Anda di halaman 1dari 26

Kembalinya Belanda Ke

Indonesia
Oleh
Galih Sumekar
Kembalinya Belanda ke Indonesia
• Pada saat Perang Pasifik masih berlangsung, sekutu
membagi Indonesia menjadi dua daerah operasi.
Sekutu memasukkan Sumatera sebagai daerah
operasi South East Asia Command (SEAC) yang
dipimpin oleh Laksamana Lord Louis Mountbatten.
Adapun Jawa dan Indonesia bagian Timur masuk
daerah operasi South West Pacific Comamand
(SWFC) di bawah komando Jenderal MacArthur.
• Masih ingatkah kalian akhir Perang Dunia II, diakhiri
dengan perjanjian?
Perjanjian Postdam dan dampaknya bagi
wilayah Indonesia
• Dalam konferensi gabungan kepala staff sekutu di Postdam,
Jerman pada Juli 1945 diputuskan bahwa seluruh wilayah
Indonesia dijadikan daerah operasi SEAC.
• Hal ini karena Jenderal Douglas MacArthur ingin langsung
menyerbu Jepang. Serah terima kedua komando utama sekutu
secara resmi dilaksanakan pada 15 Agustus 1945, setelah Jepang
menyerah.
• Sekutu kemudian membentuk komando khusus, yakni Allied
Forces Netherlands East Indies (AFNEI) dibawah komando Letnan
Jenderal Sir Philips Christison. Sebelum pasukan ini melancarkan
operasi militer, Jepang sudah menyerah. Oleh karena itu tugas
AFNEI yang semula militer dialihkan ke administratif.
Tugas AFNEI di Indonesia
• Menerima penyerahan Jepang.
• Membebaskan para tawanan perang Jepang yang
berasal dari Eropa.
• Melucuti tentara Jepang dan mengumpulkan mereka
untuk dipulangkan.
• Menegakkan serta memelihara kondisi damai untuk
diserahkan kepada pemerintahan sipil
• Mencari informasi tentang para penjahat perang
Jepang untuk selanjutnya diserahkan kepada sekutu.
Kedatangan AFNEI ke Indonesia
• Pada 8 September 1945, Louis Mountbatten menunjuk Mayor
Greenhalgh datang ke Indonesia, ia bersama pasukan
diterjunkan dengan parasut di lapangan terbang Kemayoran
pada 14 September 1945
• Tugas utama Greenhalgh dan timnya adalah mempersiapkan
pendaratan pasukan Inggris dan secepat mungkin menetapkan
kedudukan markas AFNEI di Indonesia.
• Pada 29 September 1945 AFNEI datang ke Indonesia,
kedatangan AFNEI pada awalnya disambut baik oleh masyarakat
Indonesia. Bahkan Komandan AFNEI menjamin tidak akan turut
campur dengan urusan pemerintahan sipil, karena tugas AFNEI
yang sebenarnya adalah melucuti pasukan Jepang.
NICA dan awal sebuah perjuangan
mempertahankan kemerdekaan
• NICA (Netherlands Indies Civil Administration)
mengambil tindakan yang berlawanan dengan
pernyataan Christison.
• NICA mempersenjatai kembali bekas anggota KNIL
(Koninkllijk Nederlands Indies Leger) yang baru saja
bebas dari tahanan Jepang.
• Di berbagai daerah NICA dan KNIL yang didukung
sekutu (Inggris) melancarkan provokasi dan teror
terhadap pimpinan nasional, semuanya bertujuan
memuluskan kembalinya Belanda ke Indonesia.
NICA dan awal sebuah perjuangan
mempertahankan kemerdekaan
• Di kota yang diduduki oleh sekutu, seperti Jakarta
dan Bandung tentara KNIL memancing kerusuhan
dengan mengadakan provokasi bersenjata.
• Bahkan di Jakarta mereka berusaha membunuh
Perdana Menteri Sutan Sjahrir dan Menteri
Penerangan Amir Sjariffudin, aksi teror inilah
yang kemudian menyebabkan Presiden Soekarno
dan Wakil Presiden Moh Hatta pada tanggal 4
Januari 1946 dipindahkan ke Yogyakarta.
