Anda di halaman 1dari 1

Bingkai

Debur ombak memecah keheningan pantai di sore hari. Langit jingga menegaskan batas antara lautan
dan angkasa. Sudah tiga puluh menit laki-laki itu mematung di sana. Di tepi pantai yang entah apa
namanya-tahu-tahu telah membuatnya terpana. Tangannya menggenggam sebuah kotak. Ditaruhnya
kotak mungil itu tepat diatas air yang kini mengikis pasir di bawah kakinya. Kotak itu perlahan bergerak
terbawa air menjauhi bibir pantai. Ia tersenyum puas, seolah baru saja berhasil melepas sesuatu yang
berharga untuk sebuah tujuan mulia. Satu dua tetes air mata jatuh dari matanya yang terlihat sayu,
entah berapa lama ia tidak bisa tidur. Ia lalu melambaikan tangan pada kotak itu, seakan ingin berkata
“jaga dirimu baik-baik”. Laki-laki itu lalu berlalu meninggalkan pantai, dan kotaknya.

“Agasta, kamu yakin akan mengakhiri cuti kamu, nak?” Asri memandang anaknya yang tengah sibuk
mencari berkas-berkas kuliah atau semacamnya.

“Iya, ma. Kasihan ilmunya menguap semua.” Laki-laki itu tersenyum, sesungguhnya ia tak sabar untuk
kembali ke dunia perkuliahan. Menghabiskan waktu dengan meringkas buku-buku tebal dan
menyelesaikan tugas yang datang silih berganti.

“Yasudah, kamu lanjutin beres-beres. Mama akan keluar sebentar untuk beli perlengkapan dapur.” Asri
membelai lembut kepala anaknya. Ia lalu beranjak dari tempat tidur dan menghilang dibalik pintu kamar
yang dipenuhi poster Weslife, group band jadul kesukaan Agasta.

Anda mungkin juga menyukai