PENDAHULUAN
Penerapan etika bisnis dalam suatu organisasi yang bertujuan memperoleh laba dengan cara
menghimpun dana dari masyarakat merupakan isu yang sering dikaji secara mendalam. Secara teoretis
penerapan etika merupakan suatu hal yang mudah dilakukan dan diterapkan.
Etika bisnis adalah bagian dari filsafat. Secara garis besar pengertian filsafat, etika dan etika
bisnis berhubungan erat satu sama lain. Filsafat dalam arti luas adalah suatu usaha sistematis untuk
memahami pengalaman manusia secara pribadi dan kolektif/kelompok. Berbeda dengan teologi maka
filsafat menggunakan rasio untuk menafsirkan pengalaman manusia dan bukan mengandalkannya pada
wahyu Ilahi. Dalam masyarakat, manusia mengadakan hubungan hubungan antara lain hubungan agama,
keluarga, perdagangan, politik dan sebagainya. Sifat hubungan ini sangat rumit dan coraknya berbagai
ragam. !ubungan antara manusia ini sangat peka, sebab sering dipengaruhi oleh emosi yang tidak rasional.
Manusia selalu berusaha agar tercapai kerukunan dan kebahagiaan di dalam suatu masyarakat. Salah satu
sebabnya, etika menjadi bagian yang integral dari pribadi seseorang sehingga tidak lagi dipersoalkan oleh
yang bersangkutan. Artinya seseorang jarang sekali memikirkan etika yang dimilikinya, kecuali bila ia
merasa bahwa dalam hubungannya dengan orang lain etika tersebut mendapat tantangan. Pada saat
tertentu kita pasti berhadapan dan berinteraksi dengan orang yang memiliki etika yang berbeda. Sasaran
etika adalah moralitas (etika merupakan filsafat tentang moral).
PEMBAHASAN
Model organisasi bisnis yang “rasional” yang lebih tradisional mendefenisikan organisasi
sebagai suatu struktur hubungan formal (yang didefenisikan secara eksplisit dan digunakan
secara terbuka) yang bertujuan mencapai tujuan teknis atau ekonomi dengan efisiensi maksimal.
E. H. Schein memberikan satu defenisi ringkas tentang organisasi dari prespektif tersebut yaitu
organisasi adalah koordinasi rasional atas aktivitas-aktivitas sejumlah individu untuk mencapai
tujuan atau sasaran eksplisit bersama, melalui pembagian tenaga kerja dan fungsi dan melalui
hirarki otoritas dan tanggung jawab.
Berbagai tingkatan dalam organisasi dan yang mengatur semua individu ke dalam tujuan
organisasi dan hirarki formal adalah kontrak. Hal ini mengasumsikan bahwa pegawai sebagai
agen yang secara bebas dan sadar telah setuju untuk menerima otoritas formal organisasi dan
berusaha mearaih tujuan organisasi, dan sebagai gantinya mereka memperoleh dukungan dalam
bentuk gaji dan kondisi kerja yang baik. Dari perjanjian kontraktual tersebut, pegawai menerima
tanggungjawab moral untuk mematuhi atasan dalam usaha mencapai organisasi, dan selanjutnya
organisasi juga memiliki tanggungjawab moral untuk memberikan dukungan ekonomi pada para
pegawai seperti yang telah dijanjikan. Teori utilitarian memberikan dukungan tambahan pada
pandangan bahwa pegawai memiliki kewajiban untuk berusaha mencapai tujuan perusahaan
secara loyal.
Tanggungjawab etis dasar yang muncul dari aspek-aspek ‘rasional” organisasi difokuskan
pada dua kewajiban moral yakni a) kewajiban atasan untuk mematuhi atasan dalam organisasi
dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi, dan b) kewajiban atasan untuk memberikan gaji yang
adil dan kondisi kerja yang baik.
