Anda di halaman 1dari 6

Lembar Kerja Siswa (LKS)

A. Kompetensi Dasar
Nama Kelompok :Kelas :No :Hari Tanggal :125.36.47.5
3.8 Mengidentifikasi nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam kumpulan cerita pendek yang
dibaca

B. Indikator
3.8.1 Memahami informasi tentang nilai- nilai kehidupan dalam teks cerita pendek
3.8.2 Menemukan nilai-nilai kehidupan dalam cerita pendek
3.8.3 Membandingkan nilai-nilai kehidupan dalam cerita pendek yang dibaca dengan kehidupan

C. Petunjuk Kerja
Bacalah teks cerita pendek “Badai Laut Biru” karya Ahmadun Y.Herfanda (buku pegangan siswa
hal.98-103) dengan seksama!
Kerjakan latihan-latihan dengan menjawab pertanyaan dan mengisi kolom nilai-nilai
yang terkadung di dalam cerpen secara berkelompok.

Kegiatan 1
Bacalah cerpen berikut ini !
BADAI LAUT BIRU
karya Ahmadun Y. Herfanda

Siang itu sangat terik. Matahari membakar pantai berpasir hitam hingga terasa membara. Tiang-tiang layar
perahu bagai gemetaran dipermainkan angin dan ombak, hingga perahu-perau tua itu bagai menari-nari di bibir
pantai. Namun, kehidupan para nelayan terus berjalan, dalam rutinitas, mengikuti kehendak sang alam.
Di atas pasir hitam, tak jauh dari sebuah perahu yang terus menari, Kardi mengemasi bekal-bekal pelayaran,
jala dan kail, juga keranjang-keranjang ikan, lalu menaikkannya ke geladak perahunya. Tiba-tiba ombak besar
menghantam dinding perahu, sehingga terguncang keras. Kardi yang sedang berpegang pada bibir perahu
hampir terpental.
Karena guncangan itu, keranjang-keranjang yang dia tenteng terlepas dan hanyut terseret ombak. Dengan cepat
Kardi mengejarnya dan berhasil meraihnya. Tapi sial, yang tertangkap hanya satu keranjang yang paling kecil.
Dengan cepat dan sekenanya dia melemparkan keranjang itu ke perahu, sehingga hampir saja mengenai
kawannya yang sedang berdiri di geladak, merapikan letak tali layar perahu dan jaring-jaring ikan.
Melihat Kardi kepayahan, lelaki di geladak itu, Salim, dengan tangkas meloncat ke arah Kardi dan mengambil
alih keranjang-keranjang yang dibawanya. Setumpuk keranjang yang kokoh itu memang terasa berat karena
Bacalah
basah. Sampai di dinding perahu tubuh Kardi teks
sudahcerita
hampirrakyat
lunglai. Salim melemparkan tumpukan keranjang
dengan seksama!
itu ke geladak lalu dengan kedua tangannya yang kekar dia mengangkat tubuhnya dan meloncat ke geladak.
Kardi sudah tidak kuat mengangkat tubuhnya sendiri. Salim kembali membantunya, menarik tangan Kardi
sampai berhasil naik ke geladak.
Kerjakan latihan-latihan
dengan mengisi titik-titik
dan kolom tabel yang
kosong.
"Pelaut macam apa kau! Baru begitu saja sudah mau pingsan," ejek Salim. Kardi hanya tersenyum pahit sambil
terus merebahkan tubuhnya di pinggir geladak.
Perahu mereka sesungguhnya sudah sangat tua. Umurnya kira-kira seusia kapten mereka, Pak Ruslan, yang
sudah mengawaki perahu itu sejak 20 tahun lalu. Berawak sembilan orang. Enam orang lelaki dewasa, dua
orang anak lelaki dan seorang gadis-anak Pak Ruslan-sebagai tukang masak. Panjang perahu kira-kira dua
puluh dua meter dengan lebar kira-kira enam meter. Memiliki layar putih yang sudah mulai kecokelatan dan
sudah banyak tambalannya, namun mereka belum sempat menggantinya dengan layar yang baru.
Kardi masih berbaring di pinggir geladak ketika ombak semakin ganas menghantami dinding perahu. Dia
bagaikan tidur di pinggir ayunan yang lebar dan hangat, membiarkan panas matahari menyengati kulit
tubuhnya yang cokelat kehitaman. Seolah dia sudah biasa dibakar sinar matahari seperti itu. Dia sudah tidak
pernah lagi ingin memiliki kulit tubuh yang kuning seperti ketika masih sekolah di SMA dua tahun yang lalu.
Kardi masih ingat betul ketika itu memiliki kulit tubuh yang kuning dengan perawakan tinggi dan wajah
simpatik. Dia masih ingat betul, ketika itu diperebutkan beberapa gadis yang tergolong berwajah cantik. Dan,
dia masih ingat betul ketika berpacaran dengan gadis keturunan Tionghoa, teman sekelasnya. Namun,
