Anda di halaman 1dari 3

Nama : Viona Putri Evaliani

Kelas : XII MIA-3

Persoalan Negera Federal dan BFO

1. Latar Belakang
Latar belakang persoalan negara federal dan konferensi pembentkan Badan
Permusyawaratan Federal (BFO) pada 27 Mei 1948 dilatarbelakangi oleh sikap Belanda
yang tidak mau mengakui kedaulatan Negara Republik Indonesia, meskipun dalam hal
ini Indonesia telah menyatakan merdeka melalui Proklamasi 1945.

Kedatangan Belanda pasca proklamasi membuat haluan politik Indonesia berubah. Jika
awalnya Indonesia menyakan sebagai negara kesatuan, maka dengan ancaman
kedatangan belanda Soekarno mengubah bentuk negara kesatuan menjadi federal yang
dipimpin oleh Sjahrir. Alasannya, van Mook yang merupakan pimpinan tidak mau
berunding dengan Soekarno. Perubahan bentuk negara ini hanya bersifat politis.

2. Jalannya Pembrontakan
Dalam sejarah persoalan negara Federal dan BFO terdapat beberapa perbedaan yang
tidak dapat diselesaikan oleh konferensi. Konferensi tersebut tidak dapat memutuskan
permasalahan tentang perbedaan keinginan dalam penggunaan atau tidak lagu
Indonesia Raya dan bendera Merah Putih oleh NIT (Negara Indonesia Timur). Dalam
permasalahan negara federal tersebut secara tidak langsung dapat menjatuhkan kabinet
NIT. BFO sendiri juga memiliki pertentangan di batang tubuhnya. BFO telah dipecah
menjadi dua kubu sejak dibentuk pada bulan Juli 1948 di Bandung. Dalam sejarah
persoalan negara federal dan BFO terdapat dua kubu BFO. Kelompok BFO yang pertama
melakukan kerjasama dengan RI untuk membentuk Negara Indonesia Serikat dan
menolak kerjasama dengan Belanda. Pelopor kubu pertama BFO ialah R.T. Djumhana
(Negara Pasundan), Ide Anak Agung Gde Agung (NIT) dan R.T. Adil Puradiredja.
Kelompok BFO yang kedua dipelopori oleh dr. T. Mansur (Sumatera Timur) dan Sultan
Hamid II (Pontianak). Kubu kedua BFO ini menginginkan agar mempertahankan
kerjasama garis kebijakan dengan Belanda. Kedua kubu BFO semakin sengit melakukan
pertentangan saat Agresi Militer II yang dilancarkan oleh Belanda.
Selanjutnya terjadi peristiwa konfrontasi dalam sidang BFO antara Sultan Hamid II
dengan Anak Agung. Namun Sultan Hamid II dikemudian hari melakukan kerjasama
untuk mempersiapkan perlawanan kepada pemerintahan RIS dengan APRA Westerling.
Inilah yang menjadi sejarah dalam persoalan negara federal dan BFO. Semakin lama
persaingan antara golongan Unitaris dan Federalis pada tahun 1949 setelah KMB
(Konferensi Meja Bundar) lebih merujuk pada konflik terbuka dalam bidang militer.
Pada akhirnya masalah psikologis dapat timbul akibat pembentukan APRIS (Angkatan
Perang Republik Indonesia Serikat). Dalam KMB terdapat salah satu ketetapan yang
menuturkan bahwa APRIS memiliki anggota dari TNI dan dari mantan personil anggota
KNIL. Anggota APRIS dari TNI dijadikan sebagai inti anggota namun keberatan untuk
melakukan kerjasama dengan KNIL (bekas musuhnya). Namun berbeda dengan anggota
KNIL yang menentang anggota TNI masuk ke negara bagian dan memaksa agar KNIL
dijadikan sebagai aparat negara bagian. Pertentangan ini digambarkan dalam kasus
Andi Aziz (mantan pasukan KNIL) dengan APRA Westerling. Lantas bagaimana upaya
pemerintah dalam persoalan negara federal dan BFO? Penumpasan BFO dilakukan
dengan cara membubarkan negara boneka federal yang dibentuk oleh Belanda. Pada
akhirnya penumpasan BFO mengakibatkan RIS (Republik Indonesia Serikat) menjadi
bubar dan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) kembali terbentuk. Pergolakan
yang terjadi tidak hanya mengakibatkan hal hal negatif saja. Tetap juga mengakibatkan
terjadinya persatuan bangsa yang sifatnya positif. Hal ini dapat dilihat setelah KMB ingin
mempertahankan keberadaan negara negara bagian. Namun harus menghadapi
tuntutan rakyat agar RI bersatu dengan negara bagian atas tuntutan dari rakyat.
Demikianlah penjelasan mengenai sejarah persoalan negara federal dan BFO.

3. Upaya Penumpasan
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, Belanda berusaha merebut kembali
wilayah jajahannya. Mereka melakukan serangan ke wilayah Indonesia dan karena
keunggulan persenjataan dan teknologi, berhasil merebut banyak wilayah Indonesia.

Setelah menguasai kembali wilayah-wilayah ini, Belanda mendirikan negara-negara


federal, seperti Negara Pasundan, Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatra Timur,
dengan total sebanyak 15 negara bagian dan daerah otonom.

Pembentukan negara bagian ini adalah upaya Belanda mempertahankan kekuasaannya.


Dengan negara-negara bagian kecil, Belanda lebih mudah mengatur wilayah Indonesia
yang diduduki. Belanda mengumpulkan para pemimpin negara federal ini dalam suatu
lembaga yang mereka sebut Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO).

Upaya pecah belah Belanda ini tidak berhasil sepenuhnya. Setelah perlawanan besar
dari para pejuang, serta dengan adanya tekanan diplomatis dari PBB dan Amerika
Serikat, Belanda setuju untuk berunding dengan Indonesia dalam Konferensi Meja
Bundar di Den Haag.

Sebagai hasil konferensi ini, Belanda secara resmi mengakui kemerdekaan Indonesia
dalam bentuk Republik Indonesia Serikat (RIS) pada tanggal 27 Desember 1949.
Negara-negara boneka tadi dijadikan negara bagian dan daerah otonom dari RIS.
Upaya pembentukan RIS dan negara-negara boneka ini dianggap sebagai bentuk pecah
belah atau devide et impera oleh Belanda. Akibatnya, RIS berlangsung kurang dari
setahun, karena negara-negara bagian dan daerah-daerah otonomnya membubarkan
diri dan berkambung kembali kepada Indonesia.

Pada konferensi negara federal kedua yang dilaksanakan pada tanggal 19 Mei 1950,
akhirnya menyetujui bahwa pembubaran Republik Indonesia Serikat (RIS) dan
pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang sesuai dengan
proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai