkan kewajiban yang memang harus dilaksanakan.

d. Virtue Etics

Virtue Etics atau teori keutamaan dapat didefinisikan sebagai cara pikir seseorang
yang memungkinkan dia untuk bertindak baik secara moral. Teori ini cenderung memandang
sikap atau akhlak seseorang.

Setiap orang melakukannya yaitu Argumentasi bahwa merupakan perilaku yang


wajar bila dapat memalsukan pajak penghasilan, atau menjual produk yang cacat umumnya
berdasarkan pada rasionalisasi bahwa setiap individu lainnya pun melakukan hal tersebut dan
hal tersebut merupakan perilaku yang wajar. jika merupakan hal yang sah menurut hukum,
hal itu etis.

Menggunakan argumentasi bahwa semua perilaku yang sah menurut hukum adalah
perilaku yang etis sangat bersandarpada kesempurnaan hukum. Dibawah filosofi ini,
seseorang tidak memiliki kewajiban apapun untuk mengembalikan suatu obyek yang hilang
kecuali jika pihak lainnya dapat membuktikan bahwa obyek tersebut miliknya.

Sehingga dapat dikatakan bahwa, Dilema etika merupakan situasi yang dihadapi oleh
seseorang dimana ia harus membuat keputusan mengenai perilaku yang patut. Contoh
sederhananya adalah jika seseorang menemukan cincin berlian, ia harus memutuskan untuk
mencari pemilik cincin atau mengambil cincin tersebut. Sebagai contoh : Para auditor,
akuntan, dan pebisnis lainnya, menghadapi banyak dilema etika dalam karier bisnis mereka.
Terlibat dengan klien yang mengancam akan mencari auditor baru jika tidak diberikan opini
unqualified akan menimbulkan dilema etika jika opini unqualified tersebut ternyata tidak
tepat untuk diberikan. Etika adalah cara melayani dan berinteraksi dengan orang lain secara
bijak dan profesional. Etika adalah tentang diri yang cerdas terhubung dengan orang lain.
Etika bisnis berarti melayani berbagai keadaan dan kepentingan stakeholders dengan penuh
integritas.
Etika membutuhkan jiwa yang bijaksana untuk bisa meresap dengan empati ke dalam
kompleksitas persoalan. Bila perilaku yang bijak dan penuh empati tidak disiapkan, maka
Anda pasti menghadapi dilema etika setiap hari. Dilema etika muncul karena ada keraguan
dan ketidaktegasan di dalam diri, saat menghadapi realitas yang tidak sepakat dengan
normatif etika.

Panduan etika bisnis perusahaan sebagai standar, serta kode etik perilaku sebagai cara
untuk bertindak dan bersikap, tetaplah berada di dalam kekuatan normatif. Padahal, etika
bisnis membutuhkan perilaku etis untuk membuat keputusan dan tindakan etis secara teratur.
Diperlukan kerangka berpikir dan logika yang tepat, untuk mempengaruhi orang-orang agar
mereka secara sukarela menjalankan perilaku etis di setiap situasi dan keadaan bisnis.

Perilaku baik dengan nilai moral yang tinggi pasti menjadi alat untuk mengatasi
dilema etika. Dilema etika dapat diatasi dengan kepatuhan untuk memenuhi standar kerja
sesuai panduan etika bisnis. Perilaku etis selalu melestarikan kejujuran, dan bersikap dengan
cerdas emosional. Walaupun pikiran menjadi sangat liar dan menciptakan berbagai macam
emosional, tetapi etika harus selalu menjadi kekuatan yang terfokus di dalam hati nurani.

Tempat etika bukanlah di pikiran dan emosi, tetapi di dalam hati nurani yang
bermoral tinggi. Bila etika ditempatkan dalam pikiran dan emosi, maka ego kreatif pasti
muncul untuk mencari peluang dari etika, dan tidak akan mau patuh pada normatif etika.

Etika bukanlah sesuatu untuk ditafsirkan, tetapi untuk dipatuhi dengan penuh
tanggung jawab. Hanya orang-orang yang fokus pada kepatuhan yang mampu memiliki
perilaku etis, sedangkan yang fokus pada kemajuan, selalu memiliki perilaku yang
disesuaikan dengan kebutuhan dari kemajuan tersebut. Jadi, mereka yang fokus pada
kemajuan suka mengabaikan etika, dan perilakunya tergantung dengan situasi.