semuanya telah berlalu bersama kegagalannya meraih cita-cita masuk Akabri. Bersama hilangnya warna
kuning kulitnya. Direnggut sang waktu.
Selama dua tahun dia pun berusaha mencari pekerjaan yang layak sesuai dengan ijazahnya, namun hasilnya
nihil. Kemudian atas anjuran ayahnya, Kardi ikut menjadi awak perahu milik sang ayah sampai sekarang. Kini
dia pasrah saja pada kehendak alam, kehendak sang nasib, kehendak waktu. Akan menjadi apa dia kelak, akan
seperti apa kulit tubuhnya, dia pasrah saja. Sedangkan Salim adalah anak pamannya yang bernasib sama, gagal
masuk perguruan tinggi negeri dan gagal mencari pekerjaan kantoran.
"Angkat sauh, kita akan segera bertolak!" seru Pak Ruslan dari haluan.
Kardi kaget dan segera bangkit. Dia melihat seseorang telah terjun ke air dan segera melepaskan tali perahu
yang terikat pada tonggak di bibir pantai. Kardi segera membantunya dengan menarik tali itu dan
menaikkannya ke geladak. Di cakrawala utara tampak mendung hitam bergumpalan. Angin bertiup sedang dari
arah barat laut. Tapi, matahari masih tampak bersinar, condong ke ufuk barat.
Dayung-dayung berkecimpung dan perlahan-lahan perahu tua itu meninggalkan daratan melaju ke arah timur
laut, semakin ke tengah dan terus ke tengah.
"Kembangkan layar! Angin sudah mulai lambat dan akan berganti arah," teriak Pak Ruslan.
Seorang awak perahu memanjat tiang layar, melepaskan tali pengikat. Salim bersama seorang awak perahu
yang lain melepaskan tali layar bagian bawah, Kardi siap dengan merentangkan tali layar membentang ke
haluan. Perlahan-lahan layar pun mengembang lalu tertiup angin ke samping kanan. Parahu menjadi tidak
seimbang dan miring. Dengan refleks para awak perahu mencari keseimbangan.
"Belokkan haluan ke kanan!" teriak sang kapten lagi.
Juru mudi segera menekankan sirip kemudi melawan arus air di sebelah kanan ekor perahu. Kardi dan Salim
membetulkan letak layar dengan menarik tali-talinya. Perahu pun perlahan-lahan membelok 60 derajat ke
kanan, kemudian melaju dengan tenang.
Jala-jala yang berwarna biru tua mulai diturunkan. Begitu pula beberapa kail yang telah disiapkan. Kail-kail itu
masing-masing diberi pengapung sepotong kayu agar tidak tenggelam ke dasar laut. Jarak antara pengapung
dan kail sekitar satu meter. Masing-masing diberi umpan sepotong ikan kecil. Biasanya ikan belanak atau
udang. Apabila ada ikan yang memakan umpan, kayu pengapung akan terlihat tertarik-tarik timbul tenggelam
di permukaan air itu tertarik menurut larinya ikan.
Tarikan dan gerakan pengapung itu kadang-kadang cepat dan keras, kadang-kadang lemah dan perlahan,
tergantung pada jenis dan besar kecilnya ikan. Ikan kakap biasanya menarik umpan dengan cepat dan keras.
Ikan tongkol dan ikan tengiri suka memakan umpan dengan menghentak-hentakkannya ke bawah. Semakin
besar ikan yang memakan umpan, akan lebih pelan gerakannya, namun terasa lebih berat dan mantap.
Jala-jala yang dipasang di kanan kiri perahu biasanya diangkat seperempat jam sekali, atau sewaktu-waktu
bilamana perlu. Sedangkan jala-jala lempar akan dilempar sekali-sekali atau berkali-kali apabila diperkirakan
perahu sedang berada di daerah yang banyak ikannya. Seorang nelayan yang sudah berpengalaman dapat
membedakan mana air yang banyak mengandung ikan dan mana yang tidak, yang dapat diketahui dari gerak
airnya.
*
Perahu tua itu masih melaju dengan tenang sebab belum sampai di daerah sarang ikan yang mereka tuju seperti
hari-hari kemarin. Pada saat demikian para awak perahu dapat beristirahat sebentar untuk melepaskan lelah.
Kardi dan Salim duduk di emper gubuk perahu, memandang langit yang tampak kebiruan di celah-celah awan
putih dan hitam, Matahari timbul tenggelam di balik awan. Mereka mengalihkan pandangan ke laut yang
semakin tampak biru. Ikan-ikan kecil banyak berloncatan di kanan kiri perahu. Loncatan ikan yang tinggi
kadang-kadang masuk ke geladak perahu.
Kardi mengambil sebungkus rokok dari saku celanannya lalu menawarkannya kepada Salim. Salim melolos