USAHA MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN
INDONESIA MELALUI JALUR DIPLOMASI
Rintisan perjuangan Diplomasi Indonesia
• Untuk meredakan ketegangan antara Belanda dan Indonesia, AFNEI kemudian
menggagas sebuah perundingan permulaan 10 Februari-12 Maret 1946 yang
diprakarsai panglima AFNEI Letjen Philip Christison.
• Dalam perundingan permulaan Indonesia di wakili oleh Sutan Sjahrir (PM Indonesia),
H. Agus Salim dan A.K. Pringgodigdo. Sementara itu, H.J. Van Mook tidak bertindak
atas nama pemerintah Belanda, tetapi atas nama pribadi. Sebagai penengah
perundingan Archibald Clark Kerr dan Lord Killearn (Inggris).
• Usulan Belanda : Wilayah Indonesia secara de-facto adalah Jawa dan Madura,
mengusulkan juga agar Indonesia menjadi negara persemakmuran (Commonwealth)
di bawah Kerajaan Belanda berbentuk federal dengan pemerintahan sendiri
• Usul Indonesia : wilayah Indonesia terdiri atas Sumatera, Jawa dan Madura, usulan
persemakmuran ditolak oleh H. Agus Salim, dengan alasan tidak ingin Indonesia
menjadi bagian dari Kerajaan Belanda tetapi tetap merdeka penuh. Kerjasama
Indonesia-Belanda tetap dilanjutkan tetapi sebagai kerjasama dua negara yang
merdeka.
Perundingan Hoge Veluwe
• Perundingan Hoge Veluwe diselenggarakan di sebuah kota kecil di
negeri Belanda bernama Hoge Veluwe pada 12-24 April 1946.
• Delegasi Belanda dipimpin oleh Perdana Menteri Prof.
Schermerhorn, sedangkan Indonesia oleh Menteri Kehakiman Mr.
Soewandi didampingi oleh Dr. Soedarsono dan A.K. Pringgodigdo
• Perundingan Hoge Veluwe gagal total karena Belanda menolak
pengakuan kedaulatan RI yang meliputi Jawa, Sumatera dan
Madura, sementara itu usulan Belanda tentang negara
persemakmuran ditolak oleh Indonesia
• Kegagalan dalam perundingan Hoge Veluwe menyebabkan
ketegangan antara Indonesia dan Belanda sehingga pada akhirnya
mendorong perundingan-perundingan baru.
Perundingan Linggarjati
• Dilangsungkan di wilayah Linggarjati, Kuningan Jawa Barat 10 November 1946 dan
ditandatangani 25 Maret 1947 di Istana Rijswik
• Wakil Indonesia : Sutan Sjahrir, Mohammad Roem, Mr. Susanto Tirtoprojo dan A.K.
Gani.
• Wakil Belanda : Prof. Willem Schermerhorn, F. de Boer dan H.J. Van Mook serta Max
van Pool.
• Isinya :
1. Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan
meliputi Sumatera, Jawa dan Madura. Belanda harus meninggalkan wilayah de facto
ini paling lambat 1 Januari 1949.
2. Republik Indonesia dan Belanda akan bekerjasama dalam membentuk negara
serikat dengan nama Republik Indonesia Serikat, pembentukan RIS akan segera
dilaksanakan sebelum 1 Januari 1949.
3. RIS dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia Belanda yang diketuai Ratu
Belanda.
Perundingan Linggarjati
• Memberikan dampak positif yaitu perjanjian ini mengakui secara
de facto wilayah Indonesia yang meliputi Sumatera, Jawa dan
Madura.
• Sedangkan Sisi negatifnya pengakuan de facto ini tidak sesuai
dengan luas wilayah Hindia Belanda yang seharusnya dari
Sabang hingga Merauke.
• Di dalam negeri RI perjanjian Linggarjati menimbulkan
kekecewaan terhadap Kabinet Sjahrir, bahkan beberapa partai
seperi Masyumi, PNI, Partai Rakyat Indonesia dan Partai Rakyat
Jelata menganggap ditandatanginya perjanjian ini dianggap
sebagai kelemahan pemerintah dalam mempertahankan
kedaulatannya.
Perbedaan Penafsiran Linggarjati
• Perundingan Linggarjati membuat salah penafsiran seperti
Belanda menolak tafsiran bahwa RI sesuai dengan
kekuasaan de factonya dapat mengadakan hubungan luar
negeri, termasuk menempatkan perwakilannya.