Dalam pandangan rasional perusahaan, kewajiban moral utama pegawai adalah untuk
bekerja mencapai tujuan perusahaan dan menghindari kegiatan-kegiatan yang mungkin
mengancam tujuan tersebut. Kewajiban karyawan dan perusahaan dibagi menjadi empat yaitu:
1) Kewajiban Ketaatan
Dalam kewajiban ketaatan karyawan harus taat kepada atasannya di perusahaan, tetapi
karyawan tidak harus mematuhi semua perintah yang diberikan oleh atasannya. Perintah-
perintah tersebut antara lain seperti etika atasan menyuruh karyawan tersebut untuk
melakukan hal yang tidak bermoral, seperti membunuh musuh atasannya, atau dapat pula
berupa korupsi. Dapat pula dalam bentuk mengerjakan tugas pribadi atasannya, misalnya
untuk kepentingan pribadi atasan bukan untuk kepentingan perusahaan, seperti mencuci
mobil dan merenovasi rumah pribadi milik atasannya. Karyawan juga tidak perlu mematuhi
perintah yang memang demi kepentingan perusahaan, tetapi tidak sesuai dengan penugasan
yang disepakati, misalnya sekretaris diberi tugas untuk bersih-bersih, dan lain
sebagainya. Cara untuk menghindari terjadinya kesulitan seputar kewajiban ketaaatan adalah
membuat deskripsi pekerjaan yang jelas dan cukup lengkap pada saat karyawan mulai
bekerja di perusahaan. Namun deskripsi pekerjaan ini harus dibuat cukup luwes sehingga
kepentingan perusahaan selalu bisa di beri prioritas.
2) Kewajiban Konfidensialitas
Kewajiban ini adalah kewajiban untuk menyimpan informasi yang bersifat konfidensial
atau rahasia yang telah diperoleh dengan menjalankan suatu profesi. Kewajiban ini tidak
hanya berlaku selama karyawan bekerja di perusahaan tetapi berlangsung terus setelah ia
pindah kerja. Kewajiban ini menjadi lebih aktual ketika karyawan tersebut pindah kerja di
perusahaan baru yang bergerak di bidang yang sama. Contohnya adalah seorang akuntan, ia
tidak boleh membocorkan kondisi finansial perusahaan lama ke perusahaan baru. Kewajiban
konfidensialitas ini terbatas pada informasi perusahaan. Hal-hal lain yang diperoleh atau
diketahui sambil bekerja di perusahaan pada prinsipnya tidak termasuk kewajiban
konfidensialitas. Misalnya keterampilan yang dikembangkan oleh karyawan itu dengan
3) Kewajiban Loyalitas
Ada dua macam pelaporan kesalahan perusahaan atau whistle blowing, secara
internal dan eksternal. Dalam pelaporan internal, pelaporan kesalahan dilakukan di dalam
perusahaan sendiri dengan melewati atasan langsung. Misalnya seorang karyawan bawahan
melaporkan suatu kesalahan langsung kepada direksi, dengan melewati kepala bagian dan
manajer umum. Pada pelaporan eksternal, karyawan melaporkan kesalahan perusahaan
kepada instansi pemerintah atau kepada masyarakat melalui media komunikasi. Misalnya
karyawan melaporkan bahwa perusahaannya tidak memenuhi kontribusinya kepada
Jamsostek atau tidak membayar pajak melalui media massa atau pihak eksternal lainnya.
Terdapat sebuah pertanyaan etika dalam melakukan pelaporan kesalahan perusahan ini,
“apakah whistle blowing ini boleh dilakukan karena pada prinsipnya bertentangan dengan
kewajiban loyalitas karyawan terhadap perusahaannya?” Namun setelah didiskusikan lebih
mendalam, jawabnya adalah boleh karena karyawan tidak hanya mempunyai kewajiban
loyalitas kepada perusahaan tetapi ia juga mempunyai kewajiban kepada masyarakat umum
apabila perusahaan tersebut melakukan kesalahan.
Kesalahan ini hanya dapat dilaporkan jika menyebabkan kerugian bagi pihak ketiga,
terjadi pelanggaran hak-hak asasi manusia, dan kegiatan yang dilakukan perusahaan
bertentangan dengan tujuan perusahaan.
3. Pelaporan harus dilakukan semata-mata untuk mencegah terjadinya kerugian bagi pihak
ketiga, bukan karena motif lain.
Misalnya karyawan memutuskan berhenti dari suatu pekerjaan karena kecewa dengan
atasannya. Setelah ia pergi dari perusahaan itu, ia membuka praktek kurang etis dari
perusahaan seperti tidak membayar pajak. Motif pelaporan ini adalah untuk balas dendam.
4. Penyelesaian masalah secara internal harus dilakukan dulu, sebelum kesalahan perusahaan
dibawa ke luar.
5. Harus ada kemungkinan nyata bahwa pelaporan kesalahan akan mencatat sukses.
Jika sebelumnya orang tahu bahwa pelaporan kesalahan tidak akan menghasilkan apa-
apa, misalnya tidak bisa mencegah terjadinya kerugian untuk pihak ketiga, lebih baik orang
tersebut tidak melapor.
Whistle blowing adalah masalah etis yang tidak enak untuk semua pihak yang bersangkutan.
Untuk perusahaan ataupun pelaku bisnis, whistle blowing akan membawakan banyak kerugian
secara materil maupun moril. Mulai dari turunnya pamor perusahaan terhadap produknya, hingga
menurunnya keuntungan yang didapatkan akibat pelaporan ini. Untuk pelapor, whistle blowing
adalah langkah yang diambil dengan berat hati karena resiko yang akan didapatkannya cukup
Ada sejumlah situasi dimana pegawai gagal melaksanakan kewajiban untuk mencapai tujuan
perusahaan, yaitu sebagai berikut:
1. Konflik Kepentingan
Konflik kepentingan dalam bisnis muncul saat seorang pegawai atau pejabat duatu
perusahaan melaksanakan tugasnya, namun dia memiliki kepentingan-kepentingan pribadi
terhadap hasil dari pelaksanaan tugas tersebut yang (a) mungkin bertentangan dengan
kepentingan perusahaan, dan (b) cukup substansial sehingga kemungkinan mempengaruhi
penilaiannya sehingga tidak seperti yang diharapkan perusahaan. Konflik kepentingan bisa
bersifat aktual dan potensial. Konflik kepentingan aktual terjadi saat seseorang melaksanakan
kewajibannya dalam satu cara yang mengganggu perusahaan dan melakukannya demi
kepentingan pribadi. Konflik kepentingan potensial terjadi saat seseorang, karena didorong
kepentingan pribadi, bertindak dalam suatu cara yang merugikan perusahaan.
Insider trading sebagai tindakan membeli dan menjual saham perusahaan berdasarkan
informasi “orang dalam” perusahaan. Informasi “dari dalam” atau “dari orang dalam” tentang
suatu perusahaan merupakan informasi rahasia yang tidak dimiliki publik di luar perusahaan,
namun memiliki pengaruh material pada harga saham perusahaan. Insider trading adalah
ilegal dan tidak etis karena orang yang melakukannya berarti “mencuri” informasi dan
memperoleh keuntungan yang tidak adil dari anggota masyarakat lain. Namun demikian,
sejumlah pihak menyatakan bahwa insider trading secara sosial menguntungkan dan menurut
prinsip utilitarian, tindakan ini seharusnya tidak dilarang, malah dianjurkan.
1) Gaji
Keselamatan kerja bisa terwujud bilamana tempat kerja itu aman, bebas dari
resiko terjadinya kecelakaan yang mengakibatkan si pekerja cedera atau bahkan mati.
Hampir semua negara modern mempunyai peraturan hukum guna melindungi
keselamatan dan kesehatan kaum pekerja. Dalam hal ini peraturan hokum disemua negara
belum tentu sama dan belum tentu memuaskan. Terlepas dari aturan hukum para ajikan
tidak bebas dari kewajiban tetapi terikat dengan alasan-alasan etika. Keselamatan dan
kesehatan pekerja tidak pernah boleh dikorbankan kepada kepentingan ekonomis. Resiko
memang tidak selalu bisa dihindari, tetapi harus dibatasi sampai seminimal mungkin,
walaupun upaya itu bisa mengakibatkan biaya produksi bertambah. Selain itu si pekerja
harus menerima resiko itu dengan bebas, setelah lebih dahulu ia diberikan ekstra untuk
mengimbangi resiko, baik dalam gaji langsung maupun asuransi khusus.
Spesialisasi pekerjaan yang berlebihan memang tidak baik karena alasan lain,
yaitu bahwa cara ini memberikan beban yang tidak adil pada pekerja. Juga ada banyak
bukti bahwa cara ini tidak mendukung efisiensi. Pekerjaan yang dispesialisasikan dalam
dua dimensi yaitu secara horizontal dengan membatasi jangkauan tugas dan membatasi
repetisi atau pengulangan dalam cakupan tugasnya. Jangkauan tugas yang terlampau
jauh melewati batas kemampuan pegawai dapat menyebabkan pegawai frustasi.
Demikian juga kerja rutin yang berulang dalam jangka waktu panjang dapat lebih cepat
menciptakan kejenuhan. Selain secara horizontal, pekerjaan juga bisa dispesialisasikan
secara vertikal dengan mebatasi rentang pengwasan dan pengambilan keputusan atas
kegiatan-kegiatan dala suatu pekerjaan.
Dalam model organisasi politik, individu dilihat berkumpul membentuk koalisi yang
selanjutnya saling bersaing satu sama lain memperebutkan sumber daya, keuntungan, dan
pengaruh. Dengan demikian, "tujuan" organisasi menjadi tujuan yang dibentuk oleh koalisi yang
paling kuat dan paling dominan. Tujuan tidak ditetapkan oleh otoritas yang "sah", namun
ditetapkan melalui tawar menawar antara berbagai koalisi. Realita dasar organisasi, menurut
model ini, bukanlah otoritas formal atau hubungan kontraktual, namun kekuasaan: kemampuan
individu (atau kelompok individu) untuk mengubah perilaku pihak lain menuju cara yang
diinginkan tanpa harus mengubah perilaku mereka sendiri menuju cara yang tidak diinginkan.
Jika kita memfokuskan pada kekuasaan sebagai dasar realita organisasional, maka
permasalahan etis utama yang akan kita temui saat kita mengamati suatu organisasi adalah
masalah yang berkaitan dengan akuisisi dan pelaksanaan kekuasaan. Masalah etis utama
difokuskan bukan pada kewajiban kontraktual perusahaan dan pegawai, namun pada hambatan-
hambatan moral terhadap penggunaan kekuasaan di dalam organisasi. Etika perilaku
organisasional yang dilihat dari perspektif model politik difokuskan pada pertanyaan: Apa
batasan moral, jika ada, pada pelaksanaan kekuasaan dalam organisasi? Dalam bagian-bagian
berikut ini, kita akan membahas dua aspek dari pertanyaan ini, yaitu: (a) Apa, jika ada, batasan
moral pada kekuasaan manajer yang dapat diterapkan pada pegawai? (b) Apa, jika ada, batasan
moral pada kekuasaan pegawai yang dapat diterapkan pada pegawai lain?
Dalam organisasi caring, kepercayaan tumbuh subur karena orang merasa wajib
saling memercayai jika mereka melihat diri mereka sebagai pihak-pihak yang saling
membutuhkan dan saling terkait. Karena kepercayaan tumbuh subur dalam organisasisemacam
itu, maka organisasi tidak perlu melakukan banyak investasi untuk mengawasi para
pegawainya dan memastikan bahwa mereka tidak melanggar perjanjian kontraktual.
Dalam model kontraktual, masalah etis penting muncul dari kemungkinan terjadinya
pelanggaran terhadap hubungan kontraktual. Dalam model politik, masalah etis penting
muncul dari kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan. Lalu apa masalah etis penting dari
perspektif organisasi carin? Jawabannya adalah memberikan perhatian terlalu banyak atau
kurang banyak.
BAB III
PENUTUP
ETIKA INDIVIDU DAN ORGANISASI
11
3.1 Kesimpulan
Semua manusia tidak akan bisa lepas dari masalah etika, bila disadari secara jujur.
Apalagi sebuah perusahaan yang tidah berdiri sendiri, yang mempekerjakan banyak tenaga kerja,
bila tidak hati – hati dalam mengelola dapat merugikan semua pihak, tidak hanya perusahaan tapi
juga pekerjaan masyarakat. Pada jaman sekarang masalah etika bisnis sangatlah penting untuk
diperhatikan karena menyangkut perilaku jujur dan bermoral karena ada kaitanya dengan
manusia. Dalam setiap langkah bisnis, apabila pekerja dan pengusaha selalu memperhatikan hak
dan kewajiban masing – masing yang tidak menyimpang dari kepentingan bersama dalam arti
tidak melanggar etika maka semua akan dapat survive terus. Adapun kewajiban pekerjaan
terhadap perusahaan merupakan hak sedangkan kewajiban perusahaan terhadap karyawan antara
lain tidak diskriminasi, upah adil, menjamin kesehatan dan keselematan, tidak memberhentikan
karyawan dengan semena – mena dan lain – lain. Kewajiban ini bagi karyawan merupakan hak
karyawan dan hak tersebut bila tidak dipenuhi termasuk perbuatan yang kurang etis. Sekali lagi
bahwa dalam bisnis modern yang penuh persaingan ketat, para pengusaha menyadari bahwa
pengakuan, penghargaa dan jaminan atas hak – hak pekerja dalam jangka panjang akan sangat
menentukan sehat tidaknya kinerja suatu perusahaan. Hal ini disebabkan karena jaminan atas hak
– hak pekerja pada akhirnya berpengaruh langsung secara positif atas sikap, komitmen, loyalitas,
produktivitas dan kinerja setiap pekerja.
Velasquez, Manuel G. ETIKA BISNIS Konsep dan Kasus, Edisi 5, Penertbit Andi, Yogyakarta
Dewi, Sutrisna. 2011.ETIKA BISNIS Konsep Dasar Implementasi dan Kasus.Denpasar: Udayana
University Press