Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

HUKUM DAN ETIKA BISNIS

‘KEWAJIBAN KARYAWAN DAN PERUSAHAAN’

Dosen Pengampun : Iin Inayah

Disusun oleh:

Kelompok 2

Alma Siti Maisaroh 1662201108


Dewi Oktaviyani 1862201097
Dian Khoirunnisa 1862201374
Juliana Larassati 1862201199
Muhidin 1862201408
Soraya 1862201150

Semester :2
Kelas : 2 SHIFT 5

FAKULTAS EKONOMI & BISNIS


JURUSAN AKUNTANSI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG
2019
Daftar Isi

Daftar Isi................................................................................................................ 2
Bab I Pendahuluan................................................................................................ 3
Bab II Kewajiban Karyawan Terhadap Perusahaan......................................... 3
Bab III Kewajiban Perusahaan Terhadap Karyawan....................................... 5
Kesimpulan............................................................................................................ 8

2
Bab I
Pendahuluan

Pada bab ini akan mempelajari kewajiban pada dua pihak, yaitu karyawan dan perusahaan.
Yang penting disini ada dua tipe permasalahan, pertama, konflik antara kewajiban-kewajiban
moral atau disebut dilema moral. Kedua, ada masalah etika lain yang dinilai secara berbeda
oleh berbagai pihak.

Bab II
Kewajiban Karyawan Terhadap Perusahaan

A. Tiga kewajiban karyawan yang penting

1. Kewajiban ketaatan

Karyawan harus mematuhi perintah dan petunjuk atasannya. Namun ada beberapa hal
yang tidak harus dipatuhi karyawan, seperti :

- Karyawan tidak perlu bahkan tidak boleh mematuhi perintah yang menyuruhnya
melakukan sesuatu yang tidak bermoral.
- Karyawan tidak wajib mematuhi perintah atasannya yang tidak wajar, walaupun
dari segi etika tidak ada keberatan. Maksud tidak wajar adalah perintah yang tidak
diberikan demi kepentingan perusahaan.
- Karyawan tidak perlu mematuhi perintah yang memang demi kepentingan
perusahaan, tetapi tidak sesuai dengan penugasan yang disepakati ketika ia
menjadi karyawan di perusahaan itu.

Cara mengindari terjadinya kesulitan seputar kewajiban ketaatan adalah membuat job
description yang jelas dan lengkap pada saat karyawan mulai bekerja di perusahaan. Job
description harus dibuat dengan cukup luwes, sehingga kepentingan perusahaan selalu bisa
diberi prioritas.

2. Kewajiban konfidensialitas

Konfidensialitas berasal dari kata Latin “confidere” yang berarti “mempercayai”.


Kewajiban konfidensialitas adalah kewajiban untuk menyimpan informasi yang bersifat
rahasia yang telah diperoleh dengan menjalankan suatu profesi. Kewajiban konfidensialitas
tidak saja berlaku selama karyawan bekerja di perusahaan, tetapi berlangsung terus setelah ia
pindah kerja. Dasar untuk kewajiban konfidensialitas dari karyawan adalah intellectual
property rights dari perusahaan.

3. Kewajiban loyalitas

Dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggis kata loyal selalu dikaitkan dengan
“setia”. Faktor utama yang bisa membahayakan terwujudnya loyalitas adalah konflik
kepentingan (conflict of interest), artinya konflik antara kepentingan pribadi karyawan dan
kepentingan perusahaan. Karyawan tidak boleh menjalankan kegiatan pribadi, yang bersaing
dengan kepentingan perusahaan. Berdasarkan kontrak kerja atau persetujuan implisit (kalau
tidak ada kontrak resmi), karyawan wajib melakukan perbuatan-perbuatan tertentu demi

3
kepentingan perusahaan. Tidak boleh melibatkan diri dalam kegiatan kegiatan lain yang
terbentur dengan kewajiban itu.

