Anda di halaman 1dari 5

LAMPIRAN KASUS

1. Profil Perusahaan

PT. Mayora Indah Tbk. (Perseroan) didirikan pada tahun 1977 dengan pabrik
pertama berlokasi di Tangerang. Kemudian menjadi perusahaan publik pada tahun 1990.
Sesuai dengan Anggaran Dasarnya, kegiatan usaha PT. Mayora Indah Tbk. diantaranya
adalah dalam bidang industri. Saat ini, PT. Mayora Indah Tbk. memproduksi dan memiliki 6
(enam) divisi yang masing masing menghasilkan produk berbeda namun terintegrasi dan
salah satu divisinya adalah PT Tirta Fresindo Jaya dengan lokasinya di Kejayan, Pasuruan,
Jawa Timur dan beberapa lokasi pabrik yang tersebar di Pulau Jawa.
Beberapa divisi bisnis PT. Mayora Indah Tbk. Adalah sebagai berikut:
A. Divisi Biscuit
Merek dagangnya antara lain Roma, Danisa, Royal Choice, Better, Muuch Better,
Slai O’Lai, Sari Gandum, Sari Gandum Sandwich, Coffeejoy, Chees’kress.
B. Divisi Wafer
Merek dagangnya antara lain Beng Beng, Beng Beng Maxx, Astor, Astor Skinny
Roll, Roma Wafer Coklat, Roma Zuperrr Keju.
C. Divisi Kembang gula
Merek dagangnya antara lain Kopiko, Kopiko Milko, Kopiko Cappuccino, Kis,
Tamarin, Juizy Milk.
D. Divisi Kopi
Merek dagangnya antara lain Torabika Duo, Torabika Duo Susu, Torabika Jahe
Susu, Torabika Moka, Torabika 3 in One, Torabika Cappuccino, Kopiko Brown
Coffee, Kopiko White Coffee, Kopiko White Mocca.
E. Divisi Coklat
Merek dagangnya adalah Choki-choki.
F. Divisi Makanan kesehatan
Merek dagangnya antara lain Energen Cereal, Energen Oatmilk, Energen Go
Fruit.
G. Divisi Beverage
Merek dagangnya antara lain Teh Pucuk Harum, Kopiko 78, Q Guava,
Kopikap dan Le Minerale.
Di Indonesia PT. Mayora Indah Tbk. tidak hanya dikenal sebagai perusahaan
yang memproduksi makanan dan minuman olahan, tetapi juga dikenal sebagai market
leader yang sukses menghasilkan produk produk yang menjadi pelopor pada kategorinya
masing masing.
2. Permasalahan
Permasalahan antara warga dengan PT Tirta Fresindo Jaya yang merupakan salah
satu anak perusahaan Mayora Group ini bermula pada tahun 2012. Waktu itu pihak PT
Tirta Fresindo Jaya datang ke dua wilayah yakni di Kecamatan Baros, Serang dan
Kecamatan Cadas Sari, Pandeglang dan berencana akan membangun gudang diwilayah
tersebut, sehingga warga kehilangan 17 hektare areal persawahan dari rencana 32 hektar
yang akan dibangun perusahaan diperuntukkan sebagai gudang.
Namun dengan seketika, izin areal tersebut berubah menjadi pabrik pengelolaan
air minum kemasan setelah mendapat izin dari Dinas Tata Ruang dan Tata Wilayah
melalui SK No. 600/548.b/SK-DTKP/XII/2013 yang imbasnya adalah sumber mata air
yang biasa digunakan warga untuk kegiatan sehari-hari menjadi turun drastis. Hal ini
jelas melanggar Perda Kabupaten Pandeglang No.3/2011 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Kabupaten Pandeglang yang menyatakan bahwa kawasan Cadasari
merupakan kawasan lindung geologi, yang memiliki beberapa titik mata air. Disisi lain
secara demografi dan monografi wilayah ini juga diisi dengan kearifan lokal, dimana
banyak pendidikan pondok pesantren yang melahirkan para ulama-ulama, santri-santri.
