Anda di halaman 1dari 11

PERJANJIAN ROEM ROYEN

KELOMPOK 3 :
1. ANGGUN DEA LESTARI
2. RISKY NAURA RAFIQI
3. SUSANTO

SMK PELITA MADANI PRINGSEWU


TAHUN 2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Rakyat menuntut Negara Kesatuan RIS yang berbentuk federal itu tidak
disenangi oleh sebagian besar rakyat Indonesia, karena sistem federal digunakan
oleh Belanda sebagai muslihat untuk menghancurkan RI selain itu bentuk negara
serikat tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia dan tidak sesuai dengan
cita-cita proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggap 17 Agustus 1945.
Disamping itu, konstitusi federal dianggap hanya menimbulkan perpecahan.
Hal tersebut mendorong keinginan untuk kembali ke negara kesatuan.
Pada dasarnya pembentukan negara-negara bagian adalah keinginan Belanda,
bukan kehendak rakyat karena Belanda ingin menanamkan pengaruhnya dalam
RIS. Rapat-rapat umum diselenggarakan di berbagai daerah, juga demontrasi-
demontrasi yang menuntut pembubaran RIS. Sebagian dari pemimpin RI
termasuk yang ada dalam parlemen, bertekad untuk secepat mungkin menghapus
sistem federal.
Negara-negara Jawa Timur dan Madura, tidak mempunyai perbedaan
identitas kultural, linguistik atau etnik dengan penduduk di daerah pusat Republik
Indonesia di Yogyakarta. Di daerah iini terjadi demontrasi besar-besaran yang
menuntut agar negara kesatuan diwujudkan kembali. Menjelang akhir bulan
Januari 1950, negara-negara tersebut memutuskan untuk bergabung dengan RI,
bahkan di negara Pasundan, golongan masyarakat yang menginginkan
terbentuknya Negara Kesatuan dipercepat oleh terjadinya percobaan kudeta oleh
Kapten KNIL, Raymond Westerling. Pada tanggal 23 Januari 1950, Westerling
dengan pasukannya yang disebuat APRA (Angkatan Perang Ratu Adil) berusaha
menduduki Bandung. Kemudian diketahui bahwa APRA juga merencanakan
membunuh beberapa orang menteri. Peristiwa itu mendorong parlemen negara
Pasundan untuk membubarkan diri dan bergabung dengan RI.
Sultan Hamid II, Kepala Negara Kalimantan Barat yang juga merupakan
menteri tanpa fortopolio dalam kabinet RIS terbukti sebagai penghasut utama
kelompok Westerling, pada bulan April 1950, Sultan Hamid ditangkap dan

2
kekuasaan atas Kalimantan Barat diambil alih oleh RIS. Pada tanggal 30 Januari
1950, Pemerintah Pasundan dibawah wali negara Wiranata Kusumah
mengundurkan diri dan pada tanggal 8 Februari 1950 menyerahkan kekuasaannya
kepada komisaris negara RIS sewaka. Negara-negara lain secara spontan
mengikuti jejak negara-negara yang bergabung dengan dengan RI. Akhir bulan
Maret, Kalimantan Timur membubarkan diri kemudian diikuti oleh Daerah
Banjar, Dayak Besar, Kalimantan Tengah, Bangka, Riau, dan Belitung pada awal
bulan April 1950 Kembali ke Negara Kesatuan RI Dengan disetujuinya hasil
KMB tanggal 2 November 1949, terbentuklah Republik Indonesia Serikat (RIS)
yang merupakan negara federal. RIS terdiri dari : Tujuh Negara bagian, yaitu
Republik Indonesia, Negara Sumatera Timur, Negara Sumatera Selatan, Negara
Pasundan, Negara Jawa Timur, Negara Madura dan Negara Indonesia Timur
(NIT) Sembilan satuan kenegaraan yang berdiri sendiri, yakni Kalimantan Barat,
Banjar, Dayak Besar, Bangka, Belitung, Riau, Jawa Tengah, Kalimantan Timur
dan Kalimantan Tenggara.
Daerah Indonesia selebihnya yang tidak termasuk tujuh negara bagian dan
sembilan satuan negara. Negara RIS ternyata tidak dapat berlangsung lama, hal ini
disebabkan :
1. Tokoh-tokoh terkemuka yang duduk dalam kabinet RIS banyak yang
menghendaki negara berbentuk kesatuan
2. Sistem federal oleh rakyat Indonesia, dianggap sebagai alat Belanda untuk
memecah belah bangsa Indonesia.
3. Dasar Pembentukan RIS yang sangat lemah
4. Keberadaan RIS sangat bergantung pada kekuatan Militer Belanda
5. RIS menghadapi rongrongan yang didukung Belanda
Persoalan rongrongan terhadap RIS oleh masyarakat Indonesia yang ingin
kembali ke negara kesatuan adalah persoalan terpenting yang dihadapi Kabinet
Hatta, maka pemerintah RIS berusaha memecahkan persoalan tersebut melalui
UU dan ketetapan RIS.
Pada tanggal 20 Februari 1950 Pemerintah mengusulkan RUU kepada
DPR RIS yang mengatur persoalan negara-negara bagian dan daerah-daerah. Pada
tanggal 8 Maret 1950, disahkan Undang-Undang Darurat sebagai dasar hukum

