Anda di halaman 1dari 19

Konsep Negara Federal dan “Persekutuan” Negara Bagian (BFO/ Bijeenkomst Federal Overleg)

mau tidak mau menimbulkan potensi perpecahan di kalangan bangsa Indonesia sendiri setelah
kemerdekaan. Persaingan yang timbul terutama adalah antara golongan federalis yang ingin
bentuk negara federal dipertahankan dengan golongan unitaris yang ingin Indonesia menjadi
negara kesatuan.

Dalam konferensi Malino di Sulawesi Selatan pada 24 Juli 1946 misalnya, pertemuan untuk
membicarakan tatanan federal yang diikuti oleh wakil dari berbagai daerah non RI itu, ternyata
mendapat reaksi keras dari para politisi pro RI yang ikut serta. Mr. Tadjudin Noor dari Makasar
bahkan begitu kuatnya mengkritik hasil konferensi.

Perbedaan keinginan agar bendera Merah-Putih dan lagu Indonesia Raya digunakan atau tidak
oleh Negara Indonesia Timur (NIT) juga menjadi persoalan yang tidak bisa diputuskan dalam
konferensi. Kabinet NIT juga secara tidak langsung ada yang jatuh karena persoalan negara
federal ini (1947).
Sejarah Persoalan Negara Federal dan BFO
Dalam tubuh BFO juga bukan tidak terjadi pertentangan. Sejak pembentukannya di Bandung
pada bulan Juli 1948, BFO telah terpecah ke dalam dua kubu. Kelompok pertama menolak
kerjasama dengan Belanda dan lebih memilih RI untuk diajak bekerjasama membentuk Negara
Indonesia Serikat. Kubu ini dipelopori oleh Ide Anak Agung Gde Agung (NIT) serta R.T. Adil
Puradiredja dan R.T. Djumhana (Negara Pasundan). Kubu kedua dipimpin oleh Sultan Hamid II
(Pontianak) dan dr. T. Mansur (Sumatera Timur). Kelompok ini ingin agar garis kebijakan
bekerjasama dengan Belanda tetap dipertahankan BFO. Ketika Belanda melancarkan Agresi
Militer II-nya, pertentangan antara dua kubu ini kian sengit. Dalam sidang-sidang BFO
selanjutnya kerap terjadi konfrontasi antara Anak Agung dengan Sultan Hamid II. Dikemudian
hari, Sulta
Hamid II ternyata bekerjasama dengan APRA Westerling mempersiapkan pemberontakan
terhadap pemerintah RIS.

Setelah Konferensi Meja Bundar atau KMB (1949), persaingan antara golongan federalis dan
unitaris makin lama makin mengarah pada konflik terbuka di bidang militer, pembentukan
Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) telah menimbulkan masalah psikologis.
Salah satu ketetapan dalam KMB menyebutkan bahwa inti anggota APRIS diambil dari TNI,
sedangkan lainnya diambil dari personel mantan anggota KNIL. TNI sebagai inti APRIS
berkeberatan bekerjasama dengan bekas musuhnya, yaitu KNIL. Sebaliknya anggota KNIL
menuntut agar mereka ditetapkan sebagai aparat negara bagian dan mereka menentang masuknya
anggota TNI ke negara bagian (Taufik Abdullah dan AB Lapian, 2012.). Kasus APRA
Westerling dan mantan pasukan KNIL Andi Aziz sebagaimana telah dibahas sebelumnya adalah
cermin dari pertentangan ini.

Namun selain pergolakan yang mengarah pada perpecahan, pergolakan bernuansa positif bagi
persatuan bangsa juga terjadi. Hal ini terlihat ketika negara-negara bagian yang keberadaannya
ingin dipertahankan setelah KMB, harus berhadapan dengan tuntutan rakyat yang ingin agar
negaranegara bagian tersebut bergabung ke RI.
Negara boneka
Negara boneka adalah negara yang secara resmi merdeka dan diakuikedaulatannya namun
secara de-facto berada di bawah kontrol negara lainnya. Negara boneka secara harfiah berarti
negara di mana pemerintahannya dapat disamakan seperti boneka yang dimainkan oleh
pemerintah negara lainnya sebagai dalang.
Pemerintahan negara boneka biasanya sangat tergantung kepada negara dalangnya terutama
dalam hal politik, ekonomi, militer dan hubungan luar negeri. Ini menyebabkan pemerintahan
seperti ini biasanya tidak mempunyai legitimasi cukup baik di dalam negeri maupun ke dunia
internasional.

Belanda yang ingin kembali menguasai wilayah Indonesia terus melakukan tindakan-tindakan
untuk merebut kembali wilayah-wilayah Indonesia. Wilayah Indonesia berhasil dipecah-pecah
oleh Belanda. Oleh karena itu, bangsa Indonesia berjuang untuk merebut kembali wilayah-
wilayahnya baik melalui perjuangan bersenjata maupun melalui jalan perundingan.
Terbentuknya Negara-Negara Boneka di Indonesia
Belanda yang ingin kembali menguasai wilayah Indonesia terus melakukan tindakan-tindakan
untuk merebut kembali wilayah-wilayah Indonesia. Wilayah Indonesia berhasil dipecah-pecah
oleh Belanda. Oleh karena itu, bangsa Indonesia berjuang untuk merebut kembali wilayah-
wilayahnya baik melalui perjuangan bersenjata maupun melalui jalan perundingan.

A. Negara-negara Boneka Bentukan Belanda


Negara boneka adalah negara yang secara resmi merdeka dan diakui kedaulatannya namun
secara de-facto berada di bawah kontrol negara lainnya. Negara boneka secara harfiah berarti
negara di mana pemerintahannya dapat disamakan seperti boneka yang dimainkan oleh
pemerintah negara lainnya sebagai dalang.
Untuk menanamkan kembali kekuasaannya di Indonesia, salah satu cara yang dilakukan oleh
Belanda adalah dengan membentuk negara-negara boneka. Tujuannya adalah untuk mengepung
kedudukan pemerintahan Republik Indonesia atau mempersempit wilayah kekuasaan Republik
Indonesia. Setiap negara bagian atau negara boneka yang diciptakan Belanda tersebut dipimpin
oleh seorang yang ditunjuk oleh Belanda. Melalui negara-negara boneka yang dibentuknya,
Belanda membentuk Pemerintahan Federal dengan Van Mook sebagai kepala pemerintahannya.
Dalam Konferensi Federal di Bandung pada tanggal 27 Mei 1948 lahirlah Badan
Permusyawaratan Federal (BFO). Di dalam BFO terhimpun negara-negara boneka ciptaan
Belanda.
Berikut adalah negara-negara boneka ciptaan Belanda:
1. Negara Indonesia Timur
Berdiri : Desember 1946
Wilayah : Timur Selat Makasar dan Selat Bali
Pemimpin : Tjokorda Gede Raka Sukawati
2. Negara Sumatera Timur
Berdiri : 25 Desember 1945 (diresmikan pada tanggal 16 Februari 1947)
Wilayah : Kota Medan dan sekitarnya
Pemimpin : Dr. Mansur
3. Negara Sumatera Selatan
Berdiri : 30 Agustus 1948
Wilayah : Kota Palembang dan sekitarnya
Pemimpin : Abdul Malik
4. Negara Jawa Timur
Berdiri : 26 Nopember 1948
Wilayah : Kota Surabaya, Malang dan daerah-daerah sebelah timur hingga ke Banyuwangi
Pemimpin : R. T. Kusumonegoro
5. Negara Pasundan
Berdiri : 26 Februari 1948
Wilayah : Priangan, Jawa Barat dan sekitarnya
Pemimpin : R. A. A. Wiranata Kusumah
6. Negara Madura
Berdiri : 16 Januari 1948
Wilayah : Kota Madura dan sekitarnya
Pemimpin : Tjakraningrat
Selain negara-negara boneka yang diciptakan oleh Belanda, terdapat juga daerah-daerah yang
memiliki otonomi seperti Kalimantan Barat, Dayak Besar, Banjar, Kalimantan Tenggara, Jawa
Tengah, Bangka, Belitung, dan Riau. Daerah-daerah tersebut dikepalai oleh Sultan Hamid II.

