Pada bab ini akan mempelajari kewajiban pada dua pihak, yaitu
karyawan dan perusahaan. Yang penting disini ada dua tipe permasalahan,
pertama, konflik antara kewajiban-kewajiban moral atau disebut dilema moral.
Kedua, ada masalah etika lain yang dinilai secara berbeda oleh berbagai pihak.
1. Kewajiban ketaatan
2. Kewajiban konfidensialitas
Konfidensialitas berasal dari kata Latin “confidere” yang berarti
“mempercayai”. Kewajiban konfidensialitas adalah kewajiban untuk
menyimpan informasi yang bersifat rahasia yang telah diperoleh dengan
menjalankan suatu profesi. Kewajiban konfidensialitas tidak saja berlaku
selama karyawan bekerja di perusahaan, tetapi berlangsung terus setelah ia
pindah kerja. Dasar untuk kewajiban konfidensialitas dari karyawan adalah
intellectual property rights dari perusahaan.
3. Kewajiban loyalitas
Dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggis kata loyal selalu dikaitkan
dengan “setia”. Faktor utama yang bisa membahayakan terwujudnya loyalitas
adalah konflik kepentingan (conflict of interest), artinya konflik antara
kepentingan pribadi karyawan dan kepentingan perusahaan. Karyawan tidak
boleh menjalankan kegiatan pribadi, yang bersaing dengan kepentingan
perusahaan. Berdasarkan kontrak kerja atau persetujuan implisit (kalau tidak
ada kontrak resmi), karyawan wajib melakukan perbuatan-perbuatan tertentu
demi kepentingan perusahaan. Tidak boleh melibatkan diri dalam kegiatan
kegiatan lain yang terbentur dengan kewajiban itu.
Dalam literatur etika bisnis berbahasa Inggris masalah ini dikenal sebagai
whistle blowing (meniup peluit). Istilah ini sering digunakan dalam arti kiasan:
membuat keributan untuk menarik perhatian orang banyak. Dalam etika,
whistle blowing mendapat arti lebih khusus: menarik perhatian dunia luar
dengan melaporkan kesalahan yang dilakukan oleh sebuah organisasi.
Istilah ini berasal dari suatu kata Latin discernere yang berarti membedakan,
memisahkan, memilah. Dalam konteks perusahaan, dengan diskriminasi
dimaksudkan: membedakan antara pelbagai karyawan karena alasan tidak
relevan yang berakar dalam prasangka. Latar belakang terjadinya diskriminasi
adalah pandangan rasisme, sektarianisme, atau seksisme.
Keselamatan kerja bisa terwujud bila tempat kerja itu aman, artinya bebas dari
resiko terjadinya kecelakaan yang mengakibatkan si pekerja cedera atau
bahkan mati. Kesehatan kerja dapat direalisasikan karena tempat kerja dalam
kondisi sehat, artinya bebas dari resiko terjadinya gangguan kesehatan atau
penyakit (occupational diseases) sebagai akibat kondisi kurang baik di tempat
kerja.
2. Pertimbangan etika
1. Setiap pekerja berhak atas kondisi kerja yang aman dan sehat.
2. Segi etis dari “resiko reproduktif” atau resiko untuk keturunan si pekerja.
Pandangan ini dilatarbelakangi konsepsi liberalistis yaitu upah atau gaji dapat
dianggap adil, bila merupakan imbalan untuk prestasi. Sedangkan pandangan
sosialistis dikemukakan dari sudut pandang pekerja. Mereka menekankan
bahwa gaji baru adil, bila sesuai dengan kebutuhan si pekerja beserta keluarga.
2. Upah yang lazim dalam sektor industri tertentu atau daerah tertentu.
Kriteria yang baik adalah gaji atau upah bisa dinilai adil, jika rata-rata
diberikan dalam sektor industri bersangkutan.
Senioritas maksudnya, orang yang bekerja lebih lama pada suatu perusahaan
atau instansi mendapat gaji lebih tinggi. Imbalan rahasia maksudnya
pemberian bonus atau insentif berlangsung secara rahasia, sehingga hanya
yang bersangkutan yang tahu.
Menurut Garrett dan Klonoski, dengan lebih konkret kewajiban majikan dalam
memberhentikan karyawan dapat dijabarkan sbb:
KESIMPULAN