3
bagi penggabungan negara-negara bagian dan daerah-daerah dengan RI.
Pemerintah maupun parlemen RIS tidak mempunyai wewenang untuk
membubarkan negara-negara bagian. Dalam pasal 43 dan 44 Konstitusi RIS
bahwa peleburan negara-negara bagian dan penggabungan dengan negara-negara
bagian harus berdasarkan aturan-aturan.
Pada bulan Mei 1950, hampir semua negara bagian membubarkan diri.
Mulai bulan Maret pergolakan dan pertentangan antara golongan federalis dan
unitaris berkobar terutama di Makasar, hal ini menimbulkan krisis politik dan
pemberontakan. Rakyat Indonesia pada umumnya menginginkan bentuk negara
kembali pada bentuk negara kesatuan. Karena kuatnya desakan rakyat,
dilaksanakan konferensi segitiga antara Perdana Menteri Hatta (RIS), Presiden
Sukawati (NIT) dan wali negara Tengku Mansyur hal yang dibicarakan mengenai
dasar-dasar pembentukan kesatuan RIS.
Tanggal 19 Mei 1950, di Jakarta berlangsung pertemuan antara Perdana
Menteri Hatta (RIS) dan Perdana Menteri halim (RI) pertemuan tersebut
disepakati untuk menggabungkan RI dan RIS menjadi negara kesatuan. Maka
disusunlah Undang-Undang dasar baru dengan cara mengubah konstitusi RIS, hal-
hal baik dari konstitusi RIS digabungkan dengan hal-hal esensial dalam UUD
1945. Hal-hal esensial itu adalah tentang warga negara, agama dan susunan
ekonomi secara kekeluargaan. Bahan yang diambil dari konstitusi RIS adalah
mengenai hak-hak asasi manusia.
Pada tanggal 15 Agustus 1950 dihadapan sidang DPRS dan senat RIS di
Jakarta, Presiden Soekarno mengumumkan terbentuknya negara kesatuan
Republik Indonesia. Sementara itu Perdana Menteri RIS menyatakan
mengundurkan diri. Pada tanggal 17 Agustus 1950 di Jakarta, Presiden
mengumumkan terbentuknya negara kesatuan Republik Indonesia. Dengan
demikian, berlakukah UUDS Negara Kesatuan RI. Pada hari yang sama, Presiden
berangkat ke Yogyakarta dan membubarkan Negara Republik Serikat.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Persetujuan Roem royen


Tepat pada pukul 17.00 tanggal 7 Mei 1949 telah tercapai suatu
persetujuan antara pemerintah Indonesia dengan Belanda yang disebut
“Persetujuan Roem-Royen”. Persetujuan Roem-Royen merupakan salah satu
peristiwa penting dari serangkaian perundingan yang dilakukan oleh pemerintah
Indonesia menuju pengakuan kedaulatan dalam Konferensi Meja Bundar pada
tanggal 27 Desember 1949.
Persetujuan Roem-Royen diawali dengan perundingan RI-Belanda pada
tanggal 17 April 1949 atas inisiatif Komisi PBB untuk Indonesia. Perundingan
diadakan di Hotel Des Indes Jakarta dipimpin oleh Merle Cochran. Delegasi
Indonesia diketuai oleh Mr. Moh. Roem dan Mr. Ali Sastroamidjojo sebagai wakil
ketua. Anggota-anggotanya, yaitu dr. Leimena, Ir. Djuanda, Prof. Dr. Mr.
Supomo, Mr. Latuharhary, dan disertai oleh lima orang penasihat. Adapun
Belanda dipimpin oleh Dr. J.H. van Royen dengan anggota-anggota: Mr. N.S.
Blom, Mr. A. Jacob, Dr. J.J. van der Velde, dan empat orang penasihat.
Delegasi RI dalam pidatonya menuntut agar perundingan ini lebih dahulu
menyetujui pengembalian pemerintah RI ke Yogyakarta setelah itu baru akan
dibahas mengenai soal-soal lainnya. Pihak Belanda bersedia mendahulukan
perundingan mengenai syarat-syarat untuk kemungkinan kembalinya pemerintah
RI ke Yogyakarta, namun tiap kewajiban yang mengikat yang mungkin timbul
dalam perundingan harus ditunda hingga dicapainya kesepakatan tentang
penghentian perang gerilya dan perjanjian pelaksanaan KMB. Kedua belah pihak
tetap teguh pada pendirian masing-masing sehingga perundingan berjalan amat
lambat. Pihak RI sebenarnya bukanlah menuntut pengembalian Presiden Soekarno
dan Wakil Presiden Moh. Hatta dari pengasingan ke Yogyakarta, tetapi menuntut
pengembalian pemerintah RI disertai dengan pengakuan kedaulatan atas wilayah
tertentu dari pihak Belanda.
Hal ini dilakukan karena pihak Belanda terus-menerus menggerogoti
wilayah RI yang diakui secara de facto dalam Persetujuan Linggajati dengan

5
mendirikan negara-negara boneka di wilayah yang dikuasainya. Untuk
menghindari kebuntuan dalam perundingan, pihak RI melakukan langkah lain.
Wakil Presiden Moh. Hatta pada tanggal 24 April 1949 datang ke Jakarta untuk
melakukan perundingan informal dan langsung dengan pihak Belanda disaksikan
oleh Merle Cochran. Keesokan harinya perundingan itu dimulai. Hatta
menyatakan bahwa perundingan itu untuk membantu memberikan penjelasan
kepada delegasi Belanda mengenai tuntutan RI. Perundingan lanjutan pun
dilakukan sebanyak dua kali, tanggal 28 April dan 4-5 Mei 1949. Pemerintah
Belanda akhirnya dapat menyetujui pengembalian pemerintah RI ke Yogyakarta,
dengan syarat penghentian perang gerilya.
Namun, Belanda hanya mengakui wilayah RI seluas lima mil persegi. Hal
itu menimbulkan keberatan pihak RI karena wilayah seluas lima mil persegi
adalah sangat berbahaya bagi keamanan. Pihak RI menuntut daerah seluas
Yogyakarta termasuk lapangan terbang Maguwo dan batas selatan Samudra
Indonesia. Namun tuntutan RI itu ditolak Belanda. Kesepakatan akhirnya dicapai
pada tanggal 7 Mei 1949. Ketua Delegasi Indonesia Mr. Moh. Roem atas nama
Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta menyatakan kesanggupan
untuk memudahkan : Pengeluaran perintah kepada “pengikut RI yang bersenjata”
untuk menghentikan perang gerilya, Kerja sama dalam hal pengembalian
perdamaian dan menjaga ketertiban dan keamanan, Turut serta dalam KMB di
Den Haag dengan maksud untuk mempercepat penyerahan kedaulatan yang
sungguh-sungguh dan lengkap kepada Negara Indonesia Serikat dengan tidak
bersyarat. Ketua Delegasi Belanda Dr. Van Royen selanjutnya membacakan
pernyataan yang antara lain berisi : Delegasi Belanda menyetujui pembentukan
satu panitia bersama di bawah pengawasan Komisi PBB dengan tujuan untuk :
mengadakan penyelidikan dan persiapan yang perlu sebelum kembalinya
pemerintah RI, mempelajari dan memberikan nasihat tentang tindakan yang
diambil dalam melaksanakan penghentian perang gerilya dan kerja sama
mengembalikan perdamaian serta menjaga keamanan dan ketertiban.
Pemerintah Belanda setuju bahwa pemerintah RI harus bebas dan leluasa
melakukan jabatan sepatutnya dalam satu daerah meliputi Keresidenan
Yogyakarta. Pemerintah Belanda membebaskan tidak bersyarat pemimpin-

6
pemimpin Indonesia dan tahanan politik yang tertangkap sejak tanggal 19
Desember 1948. Pemerintah Belanda menyetujui RI sebagai bagian dari Negara
Indonesia Serikat (NIS). Konferensi Meja Bundar di Den Haag akan dilaksanakan
secepatnya setelah pemerintah RI dikembalikan ke Yogyakarta. Pada konferensi
tersebut diadakan pembicaraan tentang bagaimana cara-cara mempercepat
penyerahan kedaulatan yang sungguh-sungguh dan lengkap kepada Negara
Indonesia Serikat (NIS).

B. Hasil Perundingan
Perjanjian Roem Royen adalah sebuah perjanjian antara Indonesia dengan
Belanda yang ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949, kemudian dibacakan
kesanggupan kedua belah pihak untuk melaksanakan resolusi dewan keamanan
PBB tertanggal 28 januari 1949 dan persetujuannya tanggal 23 Maret 1949.
Namanya diambil dari kedua pemimpin delegasi, Mohammad Roem dan J. H.
Van Roijen.
Pernyataan Republik Indonesia yang dibacakan oleh Mr. Roem :
1. Angkatan bersenjata Indonesia akan menghentikan semua aktivitas gerilya
2. Pemerintah Republik Indonesia akan menghadiri Konferensi Meja Bundar
3. Pemerintah Republik Indonesia dikembalikan ke Yogyakarta
4. Angkatan bersenjata Belanda akan menghentikan semua operasi militer dan
membebaskan semua tawanan perang.

Pernyataan delegasi Belanda dibacakan oleh Dr. H.J. Van Royen :


1. Pemerintah Belanda setuju bahwa pemerintah Republik Indonesia harus
bebas dan leluasa melakukan kewajiban dalam satu daerah yang meliputi
Karesidenan Yogyakarta.
2. Pemerintah Belanda membebaskan secara tak bersyarat pemimpin-pemimpin
republic Indonesia dan tahanan politik yang ditawan sejak tanggal 19
Desember 1948.
3. Pemerintah Belanda setuju bahwa Republik Indonesia akan menjadi bagian
dari Republik Indonesia Serikat. Konferensi Meja Bundar (KMB) akan

7
diadakan secepatnya di Den Haag sesudah pemerintah Republik Indonesia
kembali ke Yogyakarta.
4. Pada tanggal 22 Juni 1949 diselenggarakan perundingan segitiga antara
Republik Indonesia, BFO dan Belanda. Perundingan itu diawasi PBB yang
dipimpin oleh Chritchley, diadakan dan menghasilkan keputusan:
a) Kedaulatan akan diserahkan kepada Indonesia secara utuh dan tanpa
syarat sesuai perjanjian Renville pada 1948.
b) Belanda dan Indonesia akan mendirikan sebuah persekutuan dengan
dasar sukarela dan persamaan hal.
c) Hindia Belanda akan menyerahkan semua hak, kekuasaan, dan kewajiban
kepada Indonesia
2
Dampak
Dengan tercapainya kesepakatan dalam perundingan, Pemerintah Darurat
Republik Indonesia memerintahkan Sri Sultan Hamengku Buwono IX
untuk mengambil alih pemerintahan Yogyakarta oleh pihak Belanda. Pada
tanggal 1 juli 1949 pemerintah Republik Indonesia secara resmi kembali
ke Yogyakarta disusul dengan kedatangan para pemimpin Republik
Indonesia dari medan gerilya.

Pada tanggal 13 Juli 1949 diselenggarakan sidang kabinet Republik


Indonesia yang pertama, dan Mr. Syafruddin Prawiranegara
mengembalikan mandatnya kepada Wakil Presiden Moh. Hatta dan Sri
Sultan Hamengkubuwono IX diangkat menjadi Menteri Pertahanan
merangkap ketua koordinator keamanan. Konferensi Meja Bundar (KMB)
akan diadakan secepatnya di kota Den Haag Belanda.

C. Peran PBB
Selama Indonesia dan Belanda bertikai, PBB turut membantu dalam setiap
usaha penyelesaian pertikaian antara tahun 1945-1950. Pada tanggal 24 januari
1949 Dewan Keamanan PBBmengeluarkan resolusi yang disetujui oleh semua
negara anggota, yaitu:

8
1. Membebaskan Presiden dan Wakil Presiden serta pemimpin-pemimpin
Republik Indonesia yang ditangkap pada tanggal 19 Desember 1948.
2. Memerintahkan KTN agar memberikan laporan lengkap mengenai situasi di
Indonesia sejak 19 Desember 1948.

Hasil-hasil keputusan PBB lainnya adalah :


1. Piagam Pengakuan Kedaulatan 27 Desember 1949.
2. Pembentukkan RIS.
3. Pembentukkan Uni Indonesia-Belanda.
4. Pembubaran tentara KNIL dan KL yang diintegrasikan kedalam APRIS.
5. Piagam tentang kewarganegaraan.
6. Persetujuan tentang ekonomi keuangan.
7. Masalah Irian Barat akan dibicarakan kembali setahun kemudian.

Pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS dibubarkan dan dibentuk Negara


Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pada tanggal 28 September 1950 Indonesia
kembali diterima menjadi anggota PBB yang ke-60. Dengan ini berarti Indonesia
telah mendapat pengakuan dari dunia internasional sebagai negara merdeka.

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sebagian besar negara bagian yang tergabung dalam RIS mendukung
untuk terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), hanya dua
orang saja yang mendukung sistem federal yaitu Sultan Hamid II dan Anak
Agung Gede Agung.
Pada tanggal 19 Mei 1950, diadakan persetujuan antara RIS dengan RI
untuk mempersiapkan prosedur pembentukkan negara kesatuan. Pihak RIS
diwakili oleh Mohammad hatta dan pihak RI diwakili oleh dr. Abdul Halim.
Pertemuan tersebut sepakat untuk mendirikan NKRI. UUD NKRI dirancang oleh
panitia yang dipimpin oleh Prof. Dr. Soepomo. UUD NKRI mengandung unsur
UUD 1945 dan UUD RIS. Pada tanggal 14 Agustus 1950, rancangan UUD NKRI
disetujui oleh parlemen RIS serta KNIP.
Pada tanggal 15 Agustus 1950, Presiden Soekarno menandatangani
Rancangan Undang-Undang dasar NKRI menjadi UUD 1950. Pada tanggal 17
Agustus 1950 RIS resmi dibubarkan dan dibentuk NKRI dengan UUDS 1950
sebagai konstitusinya.

B. Saran
Mungkin inilah yang diwacanakan pada penulisan kelompok ini meskipun
penulisan ini jauh dari sempurna minimal kita mengimplementasikan tulisan ini ,
Masih banyak kesalahan dari makalah ini. Penulis juga membutuhkan kritik dan
saran agar bisa menjadikan motivasi bagi penulis agar kedepan bisa lebih baik
lagi. Terima kasih juga saya ucapkan kepada segala pihak yang telah membantu
hingga makalah ini dapat saya selesaikan.

10
DAFTAR PUSTAKA

http://orangmeranjat.blogspot.com/2010/03/perjuangan-mewujudkan-kembali-
negara.html
https://www.google.com/search?q=persetujuan+roem+royen&ie=utf-8&oe=utf-8
https://www.google.com/search?q=peran+PBB&ie=utf-8&oe=utf-8
http://megaanandarizky.blogspot.com/
https://www.facebook.com/megha.2203

11

Anda mungkin juga menyukai