B. Melaporkan kesalahan perusahaan

Dalam literatur etika bisnis berbahasa Inggris masalah ini dikenal sebagai whistle
blowing (meniup peluit). Istilah ini sering digunakan dalam arti kiasan: membuat keributan
untuk menarik perhatian orang banyak. Dalam etika, whistle blowing mendapat arti lebih
khusus: menarik perhatian dunia luar dengan melaporkan kesalahan yang dilakukan oleh
sebuah organisasi.

Whistle blowing dibedakan menjadi dua, yaitu whistle blowing internal (pelaporan
kesalahan di dalam perusahaan sendiri dengan melewati atasan langsung), dan whistle
blowing eksternal (pelaporan kesalahan perusahaan kepada instansi di luar perusahaan, baik
instansi pemerintah atau kepada masyarakat melalui media komunikasi).

Syarat-syarat whistle blowing dapat diterima secara moral:

 Kesalahan perusahaan harus besar.


 Menyebutkan tiga kesalahan perusahaan yang dianggap besar.
 Menyebabkan kerugian yang tidak perlu untuk pihak ketiga (selain perusahaan dan si
pelapor).
 Terjadi pelanggaran HAM.
 Melakukan kegiatan yang bertentangan dengan tujuan perusahaan.
 Pelaporan harus didukung oleh fakta yang jelas dan benar.
 Pelaporan harus dilakukan semata-mata untuk mencegah terjadinya kerugian bagi
pihak ketiga, bukan karena motif lain.
 Penyelesaian masalah secara internal harus dilakukan dulu, sebelum kesalahan
perusahaan dibawa keluar.
 Harus ada kemungkinan real bahwa pelaporan kesalahan akan mencatat sukses.

Jika sebelumnya orang tahu bahwa pelaporan kesalahan tidak akan menghasilkan apa-
apa, lebih baik tidak melapor. Tentu saja, sebelum berlangsung, tidak pernah ada kepastian
bahwa pelaporan akan mencapai sasarannya, yaitu mencegah terjadinya kerugian untuk pihak
ketiga.

4
Bab III
Kewajiban Perusahaan Terhadap Karyawan

A. Prusahaan tidak boleh mempraktekan diskriminasi

1. Diskriminasi dalam konteks perusahaan

Istilah ini berasal dari suatu kata yang berarti membedakan, memisahkan, memilah.
Dalam konteks perusahaan, dengan diskriminasi dimaksudkan: membedakan antara pelbagai
karyawan karena alasan tidak relevan yang berakar dalam prasangka. Latar belakang
terjadinya diskriminasi adalah pandangan rasisme, sektarianisme, atau seksisme.

2. Argumentasi etika melawan diskriminasi

o Utilitarianisme dikemukakan argumen bahwa diskriminasi merugikan perusahaan itu


sendiri. Terutama dalam rangka pasar bebas, menjadi sangat mendesak bahwa
perusahaan memiliki karyawan berkualitas yang menjamin produktivitas terbesar dan
mutu produk terbaik. Sumber daya manusia menjadi kunci dalam kompetisi di pasar
bebas.
o Deontologi menggarisbawahi bahwa diskriminasi melecahkan martabat dari orang
yang didiskriminasi.
o Teori keadilan. Praktek diskriminasi bertentangan dengan teori ini, khususnya
keadilan distributif. Keadilan distributif menuntut kita memperlakukan semua orang
dengan cara yang sama, selama tidak ada alasan khusus untuk memperlakukan
mereka dengan cara berbeda.

3. Beberapa masalah terkait

Penilaian terhadap diskriminasi bisa berubah karena kondisi historis, sosial atau budaya
dalam masyarakat. Diskriminasi berbeda dengan favoritisme, dalam konteks perusahaan
favoritisme adalah kecenderungan untuk mengistimewakan orang tertentu (biasanya saudara)
dalam menyeleksi karyawan, menyediakan promosi, bonus, fasilitas khusus, dsb. Favoritisme
tidak terjadi karena prasangka buruk, melainkan justru preferensi.