B. Perjanjian Roem-Royen
Latar belakang
Meskipun kemerdekaan Indonesia telah diproklamasikan, Belanda tetap saja tidak mau
mengakui kelahiran negara indonesia. Dan Belanda pun membuat negara boneka yang bertujuan
mempersempit wilayah kekuasaan Republik Indonesia. Negara boneka tersebut dipimpin oleh
Van Mook. Dan Belanda mengadakan konferensi pembentukan Badan Permusyawaratan
Federal(BFO) 27 Mei 1948.
Dan pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda mengadakan Agresi Militer Belanda dengan
menyerang kota Yogyakarta dan menawan Presiden dan Wakil Presiden beserta pejabat lainnya.
Namun sebelum itu Presiden mengirimkan radiogram kepada Mr. Syafrudin Prawiranegara yang
mengadakan perjalanan di Sumatera untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik
Indonesia (PDRI).
Dengan begitu Indonesia menunjukkan kegigihan mempertahankan wilayahnya dari segala
agresi Belanda. Akhirnya konflik bersenjata harus segera diakhiri dengan jalan diplomasi. Dan
atas inisiatif Komisi PBB untuk Indonesia, maka pada tanggal 14 April 1949 diadakan
perundingan di Jakarta di bawah pimpinan Merle Cochran, Anggota Komisi Amerika.

Hasil Perundingan
Perjanjian Roem Royen adalah sebuah perjanjian antara Indonesia dengan Belanda yang
ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949, kemudian dibacakan kesanggupan kedua belah pihak
untuk melaksanakan resolusi dewan keamanan PBB tertanggal 28 januari 1949 dan
persetujuannya tanggal 23 Maret 1949. Namanya diambil dari kedua pemimpin delegasi,
Mohammad Roem dan J. H. van Roijen.

Pernyataan Republik Indonesia yang dibacakan oleh Mr. Roem :


1. Angkatan bersenjata Indonesia akan menghentikan semua aktivitas Gerilya,
2. Pemerintah Republik Indonesia akan menghadiri Konferensi Meja Bundar,
3. Pemerintah Republik Indonesia dikembalikan ke Yogyakarta, dan
4. Angkatan bersenjata Belanda akan menghentikan semua operasi militer dan membebaskan
semua tawanan perang.

Pernyataan delegasi Belanda dibacakan oleh Dr. H.J. Van Royen :


1. Pemerintah Belanda setuju bahwa pemerintah Republik Indonesia harus bebas dan leluasa
melakukan kewajiban dalam satu daerah yang meliputi Karesidenan Yogyakarta,
2. Pemerintah Belanda membebaskan secara tak bersyarat pemimpin-pemimpin republic
Indonesia dan tahanan politik yang ditawan sejak tanggal 19 Desember 1948, dan
3. Pemerintah Belanda setuju bahwa Republik Indonesia akan menjadi bagian dari Republik
Indonesia Serikat. Konferensi Meja Bundar (KMB) akan diadakan secepatnya di Den Haag
sesudah pemerintah Republik Indonesia kembali ke Yogyakarta.
Pada tanggal 22 Juni 1949 diselenggarakan perundingan segitiga antara Republik Indonesia,
BFO dan Belanda. Perundingan itu diawasi PBB yang dipimpin oleh Chritchley, diadakan dan
menghasilkan keputusan:
1. Kedaulatan akan diserahkan kepada Indonesia secara utuh dan tanpa syarat sesuai perjanjian
Renville pada 1948,
2. Belanda dan Indonesia akan mendirikan sebuah persekutuan dengan dasar sukarela dan
persamaan hak, dan
3. Hindia Belanda akan menyerahkan semua hak, kekuasaan, dan kewajiban kepada Indonesia.

Dampak
Dengan tercapainya kesepakatan dalam perundingan, Pemerintah Darurat Republik Indonesia
memerintahkan Sri Sultan Hamengku Buwono IX untuk mengambil alih pemerintahan
Yogyakarta oleh pihak Belanda. Pada tanggal 1 juli 1949 pemerintah Republik Indonesia secara
resmi kembali ke Yogyakarta disusul dengan kedatangan para pemimpin Republik Indonesia dari
medan gerilya.
Pada tanggal 13 Juli 1949 diselenggarakan sidang kabinet Republik Indonesia yang pertama, dan
Mr. Syafruddin Prawiranegara mengembalikan mandatnya kepada Wakil Presiden Moh. Hatta
dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX diangkat menjadi Menteri Pertahanan merangkap ketua
koordinator keamanan. Konferensi Meja Bundar (KMB) akan diadakan secepatnya di kota Den
Haag Belanda.

