Disusun oleh:
Kelompok 2
Semester :2
Kelas : 2 SHIFT 5
Daftar Isi................................................................................................................ 2
Bab I Pendahuluan................................................................................................ 3
Bab II Kewajiban Karyawan Terhadap Perusahaan......................................... 3
Bab III Kewajiban Perusahaan Terhadap Karyawan....................................... 5
Kesimpulan............................................................................................................ 8
2
Bab I
Pendahuluan
Pada bab ini akan mempelajari kewajiban pada dua pihak, yaitu karyawan dan perusahaan.
Yang penting disini ada dua tipe permasalahan, pertama, konflik antara kewajiban-kewajiban
moral atau disebut dilema moral. Kedua, ada masalah etika lain yang dinilai secara berbeda
oleh berbagai pihak.
Bab II
Kewajiban Karyawan Terhadap Perusahaan
1. Kewajiban ketaatan
Karyawan harus mematuhi perintah dan petunjuk atasannya. Namun ada beberapa hal
yang tidak harus dipatuhi karyawan, seperti :
- Karyawan tidak perlu bahkan tidak boleh mematuhi perintah yang menyuruhnya
melakukan sesuatu yang tidak bermoral.
- Karyawan tidak wajib mematuhi perintah atasannya yang tidak wajar, walaupun
dari segi etika tidak ada keberatan. Maksud tidak wajar adalah perintah yang tidak
diberikan demi kepentingan perusahaan.
- Karyawan tidak perlu mematuhi perintah yang memang demi kepentingan
perusahaan, tetapi tidak sesuai dengan penugasan yang disepakati ketika ia
menjadi karyawan di perusahaan itu.
Cara mengindari terjadinya kesulitan seputar kewajiban ketaatan adalah membuat job
description yang jelas dan lengkap pada saat karyawan mulai bekerja di perusahaan. Job
description harus dibuat dengan cukup luwes, sehingga kepentingan perusahaan selalu bisa
diberi prioritas.
2. Kewajiban konfidensialitas
3. Kewajiban loyalitas
Dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggis kata loyal selalu dikaitkan dengan
“setia”. Faktor utama yang bisa membahayakan terwujudnya loyalitas adalah konflik
kepentingan (conflict of interest), artinya konflik antara kepentingan pribadi karyawan dan
kepentingan perusahaan. Karyawan tidak boleh menjalankan kegiatan pribadi, yang bersaing
dengan kepentingan perusahaan. Berdasarkan kontrak kerja atau persetujuan implisit (kalau
tidak ada kontrak resmi), karyawan wajib melakukan perbuatan-perbuatan tertentu demi
3
kepentingan perusahaan. Tidak boleh melibatkan diri dalam kegiatan kegiatan lain yang
terbentur dengan kewajiban itu.
Dalam literatur etika bisnis berbahasa Inggris masalah ini dikenal sebagai whistle
blowing (meniup peluit). Istilah ini sering digunakan dalam arti kiasan: membuat keributan
untuk menarik perhatian orang banyak. Dalam etika, whistle blowing mendapat arti lebih
khusus: menarik perhatian dunia luar dengan melaporkan kesalahan yang dilakukan oleh
sebuah organisasi.
Whistle blowing dibedakan menjadi dua, yaitu whistle blowing internal (pelaporan
kesalahan di dalam perusahaan sendiri dengan melewati atasan langsung), dan whistle
blowing eksternal (pelaporan kesalahan perusahaan kepada instansi di luar perusahaan, baik
instansi pemerintah atau kepada masyarakat melalui media komunikasi).
Jika sebelumnya orang tahu bahwa pelaporan kesalahan tidak akan menghasilkan apa-
apa, lebih baik tidak melapor. Tentu saja, sebelum berlangsung, tidak pernah ada kepastian
bahwa pelaporan akan mencapai sasarannya, yaitu mencegah terjadinya kerugian untuk pihak
ketiga.
4
Bab III
Kewajiban Perusahaan Terhadap Karyawan
Istilah ini berasal dari suatu kata yang berarti membedakan, memisahkan, memilah.
Dalam konteks perusahaan, dengan diskriminasi dimaksudkan: membedakan antara pelbagai
karyawan karena alasan tidak relevan yang berakar dalam prasangka. Latar belakang
terjadinya diskriminasi adalah pandangan rasisme, sektarianisme, atau seksisme.
Penilaian terhadap diskriminasi bisa berubah karena kondisi historis, sosial atau budaya
dalam masyarakat. Diskriminasi berbeda dengan favoritisme, dalam konteks perusahaan
favoritisme adalah kecenderungan untuk mengistimewakan orang tertentu (biasanya saudara)
dalam menyeleksi karyawan, menyediakan promosi, bonus, fasilitas khusus, dsb. Favoritisme
tidak terjadi karena prasangka buruk, melainkan justru preferensi.
Untuk menanggulangi akibat diskriminasi dulu, kini lebih banyak dipakai istilah artinya
aksi afirmatif. Melalui aksi ini orang mencoba mengatasi atau mengurangi ketertinggalan
golongan yang dulunya didiskriminasi.
Keselamatan kerja bisa terwujud bila tempat kerja itu aman, artinya bebas dari resiko
terjadinya kecelakaan yang mengakibatkan si pekerja cedera atau bahkan mati. Kesehatan
kerja dapat direalisasikan karena tempat kerja dalam kondisi sehat, artinya bebas dari resiko
terjadinya gangguan kesehatan atau penyakit sebagai akibat kondisi kurang baik di tempat
kerja.
5
2. Pertimbangan etika
Yang menjadi dasar etika bagi kewajiban perusahaan untuk melindungi keselamatan dan
kesehatan para pekerja:
o Setiap pekerja berhak atas kondisi kerja yang aman dan sehat.
o Berdasarkan dasar pemikiran deontologi: manusia harus diperlakukan sebagai tujuan
pada dirinya dan tidak pernah sebagai sarana belaka.
o Menunjukan dasar itu dengan suatu argumentasi, bahwa tempat kerja yang aman dan
sehat paling menguntungkan bagi masyarakat sendiri, khususnya bagi ekonomi
negara.
Pandangan ini dilatarbelakangi konsepsi liberalistis yaitu upah atau gaji dapat dianggap
adil, bila merupakan imbalan untuk prestasi. Sedangkan pandangan sosialistis dikemukakan
dari sudut pandang pekerja. Mereka menekankan bahwa gaji baru adil, bila sesuai dengan
kebutuhan si pekerja beserta keluarga.
6
sama untuk pekerjaan yang sejenis. Disini berlaku prinsip equal pay for equal work.
Kalau tidak perusahaan mempraktekan diskriminasi.
6) Perbandingan gaji/upah yang fair. Perundingan langsung antara perusahaan dan
karyawan merupakan cara yang ampuh untuk mencapai gaji dan upah yang fair.
Senioritas maksudnya, orang yang bekerja lebih lama pada suatu perusahaan atau
instansi mendapat gaji lebih tinggi. Imbalan rahasia maksudnya pemberian bonus atau
insentif berlangsung secara rahasia, sehingga hanya yang bersangkutan yang tahu.
Dengan lebih konkret kewajiban majikan dalam memberhentikan karyawan dapat dijabarkan
sbb:
1. Majikan hanya boleh memberhentikan karena alasan yang tepat. PHK harus
didasarkan pada faktor obyektif, misalnya pelanggaran disiplin kerja yang
mengakibatkan kerugian serius untuk perusahaan. Bukan berdasarkan faktor
subyektif, yaitu faktor yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan perusahaan.
Apabila seorang karyawan terbukti bersalah, sebaiknya diberi peringatan dulu
sebelum diberhentikan dengan definitif.
2. Majikan harus berpegang pada prosedur yang semestinya. Prinsip-prinsip agar
prosedur pemberhentian bisa dianggap fair:
a. Tuduhan terhadap karyawan harus dirumuskan dengan jelas dan didukung oleh
pembuktian yang meyakinkan.
b. Karyawan harus diberi kesempatan untuk bertatap muka dengan orang yang
menuduhnya, untuk membantah tuduhan dan memperlihatkan bahwa pembuktiannya
tidak tahan uji, kalau ia memang bersalah.
c. Harus tersedia kemungkinan untuk naik banding dalam salah satu bentuk, sehingga
keputusan terakhir diambil oleh orang atau instansi yang tidak secara langsung
berhubungan dengan karyawan bersangkutan.
3. Majikan harus membatasi akibat negatif bagi karyawan sampai seminimal mungkin.
Dengan memberitahu kepada karyawan beberapa waktu sebelum dia diPHK, supaya
memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mencari pekerjaan lain.
7
KESIMPULAN
Kewajiban karyawan dan perusahaan memiliki keterkaitan, baik kewajiban karyawan
dengan perusahaan maupun kewajiban perusahaan dengan karyawan. Sebagai seorang
karyawan wajib hukumnya taat kepada atasannya, tentunya tidak semua perintah harus
dijalankan tetapi perintah yang sesuai dengan prosedur yang berlaku. Apabila seorang telah
menjadi karyawan di perusahaan, mereka mengetahui informasi penting perusahaan sehingga
seorang karyawan harus bisa menyimpan rahasia perusahaan dari perusahaan lain. Karyawan
juga berkewajiban untuk dapat membedakan mana kepentingan pribadi dan mana
kepentingan perusahaan, maksudnya seorang karyawan harus bersikap profesional bila
sedang berada di tempat kerja dengan tidak mencampur antara urusan pribadi dengan urusan
pekerjaan.