• Selain itu Belanda beranggapan bahwa, pulau-pulau lain di
luar Indonesia yang masih dikuasainya dapat menjadi
negara sendiri apabila dikehendaki.
• Penafsiran Belanda didasarkan pada Pidato Ratu Belanda
yang menyatakan bahwa Indonesia akan dijadikan negara
persemakmuran Belanda dan akan berbentuk federasi.
Selain itu, hubungan luar negerinya akan ditangai Belanda.
AGRESI MILITER BELANDA I
• Perundingan Linggarjati berakhir setelah pada 15 Juli 1947 H.J. Van Mook
menyampaikan pidato di radio bahwa Belanda tidak lagi terkait dengan
Perjanjian Linggarjati, selanjutnya Belanda melaksanakan Agresi Militer
Belanda I pada 21 Juli 1947.
• Tujuan utama Agresi Belanda sesungguhnya adalah merebut daerah-
daerah perkebunan yang kaya dan daerah yang memiliki SDA terutama
Minyak.
• Untuk mengelabui dunia internasional, Belanda menamakan agresi militer
ini sebagai aksi Polisional, yaitu mengatasi kekacauan akibat teror dan
huru-hara serta memulihkan ketertiban dan stabilitas di Indonesia. Maka
kelompok yang mengadakan perlawanan dianggap sebagai pengacau.
• Selanjutnya tentara Belanda memfokuskan serangan pada tiga tempat yaitu
Sumatera Timur, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
AGRESI MILITER BELANDA I
• Agresi Militer Belanda I berakhir pada 17 Agustus
1947, setelah DK PBB mengeluarkan resolusi agar
Indonesia dan Belanda melakukan gencatan
senjata.
• Selanjutnya, pada 29 Agustus 1947 Belanda secara
sepihak memproklamirkan apa yang disebut Garis
Demarkasi Van Mook, menurut garis van Mook
wilayah Indonesia hanya mencakup Jawa Tengah
dikurangi pelabuhan-pelabuhan dan wilayah laut.
PERUNDINGAN RENVILLE
• Dimulai 8 Desember 1947, hadir dalam perundingan :
1. Delegasi Komisi Tiga Negara diwakili Dr. Frank B Graham (Ketua),
Paul van Zeeland (anggota), dan Richard Kirby (Anggota).
2. Delegasi Indonesia diwakili oleh Perdana Menteri Amir
Sjarifuddin (Ketua), Ali Sastroamidjojo (Anggota), dr. J. Leimena
(Anggota), dr. Coa Tiek Len serta Nasrun (Anggota).
3. Delegasi Belanda diwakili oleh R. Abdulkadir Widjojoatmojo
(Ketua), Mr.H.A.L. Van Vredenburg (anggota), Dr.P.J. Koets
(Anggota) dan Mr. dr. Christian Robbert Steven Soumokil
(Anggota).
Perundingan tersebut digelar di kapal USS. Renville
Hasil Renville
1. Pihak Indonesia menyetujui dibentuknya Negara
Indonesia Serikat pada masa peralihan sampai
pengakuan kedaulatan.
2. Belanda bebas membentuk negara-negara federal di
daerah-daerah yang didudukinya dengan melalui
jejak pendapat (Plebisit) terlebih dahulu.
3. Pemerintah Indonesia bersedia menarik pasukannya
serta mengosongkan daerah-daerah di belakang
Garis van Mook untuk kemudian masuk ke wilayah
Indonesia.
Dampak Renville
• Dampak dari perundingan tersebut adalah wilayah
Indonesia semakin sempit.
• Dari segi ekonomi perjanjian ini membuat semua kota
besar termasuk pusat-pusat produksi dan
perdagangan utama berada di tangan Belanda
• Sementara bagi TNI hasil perundingan ini telah
mengakibatkan mereka terpaksa meninggalkan
sejumlah wilayah pertahanan (gerilya) yang telah
dibangun dengan susah payah (dampak dari militer
adalah Long March Siliwangi).
AGRESI MILITER BELANDA II
• Dengan alasan situasi keamanan di Jawa semakin memburuk dan
menuding Indonesia sering melanggar Perjanjian Renville, Belanda
mengepung Indonesia pada 19 Desember 1948, dengan menyerang
Kota Yogyakarta.