LKS SMA Kelas XI Semester 1


sebatang, dan dijepitkan di belahan bibirnya.
"Tumben kau membawa jarum super!"
" Kan kemarin dapat hasil banyak," sahut Kardi seenaknya. Mereka berdua menyulut rokok, mengisapnya
dalam-dalam lalu menghembuskan asapnya. Sampai di udara asap rokok itu buyar di koyak-koyak angin laut.
"Kalau hasil kita begitu terus enak, ya."
"Ya, hidup kita bisa sedikit senang. Tapi sekarang panen ikan baru seminggu saja sudah abis, dan hasil kita
tidak selalu banyak. Dulu, sebelum ada pukat harimau, panen ikan dapat kita nikmati sampai kira-kira tiga
bulan. Waktu itu hasil tangkapan kita dapat untuk membeli apa-apa. Sedangkan sekarang dapat kau lihat
sendiri. Kita semakin melarat saja. Untuk membeli perlengkapan perahu saja sangat sulit," keluh Kardi.
"Sekarang kan sudah ada undang-undang yang melarang pukat-pukat harimau beroprasi di daerah kita."
"Ya, tapi apa gunanya undang-undang kalau perampok-perampok ikan itu masih dapat dengan bebas dan
seenaknya saja beroperasi di daerah kita."
"Apakah kita tak pernah lapor tentang pelanggaran-pelanggaran mereka?"
"Sampai bosan, Lim. Tapi tak ada hasilnya. Kita bahkan semakin jengkel saja. Teknologi modern kadang-
kadang bahkan menjadi alat penindas rakyat kecil. Dan sulitnya lagi kita hidup di negara yang hukum dan
undang-undangnya belum menjadi kesadaran yang penuh."
"Kau sudah mendengar tentang perkelahian antara nelayan kecil melawan nelayan pukat harimau di pantai
Jepara yang berakhir dengan tragedi pembunuhan?"
"Itu persoalannya juga seperti yang kita alami. Siapa orangnya yang tidak jengkel kalau sumber pangannya
dirampok oleh orang lain? Kalau kita tidak sabar-sabar mungkin sejak dulu-dulu kita sudah bentrok dengan
para perampok itu."
"Ya, Di. Aku pun merasakan hal itu. Tapi, situasi hanya semakin membuat kita tidak berdaya."
"Itulah, Lim. Situasi hanya semakin memojokkan kita sehingga kita semakin tidak berdaya, kecuali hanya
memendam kejengkelan yang semakin mendalam."
Tidak terasa dua batang rokok telah mereka habiskan. Perahu masih melaju dengan tenang. Mendung hitam
semakin banyak bergumpalan di langit.
"Kau tidak lapar, Lim?"
"Lapar sih lapar, tapi itu dewimu belum selesai memasak. Rukmi, sudah masak belum? Ini Romeomu suda
kelaparan!" Salim berolok-olok, Kardi cuma senyum-senyum saja.
"Sebentar lagi!" teriak Rukmini dari dalam gubuk.
Akhir-akhir ini Salim dapat mengetahui adanya hubungan batin antara Kardi dan Rukmini. Salim sering
melihat pada saat-saat senggang Kardi dan Rukmini duduk berdua di buritan atau di emper gubuk. Salimpun
dapat menangkap bahwa Rukmini selalu memberikan pelayanan yang istimewa kepada Kardi. Meskipun
kadang-kadang dengan agak malu-malu. Secara tak sengaja Salim pernah memergoki Kardi sedang mencium
Rukmini di belakang gubuk perahu seperti Slamet Raharjo mencium Christine Hakim dalam film Cinta
Pertamayang pernah mereka tonton. Mesra dan lembut.
"Lim, menurutmu Rukmini itu bagaimana?"
"Cakep. Hitam manis," jawab Salim singkat.
"Ya, tentu saja hitam manis. Mana ada gadis nelayan yang kuning langsat seperti model iklan bedak di tivi."
"Ada saja."
"Siapa?"
"Gigimu."
"Bah! Memangnya gigimu selalu kau pepsodent. Aku serius lho, Lim. Maksudku, aku cocok tidak dengan
dia?"
"Cocok sekali. Tir pada irenge , sir pada jalitenge . Ya, sama-sama hitamnya. Kalau menjadi satu semakin
kelam seperti kepala kereta api kuno."
"Jangan berkelakar, Lim. Ini sungguh-sungguh."
"Memangnya aku tidak sungguh-sungguh."
"Begini Lim, umurku dua puluh dua tahun, sedangkan umurnya baru enam belas tahun."
"Selisih enam tahun. Selisih umur yang bagus untuk suatu perkawinan."
"Kau sok tahu saja."
Salim tertawa kecil.
*
Perahu mulai memasuki daerah sarang ikan. Para awak perahu mulai sibuk melayani alat-alat penangkap ikan.
Kardi dan Salim menceburkan diri ke dalam kesibukan itu. Ada sebuah Pukat Harimau yang sedang beroprasi
di situ. Padahal daerah itu termasuk daerah terlarang bagi pukat harimau. Ketika kedua perahu itu berdekatan,
Pak Ruslan bertepuk tangan dengan keras lalu mengacungkan kepalnya dengan maksud agar sang pukat
harimau segera menyingkir dari tempat itu. Rupanya sang pukat harimau tahu diri. Perahu itu segera
menyingkir ke tengah.

