Anda di halaman 1dari 4

Unsur Intrinsik Cinta di Atas Perahu Cadik

1. Tema
- Tema Mayor : Percintaan

- Tema Minor : Perselingkuhan.

Dibuktikan dengan kalimat berikut:

Nenek itu memaki. "Istri orang di perahu suami orang! Keterlaluan!" Namun ia masih
mengetuk pintu gubuk-gubuk yang lain.

2. Tokoh dan Penokohan


- Hayati : Tidak bersyukur, egois

Hayati dan Sukab saling mencintai, kami akan bercerai dan biarlah dia bahagia
menikahi Sukab, aku juga sudah bicara kepadanya.

- Sukab : egois

Namun, keduanya juga mengerti betapa bukan urusan siapa pun bahwa mereka telah
bercinta di diatas perahu cadik ini.

- Dullah : sabar, menerima keadaan

Lelaki yang agaknya bernama Dullah itu masuk kembali, masih terdengar suaranya
sambil tertawa dari dalam gubuk.

- Waleh : sabar, menerima keadaan :

Aku memang hanya orang kampong, Ibu, tetapi aku tidak mau menjadi orang
kampungan yang mengumbar amarah menggebu-gebu. Kudoakan suamiku pulang
dengan selamatdan jika dia bahagia bersama Hayati, melalui perceraian, agama kita
telah memberi jalan agar mereka bias dikukuhkan.

- Nenek tua : cerewet, Mencampuri urusan orang lain.

Nenek tua itu menoleh dengan kesal, pergi bersama Sukab tentunya! Kejar sana ke
tengah laut! Lelaki apa kau ini! Sudah tahu istri dibawa orang, bukanya mengamuk
malah merestui!
- Anak Perempuan : polos

Di pantai, kadang-kadang tampak Waleh menggandeng anak perempuannya yang


bisu, menyusuri pantulan senja yang menguasai langit pada pasir basah.

3. Alur/plot
Alur yang digunakan dalam cerpen ini ialah Alur maju.

Karena jalinan peristiwa atau kronologi dalam cerita pendek tersebut maju tanpa mengulang
kejadian yang sudah terjadi. Dan penulis menceritakan jalan cerita secara urut dari awal yaitu
perenalan-perkenalan tokoh, situasi, kemudian memunculkan masalah, timbulnya masalah,
puncak masalah dan kemudian penyelesaian masalah tersebut apakah berakhir bahagia atau
tidak.

Dibuktikan dengan kalimat berikut :


Hari pertama, kedua, dan ketiga setelah perahu Sukab tidak juga kembali, orang-
orang di kampong nelayan itu masih membayangkan bahwa jika bukan perahu
Sukab muncul kembali di cakrawala, maka tentu mayat Sukab atau Hayati akan
tiba-tiba menggelindingi di lemparkan ombak ke pantai

4. Setting/latar
a) Latar tempat :

- Pesisir pantai
Cahaya keemasan matahari pagi menyapu pantai, membuat pasir yang basah
berkilat keemasan setiap kali lidah ombak kembali surut ke laut. Onggokan batu
karang yang kadang kadang menyerupai perahu tetap teronggok sejak semalam,
sejak bertahun, sejak beribu-ribu tahun yang lalu.

- Perahu
Dukab tampak lemas di atas perahu. Di tubuh perahu terikat seekor ikan besar
yang lebih besar dari perahu mereka, yang tentu saja sudah mati dan baunya
amisnya menyengat sekali.

- Gubuk
Seorang nenek tua muncul di pintu gubuk.

- Tengah laut
kulihat perahu Sukab menyalipku dengan Hayati di atasnya. Kulihat mereka
tertawa-tawa.
b) Latar waktu :

- Pagi hari
Bersama dengan datangnya pagi maka air laut di tepi pantai itu segera menjadi
hijau. Cahaya keemasan matahari pagi menyapu pantai, membuat pasir yang
basah berkilat keemasan setiap kali lidah ombak kembali surut ke laut.

- Sore hari.
Angin bertiup kencang, sangat kencang, dan memang selalu kencang di pantai
itu. Perahu Sukab yang juga bercadik melaju bersama cinta membara di atasnya.
Pada akhir hari setelah senja menggelap, burung-burung camar menghilang, dan
perahu-perahu lain telah berjajar-jajar kembali di pantai sepanjang kampung
nelayan itu, perahu Sukab belum juga kelihatan.

- Malam hari.
Menjelang tengah malam, nenek tua itu pergi dari satu gubuk ke gubuk lain,
menanyakan apakah mereka melihat perahu Sukab yang membawa Hayati di
atasnya. Jawaban mereka bermacam-macam, tetapi membentuk suatu rangkaian.

c) Latar suasana :

- Menegangkan dan mengharukan


1. Hayati melompat turun begitu lemas perahu menggeser bibir pantai dan
mendorong perahu itu sendirian ke atas pasir sebelum membuang jangkar
kecilnya.
2. "Hayati tampak lebih kurus dari biasa dan keadaan mereka berdua memang lusuh
sekali".

5. Sudut pandang
Sudut pandang yang digunakan dalam cerpen ini adalah sudut pandang orang ketiga.

6. Gaya bahasa
1. Majas personifikasi

Cahaya keemasan matahari pagi menyapu pantai, membuat pasir yang basah berkilat
keemasan setiap kali lidah ombak kembali surut ke laut. Lidah-lidah ombak
berkecipak dalam laju lari Hayati Angin yang selalu ribut Hayati melompat turun
begitu lunas perahu menggeser bibir pantai .
2. Majas perumpamaan

Kakinya yang telanjang bagaikan mempunyai alat perekat. Sekaligus bagaikan


terlapis karet atau plastik alas sepatu karena seolah tidak berasa sedikit pun juga
ketika menapak di atas batu-batu karang yang tajam tiada berperi.

3. Majas hiperbola

Wajahnya begitu cerah menembus angin yang selalu ribut, yang selalu memberi
kesan betapa sesuatu sedang terjadi. Perahu Sukab yang juga bercadik melaju bersama
cinta membara di atasnya. Perempuan bernama Waleh itu menggigil di dalam kain
batik yang lusuh, mulutnya bergemeletuk seperti sebuah mesin. Giginya tambah
gemeletuk dalam perputaran roda-roda mesin malaria. Waleh tampak berusaha keras
melawan malarianya agar bisa berbicara.

7. Amanat
Janganlah kita suka mencampuri urusan orang lain karena kita tidak tahu apa yang
sebenarnya terjadi. Cintailah orang yang kamu cintai dengan sepenuh hati, jangan
melukai perasaannya. Ikhlaskanlah sesuatu yang sudah tidak milikmu lagi.

Anda mungkin juga menyukai