Anda di halaman 1dari 12

* Helmi Yahya * Saniyatul F.

* Qurrotul U. * Zhafran GW
Latar belakang persoalan Negara federal dan konferensi
pembentukan Badan Permusyawaratan Ferderal (BFO) pada 27 mei
1948 dilatar belakangi oleh sikap Belanda yang tidak mau
mengakui kedaulatan Negara Republik Indonesia, meskipun dalam
hal ini Indonesia telah menyatakan merdeka melalui prokalamasi
1945.
Kedatangan Belanda pasca proklamasi membuat haluan politik
Indonesia berubah. Jika awalnya Indonesia menyatakan sebagai
Negara kesatuan, maka dengan ancaman kedatangan Belanda
Soekarno mengubah bentuk Negara Kesatuan menjadi federalyang
dipimpin oleh Syahrir. Alsannya Vanmook yang merupakan pimpinan
tidak mau berunding dengan Soekarno. Perubahan bentuk Negar ini
hanyabersifat politis.
Tujuan Belanda mendirikan BFO adalah untuk merebut
kembali wilayah jajahannya. Mereka melakukan serangan ke
wilayah Indonesia dan karena keunggulan persenjataan dan
tekhnologiberhasil merebut banyak wilayah Indonesia. Setelah
menguasai kembali wilayah-wilayah Indonesia. Beland mendirikan
negara-negara federal, seperti negara Pasundan, Negara
Indonesia Timur, dan NegaraSumatera Timur.
Untuk mengaturnya Belanda mengumpulkan negara-negara
ini ke dalam RIS kemudian Belanda mengumpulkan para pemimpin
negara federal dalamsuatu lembaga yang mereka sebut
Bijeenkomst voor Federaal Overieg (BFO). Setiap negara federal
diwakili satu orang perwakilan yang memiliki satu saudara
Melalui negara-negara boneka yang dibentuknya, Belanda membentuk
pemerintahan federal dengan vanMook sebagai kepala pemerintahannya. Dalam
konferensi federal diBandung pada tanggal 27 Mei 1948 lahirlah badan
permusyawaratan federal (BFO). Di dalam BFO terhimpun negara-negara
boneka ciptaan Belanda. Berikut adalah negara-negara boneka ciptaan Belanda
1. Negara Indonesia Timur
Berdiri : Desember 1946
Wilayah : Timur Selat Makasar dan Selat Bali
Pemimpin : Tjokorda Gede Raka Sukawati
2. Negara Sumatera Timur
Berdiri : 25 Desember 1945 (diresmikan pada tanggal 16
Februari 1947)
Wilayah : Kota Medan dan sekitarnya
Pemimpin : Dr. Mansur
3. Negara Sumatera Selatan
Berdiri : 30 Agustus 1948
Wilayah : Kota Palembang dan sekitarnya
Pemimpin : Abdul Malik
4. Negara Jawa Timur
Berdiri : 26 Nopember 1948
Wilayah : Kota Surabaya, Malang dan daerah-daerah
sebelah timur hingga ke Banyuwangi
Pemimpin : R. T. Kusumonegoro
5. Negara Pasundan
Berdiri : 26 Februari 1948
Wilayah : Priangan, Jawa Barat dan sekitarnya
Pemimpin : R. A. A. Wiranata Kusumah
6. Negara Madura
Berdiri : 16 Januari 1948
Wilayah : Kota Madura dan sekitarnya
Pemimpin : Tjakraningrat
Selain negara-negara boneka yang diciptakan oleh Belanda,
terdapat juga daerah-daerah yang memiliki otonomi seperti
Kalimantan Barat, Dayak Besar, Banjar, Kalimantan Tenggara,
Jawa Tengah, Bangka, Belitung, dan Riau. Daerah-daerah
tersebut dikepalai oleh Sultan Hamid II.

Konsep Negara Federal dan Persekutuan Negara Bagian


(BFO/ Bijeenkomst Federal Overleg) mau tidak mau
menimbulkan potensi perpecahan di kalangan bangsa Indonesia
sendiri setelah kemerdekaan. Persaingan yang timbul terutama
adalah antara golongan federalis yang ingin bentuk negara
federal dipertahankan dengan golongan unitaris yang ingin
Indonesia menjadi negara kesatuan.
Dalam tubuh BFO juga bukan tidak terjadi
pertentangan. Sejak pembentukannya di Bandung
pada bulan Juli 1948, BFO telah terpecah ke dalam
dua kubu. Kelompok pertama menolak kerjasama
dengan Belanda dan lebih memilih RI untuk diajak
bekerjasama membentuk Negara Indonesia Serikat.
Kubu ini dipelopori oleh Ide Anak Agung Gde Agung
(NIT) serta R.T. Adil Puradiredja dan R.T. Djumhana
(Negara Pasundan). Kubu kedua dipimpin oleh Sultan
Hamid II (Pontianak) dan dr. T. Mansur (Sumatera
Timur). Kelompok ini ingin agar garis kebijakan
bekerjasama dengan Belanda tetap dipertahankan
BFO.
Ketika Belanda melancarkan Agresi Militer II-nya,
pertentangan antara dua kubu ini kian sengit.
Dalam sidang-sidang BFO selanjutnya kerap
terjadi konfrontasi antara Anak Agung dengan
Sultan Hamid II. Dikemudian hari, Sultan Hamid
II ternyata bekerjasama dengan APRA
Westerling mempersiapkan pemberontakan
terhadap pemerintah RIS. Setelah Konferensi
Meja Bundar atau KMB (1949),
Persaingan antara golongan federalis dan unitaris
makin lama makin mengarah pada konflik terbuka di
bidang militer, pembentukan Angkatan Perang
Republik Indonesia Serikat (APRIS) telah menimbulkan
masalah psikologis. Salah satu ketetapan dalam KMB
menyebutkan bahwa inti anggota APRIS diambil dari
TNI, sedangkan lainnya diambil dari personel mantan
anggota KNIL. TNI sebagai inti APRIS berkeberatan
bekerjasama dengan bekas musuhnya, yaitu KNIL.
Sebaliknya anggota KNIL menuntut agar mereka
ditetapkan sebagai aparat negara bagian dan
mereka menentang masuknya anggota TNI ke negara
bagian. Kasus APRA Westerling dan mantan pasukan
KNIL Andi Aziz sebagaimana telah dibahas
sebelumnya adalah cermin dari pertentangan ini.
Kubu pertama dipelopori oleh
Ide Anak Agung Gde Agung (NIT)
R.T Adil Puradireja
R.T Djum Hana
Kubu kedua dipelopori oleh
Sultan Hamid II
Dr. T Mansur
Belanda oleh
Van Mook
Pemerintahan menolak kesepakatan yang
diajukan oleh BFO karena pemerintahan RI
menganggap BFO tidak lagi sama persis dengan
BFO yang direncanakan oleh Van Mook. Karena
perundingan tersebut banyak didominasi
perbincangan mengenai konsep dan teknis
pembentukan RIS, terutama mengenai susunan
kenegaraan berikut hak dan kewajiban antara
pemerintahan pusat dengan pemerintahan
daerah.

Anda mungkin juga menyukai