LKS SMA Kelas XI Semester 1


Para awak perahu Kardi semakin sibuk dengan ikan-ikan yang tertangkap jala dan kail mereka. Dua keranjang
sudah hampir penuh ikan. Dalam kesibuk-an itu tiba-tiba mereka dikejutkan oleh pukat harimau tadi yang
melaju dengan cepat dari timur laut ke arah perahu mereka. Pak Ruslan segera berdiri dan menanti apa maksud
perahu itu. Ketika sang pukat sudah sangat dekat dengan perahu Kardi, seseorang yang sedang berdiri di
haluannya berteriak keras, "Cepat tinggalkan tempat ini! Pesawat radar kami mengisyaratkan bahwa badai
akan melanda tempat ini!"
Pak Ruslan hampir tidak percaya dengan berita itu. Kardi menatap langit. Langit telah berubah menjadi kelam
dengan medung hitam yang bergumpalan tebal berarak ke selatan. Langit seperti mau runtuh. Pak Ruslan
segera melihat berkeliling. Dia melihat tanda-tanda yang aneh. Laut di sekeliling perahunya tampak tenang
tanpa ombak sedikitpun. Bagai laut mati. Dia yang sudah berpengalaman segera memberi perintah: "Cepat kita
tinggalkan tempat ini! Badai betul-betul akan datang!"
Para awak perahu bagai tersentak. Semua segera kembali ke bagiannya masing-masing. Haluan diputar.
Kemudian dengan dibantu dayung-dayung, perahu segera dilaju ke barat daya. Namun terlambat. Suara
gemuruh sekonyong-konyong datang dari arah timur laut.
Angin mendadak menerpa sangat keras, disertai ombak yang semakin besar menghantami dinding perahu
mereka tanpa kenal ampun. Perahu tua itu terguncang-guncang keras. Dengan susah payah mereka
menggulung layar untuk menghindari amukan angin. Tapi angin kencang lebih kuat menghantamnya. Layar
tua itu terkembang kembali dengan keras bagai dihentakkan. Perahu hampir terbalik. Dan "kreeekk," layar tua
itu robek. Perahu terayun-ayun keras bagai sepotong papan yang tak berarti, lalu perlahan-lahan miring ke
kanan dan seluruh isi geladak tiba-tiba terlempar ke laut.
Pak Ruslan dengan sigap melemparkan ban-ban dan pelampung. Kardi terbanting ke geladak dengan keras
ketika sedang berusaha mengambil sebuah ban yang tergantung di ujung buritan. Rukmini dengan wajah pucat
berpegang erat pada tinag pintu gubuk. Ia mejerit keras ketika tiang layar di depannya patah diterjang angin
dan terempas ke buritan. Dan, "brruuuaaakk!" gubuk reyot di atas perahu itu pun dihempaskan angin dan
roboh menghantam dinding parahu.
Bersamaan dengan itu, Pak Ruslan yang masih berpegangan pada dinding perahu berteriak keras: "Selamatkan
diri kalian masing-masing. Perahu akan terbalik. Bersamaan dengan itu pula Kardi meloncat ke laut. Namun,