C. Konferensi Inter-Indonesia
Konferensi Inter Indonesia merupakan konferensi yang berlangsung antara negara Republik
Indonesia dengan negara-negara boneka atau negara bagian bentukkan Belanda yang tergabung
dalam BFO. Pada awalnya pembentukkan BFO ini diharapkan oleh Belanda akan mempermudah
Belanda untuk kembali berkuasa di Indonesia. Namun sikap negara-negara yang tergabung
dalam BFO berubah setelah Belanda melancarkan agresi militernya yang kedua terhadap
Indonesia. Karena simpati dari negara-negara BFO ini maka pemimpin-pemimpin Republik
Indonesia dapat dibebaskan dan BFO jugalah yang turut berjasa dalam terselenggaranya
Konferensi Inter-Indonesia. Hal itulah yang melatarbelakangi dilaksanaklannya Konferensi Inter-
Indonesia pada bulan Juli 1949.
BFO yang didirikan di Bandung pada 29 Mei 1948 merupakan lembaga permusyawaratan dari
negara-negara federal yang memisahkan dari RI. Perdana Menteri negara Pasundan, Mr. Adil
Poeradiredja, dan Perdana Menteri Negara Indonesia Timur, Gede Agung, memainkan peran
penting dalam pembentukan BFO.
BFO yang dibentuk di Bandung tentu saja tak bisa dilepaskan dari strategi van Mook mendirikan
negara boneka di wilayah Indonesia yang dimulai sejak 1946. Beberapa negara federal yang
tergabung dalam BFO masih menyisakan jejak-jejak van Mook.
Tetapi tidak berarti BFO sepenuhnya dikendalikan oleh van Mook atau Belanda. Bahkan dalam
beberapa hal, BFO dan van Mook berseberangan sudut pandang. BFO yang lahir di Bandung
bergerak dalam kerangka negara Indonesia yang merdeka, berdaulat dan berbentuk negara
federal. BFO ingin agar badan federasi inilah yang kelak juga menaungi RI di bawah payung
Republik Indonesia Serikat.
Ini berbeda titik pijak dengan van Mook yang jusrtu berharap BFO bisa menjadi pintu masuk
untuk meniadakan pemerintah Indonesia, persisnya Republik Indonesia. Kegagalan
mengendalikan sepenuhnya BFO inilah yang menjadi salah satu penyebab mundurnya van Mook
sebagai orang yang ditunjuk oleh pemerintah Belanda guna mengusahakan kembalinya tatanan
kolonial. Alasan itu menjadi penyebab Wakil Tinggi Pemerintah Belanda di Jakarta, Beel, juga
mengundurkan diri dari jabatannya.
BFO ikut pula memainkan peran penting dalam membebaskan para petinggi RI yang ditangkap
Belanda pada Agresi Militer II. Para pemimpin BFO mengambil sikap yang tak diduga oleh
Belanda tersebut menyusul Agresi Militer II yang diangap melecehkan kedaulatan sebuah bangsa
di tanah airnya. Agresi Militer II tak cuma melahirkan simpati dunia internasional, melainkan
juga simpati negara-negara federal yang sebelumnya memisahkan dari RI.
Selain membahas aspek-aspek mendasar hingga teknis perencanaan membangun dan membentuk
RIS, Konferensi Intern-Indonesia juga digunakan sebagai konsolidasi internal menjelang
digelarnya Konferensi Meja Bundar yang dimulai pada 23 Agustus 1949.
Bagi pemerintah RI sendiri, kesediaan menggelar Konferensi Inter-Indonesia bukan semata
karena ketiadaan pilihan lain yang lebih baik, melainkan juga karena pemerintah RI menganggap
BFO tidak lagi sama persis dengan BFO yang direncanakan van Mook. Soekarno menyebut
konferensi ini sebagai “trace baru” bagi arah perjuangan Indonesia.
Konferensi yang berlangsung hingga 22 Juli itu banyak didominasi perbincangan mengenai
konsep dan teknis pembentukan RIS, terutama mengenai susunan kenegaraaan berikut hak dan
kewajiban antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Hasil kesepakatan dari Konferensi
Inter-Indonesia adalah:
1) Negara Indonesia Serikat disetujui dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS)
berdasarkan demokrasi dan federalisme (serikat),
2) RIS akan dikepalai oleh seorang Presiden dibantu oleh menteri-menteri yang bertanggung
jawab kepada Presiden,
3) RIS akan menerima penyerahan kedaulatan, baik dari Republik Indonesia maupun dari
kerajaan Belanda,
4) Angkatan perang RIS adalah angkatan perang nasional, dan Presiden RIS adalah Panglima
Tertinggi Angkatan Perang RIS, dan
5) Pembentukkan angkatan Perang RIS adalah semata-mata soal bangsa Indonesia sendiri.
Angkatan Perang RIS akan dibentuk oleh Pemerintah RIS dengan inti dari TNI dan KNIL serta
kesatuan-kesatuan Belanda lainnya.
Dampak dari Konferensi Inter-Indonesia adalah adanya konsensus yang dibangun melalui
Konferensi Intern-Indonesia yang menjadi modal berharga bagi pemerintah RI, terutama delegasi
Indonesia yan dtunjuk untuk berunding dengan Belanda pada Konferensi Meja Bundar (KMB) di
Den Haag. Keberadaan BFO dan sikap tegas Gde Agung untuk menolak intervensi Belanda
membuat pemerintah Indonesia memiliki legitimasi yang makin kuat untuk berunding dengan
Belanda di KMB.

D. Konferensi Meja Bundar (KMB)


Suasana sidang Konferensi Meja Bundar adalah sebuah pertemuan antara pemerintah Republik
Indonesia dan Belanda yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda dari 23 Agustus hingga 2
November 1949.

Latar belakang
Usaha untuk meredam kemerdekaan Indonesia dengan jalan kekerasan berakhir dengan
kegagalan. Belanda mendapat kecaman keras dari dunia internasional. Belanda dan Indonesia
kemudian mengadakan beberapa pertemuan untuk menyelesaikan masalah ini secara diplomasi,
lewat perundingan Linggarjati, perjanjian Renville, perjanjian Roem-van Roijen, dan Konferensi
Meja Bundar.

Hasil konferensi
Hasil dari Konferensi Meja Bundar (KMB) adalah:
1) Serahterima kedaulatan dari pemerintah kolonial Belanda kepada Republik Indonesia Serikat,
kecuali Papua bagian barat. Indonesia ingin agar semua bekas daerah Hindia Belanda menjadi
daerah Indonesia, sedangkan Belanda ingin menjadikan Papua bagian barat negara terpisah
karena perbedaan etnis. Konferensi ditutup tanpa keputusan mengenai hal ini. Karena itu pasal 2
menyebutkan bahwa Papua bagian barat bukan bagian dari serahterima, dan bahwa masalah ini
akan diselesaikan dalam waktu satu tahun,
2) Dibentuknya sebuah persekutuan Belanda-Indonesia, dengan monarki Belanda sebagai kepala
negara,
3) Pengambil alihan hutang Hindia Belanda oleh Republik Indonesia Serikat,
4) Keradjaan Nederland menjerahkan kedaulatan atas Indonesia jang sepenuhnja kepada
Republik Indonesia Serikat dengan tidak bersjarat lagi dan tidak dapat ditjabut, dan karena itu
mengakui Republik Indonesia Serikat sebagai Negara yang merdeka dan berdaulat,
5) Republik Indonesia Serikat menerima kedaulatan itu atas dasar ketentuan-ketentuan pada
Konstitusinja; rantjangan konstitusi telah dipermaklumkan kepada Keradjaan Nederland,
6) Kedaulatan akan diserahkan selambat-lambatnja pada tanggal 30 Desember 1949, dan
7) Rantjangan Piagam Penjerahan Kedaulatan.

Dampak KMB
Tanggal 27 Desember 1949, pemerintahan sementara negara dilantik. Soekarno menjadi
Presidennya, dengan Hatta sebagai Perdana Menteri membentuk Kabinet Republik Indonesia
Serikat. Indonesia Serikat telah dibentuk seperti republik federasi berdaulat yang terdiri dari 16
negara yang memiliki persamaan persekutuan dengan Kerajaan Belanda.

E. Peran PBB
Selama Indonesia dan Belanda bertikai, PBB turut membantu dalam setiap usaha penyelesaian
pertikaian antara tahun 1945-1950. Pada tanggal 24 januari 1949 Dewan Keamanan
PBBmengeluarkan resolusi yang disetujui oleh semua negara anggota, yaitu:
1. Membebaskan Presiden dan Wakil Presiden serta pemimpin-pemimpin Republik Indonesia
yang ditangkap pada tanggal 19 Desember 1948, dan
2. Memerintahkan KTN agar memberikan laporan lengkap mengenai situasi di Indonesia sejak
19 Desember 1948.

