Anda di halaman 1dari 4

STUDI KASUS PELANGGARAN ETIKA BISNIS PADA PT TIRTA FRESINDO JAYA

Permasalahan antara warga dengan PT Tirta Fresindo Jaya yang merupakan salah satu anak
perusahaan Mayora Group ini bermula pada tahun 2012. Waktu itu pihak PT Tirta Fresindo
Jaya datang ke dua wilayah yakni di Kecamatan Baros, Serang dan Kecamatan Cadas Sari,
Pandeglang dan berencana akan membangun gudang diwilayah tersebut, sehingga warga
kehilangan 17 hektare areal persawahan dari rencana 32 hektar yang akan dibangun
perusahaan diperuntukkan sebagai gudang.
Namun dengan seketika, izin areal tersebut berubah menjadi pabrik pengelolaan air minum
kemasan setelah mendapat izin dari Dinas Tata Ruang dan Tata Wilayah melalui SK No.
600/548.b/SK-DTKP/XII/2013 yang imbasnya adalah sumber mata air yang biasa digunakan
warga untuk kegiatan sehari-hari menjadi turun drastis. Hal ini jelas melanggar Perda
Kabupaten Pandeglang No.3/2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kabupaten Pandeglang yang menyatakan bahwa kawasan Cadasari merupakan kawasan
lindung geologi, yang memiliki beberapa titik mata air. Disisi lain secara demografi dan
monografi wilayah ini juga diisi dengan kearifan lokal, dimana banyak pendidikan pondok
pesantren yang melahirkan para ulama-ulama, santri-santri. Bahkan, wilayah ini merupakan
sentral kawasan lahan pangan yang berkelanjutan, profesi masyarakat lebih didominasi oleh
petani.
Sejak saat itu, gelombang penolakan terus berdatangan baik dari masyarakat Cadas Sari dan
Baros maupun dari elemen organisasi masyarakat lainya. Dengan berbagai penolakan dan
protes yang dilakukan masyarakat tersebut akhirnya Bupati Pandeglang yang waktu itu
masih dijabat oleh Erwan Kurtubi mengeluarkan pembatalan ijin Perusahaan melalui SK
0454/1669-BPPT/2014. Pembatalan ini diperkuat dengan himbauan oleh Ketua DPRD
Pandeglang agar pembangunan pabrik tersebut dihentikan.
Karena tidak ada tindakan tegas dari pemerintahan Provinsi Banten dan Kabupaten
Pandeglang. PT Tirta Fresindo Jaya pun terus melakukan aktivitasnya dengan melakukan
eksploitasi air di wilayah Cadas Sari dan Baros dan tidak mengindahkan SK pencabutan izin
yang dikeluarkan Bupati serta himbauan dari DPRD Pandeglang tersebut.
Tanggal 11 November 2016, ratusan kiai dan santri yang tergabung dalam Jam’iyatul
Muslimin Provinsi Banten melakukan istighosah di area Kawasan Pusat Pemerintahan
Provinsi Banten (KP3B), tepatnya di samping Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) Provinsi Banten. Istighosah ini merupakan buntut dari kekecewaan warga atas
kelakuan perusahaan yang tidak kunjung menghentikan kegiatannya.
Menyikapi tuntutan warga tersebut, pihak DPRD Banten akhirnya mengeluarkan pokok-
pokok pikiran yang beberapa diantaranya;
1. PT Tirta Fresindo Jaya agar menghormati surat Bupati Pandeglang atas nama Erwan
Kurtubi No. 0454/1669-BPPT/ 2014 tertanggal 21 November 2014 perihal penghentian
kegiatan investasi PT. Tirta Fresindo Jaya.
2. PT. Tirta Fresindo Jaya agar segera menghentikan aktivitas kegiatannya.
3. Kepada Bupati Pandeglang yang saat ini dijabat oleh Irna Narulita dan Jajaran SKPD
terkait Pemda Pandeglang untuk segera dapat mengambil langkah-langkah guna
menghentikan kegiatan PT. Tirta Fresindo Jaya.
4. Kepada aparat kepolisian agar dapat membantu untuk menghentikan kegiatan PT. Tirta
Fresindo Jaya (Mayora Group) dilokasi sebagai mana maksud.
Menurut perwakilan warga yang tergabung Cadas Sari – Baros pihak PT. Tirta Fresindo Jaya
tetap tidak mengindahkan pokok-pokok pikiran DPRD Banten tersebut dan tetap melakukan
aktivitasnya di lapangan seperti biasa. Akhirnya pada tanggal 6 Pebruari 2017, warga
kembali bergerak menuju pendopo Bupati Pandeglang. Sekitar 300 warga ini ingin
berdiskusi dengan Bupati Pandeglang, yakni IIrna Narulita.
Namun kedatangan warga saat itu tak digubris sehingga warga merasa kecewa dengan
melampiaskan kemarahan mereka ke pabrik air minum PT. Tirta Fresindo Jaya. Aksi ini
akhirnya berujung dengan penangkapan 6 (enam) orang warga Cadas Sari – Baros dengan
tiga orang ditetapkan sebagai tersangka tanpa ada proses surat panggilan dan BAP
sebelumnya. Hingga saat ini, aparat kepolisian masih melakukan penyisiran ke kampung-
kampung dan meneror warga di dua desa ini. Situasi tersebut melahirkan keresahan di antara
warga.
Masyarakat sipil yang tergabung dalam Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA) dan
Aliansi Tolak Privatisasi Air menilai bahwa tindakan sepihak yang telah dilakukan oleh
aparat kepolisian ini merupakan tindakan penyimpangan dari kewenangan yang mereka
miliki. Warga Cadas Sari – Baros bukanlah kriminal, namun mereka merupakan korban dari
kebijakan privatisasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah Pandeglang sehingga
kehilangan hak-hak agraria mereka berupa tanah dan air. Menurut mereka hal ini terkait
dengan perbuatan tersistematis untuk menggusur warga tempat dan ruang hidup mereka.
Pelanggaran Etika Bisnis PT. Tirta Fresindo Jaya
Undang-undang Sumberdaya Air merupakan salah satu Undang-undang yang disusun
melalui pinjaman program Bank Dunia (Water Resources Sector Adjustment Loan) sebesar
US$ 300 juta. Undang-undang ini juga didasari atas cara pandang baru terhadap air, yaitu air
sebagai barang ekonomi yang mendorong terjadinya komersialisasi, komodifikasi dan
privatisasi air. Sebagai turunan, tentu saja air sebagai barang ekonomi menjadi landasan
utama dalam menyusun Undang-undang Sumberdaya Air.
Dari pemaparan tentang latar belakang masalah diatas maka penulis menganalisa bahwa
terjadi indikasi pelanggaran Etika Bisnis yang dilakukan oleh PT. Tirta Fresindo Jaya
diantara bukti-buktinya adalah sebagai berikut:
a. Mengacu konstitusi agraria di Indonesia, bahwa bumi, termasuk tanah, air dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya, merupakan sumber kekayaan agraria yang harus
dilindungi oleh Negara dan diperuntukkan sebesar-besarnya untuk keadilan dan
kesejahteraan rakyat sesuai Pasal 33 UUD 1945 dan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA)
No. 5/1960 oleh karena itu seharusnya PT. Tirta Fresindo Jaya tidak melakukan eksploitasi
dan privatisasi sumber mata air uang merupakan sumber kekayaan yang menyangkut hajat
hidup orang banyak.
b. Warga Cadas Sari dan Baros yang sebagian besar merupakan petani telah dijamin oleh UU
No. 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (UU Perlintan) dalam bentuk
kepastian hak atas tanah dan lahan pertaniannya namun hak telah oleh PT. Tirta Fresindo
Jaya .
c. Hak agraria petani Cadas Sari – Baros yang dilindungi UU No.41/2009 tentang
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan telah direnggut oleh PT. Tirta Fresindo
Jaya dimana seharusnya aktivitas pembangunan lainnya harus menjamin perlindungan fungsi
lahan pertanian yang ada.
Adapun solusi dalam pelanggaran akan etika bisnis yang dilakukan oleh PT. Tirta Fresindo
Jaya terhadap masyarakat agar masalah ini bisa segera terselesaikan adalah:
a. Jajaran kepolisian yakni Polda Banten dan Polres Pandeglang agar segera Membebaskan
tiga orang warga Cadas Sari – Baros yang telah ditetapkan sebagai tersangka tanpa proses
hukum yang jelas.
b. Pihak Kepolisian Polda Banten dan Polda Pandeglang untuk segera menghentikan
tindakan penyisiran yang dilakukan ke rumah-rumah warga sehingga meninggalkan teror
dan ketakutan di kalangan warga.
c. Pihak Kepolisian Polda Banten dan Polres Pandeglang untuk segera memproses tindakan
pelanggaran hukum yang dilakukan oleh PT. Tirta Fresindo Jaya (Mayora Group) yang telah
merampas hak-hak agraria warga Cadas Sari – Baros.
d. PT Tirta Fresindo Jaya agar menghormati surat Bupati Pandeglang ( Erwan Kurtubi) No.
0454/1669-BPPT/ 2014 tertanggal 21 November 2014 perihal penghentian kegiatan investasi
PT. Tirta Fresindo Jaya (Mayora Group).
Saran-saran
Ada beberapa saran yang penulis usulkan agar masalah privatisasi air oleh PT. Tirta Fresindo
Jaya segera terselesaikan.
a. Pemda Pandeglang dan Serang beserta jajaran yang terkait harus segera mengambil
langkah -langkah tegas guna menghentikan kegiatan privastisasi sumber mata air yang
dilakukan oleh PT. Tirta Fresindo Jaya.
b. Kementrian Perumahan Umum dan Pekerjaan Rakyat (PUPR) agar Menghentikan praktek
penyusunan Kebijakan yang tertutup dan mengabaikan masukan masyarakat serta perintah
Konstitusi yang telah ditegaskan oleh Mahkamah Konstitusi dengan menghindari terjadinya
kembali praktek “Swastanisasi Terselubung” yang dilegalisir lewat produk perundangan
melalui RUU Sumber Daya Air.
c. Presiden, Gubernur dan Bupati harus menjamin prioritas pemenuhan dan penghormatan
hak-hak dasar warga Cadas Sari – Baros atas kekayaan agraria (bumi; tanah, air, udara dan
seluruh kekayaan alam yang terkandung di dalamnya), sebagai sumber keberlangsungan dan
keberlanjutan hidupnya, baik sebagai petani di sekitar wilayah kawasan Cadasari
sebagaimana telah diatur oleh konstitusi.
Oleh karena itu segenap elemen bangsa, publik secara luas khususnya masyarakat Banteng
untuk bersama-sama mengawal dan menjadi bagian dari perjuangan warga Cadas Sari dan
Baros, memastikan keadilan agraria di wilayah Cadas Sari dan Baros dapat dipenuhi.
Harapannya agar semua pihak terkait untuk segera ditindaklanjuti dalam menjaga hak-hak
agraria dan keberlangsungan hidup warga Cadas Sari – Baros dengan bersama-sama terus
mengawal perjuangan warga Cadas Sari – Baros untuk menyelamatkan tanah, air dan ruang
hidup mereka.

Anda mungkin juga menyukai