begitu mendengar jeritan Rukmini, dia segera berbalik dan merangkak naik kembali ke perahu. Separo tubu
Rukmini tertindih pagar yang roboh tadi. Kardi mengangkat pagar itu. Rukmini merangkak keluar. Seluruh
tubuhnya sudah basah kuyup.
Pada detik-detik yang menegangkan itu, dengan cepat Kardi menarik tubuh Rukmini untuk bersama-sama
meloncat ke laut yang bergelombang besar. Ketika keduanya masuk ke air, Rukmini terlepas dari pegangannya
dan tenggelam ditelan ombak. Dengan mata dan tangannya dia mencari-carinya. Sepintas dia melihat
perahunya terbalik. Pada saat terakhir itu Pak Ruslan meloncat ke laut. Semuanya berlangsung dengan sangat
cepat.
Kardi melihat Rukmini muncul dari dalam air dengan gelagapan. Dia cepat-cepat mengejarnya dan dia berhasil
mengepit tubuh Rukmini dengan tangan kirinya. Lalu berenang dengan susah payah. Rukmini lemas.
"Aku tidak bisa berenang lagi, Mas. Rasanya kakiku ada yang patah."
"Kuatkan hatimu, Rukmi. Berdoalah semoga badai segera reda dan pertolongan segera datang."
"Tubuh Kardi juga semakin lemas. Dia hanya dapat berusaha untuk mengambang saja di permukaan air.
Untung badai semakin reda. Namun dia menyadari bahwa kekuatannya sangat terbatas. Mungkin sebentar lagi
tenaganya habis dan tentu saja akibatnya sangat fatal kalau pertolongan tidak segera datang. Kardi ngeri
memikirkan itu. Matanya mencari-cari kalau-kalau ada kayu atau ban yang terapung di sekitarnya yang dapat
digunakan untuk tempat bertumpu.
Pada saat itu Pak Ruslan juga sedang berjuang mati-matian. Dengan susah payah ia berhasil menjebol
selembar papan geladak perahu yang telah terbalik dan dengan selembar papan tersebut dia bermaksud
mencari anaknya.
"Kardi. Rukmini. Syukurlah kalian masih hidup. Papan ini hanya cukup untuk kalian berdua. Pakailah." Pak
Ruslan memberikan papan itu pada mereka.
"Pak Ruslan bagaimana?"
"Jangan pikirkan diriku yang sudah tua begini. Kalian masih punya harapan hidup yang panjang. Selamatkan
anakku!"
Pak Ruslan meninggalkan mereka, berenang menembus ombak, dan hilang dari pandangan mereka. Melihat
itu, Rukmini menelungkupkan mukanya ke atas papan dan menangis sejadi-jadinya.
*
Sekitar setengah jam kemudian, badai benar-benar reda dan laut pun kembali tenang. Kapal pukat harimau tadi
mendekati mereka dan mengangkat keduanya. Sampai di geladak keduanya pingsan.
Seperempat jam kemudian Kardi membuka matanya. Salim sudah berjongkok di sampingnya sambil
tersenyum-senyum. Rukmini juga terbangun dan duduk bersandar pada dinding perahu.