Etika bisnis di perusahaan membutuhkan nilai-nilai yang sama untuk semua orang.
Setiap orang wajib menguasai nilai dan prinsip-prinsip, lalu terhubung dengan satu persepsi
dan satu perilaku yang etis. Semua orang yang sudah sama nilai dan prinsip-prinsipnya,
termasuk persepsi dan keyakinannya, maka dapat menjadi energi positif yang menciptakan
kolaborasi untuk mengatasi dilema etika.

Dengan struktur dan sistem yang berkualitas dapat diciptakan lingkungan kerja yang
etis. Bila lingkungan kerja sudah beretika, maka perilaku etis secara otomatis menjadi
kekuatan yang memperkaya proses bisnis. Perilaku etis mampu menyerap nilai-nilai positif,
dan menjadikannya sebagai etos kerja. Perilaku etis mampu mempertimbangkan berbagai
keadaan, kepentingan, situasi, dan stakeholders, supaya dapat melayaninya dengan bijak dan
profesional.

Kejujuran hanya mampu melihat satu sisi kebenaran, sedangkan etika mampu
mempertimbangkan berbagai sisi dan keadaan kebenaran. Dilema etika harus menjadi fakta
dan informasi yang dipertimbangkan secara bijak, lalu membuat keputusan yang masuk akal
dan yang tidak menciptakan konflik.
Orang Melayu pada masa lalu sudah memilih buah simalakama untuk
mengekspresikan dilema. Walau kita semua tahu bahwa sejak lama buah simalakama atau
mahkota dewa sudah digunakan sebagai bahan obat. Tetapi, mengekspresikannya sebagai
dilema di dalam peribahasa pastilah memiliki sebuah alasan yang tepat.

2. Sumber

Secara garis besar dimanapun kita berada maka kita akan dihadapkan pada 4 hal yang
dipandang sebagai sumber nilai-nilai etika dalam komunitas, yaitu :

a. Agama

Bermula dari buku Max Weber The Protestant Ethic and Spirit of Capitalism (1904-
5) menjadi tegak awal keyakinan orang adanya hubungan erat antara ajaran agama dan etika
kerja, atau anatara penerapan ajaran agama dengan pembangunan ekonomi.

Etika sebagai ajaran baik-buruk, slah-benar, atau ajaran tentang moral khususnya
dalam perilaku dan tindakan-tindakan ekonomi, bersumber terutama dari ajaran agama.
Itulah sebabnya banyak ajaran dan paham dalam ekonomi Barat menunjuk pada kitab Injil
(Bibble), dan etika ekonomi yahudi banyak menunjuk pada Taurat. Demikian pula etika
ekonomi Islam termuat dalam lebih dari seperlima ayatayat yang muat dalam Al-Qur’an.

Prinsip-prinsip nilai-nilai dasar etika yang ada dalam agama yaitu :

• Keadilan : Kejujuran, mempergunakan kekuatan untuk menjaga kebenaran.

• Saling menghormati : Cinta dan perhatian terhadap orang lain

• Pelayanan : Manusia hanya pelayan, pengawa, sumber-sumber alam

• Kejujuran : Kejujuran dan sikap dapat dipercaya dalam semua hubungan manusia, dan
integritas yang kuat.

Etika bisnis menurut ajaran Islamdigali langsung dari Al Quran dan Hadits Nabi.
Dalam ajaran Islam, etika bisnis dalam Islam menekakan pada empat hal Yaitu : Kesatuan
(Unity), Keseimbangan (Equilibrium), Kebebasan (FreeWill) dan tanggung jawab
(Responsibility).