Bahkan, wilayah ini merupakan sentral kawasan lahan pangan yang berkelanjutan,
profesi masyarakat lebih didominasi oleh petani.
Sejak saat itu, gelombang penolakan terus berdatangan baik dari masyarakat
Cadas Sari dan Baros maupun dari elemen organisasi masyarakat lainya. Dengan
berbagai penolakan dan protes yang dilakukan masyarakat tersebut akhirnya Bupati
Pandeglang yang waktu itu masih dijabat oleh Erwan Kurtubi mengeluarkan pembatalan
ijin Perusahaan melalui SK 0454/1669-BPPT/2014. Pembatalan ini diperkuat dengan
himbauan oleh Ketua DPRD Pandeglang agar pembangunan pabrik tersebut dihentikan.
3. Pembahasan Masalah
Karena tidak ada tindakan tegas dari pemerintahan Provinsi Banten dan
Kabupaten Pandeglang. PT Tirta Fresindo Jaya pun terus melakukan aktivitasnya dengan
melakukan eksploitasi air di wilayah Cadas Sari dan Baros dan tidak mengindahkan SK
pencabutan izin yang dikeluarkan Bupati serta himbauan dari DPRD Pandeglang tersebut.
Tanggal 11 November 2016, ratusan kiai dan santri yang tergabung dalam Jam’iyatul
Muslimin Provinsi Banten melakukan istighosah di area Kawasan Pusat Pemerintahan
Provinsi Banten (KP3B), tepatnya di samping Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) Provinsi Banten. Istighosah ini merupakan buntut dari kekecewaan warga atas
kelakuan perusahaan yang tidak kunjung menghentikan kegiatannya.
Menyikapi tuntutan warga tersebut, pihak DPRD Banten akhirnya mengeluarkan
pokok-pokok pikiran yang beberapa diantaranya;
1) PT Tirta Fresindo Jaya agar menghormati surat Bupati Pandeglang atas nama Erwan
Kurtubi No. 0454/1669-BPPT/ 2014 tertanggal 21 November 2014 perihal
penghentian kegiatan investasi PT. Tirta Fresindo Jaya.
2) PT. Tirta Fresindo Jaya agar segera menghentikan aktivitas kegiatannya.
3) Kepada Bupati Pandeglang yang saat ini dijabat oleh Irna Narulita dan Jajaran SKPD
terkait Pemda Pandeglang untuk segera dapat mengambil langkah-langkah guna
menghentikan kegiatan PT. Tirta Fresindo Jaya.
4) Kepada aparat kepolisian agar dapat membantu untuk menghentikan kegiatan PT.
Tirta Fresindo Jaya (Mayora Group) dilokasi sebagai mana maksud.
Menurut perwakilan warga yang tergabung Cadas Sari – Baros pihak PT. Tirta
Fresindo Jaya tetap tidak mengindahkan pokok-pokok pikiran DPRD Banten tersebut dan
tetap melakukan aktivitasnya di lapangan seperti biasa. Akhirnya pada tanggal 6 Pebruari
2017, warga kembali bergerak menuju pendopo Bupati Pandeglang. Sekitar 300 warga ini
ingin berdiskusi dengan Bupati Pandeglang, yakni IIrna Narulita.
Namun kedatangan warga saat itu tak digubris sehingga warga merasa kecewa
dengan melampiaskan kemarahan mereka ke pabrik air minum PT. Tirta Fresindo Jaya.
Aksi ini akhirnya berujung dengan penangkapan 6 (enam) orang warga Cadas Sari –
Baros dengan tiga orang ditetapkan sebagai tersangka tanpa ada proses surat panggilan
dan BAP sebelumnya. Hingga saat ini, aparat kepolisian masih melakukan penyisiran ke
kampung-kampung dan meneror warga di dua desa ini. Situasi tersebut melahirkan
keresahan di antara warga.