• Soekarno dan Hatta diasingkan ke Bangka bersama Sutan Sjahrir, H.
Agus Salim, Moh. Roem dan A.G. Pringgodigdo
• Sehari sebelum ditahan Soekarno menggelar sidang kabinet, serta
memutuskan untuk mengirim radiogram kepada Menteri
Kemakmuran Sjarifuddin Prawiranegara untuk membentuk PDRI di
Bukit Tinggi.
• Jika Sjarifuddin tidak berhasil, dikirim juga radiogram kepada Menteri
Maramis, L.N. Palar dan dr. Sudarsono yang sedang berada di India.
AGRESI MILITER BELANDA II
• Dalam suasana genting, Jenderal Sudirman
diperintahkan untuk melakukan Perang
Gerilya, meski dalam keadaan sakit parah.
• DK PBB dalam menghadapi Agresi Militer
Belanda II, mengeluarkan resolusi agar Belanda
menghentikan semua kegiatan operasi
militernya dan Indonesia harus menghentikan
aktivitas gerilya, namun Belanda tidak
mematuhi Resolusi tersebut.
Sikap Jenderal Soedirman dalam Agresi
Militer Belanda II
1. Terus melancarkan serangan gerilya ke wilayah yang
dikuasai Belanda, termasuk melakukan tindakan
sabotase, seperti memutus jaringan telepon, meruksak
rel kereta api, serta menyerang konvoi-konvoi Belanda.
2. Memikirkan cara yang tepat untuk mematahkan
propaganda Belanda, yang menyatakan bahwa RI tidak
ada lagi dan sepenuhnya telah berada di bawah
kekuasaan Belanda. Melalui cara itu, Indonesia akan
membuktikan bahwa RI tetap berdiri tegak dan kuat,
yang didukung oleh rakyat, pemerintahan serta TNI yang
kuat pula.
SERANGAN UMUM 1 MARET 1949
• Hasil musyawarah para tokoh sipil dan TNI memutuskan
untuk melakukan sebuah serangan yang spektakuler
dalam rangka mematahkan propaganda Belanda.
• Gagasan itulah yang melahirkan sebuah ide melakukan
Serangan Umum 1 Maret 1949 yang dipimpin oleh
Letkol Soeharto.
• Tujuan dari serangan itu adalah membuktikan eksistensi
RI dan TNI kepada dunia internasional sekaligus
mematahkan propaganda Belanda bahwa pemerintah
RI tidak ada lagi.
Alasan Pemilihan Yogyakarta dalam Serangan
Umum 1 Maret 1949
1. Yogyakarta adalah ibu kota Republik Indonesia
sehingga jika dapat direbut walau hanya beberapa
jam, akan berpengaruh besar terhadap perjuangan
Indonesia melawan Belanda.
2. Ada banyak wartawan asing di Hotel Merdeka
Yogyakarta, juga anggota delegasi UNCI dan
pengamat militer dari PBB kesaksian mereka ke dunia
internasional akan sangat penting maknanya bagi RI.
3. Semua pasukan memahami dan menguasai situasi
dan daerah operasi.
Perundingan Roem Royen
• Dilaksanakan pada 17 April 1949 yang
berlangsung di Hotel Des Indes, perundingan
tersebut merupakan perundingan
pendahuluan sebelum dilaksanakannya KMB.
• Perundingan ini di mediasi oleh Merle
Cochran, wakil Amerika Serikat dalam UNCI.
Hasil Perundingan
• Kesepakatan tercapai pada 7 Mei 1949, isinya adalah :
1. Bersedia memerintahkan “seluruh pengikut Republik Indonesia yang
bersenjata” untuk menghentikan Perang Gerilya.
2. Bersedia bekerjasama dalam menjaga ketertiban, keamanan dan
menjaga perdamaian.
3. Bersedia turut serta dalam KMB di Den Haag, dengan tujuan
mempercepat “penyerahan” kedaulatan Negara Indonesia Serikat
dengan tanpa syarat setelah para pemimpin kembali ke Yogyakarta.
• Sementara itu, dari pihak Belanda :
1. Mengentikan aksi militernya dan membebaskan para tahanan politik.
2. Menyetujui kembalinya Pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakarta
3. Menyetujui RI sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat.
4. Berusaha menyelenggarakan KMB.

Anda mungkin juga menyukai