Etika bisnis Islam menjunjung tinggi semangat saling percaya, kejujuran dan
keadilan, sedangkan antara pemilik perusahaan dan karyawan berkembangan semangat
kekeluargaan (brotherhood). Misalnya dalam perusahaan yang islami gaji karyawan dapat
diturunkan jika perusahaan benar-benar merugi dan karyawan juga mendapat bonus jika
keuntungan perusahaan meningkat. Buruh muda yang masing tinggal bersama orang tua
dapat dibayar lebih rendah, sedangkan yang sudah berkeluarga dan punya anak dapat dibayar
lebih tinggi disbanding rekan- rekannya yang muda.

b. Filosofi

Salah satu sumber nilai-nilai etika yang juga menjadi acuan dalam pengambilan
keputusan oleh manusaia adalah ajaran-ajaran Filosofi. Ajaran filosofi tersebut bersumber
dari ajaran-ajaran yang diwariskan dari ajaran-ajaran yang sudah diajarkan dan berkembang
lebih dari 2000 tahun yang lalu. Ajaran ini sangat komplek yang menjadi tradisi klasik yang
bersumber dari berbagai pemikiran para fisuf-filsuf saat ini. Ajaran ini terus berkembanga
dari tahun ke tahun

Di Negara barat, ajaran filosofi yang paling berkembang dimulai ketika zaman
Yunani kuno pada abd ke 7 diantaranya Socrates (470 Sm-399 SM) Socrate percaya bahwa
manusia ada untuk suatu tujuan, dan bahwa salah dan benar memainkan peranan yang
penting dalam mendefinisikan hubungan seseorang dengan lingkungan dan sesamanya
sebagai seorang pengajar, Socrates dikenang karena keahliannya dalam berbicara dan
kepandaian pemikirannya. Socretes percaya bahwa kebaikan berasal dari pengetahuan diri,
dan bahwa manusia pada dasarnya adalah jujur, dan bahwa kejahatan merupakan suatu
upaya akibat salah pengarahan
yang membebani kondisi seseorang. Pepatah yang terkenal mengatakan. : “Kenalilah dirimu”
dia yang memperkanalkan ide-ide bahwa hukum moral lebih inggi daripada hukum manusia.

c. Pengalaman Dan Perkembangan Budaya

Setiap transisi budaya antara satu generasi kegenerasi berikutnya mewujudkan nilai-
nilai,aturan baru serta standar-standar yang kemudian akan diterima dalam komunitas
tersebutselangjutnya akkan terwujud dalam perilaku.Artinya orang akan selalu mencoba
mendekatkan dirinya atau beradaptasi dengan perkembanganperkembangan nilai-nilai yang
ada dalam komunitas tersebut,dimana nilai-nilai itu tidak lain adalah budaya yang hadir
karna adanya budaya pengetahuan manusia dalam upayanya untuk menginterpentasikan
lingkunganya
sehingga bisa selalu bertahan hidup.

Ketika belanda berkuasa pada tahun 1600-1800,penguasaan ekonomi pada saat itu
diberi nama Hindia Belanda dilakukan melalui persatuan pedagang Belanda (VOC) yang
menerapkan pola monopolidalam membeli komuditas perdaganggan nasional seperti lada,
pala, cenke, kopi,dan gula. Setelah VOC bangkrut ( bubar) tahun 1799, dikarenakan
pemerintahan belanda telah diduduki oleh jerman untuk sementara pemeritahan Hindia
Belanda diambil alih oleh Inggris selama 1811-1816.

Kebijakan baru pemerintah Belanda ini memungculkan masalah baru dalam hal
ketimpangan ekonomi. Ketimpangan distribusi pendapatan ini belum ditambahdengan
tingkat pajak yang dibebangkan kepada petani bertanah terutama di Jawadan Madura yang
berjumlah 40% dari pendapatan kasarnya setelah diperhitungkan pajak tanah. Ketika itu para
tuan-tuan tanah yang patuh pada pemerintahan akan mendapatkan pasilitas dan kemudahan
oleh pemerintah untuk mengekplorasi.