LKS SMA Kelas XI Semester 1


"Oh, Lim. Di mana kita sekarang?"
"Di atas pukat harimau. Kita tidak jadi masuk akherat."
"Di mana Pak Ruslan dan yang lain?"
"Jangan khawatir. Semuanya selamat. Cuma kau dan dewimu yang pingsan. Maklum, kalian memang bukan
pelaut sejati."
"Kalau tadi Pak Ruslan tidak memberikan selembar papan kepada kami entah kami sudah jadi apa. Mungkin
telah tenggelam berdua dimakan hiu. Dia memang betul-betul seorang kapten yang bertanggung jawab."
"Ya.... Untung tadi aku kebagian sebuah ban. Nah, sekarang kusarankan padamu. Cepat-cepatlah nikahi
Rukmini. Jangan berpacaran di tengah laut lagi, agar tidak dikutuk Dewa Laut seperti tadi."
Kardi cuma tersenyum kecut. Rukmini tersipu-sipu. Dengan cengar-cengir Salim lantas meninggalkan mereka
menuju buritan.

Yogyakarta , 1979/2004

Latihan 1
Setelah membaca teks cerpen tersebut, Secara berdiskusi, jawablah pertanyaan-pertanyaan
berikut!
a. Mengapa cerita itu harus berlatar laut ?
b. Apakah relevan apabila dihadirkan sosok pejabat negara ke dalam cerita itu?
c. Apakah mungkin kalau tokoh Rukmini dalam cerita itu diganti dengan tokoh
lain, misalnya seorang nenek?
d. Mengapa tokoh Kardi dan Rukmini harus digambarkan sebagai pasangan yang
masih belum menikah ?
e. Bagaimana akhir cerita itu kalau peristiwa terjadinya badai diganti dengan
tsunami ?
Bacakanlah jawaban-jawaban kelompok Anda di
depan kelompok lainnya untuk ditanggapi dan lihat
pula perbedaan dengan jawaban-jawaban mereka.
…………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………

Rumuskanlah simpulan akhir yang paling tepat dari jawaban-jawaban itu


berdasarkan pendapat-pendapat seluruh kelompok yang ada.

Kegiatan 2
 Diskusikanlah nilai-nilai yang terdapat di dalam cerpen “Badai di Laut
Biru”
 Jelaskanlah kemungkinan-kemungkinan dari penerapan nilai-nilai
tersebut ke dalam kehidupan sehari-hari

LKS SMA Kelas XI Semester 1


Sajikan dengan Format tabel berikut!

Jenis Nilai Kutipan cerita Penerapan

a. Nilai
Agama

b. Nilai
Sosial

c. Nilai
Budaya

d. Nilai
Moral

Presentasikanlah laporan diskusi kelompok anda, secara bergiliran


dengan kelompok yang lain

LKS SMA Kelas XI Semester 1

Anda mungkin juga menyukai