Untuk menanggulangi akibat diskriminasi dulu, kini lebih banyak dipakai istilah artinya
aksi afirmatif. Melalui aksi ini orang mencoba mengatasi atau mengurangi ketertinggalan
golongan yang dulunya didiskriminasi.

B. Perusahaan harus menjamin kesehatan dan keselamatan kerja

1. Beberapa aspek keselamatan kerja

Keselamatan kerja bisa terwujud bila tempat kerja itu aman, artinya bebas dari resiko
terjadinya kecelakaan yang mengakibatkan si pekerja cedera atau bahkan mati. Kesehatan
kerja dapat direalisasikan karena tempat kerja dalam kondisi sehat, artinya bebas dari resiko
terjadinya gangguan kesehatan atau penyakit sebagai akibat kondisi kurang baik di tempat
kerja.

5
2. Pertimbangan etika

Yang menjadi dasar etika bagi kewajiban perusahaan untuk melindungi keselamatan dan
kesehatan para pekerja:

o Setiap pekerja berhak atas kondisi kerja yang aman dan sehat.
o Berdasarkan dasar pemikiran deontologi: manusia harus diperlakukan sebagai tujuan
pada dirinya dan tidak pernah sebagai sarana belaka.
o Menunjukan dasar itu dengan suatu argumentasi, bahwa tempat kerja yang aman dan
sehat paling menguntungkan bagi masyarakat sendiri, khususnya bagi ekonomi
negara.

3. Dua masalah khusus

o Apakah pekerja berhak menolak tugas-tugas yang berbahaya? Mengacu pada


kewajiban karyawan untuk menaati semua perintah yang wajar dari atasannya. Dan
tentunya sesuai dengan peraturan yang berlaku.
o Segi etis dari “resiko reproduktif” atau resiko untuk keturunan si pekerja.

C. Kewajiban memberi gaji yang adil

1. Menurut keadilan distributif

Pandangan ini dilatarbelakangi konsepsi liberalistis yaitu upah atau gaji dapat dianggap
adil, bila merupakan imbalan untuk prestasi. Sedangkan pandangan sosialistis dikemukakan
dari sudut pandang pekerja. Mereka menekankan bahwa gaji baru adil, bila sesuai dengan
kebutuhan si pekerja beserta keluarga.

2. Enam faktor khusus

Menurut Thomas Garrett dan Richard Klonoski, yaitu:

1) Peraturan hukum, yaitu ketentuan hukum mengenai upah minimum.


2) Upah yang lazim dalam sektor industri tertentu atau daerah tertentu. Kriteria yang
baik adalah gaji atau upah bisa dinilai adil, jika rata-rata diberikan dalam sektor
industri bersangkutan.
3) Kemampuan perusahaan. Perusahaan yang menghasilkan laba besar harus memberi
gaji yang lebih besar pula daripada perusahaan yang mempunyai margin laba yang
kecil.
4) Sifat khusus pekerjaan tertentu. Beberapa tugas dalam perusahaan hanya bisa
dijalankan oleh orang yang mendapat pendidikan atau pelatihan khusus, sehingga
wajar saja jika orang dengan pelatihan khusus mendapat gaji lebih besar daripada
yang tidak mempunyai pelatihan khusus.

5) Perbandingan dengan upah/gaji lain dalam perusahaan. Perusahaan yang


mempunyai sistem penggajian yang fair akan membayar gaji/upah yang kira-kira

6
sama untuk pekerjaan yang sejenis. Disini berlaku prinsip equal pay for equal work.
Kalau tidak perusahaan mempraktekan diskriminasi.
6) Perbandingan gaji/upah yang fair. Perundingan langsung antara perusahaan dan
karyawan merupakan cara yang ampuh untuk mencapai gaji dan upah yang fair.

3. Senioritas dan imbalan rahasia

Senioritas maksudnya, orang yang bekerja lebih lama pada suatu perusahaan atau
instansi mendapat gaji lebih tinggi. Imbalan rahasia maksudnya pemberian bonus atau
insentif berlangsung secara rahasia, sehingga hanya yang bersangkutan yang tahu.

4. Perusahaan tidak boleh memberhentikan karyawan dengan semena-mena

Dengan lebih konkret kewajiban majikan dalam memberhentikan karyawan dapat dijabarkan
sbb:

1. Majikan hanya boleh memberhentikan karena alasan yang tepat. PHK harus
didasarkan pada faktor obyektif, misalnya pelanggaran disiplin kerja yang
mengakibatkan kerugian serius untuk perusahaan. Bukan berdasarkan faktor
subyektif, yaitu faktor yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan perusahaan.
Apabila seorang karyawan terbukti bersalah, sebaiknya diberi peringatan dulu
sebelum diberhentikan dengan definitif.
2. Majikan harus berpegang pada prosedur yang semestinya. Prinsip-prinsip agar
prosedur pemberhentian bisa dianggap fair:

a. Tuduhan terhadap karyawan harus dirumuskan dengan jelas dan didukung oleh
pembuktian yang meyakinkan.

b. Karyawan harus diberi kesempatan untuk bertatap muka dengan orang yang
menuduhnya, untuk membantah tuduhan dan memperlihatkan bahwa pembuktiannya
tidak tahan uji, kalau ia memang bersalah.

c. Harus tersedia kemungkinan untuk naik banding dalam salah satu bentuk, sehingga
keputusan terakhir diambil oleh orang atau instansi yang tidak secara langsung
berhubungan dengan karyawan bersangkutan.

3. Majikan harus membatasi akibat negatif bagi karyawan sampai seminimal mungkin.
Dengan memberitahu kepada karyawan beberapa waktu sebelum dia diPHK, supaya
memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mencari pekerjaan lain.

7
KESIMPULAN
Kewajiban karyawan dan perusahaan memiliki keterkaitan, baik kewajiban karyawan
dengan perusahaan maupun kewajiban perusahaan dengan karyawan. Sebagai seorang
karyawan wajib hukumnya taat kepada atasannya, tentunya tidak semua perintah harus
dijalankan tetapi perintah yang sesuai dengan prosedur yang berlaku. Apabila seorang telah
menjadi karyawan di perusahaan, mereka mengetahui informasi penting perusahaan sehingga
seorang karyawan harus bisa menyimpan rahasia perusahaan dari perusahaan lain. Karyawan
juga berkewajiban untuk dapat membedakan mana kepentingan pribadi dan mana
kepentingan perusahaan, maksudnya seorang karyawan harus bersikap profesional bila
sedang berada di tempat kerja dengan tidak mencampur antara urusan pribadi dengan urusan
pekerjaan.

Sedangkan perusahaan tidak boleh bersikap diskriminasi terhadap karyawan misalnya


dengan bersikap fair dalam merekrut karyawan tidak membedakan antara ras, suku, agama,
dsb. Tujuan perusahaan didirikan bukan hanya untuk memperoleh laba semaksimal mungkin
tetapi juga untuk menjamin keselamatan dan kesehatan para pekerjanya karena kesehatan dan
kesejahteraan para karyawan merupakan hal penting, jika karyawan sehat dan sejahtera
mereka akan memberikan hasil produk yang maksimal tentunya akan meningkatkan laba
perusahaan. Dengan meningkatnya laba maka perusahaan wajib memberi gaji yang adil, adil
maksudnya sesuai dengan kebutuhan karyawan. Dan perusahaan tidak boleh memberhentikan
karyawan dengan semena-mena, mereka harus mengikuti prosedur yang berlaku dan harus
ada keterbukaan antara karyawan dan perusahaan sehingga tidak ada salah paham antara
kedua belah pihak.

Anda mungkin juga menyukai