Ketimpangan dalam dialektik hubungan ekonomi menjadi salah satu pemicu bagi
bangsa Indonesia untuk menuntut revolusi kemerdekaan. Revolusi ini baru merupakan
tahapan awal untuk melakukan proses pembangunan ekonomi nasional dari belenggu model
ekonomki colonial, serta untuk melakukan koreksi total terhadap fundamental social
ekonomi.
Demokrasi terpimpin menandai proses pemerintahan yang pertama sesudah
kemerdekaan. Ada tiga komponen pokok yang dijalankan ketika itu, yaitu: (1) diversifikasi
produksi untuk menghilangkan ketergantungan atas ekspor bahanbahan mentah primer, (2)
perkembangan ekonomi dan kemakmuran yang merata, (3) pengalihan dominasi penguasaan
usaha-usaha ekonomi dari tangan asing dan golongan cina ketangan pribumi Indonesia (John
O. Sutter, 1958; Nan L. Amstutz, 1956). Dalam perjalanannya, beberapa cabinet yang
menjalankan proses restrukturisasi ekonomi tidak berjalan secara efektif dan tidak
berkesinambungan. Hal ini disebabkan, pertama dibeberapa pemimpin politik, keyakinan
terhadap ideology kerakyatan dalam menjalankan restrukturisasi ekonomi sangan lemah,
kedua banyak terjadi kolusi antara beberapa pemimpin politik dan golongan non pribumi,
dengan imbalan materi atau uang, ketiga keterjebakan para pemimpin politik dalam politik
praktis, yang hanya mementingkan golongan atau partainya. Beberapa hal diatas juga
ditambah terjadinya peristiwa GESTAPU tahun 1965.

d. Hukum

Hukum adalah perangkat aturan-aturan yang dibuat oleh pemerintah dalam rangka
untuk menjamin kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Hukum menentukan
ekspektasi- ekspektasi etika yang diharapkan dalam komunitas dan mencoba mengatur serta
mendorong para perbaikan-perbaikan masalah-masalah yang dipandang buruk atau tidak
baik dalam komunitas. Sebenarnya bila kita berharap bahwa dengan hukum dapat
mengantisipasi semua tindakan pelanggaran sudah pasti ini menjadi suatu yang mustahil.
Karena biasanya hukum dibuat setelah pelanggaran yang terjadi dalam komunitas.

Beberapa prinsip/hukum yang dianut oleh system perbankan syariah antara lain :

1) Pertama, pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman
dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.

2) Kedua, pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil
usaha institusi yang meminjam dana.

3) Ketiga, islam tidak memperbolehkan “menghasilkan uang dari uang”. Uang hanya
merupakanmedia pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.

4) Keempat, unsur gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah


pihak harus mengetahui dengan baik dengan hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah
transaksi.

5) Kelima, investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam
islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariaH

Masuknya model syariah memberikan model baru bagi bisnis Indonesia. Model syariah
kemudian tidak hanya dibidang perbankan, kemudian juga merambah pada bidang lain
seperti asuransi, pasar modal bahkan dalam sistem bisnis. Sebagai contoh akan dibuka
sebuah supermarket dengan system syariah dimedan, dimana segala bentuk pengelolaan
perusahaan akan didasarkan dengan ajaran islam.

Memasuki era reformasi, hingga sekarang belum sepenuhnya bias dibilang


pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi membaik. Namun dengan adanya semangat untuk
membangun demokrasi, setelah mendorong semua stakeholder dinegara ini untuk lebih
bersikap demokratis, mendengarkan suara-suara rakyat dan memiliki kesempatan yang luas
untuk mengeluarkan pendapat dan berkumpul. Satu sisi budaya yang muncul diera reformasi
ini memberikan sedikit segera dalam hal penegakan hukum, namun itu semua masih jauh
dari pengharapan seluruh elemen bangsa.

Indonesia adalah Negara yang menganut system hukum campuran dengan system
hukum utama hukum Eropa Kontinental, yang dibawa oleh Belanda ketika menjajah selama
3,5 abad lamanya. Selain system hukum Eropa Kontinental, dengan diberlakukannya
otonomi daerah, didaerah-daerah system hukum setempat yang biasanya terkait dengan
hukum adat dan system hukum agama, khususnya hukum (syariah) islam, seperti yang
berlaku diaceh.