Masyarakat sipil yang tergabung dalam Komite Nasional Pembaruan Agraria
(KNPA) dan Aliansi Tolak Privatisasi Air menilai bahwa tindakan sepihak yang telah
dilakukan oleh aparat kepolisian ini merupakan tindakan penyimpangan dari kewenangan
yang mereka miliki. Warga Cadas Sari – Baros bukanlah kriminal, namun mereka
merupakan korban dari kebijakan privatisasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah
Pandeglang sehingga kehilangan hak-hak agraria mereka berupa tanah dan air. Menurut
mereka hal ini terkait dengan perbuatan tersistematis untuk menggusur warga tempat dan
ruang hidup mereka.
4. Pelanggaran Etika Bisnis PT. Tirta Fresindo Jaya
Undang-undang Sumberdaya Air merupakan salah satu Undang-undang yang
disusun melalui pinjaman program Bank Dunia (Water Resources Sector Adjustment
Loan) sebesar US$ 300 juta. Undang-undang ini juga didasari atas cara pandang baru
terhadap air, yaitu air sebagai barang ekonomi yang mendorong terjadinya komersialisasi,
komodifikasi dan privatisasi air. Sebagai turunan, tentu saja air sebagai barang ekonomi
menjadi landasan utama dalam menyusun Undang-undang Sumberdaya Air.
Dari pemaparan tentang latar belakang masalah diatas maka penulis menganalisa
bahwa terjadi indikasi pelanggaran Etika Bisnis yang dilakukan oleh PT. Tirta Fresindo
Jaya diantara bukti-buktinya adalah sebagai berikut:
1) Mengacu konstitusi agraria di Indonesia, bahwa bumi, termasuk tanah, air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, merupakan sumber kekayaan
agraria yang harus dilindungi oleh Negara dan diperuntukkan sebesar-besarnya
untuk keadilan dan kesejahteraan rakyat sesuai Pasal 33 UUD 1945 dan Undang-
undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5/1960 oleh karena itu seharusnya PT. Tirta
Fresindo Jaya tidak melakukan eksploitasi dan privatisasi sumber mata air uang
merupakan sumber kekayaan yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
2) Warga Cadas Sari dan Baros yang sebagian besar merupakan petani telah dijamin
oleh UU No. 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (UU
Perlintan) dalam bentuk kepastian hak atas tanah dan lahan pertaniannya namun
hak telah oleh PT. Tirta Fresindo Jaya .
3) Hak agraria petani Cadas Sari – Baros yang dilindungi UU No.41/2009 tentang
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan telah direnggut oleh PT.
Tirta Fresindo Jaya dimana seharusnya aktivitas pembangunan lainnya harus
menjamin perlindungan fungsi lahan pertanian yang ada.
Adapun solusi dalam pelanggaran akan etika bisnis yang dilakukan oleh PT. Tirta Fresindo
Jaya terhadap masyarakat agar masalah ini bisa segera terselesaikan adalah:
a. Jajaran kepolisian yakni Polda Banten dan Polres Pandeglang agar segera
Membebaskan tiga orang warga Cadas Sari – Baros yang telah ditetapkan sebagai
tersangka tanpa proses hukum yang jelas.
b. Pihak Kepolisian Polda Banten dan Polda Pandeglang untuk segera menghentikan
tindakan penyisiran yang dilakukan ke rumah-rumah warga sehingga meninggalkan
teror dan ketakutan di kalangan warga.
c. Pihak Kepolisian Polda Banten dan Polres Pandeglang untuk segera memproses
tindakan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh PT. Tirta Fresindo Jaya (Mayora
Group) yang telah merampas hak-hak agraria warga Cadas Sari – Baros.
d. PT Tirta Fresindo Jaya agar menghormati surat Bupati Pandeglang ( Erwan Kurtubi)
No. 0454/1669-BPPT/ 2014 tertanggal 21 November 2014 perihal penghentian
kegiatan investasi PT. Tirta Fresindo Jaya (Mayora Group).

Anda mungkin juga menyukai