Hasil-hasil keputusan PBB lainnya adalah :


1. Piagam Pengakuan Kedaulatan 27 Desember 1949,
2. Pembentukkan RIS (Republik Indonesia Serikat),
3. Pembentukkan Uni Indonesia-Belanda,
4. Pembubaran tentara KNIL dan KL yang diintegrasikan kedalam APRIS,
5. Piagam tentang kewarganegaraan,
6. Persetujuan tentang ekonomi keuangan, dan
7. Masalah Irian Barat akan dibicarakan kembali setahun kemudian.
Pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS dibubarkan dan dibentuk Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Pada tanggal 28 September 1950 Indonesia kembali diterima menjadi anggota
PBB yang ke-60. Dengan ini berarti Indonesia telah mendapat pengakuan dari dunia
internasional sebagai negara merdeka.

F. Kembali Membentuk NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia)


Sebagian besar negara bagian yang tergabung dalam RIS mendukung untuk terbentuknya Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), hanya dua orang saja yang mendukung sistem federal
yaitu Sultan Hamid II dan Anak Agung Gede Agung.
Pada tanggal 19 Mei 1950, diadakan persetujuan antara RIS dengan RI untuk mempersiapkan
prosedur pembentukkan negara kesatuan. Pihak RIS diwakili oleh Mohammad hatta dan pihak
RI diwakili oleh dr. Abdul Halim. Pertemuan tersebut sepakat untuk mendirikan NKRI. UUD
NKRI dirancang oleh panitia yang dipimpin oleh Prof. Dr. Soepomo. UUD NKRI mengandung
unsur UUD 1945 dan UUD RIS. Pada tanggal 14 Agustus 1950, rancangan UUD NKRI disetujui
oleh parlemen RIS serta KNIP.
Pada tanggal 15 Agustus 1950, Presiden Soekarno menandatangani Rancangan Undang-Undang
dasar NKRI menjadi UUD 1950. Pada tanggal 17 Agustus 1950 RIS resmi dibubarkan dan
dibentuk NKRI dengan UUDS 1950 sebagai konstitusinya.
A.    KEDATANGAN SEKUTU ke INDONESIA
Setelah Perang pasifik berakhir dan Jepang kalah dalam menghadapi sekutu, maka Jepang
meyerahkan kekuasaannya pada sekutu. Pasukan sekutu yang bertugas menangani Indonesia

adalah Tentara Kerajaan Inggris. Pasukan tersebut terdiri dari 2, yaitu :


 SEAC (South East Asia Command) dipimpin olehLaksamana Lord Louis
Mounbatten untuk wilayahIndonesia bagian Barat. Mendarat di Indonesia tanggal 22
September 1945.
 SWPC (South West Pasific Command) untuk wilayah Indonesia bagian Timur.
Dalam melaksanakan tugasnya di Indonesia bagian barat, Mounbatten membentuk AFNEI
(Allied Forces for Netherlands East Indies) dipimpin oleh Letnan Jenderal Philip Christison.

Tugas AFNEI adalah sebagai berikut.


1. Menerima penyerahan dari tangan Jepang.
2. Membebaskan para tawanan perang dan interniran Sekutu.
3. Melucuti dan mengumpulkan orang Jepang untuk kemudian dipulangkan.
4. Menegakkan dan mempertahankan keadaan damai untuk kemudian diserahkan kepada
pemerintahan sipil.
5. Menghimpun keterangan tentang penjahat perang dan menuntut mereka di depan
pengadilan Sekutu.
Kedatangan AFNEI ke Indonesia didahului oleh kelompok penghubung yang dipimpin Mayor
Geenhalg yang tiba di Jakarta tanggal 8 September 1945. Ia bertugas mempersiapkan markas
Besar sekutu di Jakarta. Kedatangannya disul oleh Kapal Perang Inggris Cumberland dibawah
pimpinan Laksamana Peterson yang berlabuh di Tanjung Priok pada tanggal 29 September 1945
dan disusul oleh kapal perang Belanda, Tromp.
Kedatangan sekutu awalnya disambut baik (netral) oleh pemimpin Indonesia sebab melihat tugas
yang dibawanya. Namun setelah mengetahui bahwa ternyata sekutu membawa NICA
(Netherlands Indies Civil Administration) maka Indonesia mulai curiga dan meragukan maksud
kedatangan pasukan sekutu tersebut. Kecurigaan tersebut disebabkan karena:
 NICA adalah pegawai sipil pemerintah Hindia-Belanda yang dipersiapkan untuk
mengambil alih pemerintahan sipil di Indonesia.
 Dugaan bahwa Belanda mau menegakkan kembali kekuasaannya di Indonesia sebab
Belanda masih merasa memiliki hak di Indonesia.
 NICA mempersenjatai orang-orang KNIL yang baru dilepaskan dari tawanan Jepang.
 Bekas interniran juga menuntut kembali barang-barang miliknya.
Akhirnya Panglima AFNEI, Christison mengakui kemerdekaan Indonesia secara de facto pada
tanggal 1 Oktober 1945. Sehingga para pejabat daerah pun menerima pasukan AFNEI dan
bersedia membantu tugas AFNEI.
Pelaksanaannya di daerah-daerah yang didatangi pasukan sekutu terjadi insiden dan pertempuran
dari pihak RI. Hal tersebut disebabkan karena pasukan sekutu tidak sungguh-sungguh
menghormati kedaulatan RI meskipun telah menyampikan bahwa tidak akan mencampuri
persoalan status kenegaraan Indonesia. Sementara pihak sekutu merasa kewalahan dan menuduh
pemerintah RI tidak mampu menegakkan keamanan dan ketertiban sehingga terorisme
merajalela.
Keadaan tersebut dimanfaatkan oleh Belanda yang ingin menguasai kembali Indonesia dengan
membantu pihak sekutu dibawah pimpinan Panglima Angkatan Perang Belanda, Lakasamana
Helfrich.
Sejak saat itu terjadilah konflik antara sekutu dan para pejuang Indonesia, seperti di Surabaya,
Ambarawa, Medan, Bandung, Manado, Biak
B.    DUKUNGAN DUNIA dalam MENGHDAPI KONFLIK INDONESIA-BELANDA
Dalam menghadapi masalah konflik Indonesia-Belanda maka Indonesia melakukan upaya untuk
menarik dukungan internasional melalui PBB. Adapun upaya indonesia tersebut adalah sebagai
berikut.
– Tindakan langsung, dengan mengemukakan masalah Indonesia di hadapan sidang Dewan
Keamanan PBB.
– Tindakan tidak langsung, dengan melakukan pendekatan dan hubungan baik dengan negara-
negara yang mendukung Indonesia dalam sidang PBB.
– Usaha untuk menarik dukungan internasional lewat PBB tersebut diantaranya :
 Membina hubungan baik dengan Australia saat pasukan dari negara tersebut terlibat
dalam tugas AFNEI.
 Membina hubungan baik dengan India yang dimulai dengan mengirimkan bantuan beras
sejak bulan Agustus 1946.
 Membina Hubungan baik dengan Liga Arab.
 Mengadakan pendekatan dengan negara-negara anggota Dewan Keamanan PBB.
C.    LATAR BELAKANG KONFLIK INDONESIA-BELANDA
Belanda masih ingin mengusai Indonesia sebab merasa bahwa Indonesia adalah miliknya.
Sehingga dia melakukan berbagai upaya guna mendapakan kembali Indonesia, termasuk melalui
perlawanan dan meja perundingan. Sejak 10 Februari 1946 telah terjadi perundingan antara
Indonesia-Belanda sebelum selanjutnya terjadi perundingan pendahuluan mengenai gencatan
senjata Indonesia-Belanda pada tanggal 7 Oktober 1946 sebelum selanjutnya terjadi perundingan
Linggarjati.
Sementara itu pasukan sekutu telah mengosongkan daerah yang didudukinya dan diganti oleh
tentara Belanda. Pada tanggal 24 Oktober 1946, Inggris mengosongkan Bogor, Palembang,
Medan, dan Padang. Secara berangsur-angsur pasukan sekutu ditarik dari Indonesia. Akhir
November 1946 seluruh pasukan sekutu telah meninggalkan Indonesia.