Para umumnya para pebisnis akan lebih banyak menggunakan perangkat hukum
sebagai cermin etika mereka dalam melaksanakan aktivitasnya. Karena hukum dipandang
suatu perangkat yang memiliki bentuk hukuman/punishment yang paling jelas dibandingkan
sumber- sumber etika yang lain, yang cenderung lebih pada hukuman yang sifatnya abstrak,
seperti mendapat malu, dosa dan lain-lain. Hal ini sah-sah saja, tetapi ini akan sangat
berbahaya bagi kelangsungan bisnis itu sendiri. Boatright (2003) menyebutkan ada beberapa
alasan yang bias menjelaskan hal ini.

Pertama, hukum tidaklah cukup untuk mengatur semua aspek aktivitas dalam bisnis,
sebab tidak semua yang tak bermoral adalah tidak legal. Beberapa etika dalam bisnis konsen
pada hubungan interpersonal kerja dan hubungan dengan para pesaing, yang sangat sulit
diatur melalui undang-undang. Contohnya adalah kasus persaingan para industri mie instan
seperti yang dijelaskan pada bab sebelumnya.

Kedua, karena hukum selalu dibuat setelah pelanggaran terjadi, sehinga kita bias
menyebut bahwa hukum selalun lambat dikembangkan dibandingkan segala masalah-
masalah etika yang timbul. Sisi lainnya adalah biasanya untuk membuat suatu undang-
undang atau aturan hukum akan membutuhkan waktu panjang juga. Undang-undang tidak
bisa dibuat begitu saja ketika ada pelanggaran yang terjadi, tetapi akan melalui banyak tahap
apalagi harus melalui proses juridis, dan terkadang banyak pertimbangan-pertimbangan
ketika pembuatan undang- undang tersebut. Akhirnya banyak nilai-nilai yang ingin
ditegakkan dalam pembuatan undang- undang tersebut bisa melenceng dari tujuan utamanya.
Sebagai contoh adalah undang-undang tentang hak cipta terjadi diindonesia. Sudah berpuluh
tahun lamanya pelanggaran hak cipta terjadi diindonesia, tetapi undang-undangnya baru
berbentuk pada tahun 2002 kemarin. Begitu juga dengan kasus ponografi terjadi diindonesia,
hingga saat ini pun belum juga ditemui kesepakatan bagaimana bentuk undangundang
ponografi itu sebenarnya diindonesia.

Ketiga, terkadang hukum atau undang-undang itu sendiri selalu menerapkan konsep- konsep
moral yang tidak mudah untuk didefinisikan sehingga menjadi sangat sulit pada suatu ketika
untuk memahami undang-undang tanpa mempertimbangkan masalah-masalah moral.

Keempat, hukum sering tidak pasti. Walaupun suatu kejadian atau aktivitas dianggap legal,
serta hukum/undang-undang haruslah diputuskan melalui pengadilan, dan dalam membuat
keputusan, pengadilan selalu mengacu pada pertimbangan-pertimbangan moral. Banyak
orang juga berfikir bahwa selama tindakannya tidak melanggar hukum adalah suatu yang
benar walaupun apa yang dilakukannya bisa dianggap tiadak bermoral.
Kelima, hukum kadang tidak bisa diandalkan, apalagi jika bisnis itu berada pada suatu
wilayah atau dari daerah yang tingkat penegakan hukumnya sangat rendah. Contohnya, pada
masa orde baru, pembentukan peraturan dan undang-undang cenderung bergantung pada
penguasa, sehingga undang-undang atau aturan saat itu cenderung untuk menguntungkan
pihak- pihak tertentu yang dianggap memiliki hubungan erat denagn pemerintah pada saat itu
orang- orang yang menjadi kronikroni penguasa bisa menjadi orang yang kebal hukum dan
tidak bisa dijerat dan dijatuhi hukuman.
DAFAR PUSTAKA

Hapzi Ali, 2019. Modul BE & GG, Ethical dilemmas, Sources, and their resolutions,
Universitas Mercu Buana
Forum Diskusi

Contoh Kasus Dilema Etika


Krisis yang dialami Bank Century bukan disebabkan karena adanya krisis global, tetapi
karena disebakan permasalahan internal bank tersebut. Permasalahan internal tersebut adalah
adanya penipuan yang dilakukan oleh pihak manajemen bank terhadap nasabah menyangkut:
1. Penyelewengan dana nasabah hingga Rp 2,8 Trilliun (nasabah Bank Century sebesar
Rp 1,4 Triliun dan nasabah Antaboga Deltas Sekuritas Indonesia sebesar Rp 1,4
Triliiun)
2. Penjualan reksa dana fiktif produk Antaboga Deltas Sekuritas Indonesia. Dimana
produk tersebut tidak memiliki izin BI dan Bappepam LK.

Kedua permasalahan tersebut menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi nasabah
Bank Century. Dimana mereka tidak dapat melakukan transaksi perbankan dan uang mereka
pun untuk sementara tidak dapat dicairkan.Kasus Bank Century sangat merugikan
nasabahnya dimana setelah Bank Century melakukan kalah kliring, nasabah Bank Century
tidak dapat melakukan transaksi perbankan baik transaksi tunai maupun transaksi nontunai.
Setelah kalah kliring, pada hari yang sama, nasabah Bank Century tidak dapat menarik uang
kas dari ATM Bank Century maupun dari ATM bersama. Kemudian para nasabah
mendatangi kantor Bank Century untuk meminta klarifikasi kepada petugas Bank. Namun,
petugas bank tidak dapat memberikan jaminan bahwa besok uang dapat ditarik melalui ATM
atau tidak. Sehingga penarikan dana hanya bisa dilakukan melalui teller dengan jumlah
dibatasi hingga Rp 1 juta. Hal ini menimbulkan kekhawatiran nasabah terhadap nasib dananya
di Bank Century.
Setelah tanggal 13 November 2008, nasabah Bank Century mengakui transksi dalam
bentuk valas tidak dapat diambil, kliring pun tidak bisa, bahkan transfer pun juga tidak bisa.
Pihak bank hanya mengijinkan pemindahan dana deposito ke tabungan dolar. Sehingga uang
tidak dapat keluar dari bank. Hal ini terjadi pada semua nasabah Bank Century. Nasabah bank
merasa tertipu dan dirugikan dikarenakan banyak uang nasabah yang tersimpan di bank
namun sekarang tidak dapat dicairkan. Para nasabah menganggap bahwa Bank Century telah
memperjualbelikan produk investasi ilegal. Pasalnya, produk investasi Antaboga yang
dipasarkan Bank Century tidak terdaftar di Bapepam-LK. Dan sudah sepatutnya pihak
manajemen Bank Century mengetahui bahwa produk tersebut adalah illegal.
Hal ini menimbulkan banyak aksi protes yang dilakukan oleh nasabah. Para nasabah
melakukan aksi protes dengan melakukan unjuk rasa hingga menduduki kantor cabang Bank
Century. Bahkan para nasabah pun melaporkan aksi penipuan tersebut ke Mabes Polri hingga
DPR untuk segera menyelesaikan kasus tersebut, dan meminta uang deposito mereka
dikembalikan. Selain itu, para nasabah pun mengusut kinerja Bapepam-LK dan BI yang
dinilai tidak bekerja dengan baik. Dikarenakan BI dan Bapepam tidak tegas dan menutup
mata dalam mengusut investasi fiktif Bank Century yang telah dilakukan sejak tahun 2000
silam. Kasus tersebut pun dapat berimbas kepada bank-bank lain, dimana masyarakat tidak
akan percaya lagi terhadap sistem perbankan nasional. Sehingga kasus Bank Century ini dapat
merugikan dunia perbankan Indonesia.
Solusi Pemecahan Masalah Pelanggaran Etika Bisnis
Dari sisi manager Bank Century menghadapi dilema dalam etika dan bisnis. Hal
tersebut dikarenakan manager memberikan keputusan pemegang saham Bank Century kepada
Robert Tantular, padahal keputusan tersebut merugikan nasabah Bank Century. Tetapi disisi
lain, manager memiliki dilema dimana pemegang saham mengancam atau menekan karyawan
dan manager untuk menjual reksadana fiktif tersebut kepada nasabah. Manajer Bank Century
harus memilih dua pilihan antara mengikuti perintah pemegang saham atau tidak mengikuti
perintah tersebut tetapi dengan kemungkinan dia berserta karyawan yang lain terkena PHK.
Dan pada akhirnya manager tersebut memilih untuk mengikuti perintah pemegang saham
dikarenakan manager beranggapan dengan memilih option tersebut maka perusahaan akan
tetap sustain serta melindungi karyawan lain agar tidak terkena PHK dan sanksi lainnya.
Walaupun sebenarnya tindakan manager bertentangan dengan hukum dan etika bisnis. Solusi
dari masalah ini sebaiknya manager lebih mengutamakan kepentingan konsumen yaitu
nasabah Bank Century. Karena salah satu kewajiban perusahaan adalah memberikan jaminan
produk yang aman.
Dari sisi pemegang saham yaitu Robert Tantular, terdapat beberapa pelanggaran etika
bisnis, yaitu memaksa manajer dan karyawan Bank Century untuk menjual produk reksadana
dari Antaboga dengan cara mengancam akan mem-PHK atau tidak memberi promosi dan
kenaikan gaji kepada karyawan dan manajer yang tidak mau menjual reksadana tersebut
kepada nasabah. Pelanggaran yang terakhir adalah, pemegang saham mengalihkan dana
nasabah ke rekening pribadi. Sehingga dapat dikatakan pemegang saham hanya
mementingkan kepentingan pribadi dibanding kepentingan perusahaan, karyawan, dan
nasabahnya (konsumen). Solusi untuk pemegang saham sebaiknya pemegang saham
mendaftarkan terlebih dahulu produk reksadana ke BAPPEPAM untuk mendapat izin
penjualan reksadana secara sah. Kemudian, seharusnya pemegang saham memberlakukan
dana sabah sesuai dengan fungsinya (reliability), yaitu tidak menyalah gunakan dana yang
sudah dipercayakan nasabah untuk kepentingan pribadi.
Dalam kasus Bank Century ini nasabah menjadi pihak yang sangat dirugikan. Dimana
Bank Century sudah merugikan para nasabahnya kurang lebih sebesar 2,3 trilyun. Hal ini
menyebabkan Bank Century kehilangan kepercayaan dari nasabah. Selain itu karena dana
nasabah telah disalahgunakan maka menyebabkan nasabah menjadi tidak sustain, dalam
artian ada nasabah tidak dapat melanjutkan usahanya, bahkan ada nasabah yang bunuh diri
dikarenakan hal ini. Solusi untuk nasabah sebaiknya dalam memilih investasi atau reksadana
nasabah diharapkan untuk lebih berhati-hati dan kritis terhadap produk yang akan dibelinya.
Jika produk tersebut adalah berupa investasi atau reksadana, nasabah dapat memeriksa
kevalidan produk tersebut dengan menghubungi pihak BAPPEPAM.
Dikarenakan kasus ini kinerja BI dan BAPPEPAM sebagai pengawas tertinggi dari
bank-bank nasional menjadi diragukan, karena BI dan BAPPEPAM tidak tegas dan lalai
dalam memproses kasus yang menimpa Bank Century. Dimana sebenarnya BI dan
BAPPEPAM telah mengetahui keberadaan reksadana fiktif ini sejak tahun 2005. Untuk Bank-
bank nasional lainnya pengaruh kasus Bank Century mengakibatkan hampir terjadinya efek
domino dikarenakan masyarakat menjadi kurang percaya dan takut bila bank-bank nasional
lainnya memiliki “penyakit” yang sama dengan Bank Century dikarenakan krisis global,
dengan kata lain merusak nama baik bank secara umum. Solusi untuk BI dan BAPPEPAM
sebaiknya harus lebih tegas dalam menangani dan mengawasi pelanggaran-pelanggaran yang
dilakukan oleh bank-bank yang diawasinya. Selain itu sebaiknya mereka lebih sigap dan tidak
saling melempar tanggung jawab satu sama lain. Dan saran untuk Bank Nasional lainnya,
sebaiknya bank-bank tersebut harus lebih memperhatikan kepentingan konsumen atau
nasabah agar tidak terjadi kasus yang sama.

Referensi:
http://uchyanggraini.blogspot.com/2016/01/contoh-kasus-etika-dalam-berbisnis.html (Diakses
tanggal 29 Mei 2019, Pukul 14.36)

Anda mungkin juga menyukai