D.    PERJANJIAN LINGGARJATI
Perundingan Linggarjati berlangsung tanggal 10 November 1946 di Linggarjati. Perundingan
Linggarjati merupakan perundingan antara RI dengan Komisi Umum Belanda.
 Delegasi Republik Indonesia dipimpin olehPM. Syahrir.
 Delegasi Belanda dipimpin olehSchermerhorn.
 Perundingan Linggarjati dipimpin oleh Lord Killearn di Inggris (sebagai perantara)
Tanggal 15 November 1946 naskah persetujuan Linggarjati diumumkan di Jakarta.
Hasil perundingan Linggarjati adalah sebagai berikut.
1. Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang
meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura.
2. Belanda harus meninggalkan daerah de facto paling lambat tanggal 1 Januari 1949
3. Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negara federal,
dengan nama Republik Indonesia Serikat, yang salah satu Negara bagiannya adalah
Republik Indonesia.
4. RepubliK Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda
dengan Ratu Belanda selaku ketuanya.
Pengakuan secara de facto Belanda terhadap RI, meliputi wilayah Jawa, Madura, dan Sumatera.
Secara de Jure (hukum) status hubungan Internasional Indonesia tidak jelas, tidak ada penegasan
dalam perjanjian apakah Indonesia dapat melakukan hubungan internasional atau tidak.
Terjalinnya hubungan diplomasi dengan negara lain inilah yang memicu pertentangan lebih
lanjut antara Indonesia-Belanda.
Terjadi pro dan kontra mengenai perjanjian Linggarjati tetapi akhirnya Indonesia
menandatangani perjanjian ini pada 25 Maret 1947 dengan alasan :
1. Adanya keyakinan bahwa bagaimanapun juga jalan damai merupakan jalan yang paling
baik dan aman untuk mencapai tujuan Bangsa Indonesia.
2. Cara damai akan mendatangkan simpati dan dukungan internasional yang harus
diperhitungkan oleh lawan.
3. Keadaan militer Indonesia yang masih lemah jika menyetujui perundingan
memungkinkan Indonesia memperoleh kesempatan untuk memperkuat militer.
4. Jalan diplomasi dipandang sebagai jalan untuk memperjuangkan pengakuan kedaulatan
dan penegakan Negara RI yang berdaulat.
E.    AGRESI MILITER BELANDA I

Latar Belakang Agresi Militer Belanda I :


1. Perbedaan pendapat dan penafsiran yang semakin memuncak  mengenai ketentuan-
ketentuan persetujuan Linggarjati. Pihak Belanda beranggapan bahwa Republik Indonesia
berkedudukan sebagai Negara persemakmurannya. Sementara itu pihak Republik
Indonesia beranggapan bahwa dirinya adalah sebuah Negara merdeka yang berdaulat
penuh.
2. Belanda berpendapat bahwa kedaulatan RI berada di bawah Belanda sehingga RI tidak
boleh melakukan hubungan diplomasi dengan negara lain.
3. Belanda secara terang-terangan melanggar gencatan senjata.
4. Tanggal 27 Mei 1947 Belanda menyampaikan nota/ ultimatum kepada Pemerintah RI
yang harus dijawab dalam waktu 14 hari (2 minggu).
5. Belanda mengalami keadaan ekonomi yang semakin sulit dan buruk.
Ketengangan semakin memuncak, hingga akhirnya Belanda tanggal 20 Juli 1947 mengumumkan
bahwa tidak terikat lagi terhadap perjanjian Linggarjati sehingga Belanda pada tanggal 21 Juli
1947 pukul. 00.00 WIB melakukan aksi Agresi Militer Belanda. Hasil yang dicapai sebagai aksi
tersebut.
–         Dalam waktu singkat Belanda mampu menerobos garis pertahanan TNI.
–     Kekuatan TNI dengan organisasi dan peralatan yang sederhana tidak mampu menahan
pukulan musuh yang serba modern. Bukan berarti kekuatan TNI bisa dihancurkan sebab TNI
masih terus dapat bertahan dengan perlawanan gerilyanya di desa-desa.
–         Ibu kota RI berhasil dikuasai.
–         Pelabuhan-pelabuhan penting berhasil dikuasai sehingga hubungan keluar sangat sulit.
–         Mengusai daerah penghasil beras dan melakukan blokade.
Tujuan dilakukan Agresi Militer Belanda I adalah sebagai berikut.
1. Mengepung ibu kota dan menghancurkan kedaulatan Republik Indonesia (tujuan politik)
2. Merebut pusat penghasilan makanan dan bahan eksport (tujuan ekonomi)
3. Menghancurkan TNI (tujuan militer)
Reaksi dunia dengan adanya Agresi Militer Belanda I :
1. Pemerintah India dan Australia mengajukan resolusi ke Dewan Keamanan PBB.
2. Amerka Serikat mengeluarkan himbauan agar pihak Belanda dan Republik Indonesia
menghentikan tembak menembak.
3. Polandia dan Uni Soviet mendesak agar pasukan Belanda ditarik dari wilayah Republik
Indonesia.
4. Akibat tekanan dari berbagai negara tersebut maka pada tanggal 4 Agustus 1947 Belanda
bersedia menghentikan agresinya.
F.    PERJANJIAN RENVILLE
Latar Belakang:
 Keinginan Belanda untuk terus memperluas wilayah kekuasaannya, yang kemudian
dikenal dengan garis demarkasi Van Mook, yaitu garis terdepan dari pasukan Belanda
setelah Agresi Militer sampai perintah genctan senjata Dewan Keamanan PBB tanggal 4
Agustus 1947.
Untuk mengatasi konflik Indonesia-Belanda maka dibentuklah komisi jasa baik yaituKomisi
Tiga Negara (KTN) yang beranggotakan tiga negara yaitu Belgia, Amerika, dan Australia.
1. Belgia diwakili oleh Paul van Zeeland
2. Australia  diwakili oleh Richard Kirby
3. Amerika Serikat diwakili oleh Frank Graham.
Tujuannya untuk membantu Indonesia-Belanda menyelesaikan konflik.
Akhirnya KTN dapat mempertemukan wakil-wakil Belanda dan RI di meja perundingan yaitu
di kapal Renville milik USA yang berlabuh di Tanjung Priokpada 8 Desember 1947 sampai
17 Januari 1948. Delegasi Indonesia dipimpin olehPM. Amir Syarifuddin.
Delegasi Belanda dipimpin oleh R. Abdulkadir Widjojoatmodjo. Penengah perundingan
adalah KTN.
Isi persetujuan Renville adalah sebagai berikut
1. Belanda tetap berkuasa sampai terbentuknya Republik Indonesia Serikat
2. RI sejajar kedudukannya dengan Belanda dalam Uni Indonesia Belanda.
3. Sebelum RIS terbentuk, Belanda dapat menyerahkan kekuasaannya kepada pemerintah
federal sementara.
4. RI merupakan Negara bagian dalam RIS.
5. Dalam waktu 6 bulan sampai 1 tahun akan diadakan pemilihan umum untuk membentuk
konstituante RIS.
6. Tentara Indonesia di daerah pendudukan Belanda harus dipindahkan ke daerah RI.
Sebenarnya banyak pemimpin Negara RI menolak persetujuan Renville tersebut tetapi akhirnya
mereka bersedia menyetujui. Hal tersebut dikarenakan adanyapertimbangan sebagai berikut:
1. Persediaan amunisi yang menipis
2. Adanya kepastian bahwa penolakan berarti serangan baru dari pihak Belanda secara lebih
hebat.
3. Adanya keterangan dari KTN bahwa itulah maksimum yang dapat mereka lakukan.
4. Tidak adanya jaminan bahwa Dewan Keamanan PBB dapat menolong.
5. Bagi RI menandatangani persetujuan Renville merupakan kesempatan yang baik untuk
membina kekuatan militer.
6. Timbul simpati dunia yang semakin besar karena RI selalu bersedia menerima petunjuk
KTN.
Akibat dari perjanjian Renville :
 Wilayah Indonesia menjadi semakin sempit
 Bagi kalangan politik, hasil perundingan ini memperlihatkan kekalahan perjuangan
diplomasi.
 Bagi TNI, hasil perundingan ini menyebabkan sejumlah wilayah pertahanan yang telah
susah payah dibangun harus ditinggalkan.
 Muncul berbagai ketidak puasan akibat perundingan ini.
 Sementara itu Belanda membentuk Negara-negara bonekanya yang terhimpun dalam
organisasi BFO (Bijeenkomst voor Federal Overleg) yang disiapkan untuk pertemuan
musyawarah federal.
G.   AGRESI MILITER BELANDA II
Latar Belakang:
Belanda masih ingin menguasai Indonesia dan berusaha untuk mengingkari perjanjian Renville
18 Desember 1948 Belanda mengeluarkan surat pernyataan bahwa Belanda tidak terikat lagi
dengan persetujuan gencatan perang Renville. Tetapi surat pernyataan tersebut tidak dapat
disampaikan ke pemerintahan pusat di Yogyakarta sebab dilarang oleh Belanda.
Pelaksanaan:
 Pada tanggal 19 Desember 1948 Belanda melakukan serangan terhadap kota
Yogyakarta.
 Tepatnya pada pukul 05.30 Belanda melakukan aksi membom pangkalan udara
Maguwoharjo (Lapangan Udara Adisucipto) yang dilanjutkan dengan menghancurkan
bangunan-bangunan penting dan akhirnya merambat ke pusat kota Yogyakarta dan
berhasil menguasainya.
 Belanda berhasil menawan presiden Soekarno, wakil presiden Moh Hatta, Syahrir
(penasehat presiden),H. Agus Salim (Menlu).
 Sebelum ditawan presiden berhasil mengirimkan surat pemberian kekuasaan
kepada Menetri Kemakmuran Syafruddin (Syarifuddin) Prawironegoro untuk
membentuk Pemerintahan Darurat RI (PDRI) di Sumatera. Jika Syarifuddin tidak
dapat menjalankan tugasnya maka presiden memerintahkan kepadaSudarsono, L.N.
Palar, dan A.A Maramis yang ada di New Delhi untuk membentuk pemerintahan RI di
India.
 Belanda akhirnya menguasai Yogyakarta dan TNI berhasil dipukul mundurhingga ke
desa-desa.
 Belanda menganggap TNI telah kalah tetapi ternyata TNI dapat tetap mengumpulkan
kekuatan untuk melawan Belanda.
 Sementara Belanda menyiarkan kabar ke seluruh dunia  bahwa TNI sudah lemah dan RI
sudah tidak ada lagi.
 Belanda melakukan sensor pers agar berita tersebut tidak tersiar keluar. Tetapi ternyata
dari radio gerilya Indonesia dapat disiarkan berita perlawanan rakyat hingga ke luar negari.
 Akhirnya setelah 1 bulan dari agresi tersebut TNI mulai melakukan gerakan menyerang
kota-kota. Serangan yang terkenal adalah Serangan Umum 1 Maret 1949 terhadap kota
Yogyakarta yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Soeharto, dan berhasil menduduki kota
Yogyakarta.
 Hal tersebut membuktikan kepada dunia bahwa TNI tidak hancur mereka masih
mempunyai kemampuan bahkan mampu menyerang Belanda. Sehingga Belanda akhirnya
mau membicarakan dalam meja perundingan.
Tujuan Belanda menyelenggarakan Agresi Militer II :
Belanda ingin menunjukkan kepada dunia bahwa pemerintah Republik Indonesia dan TNI
secara de facto tidak ada lagi.
Tindakan perjuangan secara diplomatik yang dilakukan untuk menggagalkan tujuan
Belanda, yaitu :
 Menunjukkan kepada dunia internasional bahwa Agresi Militer Belanda II merupakan
tindakan melanggar perjanjian damai (hasil Perundingan Renville)
 Meyakinkan dunia bahwa Indonesia cinta damai, terbukti dengan sikap menaati hasil
Perundingan Renville dan penghargaan terhadap KTN.
 Membuktikan bahwa Republik Indonesia masih ada. Hal ini ditunjukkan dengan
eksistensi PDRI dan keberhasilan TNI menguasai Yogyakarta selama enam jam pada
Serangan Umum 1 Maret 1949.
 Upaya Indonesia menarik simpati Amerika serikat hingga akhirnya mendesak Belanda
untuk menarik mundur pasukannya dari wilayah Indonesia.
 Dewan Keamanan PBB juga mendesak Belanda untuk menghentikan operasi militer dan
membebaskan para pemimpin Indonesia.
Desakan tersebut membuat Belanda mengakhiri agresi militer II.
H.   PEMBENTUKAN PEMERINTAHAN DARURAT REPUBLIK INDONESIA
Pada tanggal 19 Desember 1948 sebelum pemerintah Indonesia ditawan maka mengadakan rapat
di Gedung Negara Yogyakarta yang menghasilkan kesepakatan sebagai berikut.
A.    Memberi kuasa penuh kepada Mr. Syarifuddin Prawiranegara (Menteri Kemakmuran RI)
untuk membentuk PDRI di Sumatera.
B.    Kepada A.A Maramis, L.N Palar, dan Soedarsono dperintahkan untuk membentuk PDRI di
India bila Mr. Syarifuddin Prawiranegara gagal di Sumatera.
C.    Presiden, wakil presiden, dan petinggi lainnya akan tinggal di ibu kota dengan resiko
ditawan oleh Belanda tetapi tetap berdekatan dengan KTN.
Sesuai dengan instruksi Presiden untuk membentuk pemerintahan darurat jika pemerintah
Republik Indonesia di Yogyakarta tidak dapat berfungsi lagi maka dibentuklah PDRI yang
berkedudukan di Bukittinggi, Sumatra Barat. Dimana Perdana Mentri merangkap menteri
pertahanan dan penerangan dijabat oleh Syafruddin Prawiranegara. Sementara itu, Menteri Luar
Negeri dijabat oleh A.A Maramis.
PDRI berhasil menunjukkan kepada dunia internasional bahwa pemerintah Indonesia masih ada.
Pada tanggal 23 Desember 1948, PDRI memberikan instruksi lewat radio kepada wakil
Indonesia di PBB. Isinya, pihak Indonesia bersedia menghentikan tembak-menembak dan
berunding dengan Belanda. Tindakan ini berhasil mengangkat wibawa Indonesia sekaligus
mengundang simpati dunia internasional.
Pemerintah PDRI kecewa sebab telah terjadi kesepakatan perjanjian Roem-Royen yang dianggap
akan melemahkan wibawa Indonesia padahal kedudukan Indonesia telah kuat sehingga mampu
menuntut lebih banyak kepada Belanda.
Karena kekecewaan para pemimpin PDRI maka melakukan pertemuan pada tanggal 13 Juli 1949
dengan pimpinan Indonesia yang di tawan di Bangka. Hasil pertemuan itu antara lain :
– PDRI menyerahkan keputusan mengenai hasil perundingan Roem-Royen kepada kabinet,
Badan Pekerja KNIP, dan pimpinan TNI.
– Pada tanggal 13 Juli 1949, Syafruddin Prawiranegara menyerahkan mandat secara resmi
kepada Wakil Presiden Hatta.
I.  PERJANJIAN ROEM ROYEN
Guna menjamin terlaksananya penghentian Agresi Militer Belanda II maka PBB menganti KTN
dengan membentuk UNCI (United Nations Comission for Indonesia) yaitu komisi PBB untuk
Indonesia.
Komisi ini selanjutnya mempertemukan Indonesia dan Belanda ke meja perundingan pada
tanggal 14 April 1949. Dimana Delegasi RI dipimpin oleh Mr. Moh. Roem (ketua), Mr. Ali
sastro Amijoyo (wakil) sedangkan delegasi Belandadipimpin oleh Dr. J. H Van Royen.
Perundingan diadakan di Hotel Des IndesJakarta dipimpin oleh Merle Cochran, anggota komisi
dari Amerika Serikat.
Perundingan ini mengalami hambatan sehingga baru pada awal Mei 1949 terjadi kesepakatan.
Isi Perjanjian Roem-Royen (Roem-Royen Statement) sebagai berikut:
Delegasi Indonesia menyatakan kesediaan pemerintah RI untuk:
1. Pemerintah Republik Indonesia akan mengeluarkan perintah penghentian perang gerilya.
2. Bekerjasama dalam mengembalikan perdamaian dan menjaga ketertiban dan keamanan.
3. Turut serta dalam KMB di Den Haag dengan maksud untuk mempercepat penyerahan
kedaulatan yang sungguh dan lengkap kepada Negara Indonesia Serikat dengan tidak
bersyarat.
Pernyataan Delegasi Belanda yang dibacakan oleh Dr. H.J. Van Royen yaitu:
1. Pemerintah Belanda setuju bahwa pemerintah RI harus bebas dan leluasa melakukan jabatan
sepatutnya dalam satu daerah meliputi karisidenan Yogyakarta.
2.  Pemerintah Belanda membebaskan tak bersyarat pemimpin-pemimpin dan tahanan politik
yang tertangkap sejak 19 Desember 1948.
3.  Pemerintah Belanda menyetujui RI sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat
4.  KMB di Den Haag akan diadakan selekasnya sesudah pemerintah RI kembali ke Yogyakarta.
Sejak bulan Juni 1949, berlangsung persiapan pemulihan pemerintahan Indonesia di Yogyakarta.
Persiapan itu berlangsung di bawah pengawasan UNCI.
Sejak tanggal 24-29 Juni 1949, tentara Belanda ditarik dari Yogyakarta.
TNI akhirnya memasuki kota Yogyakarta.
Pada 6 Juni 1949, presiden, wakil presiden, serta para pemimpin lainnya kembali ke Yogyakarta.
J. KONFERENSI INTER-INDONESIA
Latar Belakang Konferensi Inter Indonesia :
 Sebagai upaya pendahuluan sebelum diselenggarakannya Konferensi Meja Bundar.
 Adanya keinginan melalin persatuan antara RI dan BFO (Badan Musyawarah Negara-
negara Federal) serta sikap bersama untuk menghadapi Belanda dalam KMB.
 Kembalinya para pemimpin RI ke Yogyakarta pada 1 Juli 1949 maka dilakukan
perundingan antara Belanda dan Indonesia
 Konferensi Inter Indonesia ini menunjukkan kegagalan poltik devide et imperayang
dijalankan Belanda untuk memisahkan daerah-daerah di luar Republik.
Konferensi tersebut berlangsung dari tanggal 19-22 Juli 1949 di Yogyakarta yang dihadiri oleh
wakil-wakil RI dan BFO(Negara-negara ciptaan Belanda disebut Negara Boneka. Melalui
Negara boneka ini Belanda membentuk pemerintahan Federal dengan Van Mook sebagai
kepala pemerintahannya.Tanggal 27 Mei 1948 lahirlah Badan Permusyawaratan Federal
(BFO) yang terdiri dari negara-negara boneka ciptaan Belanda). Konfrensi Inter Indonesia
menghasilkan persetujuan mengenai ketatanegaraan Negara Indonesia Serikat.
Adapun hasil dari Konferensi Antar Indonesia dalam bidang ketatanegraan adalah sebagai
berikut:
1. Negara Indonesia Serikat disetujui dengan nama Republik Indonesia Serikat(RIS)
berdasarkan demokrasi dan federalisme(serikat).
2. RIS akan dikepalai seorang presiden konstitusional dibantu oleh mentri yang
bertanggungjawab pada Presiden.
3. Akan dibentuk dua badan perwakilan,yaitu sebuah DPR dan sebuah dewan perwakilan
Negara bagian (senat). Pertama kali akan dibentuk DPR seme4ntara.
4. Pemerintah federal sementara akan menerima kedaulatan bukan saja dari pihak Belanda
melainkan pada saat yang sama juga dari RI.
Di bidang Militer tercapai kesepakatan sebagai berikut:
1. Angkatan perang RIS adalah angkatan perang nasional. Presiden RIS adalah panglima
tertinggi Angkatan Perang RIS.
2. Pertahanan Negara adalah semata-mata hak pemerintah RIS, Negara bagian tidak akan
memiliki angkatan perang sendiri.
3.Pembentukan angkatan perang RIS adalah semata-mata soal bangsa Indonesia. Angkatan
perang RIS akan dibentuk oleh pemerintah RIS dengan inti angkatan perang RI (TNI) bersama-
sama dengan orang Indonesia yang ada dalam KNIL, ML,KM, VB, dan Territoriale Bataljons.
4. Pada masa permulaan RIS, menteri pertahanan dapat merangkap sebagai Panglima Besar
APRIS.
Konferensi Inter-Indonesia kemudian dilanjutkan kembali di Jakarta pada tanggal30 Juli sampai
2 Agustus 1949 dipimpin oleh Mohammad Hatta selaku Perdana Menteri. Pertemuan tersebut
membahas pelaksanaan pokok-pokok persetujuan yang telah dicapai di Yogyakarta. Kesepakatan
yang berhasil dicapai adalah :
 Pembentukan Panitia Persiapan Nasional yang bertugas menjaga suasana terib sebelum
dan sesudah Konferensi Meja Bundar.
 Agustustus 1949 dikeluarkan perintah untuk menghentikan tembak-menembak baik itu
dari pemerintah Indonesia maupun Belanda. Perintah tersebut berlaku mulai 11 Agustus
1949 untuk Jawa dan 15 Agustus 1949 untuk Sumatera.
K.   KONFERENSI MEJA BUNDAR
Realisasi dari perjanjian Roem-Royen adalah diselenggarakannya Konferensi Meja Bundar
(KMB) di Den Haag, Belanda. Konferensi tersebut berlangsung selama 23 Agustus sampai 2
November 1949. Konferensi ini diikuti oleh delegasi Indonesia, BFO, Belanda, dan UNCI.
Delegasi Indonesia dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta. Delegasi BFO dipimpin olehSultan
Hamid dari Pontianak. Delegasi Belanda diketuai oleh J. H Van Maarseveen.
Sebagai penengah adalah wakil dari UNCI oleh Critley R. Heremasdan Marle Cochran.
Hasil dari persetujuan KMB adalah:
1.    Belanda menyerahkan dan mengakui kedaulatan Indonesia tanpa syarat dan tidak dapat
ditarik kembali
2.   Indonesia akan berbentuk Negara serikat (RIS) dan merupakan uni dengan Belanda.
3.   RIS mengembalikan hak milik Belanda dan memberikan hak konsesi dan izin baru untuk
perusahaan-perusahaan Belanda.
4.   RIS harus menanggung semua hutang Belanda yang dibuat sejak tahun 1942.
5.   Status karisidenan Irian akan diselesaikan dalam waktu 1 tahun setelah penyerahan
kedaulatan RIS.
Makna dari Persetujuan KMB :
 Merupakan babak baru dalam perjuangan sejarah Indonesia
 Meskipun merupakan Negara serikat tetapi wilayahnya hampir mencakup seluruh
Indonesia.
 Eksistensi pemerintah RI dimata dunia internasional makin kuat.
L.    KEMBALI KE NKRI
Konstitusi RIS
Selama berlangsungnya KMB Tanggal 29 Oktober 1949 dilakukan penandatanganan
bersama Piagam Persetujuan Konstitusi RIS antara Republik Indonesia dengan BFO yang
selanjutnya diajukan ke Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Melalui Piagam tersebut
disetujui bahwa Negara bentukan federasi tersebut meliputi:
1.      Negara RI yang meliputi daerah menurut perjanjian Renville
2.      Negara Ciptaan Belanda hasil konferensi Malino, meliputi:
 Negara Indonesia Timur, presidennya Cokorde Gde Sukowati dan Perdana Menteri
Najamudin Daeng Malewa
 Negara Sumatera Timur dengan wakilnya Dr. Mansyur
 Negara Sumatera Selatan dengan wakil Abdul Malik
 Negara Madura dengan walinya Cokroningrat
 Negara Jawa Timur dengan walinya Wiranata Kusumah.
3.      Satu-satuan kenegaraan yang tegak sendiri
4.      Daerah-daerah selebihnya bukan daerah-daerah bagian.
Dari hasil kesepakatan antara RI dan BFO tersebut maka KNIP pada tanggal 6-14 Desember
1949 mengadakan sidang yang membahas hasil KMB dan mereka menyetujui hasil KMB.
Langkah selanjutnya:
1)     Tanggal 15 Desember 1949 diadakan pemilihan presiden RIS dengan calon tunggal Ir.
Soekarno.
2)     Tanggal 16 Desember 1949 Ir. Soekarno dipilih menjadi presiden RIS.
3)     Tanggal 17 Desember 1949, Ir Soekarno dilantik menjadi Presiden RIS
4)     Tanggal 20 Desember 1949, Presiden Soekarno melantik cabinet RIS yang pertama dengan
Moh. Hatta sebagai Perdana Menteri.
Perjuangan kembali ke Negara kesatuan RI
a.      Tanggal 27 Desember 1949 terjadi :
1. Penyerahan dan penandatanganan naskah pengakuan kedaulatan antara Negara Belanda dan
Jakarta. Penandatanganan tersebut dilakukan secara bersamaan antara di Indonesia dengan di
negeri Belanda. Selain itu di Yogyakarta dilakukan pula penyerahan kedaulatan dari RI kepada
RIS. Dengan  pengakuan kedaulatan 27 Desember 1949 maka berakhirlah periode perjuangan
bersenjata dalam menegakkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
2. Presiden Soekarno menyerahkan jabatannya di Yogyakarta kepada Acting President RI,
Mr. Asaat yang sebelumnya menjabat sebagai ketua KNIP.
b.  Tanggal 28 Desember 1949
 Presiden Soekarno kembali ke Jakarta dengan membawa bendera pusaka.
 Atas usul RI, pemerintah RIS mengadakan perundingan dengan 2 negara bagian lain
tentang pembentukan “Negara kesatuan”. Sehingga akhirnya parlemen dan senat RIS
mengesahkan rencana Undang-undang Dasar Sementara dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
c.   Tanggal 15 Agustus 1950,
Ø      Presiden RIS, Ir. Soekarno membacakan piagam terbentuknya Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI)
Ø      Sejak saat itu Soekarno menerima kembali jabatan Presiden RI dari Acting President RI,
Mr. Asaat
Ø      Perdana Menteri Moh. Hatta menyerahkan mandatnya kepada Presiden dan wakil presiden
RI.
Ø      Hal ini menunjukkan bahwa Negara federal ciptaan Van Mook hanya berumur 8 bulan.
d.      Tanggal 17 Agustus 1950
Bendera Pusaka dapat dikibarkan kembali di halaman depan bekas istana Gubernur Jenderal
(Istana Negara).
RIS dibubarkan dan kembali dalam bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sejak NKRI
berdiri tegak kembali, PBB menerima Indonesia masuk menjadi anggota PBB yang ke-60 tepat
pada tanggal 28 September 1950.
Masalah Irian Barat menurut KMB akan dibicarakan satu tahun kemudian ternyata sampai tahun
1960 tidak ada tanda-tanda untuk diserahkan oleh Belanda.
Sejak tanggal 19 Desember 1961 Indonesia menempuh perjuangan bersenjata dengan Tri
Komando Rakyat (Trikora).
Perjuangan Trikora berhasil memaksa Belanda menerima Persetujuan New Yorktanggal 15
Agustus 1962 dengan pokok-pokok perjuangan sebagai berikut:
1.      Penghentian permusuhan
2.   Membentuk United Nation of temporary Executive Authority (UNTEA) di Irian Barat yang
berarti kekuasaan untuk sementara dipegang PBB dengan tahapan sebagai berikut:
 Antara 1 Oktober sampai 31 Desember 1962 masa pemerintahan UNTEA dilakukan
bersama-sama dengan kerajaan Belanda.
 Antara 1 Januari sampai 1 Mei 1963 masa pemerintahan dilakukan bersama RI.
 Sejak 1 Mei 1963 wilayah Irian Barat sepenuhnya berada di bawah kekuasaan RI.
 Tahun 1969 akan diadakan Act of Free Choice yaitu penen tuan pendapat rakyat (pepera).
 Tanggal 14 Juli 1969 pepera dilaksanakan dengan hasil pernyataan bahwa segenap
rakyat Irian Barat tetap berada dalam kekuasaan republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai